Anda di halaman 1dari 14

Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi Pada Praktek Dokter Gigi

(The Practice Of Infection Control In Dentistry)


Ratna I. Sunoto
Bagian Biologi Oral
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Trisakti
Jakarta, Indonesia

Abstract
Pathogenic microorganisms that are present in blood, saliva, and dental plaque can
contamitnate the hands of dental health care personnel. These microorganisms can
contaminate instruments, dental equipment adn other enviromental surfaces.
Infection control includes the precautions necessary to protect the dentists,
employees and patients from the spread of infectious diseases through the dental
practices. Infection control procedures must be used for all patients and for all dental
procedures. All instruments used in intra oral treatment must be sterilized. All
surfaces and items touched by hands contaminated with saliva or blood that cannot
be sterilized should be scrupulously cleaned and disinfected with and effective agent,
as an alternative is to use protective covers which is impermeable to water.
Keywords : infection control, dental practice.

Abstrak
Mikroorganisme patogen yang terdapat pada darah, saliva, dan plak gigi dapat
mengkontaminasi tangan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran
gigi. Mikroorganisme ini dapat mengkontaminasi instrumen, peralatan kedokteran
gigi dan permukaan dari peralatan lain dalam ruang praktek. Tindakan pencegahan
termasuk semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi dokter gigi, karyawan,
dan pasien dari penyebaran penyakit infeksi melalui perawatan gigi. Prosedur
tindakan pencegahan infeksi harus ditujukan terhadap semua pasien dan terhadap
semua tindakan perawatan gigi. Semua instrumen yang digunakan dalam rongga
mulut harus disterilkan. Semua permukaan dan alat-alat yang disentuh oleh tangan
yang terkontaminasi saliva atau darah yang tidak dapat disterilkan harus benarbenar dibersihkan dan didesinfeksi dengan bahan yang efektif, dengan alternatif
hanya ditututpi dengan bahan penutup yang kedap air.
Kata kunci : pengendalian infeksi, praktek dokter gigi.

Pendahuluan
Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan
mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi.

Tindakan secara asepsis harus selalu dilakukan, termasuk tindakan pencegahan


seperti sterilisasi dan desinfeksi. Dokter gigi harus menganggap pasiennya adalah
carrier dari hepatitis B, acquired immuno defficiency syndrome (AIDS) atau
tuberculosis (TBC), dan harus selalu mengikuti prosedur tindakan pencegahan.
Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC,
sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes, dan lain-lain. Dengan melakukan
tindakan pencegahan infeksi dapat dicegah terjadinya infeksi yang berbahaya,
bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada
praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut
juga alat-alat/instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya
untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air,
debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus,
bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat
ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup
jantung, sendi artificial, dan jaringan lunak sekitarnya, dan tulang. (1)
Prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antar lain aalah evaluasi pasien,
perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi, pembuangan sampah yang aman dan
tindakan asepsis termasuk juga dalam laboratorium tehnik gigi. (2) Metode sterilisasi
dan asepsis masa kini pada praktek dokter gigi dan laboratorium gigi secara nyata
telah menurunkan resiko terjadinya penyakit pada pasien, dokter gigi, dan stafnya.
(1)

Tinjauan Pustaka
Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
(3)
1. Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi.
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi.
3. Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka
maupun yang utuh atau mukosa.
4. Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
Kontrol infeksi secara umum
Dokter gigi tidak mungkin yakin bahwa pasien yang datang untuk perawatan giginya
adalah carrier mikroorganisme infektif atau bukan, oleh karena itu semua pasien
yang datang harus dianggap merupakan carrier dari mikroorganisme patogen.
Semua prosedur klinis yang dilakukan pada semua pasien harus dilakukan dengan
menggunakan kontrol infeksi yang umum. (2)
Banyak sumber penularan infeksi pada praktek dokter gigi antara lain tangan, saliva,
sekresi saluran pernafasan, darah, pakaian, dan rambut, demikian pula instrumen
gigi serta peralatan lainnya harus betul-betul diperhatikan untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka yang terbuka dapat disebabkan oleh udara,
air, debu, aerosol, percikan atau droplet, sekresi saluran pernafasan, plak, karang

