Anda di halaman 1dari 16

SUHU DAN TINGKAH LAKU IKAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacores)

HUBUNGANNYA DENGAN MODEL PENGELOLAAN Oleh Wayan Kantun A. LATAR


BELAKANG
Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di
perairan, karena suhu mempengaruhi aktivitas dan perkembangbiakan dari
organisme tersebut. Oleh karena itu banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan
yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu
terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu,
disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut
bersifat stenoterm. Ikan di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu
yang rendah, sedangkan ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat. Ikan yang
berada pada suhu yang cocok memiliki selera makan yang lebih baik (Kitagawa.
2006). Salah satu jenis ikan yang dalam pergerakannya sangat dipengaruhi oleh suhu
adalah ikan tuna. Tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi. Ikan tuna
merupakan ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili Scombridae,
terutama genus Thunnus. Ikan ini adalah perenang cepat yang memiliki tubuh
berbentuk terpedo (mencapai 77-80 km/jam). Tidak seperti kebanyakan ikan yang
memiliki daging berwarna putih, daging ikan ini berwarna merah muda sampai
merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada
ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru (bluefin
tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal
ini menyebabkan mereka dapat hidup di 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa
Page 1

air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam (Cayre and
Marsac. 1993). Dalam pemanfaatan ikan tuna di perairan salah satunya
menggunakan parameter suhu untuk mengetahui fishing ground. Setiap ikan tuna
memiliki penyebaran yang berbeda-beda dan respon yang berbeda terhadap suhu.
Salah satunya ikan tuna ekor kuning adalah spesies oceanik yang ditemui di bawah
dan di atas termoklin, pada suhu 180-310C. Distribusi vertikal mereka dipengaruhi
oleh struktur panas dari kolom air, seperti adanya korelasi antara mudah
tertangkapnya ikan oleh purse siene, kedalaman dari swimming layer, dan kekuatan
dari gradien suhu pada termokline (Trump dan Leggette. 1980). Umumnya ditemui di
bagian atas dari kedalaman 100 meter pada kolom air yang cukup oksigen. Di bawah
termokline kandungan oksigen sangat rendah biasanya dibawah 2 ml/l sehingga ikan
perenang cepat ini jarang ditemukan (Meza and Garcia. 2003). Mereka biasanya
bergerombol sesuai ukuran baik bersama spesies sejenis maupun dengan spesies
lain. Penyebaran ikan tuna diperairan merupakan salah satu respon terhadap
perubahan suhu. Pola penyebarannya secara tidak langsung mempengaruhi tingkah
laku dari ikan tuna. Sudah banyak penelitian tentang ikan tuna, tetapi masih sangat
kurang yang meneliti tentang hubungan suhu dengan tingkah laku ikan dalam
meningkatkan hasil tangkapan.
B. IKAN TUNA Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti
cerutu. mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan
terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang
sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip
ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung
hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak
gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang
berwarna kuning 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page 2

cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan,1983 dalam Aryono. 2008)
Menurut Collette dan Nauen (1983); Wild (1989) dan FAO (1997) klasifikasi ikan tuna
adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class :
Osteichthyes Sub Class : Actinopterygii Infraclass: Teleostei Superorder:
Acanthopterygii Ordo : Perciformes Sub ordo : Scombroidei Famili: Scombroidae
Super family: Scombrioidea Sub family: Scombrinae Genus : Thunnus Species :
Thunnus albacares (Bonnaterre, 1788) Tuna termasuk perenang cepat dan terkuat di
antara ikan-ikan yang berangka tulang. Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah,
laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis
dan daerah beriklim sedang (Schaefer, 1998). Adapun bentuk tubuh beberapa
species ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 1. 2012 Wayan Kantun STITEK Balik
Diwa Page 3

