Anda di halaman 1dari 10

Makalah

Back to Makalah Older Entry | Newer Entry

Optimalisasi Reduksi Limbah Air Asam Tambang Dari Hasil


Penambangan Batubara

Posted by smiagiunpad@gmail.com on August 21, 2014 at 2:35 AM


Geos-UGM2013
OPTIMALISASI REDUKSI LIMBAH AIR ASAM DARI HASIL PENAMBANGAN BATUBARA
Zaki Hilman1 dan Hadyan Pratama2

ABSTRAK
Penambangan batubara merupakan salah satu sektor penambangan terbesar yang ada di indonesia bisa
dilihat dari besarnya potensi batubara itu sendiri yaitu sebesar 12 miliar ton. Akan tetapi penambangan batubara
dapat menghasilkan limbah yang bisa merusak lingkungan, salah satudari limbah tersebut berupa Air Asam
Tambang (AAT). Air Asam Tambang itu sendiri merupakan air yang bersifat asam (tingkat keasamannya tinggi
atau pH>5). Air Asam Tambang terbentuk akibat hasil oksidasi mineral sulfida yang terpapar di udara dengan
kehadiran air. Beberapa mineral sulfida yang dapat terbentuknya Air Asam Tambang adalah pyrite, marcasite,
pyrholite, chalcolite, galena, dll. Tetapi mineral sulfidayang paling reaktif atau mudah bereaksi adalah pyrite.
Air Asam Tambangmemiliki dampak berupa timbulnya kerusakan terhadap ekosistem perairan yang
menyebabkan terganggunya pertumbuhan vegetasi disekitar serta dapat juga meningkatkan erosi dan yang
terakhir dapat beresiko bagi kesehatan masyarakat sekitar yang mungkinmenggunakan air tersebut.
Limbah hasil penambangan itu sendiri dapat direduksi salah satunya dengan menggunakan metoda
PDCA (Plan, Do, Check, Act). Plan (Rencanakan) pada tahapan ini suatu perusahaan meletakkan sasaran dan
proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. Do (Kerjakan) implementasi
dari apa yang telah direncanakan. Disamping itu untuk mencegah meluasnya limbah air asam yang dihasilkan,
bisa juga dengan membuat saluran drainase yang baik dan mengarahkan air asam tersebut kearah sebuah
cekungan sehingga air asam tersebut hanya akan terakumulasi di satu tempat. Check (Pantau) memantau dan
mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya. Act (Tindak Lanjut)
menindak lanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan
memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.
Katakunci : Batubara,Air Asam Tambang, Lingkungan, PDCA

PENDAHULUAN

Penambangan batubara merupakansalah satu pertambangan yang besar di Indonesia. Banyak perusahaan
pemerintah maupun perusahaan asing yang membuka lahan pertambangan batubara di Indonesia.Gangguan
terhadap lahan terjadi sejak kegiatan pembukaan lahan dilakukan, baik untuk konstruksi infrastruktur maupun
pada daerah yang akan ditambang sehinggahal tersebut memicu terjadinya kerusakan terhadap lingkungan
sekitarpertambangan salah satu dampaknya adalah Air Asam Tambang (AAT) karena masih belum banyak
perusahaan yang memahami pentingnya untuk mengelola limbah dari pertambangan tersebut dengan benar dan
optimal. Salah satu cara untuk meminimalisir dampak Air Asam Tambang juga dapat dilakukan dengan metode
PDCA(Plan, Do, Check, Act) disamping ada metode lain. Tercemarnya lingkungan sebenernya menjadi
tanggung jawab penuh dari perusahaan yang melakukan penambangan tersebut agar lingkungan dan kehidupan
mahluk hidup disekitar pertambangan tidak terganggu. Maksud dari pembuatan paper ini adalah untuk
menyediakan informasi mengenai penanganan terhadap Air Asam Tambang dengan metode PDCA (Plan, Do.
Check,Act) yang diakibatkan penambangan batubara sehingga dapat meminimalisir dampak yang diakibatkan
dari Air Asam Tambang itu sendiri.