gigi, bahan tumpatan gigi serta debris. Flora mulut pasien yang patogen dapat
masuk ke dalam jaringan lain atau organ (autogenous infection) seperti pada katup
jantung yang lemah, sendi palsu dan jaringan lunak sekitarnya atau tulang. (1)
Infeksi melalui udara
Mikroorganisme yang ditularkan melalui udara terdapat pada aerosol yang terhirup
dan karenanya dapat menyebabkan penyakit influenza, commond cold, dan
tuberkulosis. Bila terjadi aerosol misalnya oleh instrumen kecepatan tinggi, terbentuk
percikan-percikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Percikan yang diameternya
lebih besar dari 100 nanometer yang dinamakan splatter akan cepat jatuh oleh gaya
tarik bumi, sedang percikan yang umum terjadi adalah berukuran diameter kurang
dari 100 nanometer. Percikan kecil ini dengan cepat menguap dan tetap ada pada
udara selama beberapa jam sebagai droplet nuclei yang mengandung saliva atau
sekresi serum yang kering dan mikroorganisme.
Infeksi melalui benda tajam dan jarum suntik
Jlur utma terjadinya penularan penyakit infeksi dalam bidang kedokteran gigi yaitu
melalui kulit atau mukosa yang terluka oleh benda tajam atau jarum suntik,
termasuk di sini adalah penyebaran penyakit hepatitis B dari pasien ke dokter gigi
dan sebaliknya yang sudah terbukti.
Prosedur pencegahan infeksi
Prosedur pencegahan infeksi ada beberapa tahap :
- Evaluasi pasien
- Perlindungan diri
- Sterilisasi instrumen
- Disinfeksi permukaan
- Laboratorium yang asepsis
- Pembuangan sampah
Evaluasi pasien
Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan perbaharui
pada tiap tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui
adanya infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter gigi. Harus
diperhatikan mengenai adanya penyakit infeksi yang berbahaya.
Perlindungan diri
Dalam hal ini termasuk :
- Kebersihan diri.
- Pemakaian baju praktek.
- Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam.
- Imunisasi.
Kebersihan diri
Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang pada praktek
dokter gigi. Secara umum pada waktu merawat pasien seorang dokter gigi harus :
- Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien,
hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut, dan rambut serta hindari
memegang luka atau abrasi.
- Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester sebab luka tersebut dapat
merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen (harus memakai sarung
tangan).

- Cuci tangan dengan baik sebelum dan setelah merawat pasien dengna memakai
sabun antimikrobial (mis. klorheksidin glukonat) sebelum memakai sarung tangan.
Pemakaian baju praktek
- Dokter gigi dan stafnya harus memakai baju yang bersih dan baru dicuci.
- Baju tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi.
- Baju praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin,
untuk baju yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri.
Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada
pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu. (1)
Proteksi (1)
Untuk maksud ini harus menggunakan :
- Sarung tangan
- Kacamata
- Masker
- Rubber dam
Sarung tangan
Tangan merupakan alat transmisi dari mikroorganisme pada saluran pernafasan dan
mulut yang utama. Kuku harus digunting pendek dan tidak boleh memakai perhiasan
seperti cincin, gelang, dan jam tangan pada saat merawat pasien. Tangan harus
dicuci dengan sikat dan sabun yang mengandung zat antimikrobial seperti iodofor
(1% iodine), klorheksidin glukonat (2-4%), para-klormeta-silenol (PMCX) 0,5-3%
atau alkohol (70% isopropil aklohol) dan lain-lain. Tangan digosok paling sedikit
selama 10 detik dan dikeringkan dengan memakai pengering otomatis atau tissue.
Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali
pakai. Hal ini untuk melindungi baik dokter gigi atau stafnya maupun pasien. Sarung
tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks, walaupun hal
ini jarang terjadi.
Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi yaitu :
- Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi
memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya
perdarahan.
- Sarung tangan steril yang harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau
mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan.
- Sarung tangan heavy duty harus dipakai manakala harus membersihkan alat,
permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia.
Semua luka dan lecet-lecet pada kulit harus ditutup dengna plester yang kedap air
sebelum memakai sarung tangan. Jangan merawat pasien bila sedang mengalami
luka yang bernanah atau dermatitis yang terbuka hingga luka tersebut benar-benar
sembuh.
Pakai 1 sarung tangan untuk tiap pasien, jangan memakai ulang sarung tangan
karena akan mengurangi nilai protektifnya.