Gambar 1. Morfologi Tuna Madidihang (Sun et al,. 2005 and New South Walles
(NSW), 2007). Mayoritas hewan laut termasuk hewan ektotherm dimana temperatur
tubuhnya sangat tergantung kepada temperatur lingkungan tempat mereka berada.
Temperatur tubuhnya berubah sesuai dengan temperatur lingkungannya. Semua
binatang memang menghasilkan panas metabolisme untuk mempertahankan
temperatur tubuhnya. Namun, binatang ektotherm tidak mampu menyesuaikan
produksi panas metabolismenya dan/atau mengendalikan kehilangan panas
tubuhnya melalui mekanisme fisiologi. Karena itu, temperatur tubuhnya tidak bisa
konstan dan akan berubah mengikuti perubahan temperatur luar tubuhnya. Jenis
binatang yang demikian itu hanya mampu mempertahankan temperatur tubuhnya
melalui penyesuaian perilaku, misalnya, dengan berpindah tempat mencari bagian
habitat yang lebih dingin atau lebih hangat sesuai dengan yang diinginkannya.
Hewan laut yang aktif dan perenang cepat dikelompokkan sebagai endoterm
regional. Kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh yang tinggi diketahui
terjadi pada ikan Scombridae (Teleost). Kondisi untuk ikan endotermi regional,
adalah ukuran tubuh besar, sumber panas, dan penukar panas untuk menyimpan
panas. Panas disimpan oleh Countercurrent heat exchanger system klasik 2012
Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page 4

Ikan tuna tuna ekor kuning adalah spesies oceanik yang ditemui dibawah dan diatas
termokline, pada suhu 17-310C, pada kedalaman 0400 m dan pada salinitas perairan
32-35 . Keberhasilan penangkapan yellowfin tuna kebanyakan diperoleh pada
suhu 20oC dan sering hidup bergerombol dengan lumba-lumba pada suhu
permukaan laut 28oC. Dengan mengetahui penyebaran ikan ini berdasarkan suhu
dapat di desain jenis alat tangkap yang digunakan untuk mengelolanya (Meza dan
Garcia, 2003). Ikan mempunyai temperatur internal yang sedikit lebih tinggi daripada
temperatur air sekitarnya. Akan tetapi, bedanya itu biasanya kecil. Laju metabolisme
pada ikan rendah. Perpindahan panas antara jaringan ikan dan lingkungan air adalah
tinggi. Jadi, panas tubuh ikan banyak yang hilang melalui konduksi. Kehilangan panas
terjadi hampir secepat panas tersebut dihasilkan. Dengan demikian, ikan selalu
berusaha agar temperatur tubuhnya berada dalam kisaran normal. Aktivitas ikan
yang meningkat menghasilkan panas yang lebih banyak. Akan tetapi, karena ikan
memerlukan banyak ventilasi lewat insang, laju kehilangan panasnya juga meningkat.
Temperatur tubuh sebagian besar ikan umumnya 1oC lebih tinggi daripada
temperatur air. Karena itu, pengaturan temperatur pada ikan bergantung
sepenuhnya kepada pengaturan perilaku berupa pemilihan bagian lingkungan air
yang mempunyai temperatur yang dapat diterima oleh ikan tersebut. Bila suatu
spesies ikan terperangkap dalam lingkungan air yang temperaturnya berada di atas
kisaran temperatur normalnya (lebih hangat) atau di bawahnya (lebih dingin), ikan
tersebut akan beraklimatisasi dengan berbagai cara (Kitagawa. 2006). A. SUHU
PERAIRAN Suhu di perairan dapat mempengaruhi kelarutan oksigen. Apabila suhu
meningkat maka kelarutan oksigen berkurang. Oksigen terlarut yang biasanya
dihasilkan oleh fitoplankton dan tanaman laut, keberadaannya 2012 Wayan
Kantun STITEK Balik Diwa Page 5