STUDI LITERATUR
Air Asam Tambang adalah permasalahan lingkungan yang dihasilkan oleh industri pertambangan tidak
terkecuali penambangan batubara.Air Asam Tambang itu terjadi akibat hasil dari oksidasi batuan yang
mengandung pirit (FeS2) dan mineral sulfida dari sisa batuan yang terpapar oleh oksigen yang berada dalam air
(Elberling.et.al,2008). Mineral pirit sebenarnya adalah mineral yangpaling umum di temukan pada kerak bumi.
Aktivitas penggalian utamanya dalam skala luas pada kerak bumi seperti pada aktivitas pertambangan akan
menyebabkan mineral-mineral pirit terekspose terhadap air dan udara sehingga akhirnya terjadilah AAT.
Keberadaan pirit di penambang batubara itu sendiri terdapat di dalam sedimen (pada overburden dan
interburden), terutama di lapisan atap (roof) dan lantai (floor) batubara, serta pengotor di lapisan batubara (abu
atau clayband)Batuan atau tanah yang banyak mengandung pirit dan menjadi sumber AAT disebut dengan Acid
Rock Drainage (ARD). ARD ini dapat terus-menerus menjadi sumber terjadinya AAT bahkan dapat bertahan
hingga ratusan tahun (Nordstrom dan Alpers (1999) dan Kalin et al. (2006)).Artinya, jika material ARD ini
terus-menerus dibiarkan maka ia akanterus-menerus memproduksi AAT, sehingga efek buruknya juga akan
berlangsung terus-menerus. Batubara dengan kandungan sulfur yang rendah juga mungkin saja berpotensi AAT.
Hasil reaksi kimia ini besertaair yang sifatnya asam dapat keluar dari asalnya jika terdapat air yang cukup,
umumnya inilah yang lazimnya disebut dengan istilah AAT tersebut. Oleh karena itu perlu juga untuk
mengetahui jenis sulfur yang terdapat di dalam batuan sehingga memudahkan untuk menentukan pembentukkan
AAT. Sulfur yang terdapat dalam bentuk mineral sulfida yang mudah teroksidasi yaitu:
FeS2 pyrite
FeS2 marcasite
FexSx pyrrhotite

MoS2 molybdenite
CuFeS2 chalcopyrite
PbS galena

Cu2S chalcocite
CuS covellite

ZnS sphalerite
FeAsS arsenopyrite

Model for the oxidation of pyrite (Stumm & Morgan, 1981 in GARD Guide)

Tanda-tanda pembentukan dan pengaruhnya terhadap lingkungan.


TerbentuknyaAAT ditandai oleh satu atau lebih karakteristik kualitas air yaitu nilai pHyang rendah (1.5
4), konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium, mangan, cadmium, tembaga, timbal,
seng, arsenik dan mercury, nilaiacidity yang tinggi (50 1500 mg/L CaCO3), nilai sulphate yang tinggi (500
10.000 mg/L,nilai salinitas (1 20 mS/cm), konsentrasi oksigen terlarut yang rendah. Pembentukkan AAT juga
dimungkinkan karena ketersediaan mineral sulfida-sumber sulfur/asam,oksigen-pengoksidasian dan air-pencuci
hasil oksidasi. Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila AAT keluar dari tempat terbentuknya dan masuk ke
sistem lingkungan umum (diluar tambang), maka beberapa faktor lingkungan dapat terpengaruhi, seperti:
kualitas air dan peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, sebagai habitat biota air, sebagaisumber air
untuk tanaman, dsb); kualitas tanah dan peruntukkanya (sebagai habitat flora dan fauna darat), dsb.
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat adalah konsentrasi,distribusi, mineralogi
dan bentuk fisik dari mineral sulphida, keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir
melalui mekanisme adveksi dan difusi, jumlah dan komposisi kimia air yang ada, temperatur,
mikrobiologi.Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukan AAT
sangat tergantung pada kondisi tempat pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas
menyebabkan proses pembentukan dan hasil yang berbeda. Terkait dengan faktor iklim di Indonesia, dengan
temperatur dan curah hujan yang tinggi di beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan, proses
pembentukan AAT memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki kondisi
iklim yang berbeda.
Selanjutnya, untuk mengetahui lebih detail kemungkinanpembentukan AAT dilakukan kinetic test (tes kinetik)
yang umum dilakukan denganmenggunakan kolom. Kondisi basah dan kering diterapkan terhadap batuan
padakolom dan perubahan nilai parameter kualitas air yang keluar dari kolom tersebut dianalisa untuk