Kacamata pelindung
Kacamata pelindung harus dipakai oleh dokter gigi dan stafnya untuk melindungi
mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece,
pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik.
Rambut hendaknya jangan menutupi pandangan dan diikat bagi dokter gigi yang
memiliki rambut panjang serta dilindungi dari percikan dan aerosol dengan memakai
penutup kepala, sebaiknya dokter gigi mencuci muka sebelum makan dan juga
mencuci muka serta rambut sebelum tidur. Bakteri patogen dan beberapa virus
terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga
beberapa minggu.
Masker
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada
saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya
aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas maupun bawah.
Efektivitas penyaringan dari masker tergantung dari :
- Bahan yang dipakai, masker polipropilen lebih baik daripada masker kertas.
- Lama pemakaian, lama pemakaian yang efektif adalah 30-60 menit, terutama bila
masker itu basah. Jadi sebaiknya memakai 1 masker untuk tiap pasien.
Rubber dam
Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari terjadinya aerosol.
Pemakaian rubber dam memungkinkan :
- Mendapat gambaran yang jelas setelah jaringan diangkat.
- Mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, sehingga mengurangi terjadinya
luka pada jaringan dan mengurangi perdarahan.
- Mengurangi terjadinya aerosol karena tidak terjadi pengumpulan saliva diatas
rubber dam.
Imunisasi
Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus memiliki
data imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis dan rubella
(bagi dokter gigi wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja dalam bidang
kedokteran gigi sebagai tambahan dari imunisasi rutin seperti tetanus, poliomyelitis
dan difteri. Di USA dianjurkan imunisasi terhadap semua penyakit ini kecuali TBC dan
influenza. (2)
Metode asepsis (1)
Selama perawatan gigi banyak benda, instrumen, dan peralatan di kamar praktek
yang terkontaminasi baik secara langsung melalui tangan atau melalui splatter dan
aerosol. Usahakan agar barang-barang yang dibutuhkan di ruang praktek seminimal
mungkin dan tentukan mana yang dapat ditutupi, disterilkan atau didisinfeksi.
Tentukan mana yang harus dibersihkan tiap hari dan mana yang cukup dibersihkan
seminggu sekali, lantai dan juga permukaan lain yang datar harus didisinfeksi.
Penutupan
Dengan menutupi benda dapat mengurangi kebutuhan untuk desinfeksi. Penutupan
yang paling berguna dan sederhana adalah kertas, plastik atau aluminium foil dan
diganti tiap pasien.

Alat-alat yang dapat ditutupi :


- Baki instrumen, tutupi dengan bib yaitu kertas yang dilapisi plastik.
- Ujung alat rontgen ditutupi dengan plastik atau kertas yang diberi selotip.
- Tombol-tombol pada unit gigi ditutupi dengan plastik atau aluminium foil.
- Sandaran kepala dibungkus dengan penutup dari plastik atau kantung khusus.
- Three way syringe dilapisi dengan plastik, dapat pula menggunakan ujung sekali
pakai (disposable) atau yang dapat disterilkan.
- Ujung dari blood suction dilapisi dengan kantung plastik yang ujungnya digunting
untuk memasukkan ujungnya.
- Pegangan lampu ditutupi dengan aluminium foil, kertas atau sepon berukuran 4 x
4 inci. Untuk beberapa unit terdapat pegangan yang dapat disterilkan.
- Ujung dari alat untuk menyinari tumpatan komposit, pegangan dan tombol trigger
ditutupi dengan pembungkus plastik dan diberi selotip.
Beberapa alat-alat yang tidak dapat ditutupi, harus disterilkan atau didesinfeksi.
Daerah operasional dapat dibersihkan dan didesinfeksi selama kurang lebih 10 menit.
Sterilisasi dan desinfeksi (2)
Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis mikroorganisme sedang
desinfeksi adalah proses yang membunuh atau menghilangkan mikroorganisme
kecuali spora. Idealnya semua bentuk vegetatif mikroorganisme mati, namun dengan
terjadinya pengurangan jumlah mikroorganisme patogen sampai pada tingkat yang
tidak membahayakan masih dapat diterima.
Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap : (2)
- Pembersihan sebelum sterilisasi.
- Pembungkusan.
- Proses sterilisasi.
- Penyimpanan yang aseptik.
Dalam bidang kedokteran gigi pembersihan dapat dilakukan dengan :
- Pembersihan manual
- Pembersihan dengan ultrasonik
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik,
darah, dan saliva. Asisten dokter gigi yang membersihkan alat tersebut harus
memakai sarung tangan heavy duty.
Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan detergen lebih aman,
efisien, dan efektif dibandingkan dengan penyikatan. Gunakan alat ultrasonik yang
tertutup selama paling tidak 10 menit. Setelah dibersihkan, instrumen tersebut
dicuci dibawah aliran air dan dikeringkan dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini
penting untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah
terjadinya karat. (1)
Pembersihan dengan ultrasonik lebih baik sebab :
- Meningkatkan efisiensi pembersihan
- Mengurangi bahaya aerolization dari partikel yang infeksius
- Mengurangi insiden terluka akibat benda tajam
- Mengurangi waktu kerja

