Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini berisi tentang pembahasan mengenai jurnal internasional tentang ekstraksi
minyak ikan dari isi perut lele afrika dengan metode supercritical CO2.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada tim dosen mata kuliah
Teknologi Pengolahan Hasil perikanan yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Apabila ada kekurangan, maka kritik
dan saran sangat penulis butuhkan agar lebih baik lagi dalam pengerjaan makalah
berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jatinangor, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................2
BAB II. ISI JURNAL
2.1 Latar Belakang..................................................................................3
2.2 Tujuan Jurnal.....................................................................................4
2.3 Perlakuan...........................................................................................4
2.4 Prosedur.............................................................................................4
2.5 Parameter yang diamati.....................................................................6
2.6 Hasil dan Pembahasan ......................................................................6
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan.......................................................................................11
3.2 Saran..................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12
LAMPIRAN........................................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pengolahan industri perikanan, menghasilkan limbah berupa bagian ikan

yang tidak terpakai atau terbuang misalnya kepala, sirip, dan jeroan (isi perut).
Pengolahan industri perikanan menghasilkan sekitar (25-30)% limbah, yakni
sekitar 3,6 juta ton pertahun (KKP 2007). Limbah merupakan bahan baku dengan
kualitas rendah yang jika tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah
lingkungan, kesehatan, dan ekonomi.
Bhaskar et al. (2008) menyatakan bahwa limbah industri perikanan
misalnya jeroan memiliki kandungan protein dan lemak tak jenuh yang tinggi.
Kandungan protein dalam jeroan ikan sturgeon (Acipenser persicus) 15,48%, ikan
catla (Catla catla) 8,52% dan ikan tongkol 16,72% (Bhaskar et al. 2008;
Ovissipour et al. 2009; Nurhayati et al. 2013). Limbah industri perikanan berupa
jeroan ikan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak ikan.
Minyak ikan diperoleh dari ekstraksi lemak ikan dengan berbagai cara, di
antaranya dengan pemanasan pada suhu 1000C dilanjutkan dengan penyaringan
untuk pemisahan minyak dan penambahan NaCl 2,5% (Rasyid, 2003). Penelitian
Sathivel et al. (2003) tentang produksi minyak ikan dari jeroan patin (viscera )
menghasilkan minyak ikan patin kotor sebesar 0,815 kg tiap 3,15 kg ikan atau
menghasilkan rendemen sebesar 25,9%. Setelah dilakukan pemurnian didapatkan
minyak ikan sebanyak 65,7% dari minyak ikan kotor. Selain ikan patin, ikan mas
dan gurame juga mempunyai potensi untuk diambil minyaknya dari hasil samping
pengolahan fillet ikan tersebut. Ekstraksi minyak dari jeroan dan kepala ikan mas
dihasilkan minyak sebesar 23,72%, sedangkan dari ikan gurame dihasilkan
minyak 10% (Kaban & Daniel, 2005). Selain dengan metode pemanasan dengan
suhu 1000C, pembuatan minyak ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode
lainnya, salahsatunya yaitu ekstraksi menggunakan metode SFE (Supercritical
Fluida Extraction) dengan menggunakan pelarut CO2.

1.2

Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini diantaranya :
a. Mengetahui Prinsip pembuatan minyak ikan dengan metode SPF
b. Mengetahui Optimalisasi penggunaan metode SPF menggunakan CO 2
dalam ekstraksi minyak ikan dari jeroan ikan Lele Afrika (Clarias
gariepenus)
c. Menganalisis hasil dari jurnal internasional tentang Optimalisasi ekstraksi
minyak ikan dengan menggunakan metode Supercritical CO2 dari jeroan
ikan Lele Afrika (Clarias gariepenus)

BAB II
PEMBAHASAN JURNAL

OPTIMALISASI EKSTRAKSI SUPERCRITICAL CO2 MINYAK IKAN


DARI JEROAN IKAN LELE AFRIKA (Clarias gariepenus)
2.1

Latar Belakang
Minyak ikan merupakan salahsatu sumber minyak yang banyak digunakan

dalam berbagai industri, salahsatunya industri pengobatan dan makanan, selain


itu, minyak ikan banyak digunakan sebagai suplemen bagi kesehatan tubuh
manusia, karena pada minyak ikan mengandung PUFAs (Polyunsaturated Fatty
acids) yang berguna dalam mencegah dan mengobati berbagai
penyakit

seperti

kardiovaskular,

peradangan,

gangguan

autoimunitas, dan kanker.


