BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus
non-sistemik yang paling sering ditemui. Kasus LED adalah 50-85% dari
keseluruhan kasus lupus eritematosus kutaneus. LED lebih sering menyerang
ras afrika amerika dan lebih jarang pada ras kaukasia dan asia. LED dapat
timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45 tahun, dengan ratarata umur 38 tahun. LED juga berkisar antara 15-30% dari populasi kasus
LES. 5 % dari kasus LED dapat mengarah ke LES. [2,4]
Penyebab pasti dari LED tidak diketahui tetapi kebanyakan ahli
menganggpnya sebagai suatu bentuk autoimunitas. Asumsi ini pertamakali
ditemukan dikemukakan dengan adanya gen major histocompatibility complex
(MHC), khususnya alel human lymphocyte antigen (HLA). Dilaporkan bahwa
penderita LED mengalami peningkatan bermakna dari HLA-B7,-B8,DR2, dan
-DQA0102 serta penurunan HLA-A2 dengan kombinasi dari HLA-DR3,HLA
DQA 0102 dan HLA-B7 menyebabkan resiko relatif LED yang paling
maksimal. Frekuensi LED juga meningkat pada karier penyakit granulomatosa
kronik terpaut kromosom X yang berjenis kelamin wanita. Defisiensi genetik
komplemen seperti C2,C3,C4 dan C5 serta inhibitor esterase C1 juga
dihubungkan dengan LED dan LECS [1,5]
1.2
Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu syarat salam mengikuti kepanitraan klinik
di bagian Kesehatan kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Daerah
Adhiyatma, Semarang
b. Tujuan Khusus
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui
definisi, anatomi dan fisiologi kulit, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik,
penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis dari kelainan kulit lupus
eritematosus discoid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus
non-sistemik yang paling sering ditemui. Lesi awal dapat nampak sebagai
makula atau papul berukuran 1-2 cm dengan warna merah keunguan atau
plakat kecil yang permukaannya menjadi hiperkeratotik dalam waktu singkat.
Lesi umumnya berubah menjadi plakat eritem berbentuk koin (diskoid)
berbatas tegas yang ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel
rambut yang telah melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan
tampak seperti karpet yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut
sebagai penampakan paku karpet.[1,2]
LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus
lainnya serta Lupus Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih
berat hingga dapat mengancam jiwa adalah bagian dari lupus eritematosus
(LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan klinis dan pola
autoimunitas sel B poliklonal yang khas. [1]
Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya
diterangkan oleh tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi
dari klasifikasi Gilliam yang pertama kali dibuat pada tahun 1977: [3]
Lupus eritematosus kutaneus akut (LEKA)
Lupus eritematosus kutaneus subakut (LEKS)
Lupus eritematosus kutaneus kronik (LEKK)
Lupus eritematosus diskoid (LED)
Varian verukous/hipertrofik
Varian telangiektoid
Lupus eritematosus profundus
Lupus eritematosus Chilblain
Lupus eritematosus kutaneus intermitten
Lupus eritematosus tumidus
Lupus eritmatosus bullosa
Lesi kulit bullosa spesifik LE
Lesi kulit bullosa nonspesifik LE
Kelainan kulit bullosa primer yang dihubungkan dengan LE
Tabel 1. Klasifikasi LE Kutaneus Dusseldorf[1]
2.2
Epidemiologi
Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus
kutaneus. LED lebih sering menyerang ras afrika amerika dan lebih jarang
pada ras kaukasia dan asia. LED dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama
pada umur 20-45 tahun, dengan rata-rata umur 38 tahun. LED juga berkisar
antara 15-30% dari populasi kasus LES. 5 % dari kasus LED dapat mengarah
ke LES. [2,4]
2.3
Etiologi
Penyebab pasti dari LED tidak diketahui tetapi kebanyakan ahli
menganggpnya sebagai suatu bentuk autoimunitas. Asumsi ini pertamakali
ditemukan dikemukakan dengan adanya gen major histocompatibility complex
(MHC), khususnya alel human lymphocyte antigen (HLA). Dilaporkan bahwa
penderita LED mengalami peningkatan bermakna dari HLA-B7,-B8,DR2, dan
-DQA0102 serta penurunan HLA-A2 dengan kombinasi dari HLA-DR3,HLA
DQA 0102 dan HLA-B7 menyebabkan resiko relatif LED yang paling
maksimal. Frekuensi LED juga meningkat pada karier penyakit granulomatosa
kronik terpaut kromosom X yang berjenis kelamin wanita. Defisiensi genetik
komplemen seperti C2,C3,C4 dan C5 serta inhibitor esterase C1 juga
dihubungkan dengan LED dan LECS [1,5]
Pada suatu percobaan ditemukan bahwa pada kultur keratinosit yang
dipajani sinar ultraviolet, antigen yang seharusnya ada dalam inti dan