Pembungkusan
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi prosedur klinis
yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran gigi harus dibungkus untuk
sterilisasi dengan memakai :
- Nampan terbuka yang ditutup dengna kantung sterilisasi yang tembus pandang.
- Nampan yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan kertas
sterilisasi.
- Bungkus secara individual dengan bungkus untuk sterilisasi yang dapat dibeli.
Proses sterilisasi
Pada kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui metode :
- Pemanasan basah dengan tekanan tinggi (autoclave)
- Pemanasan kering (oven)
- Uap bahan kimia (chemivlave)
Metode sterilisasi yang tidak digunakan pada kedokteran gigi adalah gas etilen
oksida dan radiasi gamma (yang digunakan pada pabrik alat-alat dari plastik) dan
filtrasi (yang digunakan untuk mensterilkan obat suntik).
Pemanasan basah dengan tekanan tinggi
Siklus sterilisasi dari 134 derajat Celcius selama 3 menit pada 207 kPa untuk
instrumen yang dibungkus maupun yang tidak dibungkus. (2) Cara kerja dari
autoclave sama dengan pressure cooker. Uap jenuh lebih efisien membunuh
mikroorganisme dibandingkan dengna perebusan maupun pemanasan kering (oven).
Sterilisasi dapat dilakukan pada suhu 121 derajat Celcius pada 15 psi selama 15
menit atau 132 derajat Celcius pada 30 psi selama 3-7 menit untuk mensterilkan
instrumen yang tidak dibungkus, tambahkan 5 menit untuk instrumen yang
dibungkus. Instrumen tersebut dapat dibungkus dengan kain muslin, kertas, nilon,
aluminium foil, atau plastik yang dapat menyalurkan (permeable) uap. (1)
Pemanasan kering
Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif dibandingkan
dengan pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya dibutuhkan temperatur
yang lebih tinggi 160 derajat Celcius/ 170 derajat Celcius dan waktu yang lebih lama
(2 jam/1 jam) untuk proses sterilisasi. (2) Menurut Nisengard dan Newman (1994)
(1) suhu yang dipakai adalah 170 derajat Celcius selama 60 menit, untuk alat yang
dapat menyalurkan panas adalah 190 derajat Celcius, sedang untuk instrumen yang
tidak dibungkus 6 menit.
Sterilisasi uap bahan kimia
Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton, dan uap pada 138 kPa
merupakan cara sterilisasi yang efektif. Kerusakan mikroorganisme diperoleh dari
bahan yang toksik dan suhu tinggi. Sterilisasi dengan uap bahan kimia bekerja lebih
lambat dari autoclave (30 lawan 15-20 menit pada 138-176 kPa selama 30 menit
setelah tercapai suhu yang dikehendaki).
Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak oleh bahan kimia
tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak terjadi karatan apabila
instrumen telah benar-benar kering sebelum disterilkan karena kelembaban yang
rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Bahan kimia yang dipakai adalah campuran
dari alkohol, formaldehid, keton, aseton, dan air. Keuntungan dari sterilisasi dengan
uap bahan kimia adalah lebih cepat dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak

menyebabkan karat pada instrumen atau bur dan setelah sterilisasi diperoleh
instrumen yang kering. Namun instrumen harus diangin-anginkan untuk
mengeluarkan uap susa bahan kimia. (2)
Pembungkusan instrumen yang dianjurkan pada metoda ini adalah kain muslin,
kertas, dan plastik yang "tembus" (permeable) uap atau nilon. (1)
Penyimpanan dari alat-alat yang steril
Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai. Penyimpanan
yang baik sama penting dengan proses sterilisasi itu sendiri, karena penyimpanan
yang kurang baik akan menyebabkan instrumen tersebut tidak steril lagi. Lamanya
sterilitas tergantung dari tempat dimana instrumen itu disimpan dan bahan yang
dipakai untuk membungkus. Daerah yang tertutup dan terlindung dengan aliran
udara yang minimal seperti pada lemari atau laci yang dapat dengan mudah
didesinfeksi. Pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan,
apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
Disinfeksi dan antiseptik
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan
kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan
jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi
permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. (4)
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme
pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan
dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari
toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari
debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses
disinfeksi. (2)
Macam-macam desinfektan yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi : (2)
Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol
yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi unguk
mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol
untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan
efek sisa.
Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi,
baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang
kuat.
Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat
disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril
yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen
dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata
pelindung dan sarung tangan heavy duty.

Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis,


fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati
setelah 10 jam.
Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan
pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin
glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada
konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat
aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut
terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
Senyawa halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide.
Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat
diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).
Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat
yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat
virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat
dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai
antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas
sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan
dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok
mikroorganisme, disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus
influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M.
tuberculosis.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan
seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit :
- Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru setiap
hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif namun
kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
- Derifat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan dengan
perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60 hari.
Keuntungannya adalah "efek tinggal" dan kurang menyebabkan perubahan warna
pada instrumen atau permukaan keras.
- Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan perbandingan
1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk
beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk aluminium.
Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan menyebabkan baru
ruangan seperti kolam renang.

Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan
diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila
permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit. (1)
Hasil cetakan (impressions)
Tekniker laboratorium gigi dan pasien lain sering kontak dengan mikroorganisme
patogen dari cetakan gigi, hasil cetakan (stone casts) dan lain-lain. ADA
menganjurkan agar semua cetakan harus dicuci untuk menghilangkan saliva, darah,
dan debris, kemudian didesinfeksi sebelum dicor dengan dental stone atau sebelum
dikirim ke laboratorium.
Untuk bahan cetak dari alginate sebaiknya tidak direndam, tetapi di spray dengan
desinfektan, lalu dimasukkan dalam kantung plastik dan dibiarkan selama beberapa
waktu sesuai dengan petunjuk pabrik. (5)
Pembuangan sampah bekas praktek
Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tissue
bekas dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh harus
ditangani secara hati-hati dan dimasukkan dalam kantung plastik yang kuat dan
tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda
tersebut. Benda-benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel harus dimasukkan
dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan dalam kantung
plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan benda
tajam. (6)

Pembahasan
Pada orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi terjadi peningkatan
resiko terkena infeksi setelah merawat pasien. Penyebaran penyakit infeksi akibat
pekernaan ini terjadi karena sebagian mikroorganisme patogen pada manusia
terdapat pada sekresi mulut. Sebagai akibat dari kontak secara terus menerus
dengan mikroorganisme yang terdapat pada darah dan saliva, insiden dari beberapa
penyakit infeksi secara bermakna terjadi paling banyak pada orang-orang yang
bekerja pada bidang kesehatan gigi bila dibandingkan dengan penduduk lainnya.
Hepatitis B, tuberkulosis, dan infeksi virus Herpes simplex merupakan penyakit
infeksi yang paling sering terjadi.
Sebagian dari masalah terletak pada kenyataan bahwa banyak dokter gigi maupun
asistennya tidak menyadari adanya mikroorganisme patogen pada saliva dan darah
selama melakukan perawatan. Bahaya ini seringkali tidak disadari oleh karena
percikan yang timbul dari mulut pasien tidak terlihat, debris organik terlihat jernih
tembus cahaya dan mengering sebagai lapisan jernih pada kulit, pakaian, dan
permukaan lainnya. Crawford mendemonstrasikan terjadinya percikan ini dengan
jalan mencelupkan jarinya dengan zat warna merah sebelum memulai perawatan,
ternyata zat warna tadi terpercik ke berbagai permukaan selama perawatan.
Pada evaluasi pasuen secara umum harus diperoleh data yang berisi nama, usia,
jenis kelamin, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan nomor telepon.
Riwayat penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang diderita, adanya
penyakit keturunan harus dicatat, demikian pula keadaan sosial ekonominya,
pendidikannya, apakah ia pengguna narkoba atau peminum minuman keras, semua