Disisi lain, konsumsi masyarakat terhadap ikan dan produk
perikanan dari hari ke hari semakin meningkat, hal ini tentu saja
berdampak pada produksi perikanan yang terus meningkat.
Dalam produksi perikanan, terdapat berbagai hasil sampingan
seperi sisik, kepala, tulang dan jeroan yang tidak termanfaatkan
dan biasanya menjadi limbah. Diperkirakan terdapat sekitar 20
juta ton atau sekitar 25% dari total produk perikanan yang
menjadi limbah. Padahal limbah tersebut jika diolah, dapat
dimanfaatkan sebagai sumber enzim dan minyak. Kandungan
minyak pada limbah ikan berkisar antara 1,4 % sampai 40,1 %.
Terdapat berbagai cara/metode Ekstraksi, fraksinasi, dan
purifikasi konvensional dalam produksi minyak ikan seperti
tekanan hidrolik, Vakum distilasi, Kristalisasi urea, ekstraksi
hexana, dan kristalisasi konvensional. Kelemahan utama dari
metode-metode tersebut adalah menggunakan suhu tinggi yang
berpengaruh

terhadap

kualitas

nutrisi

minyak

ikan

yang

dihasilkan, degradasi senyawa alami yang sensitif terhadap


panas, dan terbentuknya residu beracun pada produk akhir. Hal
ini berdampak terhadap kesehatan manusia. Alternatif metode
ekstraksi dan fraksinasi yang dapat digunakan untuk produksi
minyak ikan adalah SFE (Supercritical Fluid Extraction). Kelebihan

menggunakan metode ini yaitu tidak menimbulkan residu


berbahaya pada produk akhir dan retensi yang lebih baik
terhadap

komponen/senyawa

yang

bernilai.

Karbondioksida

digunakan sebagai pelarut karena tidak beracun, tidak mudah


terbakar, murah dan bersih, serta kemampuannya yang besar
dalam proses pemisahan senyawa kompleks. Limbah jeroan dari
ikan Lele Afrika dapat menjadi sumber/bahan baku yang
berkelanjutan untuk ekstraksi minyak pada skala industri karena
tidak mengenal musiman.
2.2

Tujuan Jurnal
Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengetahui optimalisasi Ekstraksi

minyak ikan dari limbah jeroan ikan lele Afrika menggunakan metode SC-CO2.
2.3

Perlakuan
Dalam penelitian ini menggunakan 30 perlakuan dengan 6 ulangan yang

berbeda yang meliputi suhu, tekanan, laju aliran, dan waktu perendaman yang
berbeda-beda
2.4

Prosedur

2.4.1

Bahan
Sampel Lele Afrika segar (clarias gariepenus) didapatkan dari salahsatu

pasar local di Malaysia. Tabung silinder Karbondioksida dengan kemurnian


99.99% didapat dari Oksigen Malaysia Ltd. Pelarut kimia lainnya diperoleh dari
kelas analitis di Malaysia.
2.4.2

Persiapan Sampel untuk Eksperimen


Sampel ikan segar dicuci bersih untuk memisahkan jeroan. Jeroan

kemudian disimpan di dalam freezer pada suhu 18 0C dan kemudian dibekukan


secara kering (Model LABCONCO, USA) pada suhu pengeringan konstan yaitu
47 0C kemudian di Vakum pada 0.133 bar. Sampel kering yang telah diblender
disimpan di botol kaca kedap udara dalam ruangan dingin pada suhu 6 0C sebelum
digunakan di laboratorium.
2.4.3

Penetuan Kadar Air Sampel


Kadar air sampel ditentukan dengan metode kering oven. 5 gram contoh

sampel ditumbuk kemudian ditimbang sebelum dimasukkan ke dalam oven. Suhu

oven diatur 105 0C. Proses pemanasan dilakukan sampai bobot konstan sampel
tercapai. Kemudian sampel yang terdapat pada cawan lebur dipindahkan ke
Desecrator untuk didinginkan sebelum ditimbang lagi. Perbedaan dari kedua
bobot (Akhir dan awal) menunjukkan kadar air dan hasilnya kadar air pada jeroan
adalah 3.95%.
2.4.4