sangat penting bagi organisme yang memanfaatkannya untuk kehidupan, antara lain
pada proses respirasi dimana oksigen dibutuhkan untuk pembakaran bahan organik
sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O. Oksigen
sebagai bahan pernafasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme.
Oleh sebab itu kelangsungan hidup ikan ditentukan oleh kemampuannya
memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya oksigen terlarut
akan berpengaruh terhadap fisiologi respirasi ikan dan hanya ikan yang memiliki
sistim respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup Kitagawa. 2006). Hewan air akan
memberikan respon fisiologis terhadap perubahan lingkungannya sebagai tempat
hidupnya. Perubahan suhu dari keadaan normal menjadi lebih panas atau lebih
dingin di suatu perairan dapat dipengaruhi oleh keadaan alam seperti pemanasaan
oleh matahari, perubahan musim, gejala pergeseran dasar perairan, letusan gunung
merapi bawah laut dan sebagainya. Setiap jenis ikan biasanya mempunyai kisaran
suhu optimal di perairan. Dalam keadaan suhu normal metabolisme maupun tingkah
laku ikan akan berjalan dengan normal juga. Namun bila terjadi perubahan suhu,
respon yang diberikan oleh ikan akan menunjukan penyesuaian metabolisme
tubuhnya terhadap lingkungan untuk mempertahankan kehidupannya. Respon yang
diperlihatkan oleh ikan biasanya berupa perubahan tingkah laku maupun pergerakan
ikan. Ikan umumnya bernafas dengan menggunakan insang. Selain insang dan paruparu, ada juga ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan yang biasanya mempu
bertahan hidup dalam kondisi hypoxia bahkan anoxia. Kebutuhan oksigen pada ikan
sangat dipengaruhi oleh umur, aktivitas, serta kondisi perairan. Semakin tua suatu
organisme, maka laju metabolismenya semakin rendah. Selain itu umur
mempengaruhi ukuran ikan, sedangkan ukuran ikan yang berbeda, membutuhkan
oksigen yang berbeda pula. Semakin besar ukuran ikan, jumlah konsumsi oksigen per
2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page 6

mg berat badan semakin rendah. Selain perbedaan ukuran, perbedaan aktivitas juga
membutuhkan oksigen yang berbeda pula. Ikan yang beraktivitas atau bergerak lebih
banyak cenderung membutuhkan banyak oksigen untuk proses respirasi. Hal ini akan
meningkatkan kadar karbondioksida dalam perairan. Namun demikian, kelarutan
oksigen ini sangat ditentukan oleh kondisi perairan seperti suhu, salinitas dan
sebagainya (Kitagawa. 2000). Organisme perairan seperti ikan mampu hidup baik
pada kisaran suhu 23-300C. Perubahan suhu di bawah 230C atau di atas 300C
menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya
cerna. Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7 ppm. Jika kurang dari itu maka
resiko kematian dari ikan akan semakin tinggi. Kehidupan di air lebih berat
dibandingkan dengan di darat. Di air ikan hanya mengambil oksigen sekitar 20-40%,
sedangkan sisanya akan dikeluarkan lewat pernafasan. Ikan dapat mempertahankan
suhu tubuhnya dengan mencari perairan yang lebih cocok suhunya. Suhu dapat
mempengaruhi kandungan oksigen di perairan. Oksigen biasanya lebih tinggi di
permukaan karena adanya pertukaran oksigen antara air dan udara. Ketika kadar
oksigen berkurang dalam suatu perairan maka ikan akan berusaha mengambil atau
memanfaatkan oksigen dalam jumlah volume yang banyak. Hal ini dilakukan ikan
dengan meningkatkan aktifitas pernafasannya sehingga oksigen yang dipompa lebih
banyak daripada keadaan normal. Ketika ada peningkatan suhu maka ada penurunan
oksigen terlarut, maka akan terjadi peningkatan metabolisme dalam tubuh ikan.
Metabolisme yang meningkat disebabkan oleh meningkatnya aktivitas respirasi
(Sunarso. 2003). Menurut Sunarso (2003) pada ekosistem perairan, keberadaan
oksigen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain distribusi temperatur,
keberadaan produser autotrop yang mampu melakukan fotosintesis, serta proses
difusi oksigen dari udara. Di perairan umumnya 2012 Wayan Kantun STITEK Balik
Diwa Page 7