hal-hal tersebut harus diketahui. Hal ini karena dari data tersebut juga dapat
diperoleh informasi bahwa pasien tersebut merupakan orang yang beresiko tinggi
terkena penyakit infeksi, seperti orang yang bekerja di bidang kesehatan, tentara,
imigran dari negara belum berkembang, dan orang yang hidup atau bekerja pada
suatu institusi. Sir William Osler bahkan mengatakan : "Jangan pernah merawat
orang asing/orang yang tidak dikenal." (3)
Untuk pasien yang menderita penyakit infeksi seperti herpes, hepatitis B, mumps,
cacar air, dan lain-lain sebaiknya perawatan ditunda hingga pasien sembuh, kecuali
dalam keadaan darurat seperti pulpitis akut atau gangren dimana atap pulpa masih
tertutup sehingga pasien sangat menderita kesakitan maka pasien dijadwalkan
sebagai pasien terakhir dan kita harus melakukan tindakan pencegahan lengkap
termasuk pemakaian rubber dam.
Tangan dokter gigi dan perawat gigi dapat merupakan "alat" yang efektif untuk
menularkan infeksi dari pasien ke pasien yang lain. Teknik mencuci tangan yang
sederhana dapat merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi yang
didapat dari rumah sakit/praktek dokter gigi.
Surgical scrub yang merupakan pembersihan yang sistematis pada semua
permukaan tangan dan jari-jari dengan desinfektan untuk waktu beberapa menit
yang diikuti dengan pengeringan dengan handuk steril dan pemakaian sarung tangan
dilakukan sebelum memegang jaringan atau peralatan yang steril. Pencucian tangan
yang standar dilakukan sebelum dan sesudah merawat pasien dengan jalam
membersihkan seluruh permukaan tangan dengan desinfektan selama 10-20 detik
yang diikuti dengan pengeringan. (4)
Semmelweis dan Lister secara terpisah mengemukakan mengenai pentingnya
pencucian tangan yang berulang-ulang dalam usaha mencegah penyebaran
mikroorganisme dari satu orang ke orang lain.
Sarung tangan karet diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Prof. William
Halstead, seorang ahli bedah pada Johns Hopkins University pada tahun 1890. ADA
pada tahun 1976 menganjurkan pemakaian sarung tangan sekali pakai (disposable)
untuk melindungi orang-orang yang bekerja pada bidang kedokteran gigi terhadap
mikroorganisme patogen yang terdapat dalam darah. (7)
Apabila kita tiba-tiba harus memegang benda atau alat seperti membuka laci atau
lemaru untuk mengambil botol medikamen atau memegang gagang telepon, maka
harus melapis sarung tangan dengan sarung tangan yang biasa dipakai untuk
mempersiapkan makanan dan dipakai untuk 1 orang pasien saja, agar saliva atau
darah yang melekat pada sarung tangan tidak mengkontaminasi alat-alat tersebut.
Aerosol dan percikan dapat mengkontaminasi baju kerja dokter gigi dan asistennya.
Baju praktek harus dipakai untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian
dokter gigi. Untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi pada keluarga, baju
praktek harus dilepas di tempat praktek dan dicuci secara terpisah dari pakaian
lainnya. (3)
Efisiensi masker dalam mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
pernafasan tergantung dari bahannya dan lamanya pemakaian. (8) Masker yang
menutupi mulut dan hidung dapat mengurangi masuknya mikroorganisme infeksius