Ekstraksi Soxhlet
Penentuan kadar lemak total dari jeroan ikan lele menggunakan metode

Soxhlet. 5 gram sampel kering diektraksi dengan 200 ml petroleoum eter dengan
3 ulangan selama periode ekstraksi 8 jam. Air tambahan dan minyak hasil
ekstraksi diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator (Heidolph, Jerman)
pada suhu 45 0C. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 45 0C
selam 1 jam. Kadar Lemak total dari jeroan ikan Lele adalah 78 0,6%
berdasarkan berat kering sampel.
2.4.5

Prosedur SFE (Supercriticial Fluida Extraction)


Semua proses dilakukan dalam alat fluida superkritis (Model PU-1580,

Jasco Corporation, Tokyo). Untuk setiap percobaan, 5 g sampel kering


dimasukkan ke dalam 10 mL wadah ekstraksi (Model Ev-3, Jasco Corporation,
Tokyo), dan kemudian ditempatkan ke dalam air bejana eksternal pada suhu
berkisar antara 35 C sampai 80 C. Kemudian, katup silinder CO2 dibuka dan
CO2 keluar melalui jaket pendinginan dari chiller untuk mendinginkan sebelum
mencapai wadah ekstraksi dengan laju aliran konstan mulai dari 1 mL / menit
sampai 3 mL / menit (Model 631 D , Teknologi RI Lab Manufacturing Sdn. Bhd.,
Selangor, Malaysia), dimana gas CO2 dikonversi ke bentuk cair. Setelah mencapai
tekanan yang diinginkan dalam wadah ekstraksi, katup CO2 ditutup untuk jangka
waktu tertentu untuk merendam sampel dalam CO2 murni: dianggap sebagai
"waktu perendaman" . Sebuah regulator tekanan balik (BPR) (Model BP-15801581, V, Jasco Corporation, Tokyo) digunakan untuk mengontrol tekanan sistem
dan memisahkan CO2 dari ekstrak. Kemudian, katup CO2 dibuka lagi selama
ekstraksi kontinyu pada tekanan konstan, temperatur dan laju aliran. Pada setiap
kondisi, percobaan dilakukan dalam rangkap dua, dan masing-masing hasil adalah

rata-rata duplikat pengukuran. Hasil dikumpulkan dan disimpan pada -18 C


untuk dianalisis lebih lanjut.
2.4.6

Desain Percobaan
Percobaan terdiri dari 30 perlakuan dengan 6 ulangan pada poin pusat

yang digunakan untuk mengoptimalkan variabel ekstraksi, yaitu suhu, tekanan,


laju alir dan waktu perendaman. Desain matriks, analisis data eksperimen dan
optimasi semua dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik Minitab
v 1.4. Persamaan polinomial mewakili semua kemungkinan kombinasi variabel
penggalian (X1, X2, X3 dan X4) dari utama mereka, kuadrat serta efek interaksi
pada berbagai variabel terhadap respon minyak yang dihasilkan (Y). Sebuah studi
pendahuluan dilakukan untuk memilih nilai kisaran parameter. Penekanan lebih
diberikan untuk pemilihan tingkat suhu: batas bawah adalah 35 C, tepat di atas
titik kritis CO2 (31,1 C) dan batas atas tidak lebih dari 80 C untuk menyimpan
senyawa termal yang sensitif dari degradasi termal [41]. Semua desain poin
dilakukan tiga kali kecuali titik pusat. Percobaan dilakukan secara acak untuk
meminimalkan efek variabilitas yang dijelaskan oleh induksi dari faktor-faktor
luar. Persamaan regresi polinomial disajikan di bawah ini yang digunakan untuk
memprediksi variabel respon (Y).
Y = B0 + BiXi + BiiXi2 + BijXiXi
Dimana, Y adalah respon (persentase hasil minyak) B0 adalah Bii konstan
dan Bi,, Bij adalah linier, kuadrat dan istilah interaksi, masing-masing Xi dan Xj
adalah tingkat variabel independen.
2.5

Parameter yang diamati


Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah rendemen/jumlah

minyak ikan yang dihasilkan pada berbagai perlakuan (Suhu, tekanan, laju aliran,
dan waktu perendaman) yang berbeda serta korelasi masing-masing perlakuan
terhadap minyak ikan yang dihasilkan.
2.6

Hasil dan Pembahasan

2.6.1

Pengaruh Parameter SFE pada Hasil Minyak


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti yang

telah disajikan pada table 1. Hasil tertinggi diperoleh berturut-turut pada


perlakuan 10 diikuti oleh 29, 19, 13, dan 30.