oksigen memiliki distribusi yang tidak merata secara vertikal . Distribusi ini berkaitan
dengan kelarutan oksigen yang dipengaruhi oleh temperatur perairan. Kelarutan
oksigen bertambah seiring dengan penurunan temperatur perairan, walaupun
hubungan ini tidak selamanya berjalan secara linier (Gambar 2). 35 30 25
Temperature (oC) 20 15 10 5 0 0 -5 Disolve Oksigen (m g/l) 2 4 6 8 10 12 14 16 T = 46.081Ln(DO) + 122.54 R2 = 0.9958 n=8 Temperatur (o) Disolve Oksigen Gambar 2.
Hubungan antara temperatur dan kelarutan oksigen di perairan (Chanlett. 1979
dalam Sunarso. 2003). Distribusi suhu bergradien negatif seiring dengan kedalaman
perairan sehingga pada kedalaman yang semakin tinggi kondisi oksigen semakin
rendah. Penurunan tersebut bahkan sampai pada kondisi anaerob pada bagian
substrat dasar perairan. Hal ini dimungkinkan karena sedikitnya intensitas cahaya
yang dapat menembus kedalaman sehingga proses fotosintesis tidak berjalan dengan
baik, akibatnya oksigen yang dihasilkanpun rendah. Sementara menurut Kitagawa et
al (2006) bahwa perbedaan suhu permukaan laut berkaitan erat dengan La Nia dan
El Nio. Perbedaan suhu permukaan tersebut akan mempengaruhi pola pergerakan
populasi ikan tuna pada suatu area tertentu. Meza dan Gracia (2003) menyatakan
bahwa pada umumnya 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page

pergerakan ikan tuna berada di atas daerah termoklin (berhubungan dengan struktur
panas), sehingga kondisi seperti ini bisa dijadikan sebagai pendekatan dalam
pemanfaatan B. TINGKAH LAKU IKAN TUNA Respon tingkah laku ikan tuna terhadap
perubahan suhu salah satunya adalah dengan melakukan migrasi. Migrasi adalah
pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti
penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan
keturunannya. Ikan mengadakan migrasi dengan tujuan untuk pemijahan, mencari
makanan dan mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya. Migrasi ikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor eksternal (berupa faktor lingkungan
yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi ikan) maupun
internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan) (Matsumura. 1998).
Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ikan tuna adalah (Cayre and Marsac.
1993) yaitu: 1. Faktor eksternal a. Suhu Fluktuasi suhu dan perubahan geografis
merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian
serta pengelompokkan ikan. Suhu akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas
gerakan tubuh dan berfungsi sebagai stimulus saraf. b. Salinitas Ikan cenderung
memilih medium dengan salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh
mereka masing-masing. Perubahan salinitas akan merangsang ikan untuk melakukan
migrasi ke tempat yang memiliki salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik
tubuhnya. 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page !

c. Arus pasang surut Arus akan mempengaruhi migrasi ikan melalui transport pasif
telur ikan dan juvenil dari daerah pemijahan menuju daerah asuhan dan mungkin
berorientasi sebagai arus yang berlawanan pada saat spesies dewasa bermigrasi dari
daerah makanan menuju ke daerah pemijahan. Ikan dewasa yang baru selesai
memijah juga memanfaatkan arus untuk kembali ke daerah makanan. Pasang surut
di perairan menyebabkan terjadinya arus di perairan yang disebut arus pasang dan
arus surut. d. Intensitas cahaya Perubahan intensitas cahaya sangat mempengaruhi
pola penyebaran ikan, tetapi respon ikan terhadap perubahan intensitas cahaya
dipengaruhi oleh jenis ikan, suhu dan tingkat kekeruhan perairan. Ikan mempunyai
kecenderungan membentuk kelompok kecil pada siang hari dan menyebar pada
malam hari. e. Musim Musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horisontal
ikan, migrasi ini kemungkinan dikontrol oleh suhu dan intensitas cahaya. Ikan pelagis
dan ikan demersal mengalami migrasi musiman horisontal, mereka biasanya menuju
ke perairan lebih dangkal atau dekat permukaan selama musim panas dan menuju
perairan lebih dalam pada musim dingin. f. Matahari Ikan-ikan pelagis yang bergerak
pada lapisan permukaan yang jernih kemungkinan besar menggunakan matahari
sebagai kompas mereka, tetapi hal ini mungkin tidak berlaku bagi ikan-ikan laut
dalam yang melakukan migrasi akibat pengaruh musim. 2. Faktor internal a.
Kematangan gonad 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page 10