mengetahui perilaku atau trend pembentukan AAT-nya. Design kolom dan ukuran batuan dalam pengujian ini
sangat penting untuk diperhatikan. Padaumumnya, static test dilakukan untuk mengetahui secara cepat potensi
pembentukanAAT dari sejumlah batuan sedangkan kinetic test dikarenakan membutuhkan waktuyang cukup
lama untuk mendapatkan hasil yang mewakili, dilakukan untukmengetahui karakter batuan yang dominan di
sebuah lokasi tertentu atau untukmempertajam hasil analisa dari static test. Pengujian kolom juga
dapatdilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain seperti untuk mengetahuipengaruh faktor lain (curah
hujan, pencampuran dengan material lain, perubahanfaktor fisik, dsb) terhadap pembentukan AAT.
Air asam tambang yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan dua dampak lingkungan yang utama,
yakni turunnya pH, terjadinya pengasaman yang disebabkan oleh asam sulfat dan terlarutnya logam berat yang
disebabkan oleh ion besi. Perlu diperhatikan agar dua dampak ini dilihat sebagai 2 efek yang terpisah, karena
dampaknya terhadap lingkungan yang sangat berbeda dan juga karena proses terjadinya air asam tambang dan
terlarutnya logam berat merupakan proses yang terpisah. Dampak lain dari AAT ini sangat mengkhawatirkan
lingkungan sekitar pertambangan serta dapat memicu tingginya biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan
tambang untuk dapat menangani AAT ini. Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi
dan melarutkan logam-logam sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan
akuatik.
Talaoho et al.(1996) menyatakan bahwa daerah deposit batubara pada umumnya terdapat di bawah
tanah merah yaitu diantaranya tanah podsolik dengan vegetasi hutan belukar,alang-alang dan tanaman
bekas perladangan. Pada vegetasi hutan atau belukar, tanah mempunyai kesuburan yang memadai. Kesuburan
alami akan menurun cepat apabila vegetasi tersebut dibuka bersamaan dengan hilangnya bahan organik dan
rusaknya daya sangga tanah. Tanpa pengelolaan yang baik maka sebagian besar tanah bekas tambang batubara
akan menjadi kritis. Lamanya waktu kondisi tanah membaik setelah penambangan, berhubungan erat
dengan perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah pasca tambang. US-EPA(1995) telah melakukan studi tentang
pengaruh kegiatan pertambangan terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia pada 66 kegiatan
pertambangan. Hasil studi disarikan pada tabel 1 dan terlihat bahwa pencemaran air permukaan dan air tanah
merupakan dampak lingkungan yang sering terjadi akibat kegiatan tersebut.

Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh AAT ini yaitu:


1.

Penurunan kualitas air permukaan dan kualitas sanitasi lingkungan dimana tahap selanjutnya yang timbul

akibat hal tersebut adalah derajat kesehatan penduduk yang memanfaatkan sumber daya air tersebut akan
terganggu.
2.

Timbulnya H2SO4 yang dapat menimbulkan peningkatan derajat keasaman pada air buangan tambang

tersebut , serta memacu peningkatan Fe dan total metal


3.

Peningkatan konsentrasi TSS (Total Suspended Solid) yaitu residu dari padatan total yang tertahan oleh

saringan dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Sehingga
membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitis di perairan.
4.

Karena penurunan kualitas air kebutuhan sehari-hari akan menurun akan menimbulkan persepsi yang buruk