Secara umum, hasil ekstraksi meningkat dengan tekanan, karena


peningkatan kelarutan lipid dalam CO2 superkritis, dan berdasarkan peningkatan
kepadatan CO2. Dengan demikian, hasil tertinggi (67,0%) diperoleh untuk efek
gabungan dari 40 MPa, 57,5 C, 2 mL / menit dan waktu perendaman pada 2,5
jam. Hasil ini adalah wajar untuk hasil (sampel 78,0 g / 100 g, secara kering)
diekstraksi menggunakan metode Soxhlet.

2.6.2

Model Respon Permukaan


Untuk menentukan akurasi, koefisien determinasi (R2) dihitung untuk

masing-masing perlakuan. Nilai R2 Percobaan adalah 0.996. Nilai-nilai koefisien


regresi dari variabel yang sesuai untuk percobaan ini adalah disajikan dalam
persamaan 1. Hasil minyak (Y) diperkirakan dengan persamaan polinomial urutan
kedua ditunjukkan di bawah:
Y = 47.313 + (0.122)X1 + (0.131)X2 + 4.739X3 + (1.759)X4 +
(0.001)X12 + 0.004X22 + (1.300)X3 2 + 0.400X42 + 0.053X2X3 + 0.007X1X2 +
0.055X1X3 + 0.003X1X4 + 0.020X2X4 + (0.167)X3X4
Dimana, Y merupakan hasil minyak suhu diterapkan (X1), tekanan (X2),
tingkat (X3) dan waktu perendaman (X4) mengalir. Dari Persamaan 1, diamati
bahwa istilah linear: suhu, tekanan dan waktu perendaman memiliki efek negatif
sedangkan laju alir memiliki efek positif pada hasil minyak. Namun, semua
variabel independen misalnya, suhu, laju alir tekanan dan waktu perendaman,
adalah parameter yang paling signifikan dalam ekstraksi SC-CO2. Kondisi
optimum diperoleh pada 57,5 C, 40,0 MPa, 2 mL / menit dan 2,5 jam untuk suhu,
tekanan, laju alir dan waktu perendaman, masing-masing, dengan hasil minyak
maksimum 67,0%.
2.6.3

Analisis Respon Permukaan

Minyak yang dihasilkan meningkat secara signifikan pada tekanan yang


relatif tinggi (> 28 MPa) dan menengah untuk suhu tinggi dari 55 C sampai 65
C. Meningkatnya pengaruh suhu dan tekanan berpengaruh signifikan secara
statistik (p <0,05) terhadap hasil minyak hingga 65 C. Di atas 65 C, hasil
minyak secara bertahap mulai menurun dengan tekanan, yang mungkin karena
pengurangan kepadatan CO2 dan kekuatan solvasi dari SC-CO2. Namun, efek
dari perubahan tekanan (10 MPa sampai 40 MPa) pada hasil minyak memiliki
efek yang lebih nyata dan signifikan dibandingkan dengan suhu. Tekanan elevasi
pada suhu tertentu meningkatkan kelarutan minyak di SC-CO2, yang mungkin
meningkatkan total hasil minyak.
Berdasarkan gambar 1 dan 2, tekanan dan tingkat aliran memiliki efek
yang sama pada hasil minyak pada suhu konstan, sehingga suhu berinteraksi
dengan tekanan dan laju aliran. Kepadatan pelarut, tekanan uap, dan modus
kelarutan zat terlarut tergantung pada dua variabel ini. Akibatnya, sangat sulit
untuk memprediksi dan menjelaskan pengaruh suhu pada hasil minyak. Pada
tekanan konstan, hasil minyak meningkat secara signifikan baik dengan suhu dan
tingkat aliran (Gambar 2), karena suhu tinggi mengurangi kepadatan CO2 dan
dengan demikian menyebabkan peningkatan tekanan uap dari zat terlarut yang
meningkatkan kelarutan serta tingkat perpindahan massa zat terlarut, sehingga
ekstraksi lebih mudah dari senyawa yang diinginkan.