sitoplasma sel akan keluar ke membran keratinosit sehingga dapat diikat oleh
antibody seperti anti-SSA, anti-SSB atau anti-RNP. Hal ini dapat mengawali
keseluruhan proses imunologis yang mendasari terbentuknya lesi pada LED. [5]
Suatu penelitian berbasis case-control melaporkan bahwa perokok jauh lebih
beresiko menderita LE daripada orang yang tidak merokok dan bahwa
kemungkinan hal ini disebabkan oleh suatu zat yang disebut amina aromatik
lupogenik yang ada dalam asap tembakau.[1]
Sejenis struktur tubuler berukuran diameter 20 nm dan sangat mirip
dengan paramiksovirus ditemukan pada sel endotel pembuluh darah, histiosit
perivaskuler, atau fibroblast dari lesi LED. Struktur tersebut akan berkurang
jumlah dan ukurannya setelah penggunaan klorokuin. Jika struktur tersebut
Patogenesis
Penyebab dan mekanisme pathogenesis yang mengakibatkan LE masih
belum diketahui sepenuhnya. Patogenesis LED tidak dapat dipisahkan dari
pathogenesis LES. Patogenesis tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan
yang menjelaskan empat tahapan teoritis yang berurutan yang terjadi sebelum
adanya penampakan klinis dari penyakit ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah
pewarisan gen yang menyebabkan penderita lebih mudah terkena penyakit,
induksi autoimunitas, perluasan proses autoimun dan jejas imunologis:[1]
gen lain juga dianggap berperan dalam pathogenesis LES, seperti gen yang
mengkodekan komplemen dan tumor necroting factor (TNF), gen yang
memediasi apoptosis serta gen yang melibatkan proses komunikasi antar-sel
serta gen yang berperan dalam pembersihan kompleks imun. [1]
Tahap kedua dari pathogenesis LES adalah fase induksi yaitu
permulaan proses autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T
autoreaktif yang telah kehilangan toleransi terhadap komponen tubuh.
Mekanisme yang melandasi autoreaktifitas tersebut antatara lain: [1,3]
1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel
stem, jika dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun akan
menggantikan sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan sel-sel
muda yang tidak toleran
2. Imunisasi-silang. Pajanan antigen yang bereaksi silang dengan tolerogen
dapat memicu aktivasi sel limfosit T helper (Th) spesifik untuk antigen
yang bereaki silang dan juga menyediakan sinyal yang dibutuhkan limfosit
autoreaktif untuk menimbulkan efek pada tolerogen.
3. Stimulasi klon anergi Anergi adalah suatu proses yang menghilangkan
kemampuan imunologis klon autoreaktif yang berhasil lolos dari delesi
klonal sehingga klon-klon tersebut tidak dapat merespon rangsangan oleh
antigen. Diperkirakan bahwa suatu stimulasi sel limfosit T tertentu dapat
menghilangkan anergi dan mengawali proses autoreaktifas
Selain pembentukan klon autoimun, pada tahap kedua dari
patomekanisme LE juga dijelaskan antigen yang berperan dalam autoimunitas.
Seperti dibahas sebelumnya, antigen LE kebanyakan adalah antigen yang
terdapat di dalam inti dan sitoplasma dari sel keratinosit yang terbebaskan ke
membran sel akibat mekanisme tertentu. Uji laboratorium telah membuktikan
bahwa antigen tersebut dapat keluar akibat pajanan sinar ultraviolet. Selain itu,
faktor lain yang dapat memicu lesi LED dan kemungkinan berhubungan
dengan pembebasan antigen dari inti dan sitoplasma keratinosit adalah trauma,
infeksi, pajanan dingin, sinar-X hingga bahan kimia.[5,6]
Setelah klon autoimun terbentuk, terjadi suatu mekanisme yang
memperbanyak dan memperluas klon yang bermasalah ini. Tahap ketiga atau
tahap ekspansi nampaknya melibatkan peningkatan respon autoimun yang
dipicu antigen secara progresif. Pada tahap ini, autoantibody dihasilkan oleh
sel-sel B yang berlipat ganda. Walaupun sangat banyak, autoantibody LE
hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan sitoplasma. Ada tiga target
utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston), spliceosome (anti-Sm
dan anti-RNP) molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).[1]
Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting
secara klinis dan menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis.
tahapan ini sebagian besar diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan
kompleks imun yang terbentuk yang menyebabkan jejas jaringan baik itu
dengan kematian sel secara langsung, aktivasi seluler, opsonisasi maupun
karena terhambatnya fungsi molekul target. [1]
2.5 Gejala Klinis
Lesi bentuk koin (diskoid) adalah manifestasi lupus kutaneus yang
paling umum ditemui. Lesi diskoid paling sering ditemukan di wajah, kulit
kepala dan telinga, tetapi persebarannya juga bisa lebih luas. Walaupun begitu,
lesi di bawah leher sangat jarang ditemukan jika tidak ada lesi di atas leher.