dari masyarakat terhadap proyek tersebut sehingga membuat pertambangan tidak dapat berjalan dengan lancar.
Efek buruk AAT yang lainnya, yaitu : kandungan zatnya yang sangat mematikan bagi organisme perairan
terutama organisme kecil termasuk ikan. AAT tidak juga hanya mencemari perairan namun juga tanah dan
lahan. AAT juga meningkatkan laju pelarutan dan melepaskan berbagai jenis logam (utamanya logam berat)
yang semakin meningkatkan efek negatif AAT terhadap lingkungan. Bahaya bagi manusia yaitu air yang
terkontaminasi AAT sangat tidak layak untuk dikonsumsi dan AAT dengan sifat korosifnya yang tinggi dapat
membuat infrastruktur seperti jembatan dapat cepat berkarat dan rusak.
Negara-negara maju seperti Kanada, Amerika, dan Australia ternyata masih menderita kerugian dari AAT yang
berasal dari aktivitas pertambangan puluhan bahkan seratus tahun lampau. Di Australia, biaya rehabilitasi lahan
dan perairan untuk menanggulangi AAT mencapai US $ 60 juta (Rp. 600 Milyar) per tahun. Di Kanada bahkan
adadepartemen khusus untuk menangani AAT yaitu or National Mine Environment Neutral Drainage
(Penetralan Air di Lingkungan Tambang Nasional / NMEND).
Perhatian terhadap AAT baru berkembang pada tahun 1970an sejalan dengan kesadaran terhadap lingkungan
hidup tumbuh sejak masa tersebut (konferensi pertama PBB tentang lingkungan hidup pertama kali
diselenggarakan di Stockholm, Swedia,pada tahun 1972 ditandai dengan pembentukan UNEP (UN
Environmental Program)).
Dalam hal ini ini metode PDCA merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menangani AAT
tersebut. PDCA merupakan singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act"(Indonesia : Rencanakan,
Kerjakan, Pantau, Tindak lanjuti) adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interaktif yang umum
digunakan dalam pengendalian kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming yang sering
dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming.
Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart dari nama Walter A. Shewhart yang sering
dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis.

PEMBAHASAN
AAT (Air Asam Tambang) merupakan masalah yang sering muncul dalam proses penambangan
batubara. Air AsamTambang itu sendiri merupakan air yang bersifat asam (tingkat keasamannya tinggi atau pH
< 5). Air Asam Tambang terbentuk akibat hasil oksidasi mineral sulfida yang terpapar diudara dengan kehadiran

air. Beberapa mineral sulfida yang dapat memicu terbentuknya Air Asam Tambang adalah pyrite, marcasite,
pyrholite, chalcolite, galena, dll.Tetapi mineral sulfida yang paling reaktif atau mudah bereaksi adalah pyrite.
Dampak air asam itu sendiri dapat menimbulkan banyak masalah di daerah sekitar tambang, mulai dari rusaknya
vegetasi, tercemarnya air bersih di daerah sekitar tambang, hingga dapat menimbulkan tanah longsor dan
keracunan pada manusia jika menggunakan air tersebut tanpa diolah terlebih dahulu. Kualitas air digunakan
sebagai pembanding dalam usaha pemantauan ketika tambang sedang berjalan. Pengukuran kualitas air dapat
ditentukan dari beberapa faktor yaitu :

1.

Temperatur

Temperatur yang terukur adalah suhu yang dianggap normal pada daerah tersebut.
2.

Derajat keasaman (pH)

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman dalam air dinyatakan sebagai logaritma konsentrasi ion H+. Larutan
bersifat asam bila nilai pH kurang dari 7 dan larutan bersifat basa bila nilai pH lebih dari 7.
3.

Kekeruhan dan padatan terlarut

Kekeruhan, muatan padat tersuspensi dan residu terlarut merupakan sifat fisik air yang saling berkait. Semakin
tinggi muatan padat tersuspensi maka semakin tinggi nilai residu terlarut dan kekeruhan air.
4.

Daya hantar listrik (DHL) atau electro conductivity

Daya hantar listrik menggambarkan jumlah ion-ion yang terlarut dalam air.
5.

Kadar oksigen terlarut

Oksigen terlarut merupakan O2 bebas yang terdapat dalam perairan dan secara kimia tidak bereaksi dengan air
serta berperan dalam proses penguraian bahan organik secara biologis.
6.

Logam

Kandungan logam-logam dapat mempengaruhi kehidupan biota air terutama logam berat yang dapat meracuni
manusia.
Sumber-sumber air asam tambang ini antara lain berasal dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.

Air dari lokasi penambangan

Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan tanah penutup, sehingga sulfur yang
terdapat dalam batubara akan mudah teroksidasi dan bila bereaksi dengan air akan membentuk air asam
tambang.
b.