Kematangan gonad diduga merupakan salah satu pendorong bagi ikan untuk
melakukan migrasi, meskipun bisa terjadi ikan-ikan tersebut melakukan migrasi
sebagai proses untuk melakukan pematangan gonad. b. Insting Ikan mampu
menemukan kembali daerah asal mereka meskipun sebelumnya ikan tersebut
menetas dan tumbuh di daerah yang sangat jauh dari tempat asalnya dan belum
pernah melewati daerah tersebut, kemampuan ini diduga berasal dari faktor insting.
Pola distribusi, migrasi, daya pulih dan daya adaptasi ikan terhadap perubahan
lingkungan merupakan landasan bagi upaya pelestarian sumberdaya ikan. Informasi
tersebut dapat digunakan untuk menentukan jumlah beban masukan bahan organik
maupun inorganik ke suatu perairan agar tidak melebihi daya adaptasi dan
mengganggu siklus hidup suatu jenis ikan. C. STRATEGI PENGATURAN SUHU TUBUH
((http://seputarberita.blogspot. com/2008/11/ tingkah-laku-ikan-terhadapperubahan.html). Pengaturan suhu tubuh dilakukan oleh hipotalamus, yang terdiri
dari beberapa komponen yaitu: 1. Penyensor Temperatur (Thermoreseptor) Struktur
saraf yang sensitif atau peka dengan temperatur atau dengan perubahan temperatur
disebut dengan penyensor temperatur (thermoreseptor atau thermodetektor).
Penyensor temperatur sentral atau pusat (thermodetektor pusat) utamanya
terdapat pada hipotalamus, tetapi juga terdapat penyensor temperatur pada
sumsum tulang belakang. Penyensor temperatur perifer (thermoreseptor perifer)
terdapat pada kulit. (a). Penyensor temperatur sentral (thermodetektor pusat)
2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page 11

Penyensor temperatur terpenting yang terlibat dalam pengaturan temperatur tubuh


adalah neuron (sel saraf) yang terdapat di bagian anterior hipotalamus. Neuron
tersebut memberikan respon terhadap perubahan temperatur darah yang beredar
ke organ itu. Perubahan temperatur darah yang beredar ke hipotalamus hanya
0,01oC saja telah mampu merangsang bekerjanya mekanisme thermostatik sehingga
menyebabkan adanya respon penyesuaian. Tingkat responnya demikian tepat sesuai
dengan perubahan temperatur sehingga panas dalam jumlah yang tepat pula akan
dihasilkan atau dibuang ke luar tubuh agar temperatur darah tersebut segera pulih
kembali ke keadaan normal (homeostasis). Terdapat neuron peka-dingin, tetapi tidak
pasti peran spesifiknya dalam thermoregulasi. (b). Penyensor temperatur perifer
(thermoreseptor perifer) Penyensor temperatur pada kulit, untuk panas (reseptor
panas) dan dingin (reseptor dingin), mengirim informasi ke hipotalamus. Akan tetapi,
perbedaan nyata antara temperatur kulit dan temperatur timpani (bagian otak)
menunjukkan bahwa temperatur kulit tidak bertindak sebagai mekanisme pengatur
bagi temperatur. Adanya perbedaan mekanisme pengaturan itu mungkin disebabkan
oleh lebih tingginya rasio antara massa tubuh dan luas permukaan pada hewan yang
ukuran tubuhnya besar. Rasio yang besar itu dapat menyebabkan terjadinya defisit
(kekurangan) panas internal atau sebaliknya surplus (kelebihan) panas internal
kecuali bila terdapat penyensor internal sensitif untuk mengontrol temperatur. 2.
Hipotalamus Anterior (Preoptik) Bagian anterior (preoptik) dari hipotalamus
merupakan pusat dari mekanisme refleks yang dapat mencegah pelonjakan panas.
Sel 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page 12