Lesi juga kadang-kadang ditemukan di permukaan mukosa, termasuk bibir,
lapisan mukosa oral lain, mukosa hidung, konjungtiva dan mukosa genital. [7]
Lesi primer LED adalah makula atau papul eritem asimetris tanpa
gejala subjektif dengan sisik ringan hingga sedang. biasanya berukuran 1-2
cm. Seiring dengan perjalanan penyakit, sisik dapat menebal dan melengket,
disertai hipopigmentasi di daerah inaktif (tengah) dan hiperpigmentasi di batas
aktif. Jika mengenai daerah berambut seperti kulit kepala dan janggut, eskar
dengan alopesia permanen dapat terjadi. Lesi LED seringkali tersebar
mengikuti pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terpajan tetap dapat
terkena lesi.[2,4,8]
Setelah beberapa lama, lesi LED akan berubah menjadi pakat eritem
berbatas tegas yang titutupi oleh sisik yang meluas hingga ke bukaan folikel
rambut. Jika sisik yang melekat dilepaskan, jarum-jarum keratotik yang mirip
dengan paku karpet dapat terlihat di bagian bawah sisik (tanda paku karpet).
Lesi meluas dengan eritem dan hiperpigmentasi di pinggir dengan eskar atrofi,
telangiektasia dan hipopigmentasi di tengah. [9]
LED dapat dibedakan menjadi LED lokalisata yang mengenai wajah
dan leher serta LED generalisata yang mengenasi bagian atas dan bawah dari
leher. Lesi LED di bawah leher. [8,9]
Pemeriksaan Penunjang
1. PEMERIKSAN HISTOPATOLOGIS [3]
(IgA,IgG,
IgM)
dan
komponen
komplemen
2. Tes lainnya
Berikut adalah tabel yang menampilkan ringkasan hasil laboratorium
untuk LED dengan perbandingan dengan LEKA dan LEKS :
Ciri penyakit
ANA
Antibodi RO/SSA
-dg imunodifusi
- dg ELISA
Antibodi DNA antinatif
Hipokomplementemia
LED
+
LEKA
+++
LEKS
++
0
+
+++
+++
+
++
+
+
+++
+++
0
+
LEKA, lupus eritematosus kutaneus akut; LEKS, lupus eritematosus kutaneus subakut;
ANA,antibodi antinuclear; ELISA, enzyme linked immunosorbent assay
+++,sangat berhubungan; ++, agak berhubungan; +,berhubungan lemah; 0,negatif, tidak berhubungan
Tabel 2: Ringkasan hasil laboratorium LED dengan perbandingan LEKA dan LEKS.
(dari Cutaneus Lupus Erythematosus). [3]
2.7
Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis,
pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
Pasien mungkin mengeluh gatal ringan atau nyeri sesekali dalam lesi,
tetapi kebanyakan pasien tanpa gejala. Sekitar 5% atau kurang pasien LED
telah terlibat dalam kelainan sistemik. Arthralgia atau arthritis mungkin
terjadi. Jadi, anamnesis harus difokus pada riwayat penyakit dan gejala LE
yang berkaitan seperti fotosensitivitas, arthralgia atau arthritis, alopesia areata
serta fenomena Raynaud, aborsi spontan pneumonia, karditis serta gangguan
10
Gambar 8: Lesi LED dalam konka menunjukkan folikel dengan sumbatan [8]
Lesi awal mungkin sulit untuk dibedakan dengan lesi LEKS. Lesi
LED seringkali tersebar menurut pajanan sinar matahari tetapi daerah yang
tidak terkena sinar matahari dapat pula terkena. Kulit kepala seringkali terkena
sehingga menghasilkan alopesia .[8]
11
Pasien dengan LED sering dibagi menjadi 2 kelompok: lokal dan generalisata.
LED lokal terjadi ketika hanya pada kepala dan leher, sedangkan LED generalisata
terjadi ketika daerah lain [8]
2.8
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding dari LED antara lain: [13]
1. Keratosis Aktinik
Gambaran klinis berupa bercak-bercak merah dan berskuama,
yang secara khas bertambah besar dan menyusut bersama dengan waktu,
dapat timbul ratusan lesi pada orang-orang yang sering terpapar sinar
matahari. [14]
12
2.