yang terdapat pada aerosol ke dalam saluran nafas. Masker juga dapat melindungi
membran mukosa dari mulut dan hidung terhadap kontaminasi langsung. Bila
masker dipakai lebih dari 20 menit, permukaan luarnya akan menjadi tempat
perlekatan bagi bakteri patogen dan bukannya menjadi barrier, oleh karena itu
dianjurkan untuk memakai 1 masker untuk tiap pasien.
Selama merawat pasien, partikel besar dari debris dan saliva dapat tersembur pada
wajah dokter gigi. Partikel ini dapat mengandung konsentrasi tinggi dari bakteri dan
secara fisik dapat melukai mata. Untuk ini kacamata pelindung harus dipakai, bukan
hanya untuk mencegah terjadinya luka, tetapi juga untuk mencegah terjadinya
infeksi, oleh karena mata dapat menjadi port d'entree bagi masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh.
Kacamata dapat memberi perlindungan pada bagian atas dan bagian sisi, dan
beberapa model dibuat sehingga dapat dipakai di luar kacamata baca, selain
kacamata dapat pula dipakau pelindung wajah yang terbuat dari plastik jernih (face
shield). Kacamata yang terkontaminasi harus dicuci dengan air dan sabun, bilas
sampai bersih dan disterilkan bila mungkin atau didesinfeksi dengan bahan yang
tidak merusak. (3)
Banyak dokter gigi yang mengalami luka tusuk dan 88% melaporkan bahwa pernah
terpercik wajahnya dengan cairan tubuh pasien. Dalam suatu penelitian di Pulau
Karibia, Jamaika dilaporkan bahwa banyak terjadi luka tusuk dan percikan darah
atau cairan tubuh pada wajah. Walaupun terjadinya infeksi melelui cara tersebut
sedikit untuk infeksi HIV dan hanya sekitar 12-20% untuk hepatits B setelah terjadi
luka tusuk, para dokter gigi harus waspada dan hati-hati dalam menangani bendabenda tajam dan memakai high vacuum suction, mengatur posisi pasien, memakai
rubber dam dan masker serta kacamata pelindung. (8)
Kualitas air dalam unit gigi sangat penting bagi orang-orang yang bekerja dalam
bidang kedokteran gigi, karena mereka sering kontak dengan air dan aerosol yang
berasal dari unit gigi. Kuman yang terdapat dalam air dari unit gigi dapat
menyebabkan antara lain pneumonia, infeksi saluran pernafasan yang menyerupai
flu ringan, dan yang agak jarang terjadi adalah infeksi pada luka oleh Legionella
pneumophila dan Mycobacterium avium yang dapat menyebabkan infeksi yang
menyebar pada orang yang seropositif HIV setelah tertelan dan berkembang biak
pada saluran pencernaan.
Untuk mencegah kontaminasi pada air dari unit gigi ADA, CDC, dan BDC
menganjurkan sebelum memulai praktek saluran air pada hand-piece, three way
syringe , dan ultrasonic scaller tersebut harus di-flush selama beberapa menit untuk
mengurangi akumulasi organisme yang terjadi selama 1 malam. (9)
Menurut Nisengard dan Newman (1) saluran air pada unit gigi harus di-flush selama
2 menit sebelum mulai praktek dan 20-30 detik sebelum merawat tiap pasien.
Imunisasi harus dilakukan oleh semua orang yang bekerja dalam bidang kedokteran
gigi yang mencakup tiga hal yaitu imunisasi diberikan pada awal masa kerja,
pemeberian imunisasi ulangan untuk beberapa jenis penyakit yang memerlukan
imunisasi ulangan, pemberian imunisasi dan kemoterapi pada saat kontak dengan
penyakit. (6) Adapun imunisasi tersebut antara lain adalah terhadap penyakit