yang ada di bagian dengan ini membentuk simpatik hubungan pada sinaptik
penghambatan neuron hipotalamus posterior. Sel hipotalamus preoptik juga
membentuk hubungan sinaptik dengan neuron parasimpatik pada hipotalamus
anterior. Sebagai akibat dari perangsangan saraf parasimpatik dan tonus saraf
simpatik, terjadi adaptasi untuk meningkatkan temperatur seperti berikut ini. a.
Vasodilatasi pembuluh darah kecil pada kulit, yang meningkatkan aliran darah, yang
pada giliran berikutnya meningkatkan jumlah panas yang hilang melalui radiasi. b.
Meningkatnya aktivitas kelenjar keringat, yang disebabkan oleh meningkatnya aliran
darah ke kulit. Di samping itu, peningkatan aktivitas kelenjar juga disebabkan oleh
oleh saraf meningkatnya parasimpatik perangsangan secara langsung terhadap
kelenjar tersebut. 3. Hipotalamus Posterior dan Konservasi Panas Hipotalamus
posterior memberikan sedikit respon terhadap pendinginan yang bersifat lokal,
tetapi mendapat masukan yang lebih kuat dari penyensor kulit perifer bila tubuh
terdedah dengan dingin. Hipotalamus posterior menjadi sangat aktif ketika
penyensor kulit temperatur-dingin meningkatkan laju perangsangannya. Aktivitas
yang terjadi dalam hipotalamus posterior selanjutnya merangsang saraf simpatik dan
menghambat saraf parasimpatik sampai tingkat tertentu. Sebagai akibat beralihnya
ke aktivitas simpatik, bekerja beberapa mekanisme penting untuk mempertahankan
panas sebagai berikut ini. a. Vasokonstriksi pembuluh darah kecil yang memasok
darah ke kulit. Dengan demikian, terjadi penurunan pasokan darah ke jaringan
perifer tubuh sehingga pada giliran berikutnya berkurang panas tubuh yang hilang
melalui evaporasi. 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa Page 13

b. Penghambatan aktivitas kelenjar keringat yang disebabkan oleh menurunnya


pasokan darah dan karena adanya penghambatan langsung oleh saraf simpatik. c.
Terjadi peningkatan laju metabolisme jaringan. Aktivitas sistem saraf simpatik juga
menyebabkan perangsangan terhadap medulla kelenjar adrenalis. Kelenjar tersebut
memberikan reaksi berupa meningkatnya sekresi adrenalin masuk ke dalam darah.
Adrenalin itu selanjutnya meningkatkan laju oksidasi zat makanan dalam jaringan,
seperti yang juga dilakukan oleh hormon thiroksin. Hormon tersebut juga terlibat
dalam thermogenesis kimiawi (produksi panas tanpa menggigil) setelah hewan
melangsungkan aklimatisasi dingin. 4. Interaksi Antara Mekanisme Pengaturan Panas
oleh Saraf dan Hormon Hormon tertentu, seperti adrenalin, noradrenalin, dan
thiroksin, sangat penting artinya bagi thermogenesis tanpa aktivitas menggigil, yang
dirangsang oleh temperatur rendah (dingin). Sekresi hormon tersebut meningkat
karena adanya cekaman dingin. Pusat pengaturan panas di hipotalamus anterior
(sistem saraf) berpartisipasi dalam pengendalian terhadap mekanisme melawan
panas oleh hormon tersebut. Pemanasan lokal dari pusat menghambat
pengaktifan sistem simpatikoadrenomedularis (aktivitas kelenjar medula adrenalis
yang dikendalikan oleh saraf simpatik) dan menghambat pengaktifan kelenjar thiroid
(menghasilkan hormon thiroksin), yang biasanya terjadi selama cekaman dingin.
Sebaliknya, pendinginan lokal dari pusat tersebut menyebabkan dan pengaktifan
sekresi sistem hormon simpatikoadrenomedularis meningkatkan thiroksin. Dengan
demikian, terbukti bahwa perubahan temperatur tubuh bagian dalam dapat
mempengaruhi mekanisme pengaturan 2012 Wayan Kantun STITEK Balik Diwa
Page 14