Gambar 3 menunjukkan interaksi yang signifikan antara tekanan dan laju


alir pada hasil minyak. Meningkatkan tekanan pada suhu konstan meningkatkan
kepadatan CO2 serta efisiensi ekstraksi zat terlarut. sedangkan laju aliran
berinteraksi dengan suhu. Selain itu, ini menyebabkan penurunan yield pada saat
dekompresi cairan, baik dengan meningkatkan hilangnya analit atau dengan
menggunakan penurunan tekanan tinggi melalui sel ekstraksi.

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada jurnal tersebut, tidak dibahas


mengenai kandunagn gizi yang terkandung pada minyak ikan dengan

10

menggunakan SC-CO2 tetapi hanya membahas hasil minyak yang maksimum pada
kondisi optimum tertentu. Padahal di latar belakang disebutkan bahwa
keunggulangan

ekstraksi

menggunakan

metode

SC-CO2

adalah

tidak

menimbulkan residu berbahaya serta resistensi senyawa bernilai (nutrisi) yang


lebih baik. Jadi, sebaiknya pada jurnal ini dibahas tentang kandungan gizi minyak
ikan yang dihasilkan dengan metode SC-CO2 apakah benar lebih baik
dibandingkan dengan metode konvensional lainnya.
2.7

Kesimpulan Jurnal
Berdasarkan hasil dan pembahasan Kondisi Optimal, yaitu pada suhu 57,5

C, tekanan 40 Mpa, laju aliran 2.0 mL/min, dan waktu perendaman 2.5 jam

menggunakan ekstraksi SFE menghasilkan minyak ikan sebesar 67.0% dari total
berat kering jeroan ikan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
11

a. Prinsip pembuatan minyak ikan yaitu terdiri dari ekstraksi, fraksinasi dan
purifikasi yang bisa dilakukan dengan berbagai cara/metode, salahsatunya
menggunakan metode SFE (Supercritical Fluida Extraction) dengan CO2
sebagai pelarutnya.
b. Hasil ekstraksi minyak ikan dari jeroan ikan Lele Afrika (Clarias
gariepenus) tertinggi yaitu 67,0% diperoleh untuk efek gabungan dari
tekanan 40 MPa, suhu 57,5 C, laju aliran 2 mL / menit dan waktu
perendaman pada 2,5 jam.
c. Jurnal ini hanya membahas terhadap Kuantitas minyak ikan yang
dihasilkan, tetapi tidak membahas kualitas dari minyak ikan tersebut.
3.2

Saran
Sebaiknya dalam meresume dan menganalisis suatu jurnal terutama jurnal

berbahasa inggris, harus benar-benar mengerti dan paham mengenai isi jurnal
tersebut, agar tidak terjadi salah penafsiran

DAFTAR PUSTAKA

Bhaskar N, Mahendrakar NS. 2008. Protein hydrolisate from visceral waste


protein of catla (Catla catla): optimization of hydrolysis condition for a

12

commercial neutral protease. Journal Bioresource Technology 99:41054111.


Kaban, J. dan Daniel. 2005. Sintesis n-6 etil ester asam lemak dari beberapa
minyak ikan air tawar. Jurnal Komunikasi Penelitian. Universitas Sumatera
Utara, 17 (2): 1622.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2007. Indonesian Fisheries Statistics
Index 2006. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan
Rasyid, A. 2003. Isolasi asam lemak tak jenuh omega 3 dari ikan lemuru.
Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. BPPT
Sathivel, S., Prinyawiwatkul, W.W., King, J.M., Grimm, C.C., and Lloyd, S. 2003.
Oil Production from Catfish Viscera, JAOCS: 80: 377382
Selamat, jinap, et al. 2012. Optimization of Supercritical CO2 Extraction of Fish
Oil from Viscera of African Catfish (clarias gariepenus). Intenational
Journal Molecular Science 13, 11312-11322; doi:10.3390/ijms130911312

13

Anda mungkin juga menyukai