Air dari lokasi penimbunan

Timbunan batubara dapat menghasilkan air asam tambang karena adanya kontak langsung dengan udara bebas
yang selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya air. Masalah ini berkaitan erat dengan proses pembentukan
batubara dimana pembentukan batubara terdapat sulfur dan mineral pengotor yang berupa mineral sulfida
(pyrit). Air lokasi penimbunan ini merupakan sumber air utama air asam tambang.
Adapun salah satu cara untuk meminimalisir dampak AAT itu sendiri yaitu menerapkan metode PDCA
(Plan,Do, Check, Act). PDCA ini merupakan metode yang dimulai dari awal perencanaan hingga tahapan
terakhir dalam penambangan. Metode ini berlangsung bersamaan dengan berjalannya proses pertambangan
sehingga dilakukan dari awal proses pertambangan dimulai hingga berakhirnya proses penambangan. Berikut ini
akan dijelaskan mengenai masing-masing tahapan dari PDCA itu sendiri:

Plan (Rencanakan)
Pada tahapan ini yang dimaksud plan adalah merencanakan tahapan apa saja yang akan dilakukan pada

proses penambangan. Bentuk dari proses perencanaan itu sendiri adalah menentukan metode penambangan
batubara yang akan digunakan agar sesuai dengan kondisi dan lokasi daerah penambang itu sendiri dan juga
identifikasi batuan yang berpotensi membentuk asam dan yang tidak berpotensi membentuk asam. Dengan
mengetahui sebaran jenis-jenis batuan berdasarkan karakteristiknya dalam pembentukan AAT dapat disusun
perencanaan pencegahan yang baik. Salah satunya untuk daerah Indonesia biasanya menggunakan metode open
pit maining hal ini dikarenakan keberadaan batubara itu sendiri terletak dengan permukaan. Untuk batubara
yang terletak jauh dari permukaan biasanya dibuat underground maining. Setelah itu merencanakan pembuatan
saluran drainase hal ini untuk mengurangi dampak genangan air ketika turun hujan, serta membuat kolam
khusus sebagai tempat terakumulasinya air asam yang terbentuk. Hal ini bertujuan agar dapat mengontrol
penyebaran AAT dari daerah penambangan itu.
Kemudian merencanakan metode apa yang digunakan untuk menetralkan kembali air yang sudah
tercemar,pada kasus ini metode yang biasa digunakan adalah penggunaan kapur tohor .Disamping itu kita harus
merencanakan tentang penanganan AMDAL dari sebuah proyek pertambangan. Karena kegiatan pertambangan,
dapat menimbulkan dampak lingkungan, dan juga menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu,
AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok ( World Bank, 1998):
1.

Memastikan bahwa biaya lingkungan,sosial dan kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan

ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih.


2.

Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah

terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.

Do (Kerjakan)
Pada tahapan ini yang dimaksud do adalah mengerjakan apa yang sudah direncanakan dalam tahapan

plan. Dimulai dengan identifikasi batuan menggunakan cara pengambilan sampel batuan. Strategi sampling
memiliki dimensi spasial, vertikal, horisontal (sampling density untuk geologic unit tertentu) dan temporal
(sebelum penambangan atau selama masa operasi tambang dan reklamasi). Serta seperti hal yang tadi di bahas
dalam plan yaitu membuat saluran drainase terlebih dahulu agar mengalirkan AAT ke dalam kolam khusus
untuk AAT sehingga ketika turun hujantidak menggenang disetiap kolam hasil penambangan tetapi hanya
menggenangdikolam yang sudah dibuat sebagai tempat terakumulasinya AAT dari tiap-tiapkolam hasil
penambangan.
Setelah AAT tersebut terakumulasi di satu tempat barulah kita menetralkannya dengan menggunakan
kapur tohor. Dengan penggunaan kapur tohor, air asam yang telah terbentukdiharapkan dapat kembali ke pH
normal. Untuk dapat menjaga agar apa yang telah di rencanakan tersebut, pada tahapan ini kita juga dapat
membentuk badan khususyang mengawasinya, yaitu badan HSE (Health, Safety, and Environment).