panas oleh saraf dan oleh hormon dengan mengubah aktivitas thermodetektor pusat
pada hipotalamus anterior. 5. Kandungan Pigmen Daging merah ikan adalah lapisan
daging ikan yang berpigmen kemerahan sepanjang tubuh ikan di bawah kulit tubuh.
Jumlah daging merah bervariasi mulai kurang dari 1 2 % pada ikan yang tidak
berlemak hingga 20 % pada ikan yang berlemak. Diameter sel atau jaringan otot
pada daging merah lebih kecil (Okada, 1990). Daging merah kaya akan lemak, suplai
oksigen dan mengandung mioglobin. Daging merah pada ikan pelagis memungkinkan
jenis ikan ini berenang pada kecepatan yang tetap untuk memperoleh makanan dan
untuk bermigrasi (Trump and Leggett. 1980). Daging merah mengandung mioglobin
dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah pada
daging ikan disebabkan kandungan hemoproteinnya tinggi yang tersusun atas
protein moiety, globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada,
mioglobin adalah hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80 % hemoprotein pada daging
merah adalah mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada daging merah
ikan tuna dapat lebih dari 3.500 mg/100 g (Watanabe, 1990). Hal ini yang
menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna
(http://seputarberita.blog spot.com/2008/07/mengapa-daging-ikan-berwarnamerah-atau.html). Perbedaan utama antara daging putih dan daging merah adalah
kandungan pigmennya, dimana myoglobin menjadi pigmen utama yang terdapat
pada daging merah. Myoglobin mirip dengan hemoglobin berbentuk lebih kecil, yaitu
kira-kira satu per empat bagian dari besar hemoglobin. Satu molekul myoglobin
terdiri dari satu rantai polipeptida yang terdiri satu rantai polipeptida yang terdiri
dari 150 buah asam amino (Winarno, 1984). Beberapa faktor yang 2012 Wayan
Kantun STITEK Balik Diwa Page 15

mempengaruhi jumlah hemoglobin dan myoglobin pada daging antara lain 1) tingkat
aktivitas jaringan, (2) suplai darah, (3) tingkat kebutuhan oksigen D. MODEL
PENGELOLAAN Teknologi sangat berperan penting dalam pemanfaatan sumberdaya
ikan tuna. Beberapa diantaranya adalah penggunaan Global Positioning System (GPS)
untuk mengetahui posisi fishing ground, Echo sounder dan fish finder untuk
mengetahui kepadatan populasi dan citra satelit untuk mengetahui klorofil-a dan
suhu perairan. Faktor teknologi memang penting, tetapi ternyata tidak kalah
pentingnya dengan biologi populasi itu sendiri. Dengan mengetahui biologi populasi
seperti tingkah laku dan migrasi serta respon fisiologi terhadap lingkungan sangat
mempengaruhi model pengelolaan terutama dalam mendesain alat penangkapan.
Kondisi lingkungan yang tidak stabil di alam akan mempengaruhi swimming layer
sehingga dibutuhkan pemahaman yang cukup tentang biologinya sehingga bisa
diketahui teknologi apa yang digunakan. E. KESIMPULAN Setiap organisme hidup,
berusaha mempertahankan temperatur tubuhnya agar berada dalam kisaran yang
mampu ditolerir oleh tubuhnya. Secara umum, upaya thermoregulasi itu meliputi
penyesuaian perilaku, seperti misalnya mencari bagian lingkungan yang
temperaturnya sesuai dengan yang diinginkan untuk menjaga kelangsungan
hidupnya. Respon fisiologi biota laut terhadap lingkungan atau habitatnya sangat
penting diketahui untuk memudahkan dalam model pengelolaannya.

Anda mungkin juga menyukai