Psoriasis
Gambaran utama psoriasis adalah, epidermis menajdi sangat
menebal (akantosis). Tidak terdapat stratum granulosum. Retensi
nukleus pada stratum korneum (parakeratosis). Akumulasi polimorf
pada stratum korneum (mikroabses). Pelebaran pembuluh darah
kapiler pada dermis bahagian atas.[14]
Gambar 12: Psoriasis vulgaris yang meluas dari kulit kepala ke leher [1]
3.
Liken Planus
Liken planus merupakan kelainan yang agak bervariasi
bentuknya. Bentuk yang paling sering adalah adanya erupsi akut pada
papula yang gatal. Gambaran klinis: lesi-lesi kulitnya berpermukaan
rata, mengkilat, dan poliglonal. Gambaran permukaannya tampak
seperti anyaman halus dari bintik-bintik dan garis-garis, disebut
sebagai Wickhams striae [14]
13
Gambar 13: plakat berpuncak rata dengan Wickhams striae pada ekstremitas penderita[1]
4.
atau
anular
tanpa
2.9
Penatalaksanaan
1. PENCEGAHAN
14
15
dimulai dengan dosis 200 mg per hari untuk dewasa dan, jika tidak ada efek
samping gastrointestinal atau lainnya, dosis ditingkatkan dua kali sehari tetapi
tidak diberikan lebih dari 6,5 mg/ kg/ hari. Penting ditekankan kepada pasien
bahwa dibutuhkan waktu 4-8 minggu untuk memperoleh perbaikan klinis.
Pada beberapa pasien yang tidak mempan dengan hidroklorokuin, klorokuin
mungkin lebih efektif. Beberapa pasien tidak merespon baik monoterapi
hydroxychloroquine
atau
klorokuin
sehingga
dianjurkan
penampahan
Komplikasi
16
Prognosis
Prognosis LED umumnya baik.Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan
berkembang menjadi LES. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama
pada musim semi dan musim panas. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%.
Tingkat mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat
berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya
permanen [6,8,12]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus nonsistemik yang paling sering ditemui. Lesi awal dapat nampak sebagai makula atau
papul berukuran 1-2 cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang
permukaannya menjadi hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya
berubah menjadi plakat eritem berbentuk koin (diskoid) berbatas tegas yang
ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel rambut yang telah
melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti karpet
yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku
karpet.[1,2]
Lesi bentuk koin (diskoid) adalah manifestasi lupus kutaneus yang paling
umum ditemui. Lesi diskoid paling sering ditemukan di wajah, kulit kepala dan
telinga, tetapi persebarannya juga bisa lebih luas. Walaupun begitu, lesi di bawah
17
leher sangat jarang ditemukan jika tidak ada lesi di atas leher. Lesi juga kadangkadang ditemukan di permukaan mukosa, termasuk bibir, lapisan mukosa oral
lain, mukosa hidung, konjungtiva dan mukosa genital. [7]
Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi
yang sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan
simtomatik metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain
seperti azatioprin [imuran] 1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai
glukokortikoid-sparing pada kasus lupus eritematosus kutaneus berat. Mikofenolat
mofetil [25-45 mg/kg/hari oral] maerupakan analog purin yang serupa dengan
azatioprin. Metotreksat [7,5-25mg/kg oral sekali seminggu] efektif untuk kasus
berat yang refrakter. [1]
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Cotsner, M.I., Sontheimer R.D. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks dermatology in
general medicine. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill. p.1678-93
Habif, T.P. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy, 3 rd
edition. Chapter 17. St. Louis: Mosby-Year Book,Inc. 1996. p.587-625.
Kuhn A, Ruzicka T. Classification of Cutaneus Lupus Erythematosus. In: Kuhn A,
Lehmann P, Ruzicka T. Cutaneous Lupus Erythematosus. Heidelberg: SpringerVerlag Berlin. 1995. p. 53-7
AOCD. Discoid Lupus Erythematosus. www.aocd.org. 2007.
Werth V. Current Treatment of Cutaneous Lupus Erythematosus. Dermatol online
jour. 2001:7(1):2
Goodfield,M.J.D,Jones S.K.,D.J. Veale. The Connective Tissue Disease. In: Burns T.,
Breathnach S., Cox N., Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology, 7th ed.
Massachusetts: Blackwell Publishing Company. 2004. p. 1646-793
Bolognia J.L.,L.J. Joseph, Rapini R.P. Bolognia: Dermatology,2nd ed. New York:
Mosby Elsevier.2008. p.105-13
18