Check (Pantau)
Pada tahapan ini yang dimaksud check adalah kita memantau kembali apa yang telah kita kerjakan

danjuga rencanakan, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memantau apakah yang kita telah rencanakan
untuk mereduksi AAT tersebut berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan. Adapun salah satu cara atau

parameter untuk dapat mengetahuinya adalah melalui AMDAL ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
AMDAL sendiri adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan di Indonesia.
AMDAL ini dibuatsaat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh
terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik
dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27Tahun 2012 tentang "Izin
Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Peran serta masyarakat
sekitar daerah tambang juga sangat dibutuhkan untuk turut serta memantau dan melaporkan kepihak yang
bertanggung jawab apabila terjadi kejanggalan atau kesalahan dalam proses penanganan AAT tersebut.

Act (Tindak Lanjut)


Pada tahapan ini lebih mengkaji kembali rencana dan pelaksanaan dari yang telah dilakukan apakah

sudah sesuai dengan rencana awal atau tidak. Dengan melihat hasil dari kualitas air maka dapat ditentukan
apakah proses yang sudah dilakukan sesuai dengan rencana atau tidak. Jika tidak sesuai maka harus dilakukan
perencaan ulang.
Melalui penerapan metode PDCA diharapakan limbah yang dihasilkan proses penambangan dapat
terminimalisir dan menghemat biaya untuk menangani dampak yang lebih fatal jika terjadi kesalahan dalam
pengelolaan limbah AAT tersebut.

KESIMPULAN & SARAN


Air asam tambang atau yang biasa dikenal dengan istilah AAT merupakan air yang bersifat asam (tingkat
keasamannya tinggi atau pH < 5).Air Asam Tambang terbentuk akibat hasil oksidasi mineral sulfida yang
terpapar di udara dengan kehadiran air. Beberapa mineral sulfida yang dapat memicu terbentuknya Air Asam
Tambang adalah pyrite, marcasite, pyrholite, chalcolite, galena, dll. AAT dapat menyebabkan kerusakan bagi
lingkungan, mulai dari rusaknya vegetasi hingga dapat menyebabkan keracunan apabila dikonsumsi manusia.
Ada yang berpendapat bahwa AAT dapat menurunkan kekeruhan air, tetapi sampai saat ini belum ada
penelitian yang mununjukkan adanya fungsi AAT untuk menurunkan kekeruhan air. Adapun salah satu metode
yang digunakan untuk menangani permasalahan AAT tersebut adalah metode PDCA (Plan,Do, Check, Act).
Melalui metode ini maka dapat dilakukan perencanaan,pengawasan, dan juga penanganan mengenai AAT
dengan lebih maksimal sehingga dapat mengoptimalisasikan penambangan dengan meminimalkan dampak yang
terjadi terhadap lingkungan.
Diharapkanagar tiap perusahaan pertambangan yang akan melakukan kegiatannya untuk dapat lebih mengontrol
dan mematangkan perencanaannya sehingga dampak dari kerusakan yang dihasilkan dari pertambangan dapat
diminimalisir. Disamping itu perusahaan pertambangan juga diharapkan untuk dapat mengembangkan teknik
penambangan yang ramah lingkungan dan agar pemerintah lebih mengawasi kegiatan pertambangan yang
diadakan di Indonesia. Serta dituntut peran serta masyarakat daerah sekitar pertambangan untuk turut
mengawasi dan melaporkan kepada pemerintah jika kondisi daerah sekitar pertambangan sudah mulai tercemar
tetapi belum mendapat penanganan dari pihak pertambangan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Mills. C, 1995, AnIntroduction to Acid Rock Drainage; Paper of A Seminar onAcid Rock Drainage
atCordilleran Roundup Vancouver, B.C. in February 1995
airasamtambang.info/apaituaat/
environmentalchemistry.wordpress.com/2012/01/11/total-suspended-solid-tss-2/
www.earthworksaction.org/issues/detail/acid_mine_drainage#.Um0g05b-LqA
www.miningfacts.org/Environment/What-is-acid-rock-drainage/
www.scribd.com/doc/46939015/Dampak-Air-Asam-Tambang-Terhadap-Kualitas-Air-Tanah-Di-Sekitar-Areaan
US-EPA/310-R-95-008 EPAOffice of Compliance Sector Notebook Project, Profile of the Metal
MiningIndustry, 1995.

Categories: None

Post a Comment

Name
Already a member? Sign In
Email
Message

Privacy & Terms


Post Comment

0 Comments

Categories

Rapat Mitigasi (0)

Build a free website at Webs.com

Anda mungkin juga menyukai