mumps, measles dan rubella (MMR), diphteri, pertusis dan tetanus (DPT), influenza,
poliomyelitis, tbc(BCG) dan hepatitis B.
Vaksin yang terbaru untuk hepatitis B adalah Recombivax HB (H-B-VAX II), vaksin
diberikan dalam 3 rangkaian suntikan (0, 1, 6 bulan), ini ternyata meningkatkan
pembentukan anti-HBs pada lebih dari 99% orang yang berusia 20-29 tahun dan
dianggap lebih baik dalam merangsang pembentukan titer anti-HBs yang tinggi. (6)
Hepatitis B immune globulin (HBIG) efektif sebagai tindakan perlindungan selama 36 bulan terhadap HBV dan digunakan hanya bila terjadi kontak dengan darah yang
diduga mengandung virus hepatitis B, baik melalui kulit maupun membran mukosa.
Imunisasi pasif dengan HBIG harus diberikan dalam waktu kurang dari 48 jam
setelah kontak dengan darah yang mengandung virus hepatitis B, kemudian
diberikan vaksinasi lengkap terhadap hepatitis B yang diberikan dalam waktu kurang
dari 7 hari setelah kecelakaan tersebut sebagai dosis I. (11)
Menurut Appleton yang dikutip Molinari (2000), secara umum sterilisasi panas adalah
merupakan pilihan utama mengingat cara pemakaiannya yang sederhana, ekonomis,
dan efektif. Bila secara fisik tidak digunakan karena akan merusak bahan/alat yang
akan disterilkan, dapat digunakan bahan kimia sebagai gantinya. (7)
Karena tidak mungkin mencapai keadaan asepsis sempurna untuk semua permukaan
dan alat-alat selama prosedur perawatan gigi, namun paling tidak harus dilakukan
tindakan dekontaminasi dari alat-alat yang dapat merupakan sumber dari
penyebaran penyakit infeksi seperti pegangan lampu, tombol-tombol pengatur pada
unit gigi, pegangan lemari, sandaran kepala, dan sandaran lengan pada kursi unit.
Untuk ini dibutuhkan disinfektan yang dapat membunuh M. tuberculosis dan virus.
Disinfektan ini mengandung campuran fenol-klor, bersifat tuberocidal dan dapat
merusak virus yang lipophilic.
Dengan menutupi alat/benda-benda yang tak dapat disterilkan dapat mengurangi
kebutuhan untuk desinfeksi misalnya baki instrumen, ujung alat three way syringe,
alat penghisap saliva/darah, tombol-tombol pada unit gigi, pegangan lampu, ujung
alat untuk menyinari tumpatan gigi, sandaran kepala, dan lain-lain dengan bib,
plastik atau aluminium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit infeksi bagi tekniker gigi, hasil
cetakan gigi atau stone casts, harus dicuci dengan air mengalir untuk
membersihkannya dari saliva, debris dan darah kemudian direndam dalam
desinfektan atau disemprot dengan disinfektan sebelum dikirim ke laboratorium,
begitu pula prostesis sebelum dipasang dalam mulut pasien harus didisinfeksi
terlebih dulu dengan desinfektan yang sesuai dengan bahan dari protesa tersebut.
(1) Menurut Merchant dan Mollinari, bahan disinfektan yang paling baik untuk
prostesis adalah iodophors selama 10 menit. (3)

Kesimpulan dan Saran


Tujuan utama dari tindakan pencegahan penyebaran penyakit infeksi adalah untuk
mengurangi resiko kontak dengan mikroorganisme patogen dan menciptakan

lingkungan kerja yang aman, baik untuk pasien maupun untuk orang-orang yang
bekerja dalam bidang kedokteran gigi.
Riwayat kesehatan pasien atau pemeriksaan fisik saja tidak dapat mengidentifikasi
pasien yang menderita penyakit infeksi, dimana individu yang kelihatan sehat
bahkan hasil pemeriksaan laboratoriumnya menunjukkan hasil negatif. Oleh karena
itu semua pasien yang datang harus dianggap memiliki mikroorganisme patogen dan
semua tindakan pencegahan penyebaran penyakit infeksi harus dilakukan.

Daftar Pustaka
1. Nisengard RJ, Newman MG. Oral microbiology and immunology, 2nd ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Co; 1994. p.402-23.
2. Samanarayake LP. Essential microbiology for dentistry. New York. Churchill
Livingstone; 1996. p.317-35.
3. Cottone JA, Terezhalmy GT, Molinari JA. Practical infection control in dentistry.
Philadelphia: Lea & Febriger; 1991. p.189-96.
4. Inglis TJ. Microbiology and infection. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.446.
5. Torres HO, Ehrlich A. Modern dental assisting, 5th Ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company; 1995. p.219-41.
6. Cottone JA. The global challenge of hepatitis B: Implications for dental personel. J
Am Dent Assoc 1991; 130: 509-20.
7. Molinari JA. Dental infection control at the year 2000: accomplishment
recoqnized. J Am Dent Assoc 1999; 130: 1291-8.
8. Vignarajah S, Eastmond VH, Ashraph A, Rashad M. An assessment of crossinfection control procedures among English-speaking Caribean general dental
practitioners. A regional preliminary study. Int Dent J 1998; 48: 67-76.
9. Meiller TF, depaola LG, Kelly JI, Baqui AAMA, Turng BF, Falker WA. Dental
waterlines: biofilms, desinfection and recurrence. J Am Dent Assoc 1999; 130: 6272.
10. Pankhurst CL, Johnson NW, Woods RG. Microbial contamination of dental unit
waterlines. The scientific argument. Int Dent J 1998; 48: 359-68.
11. Gillcrist JA. Hepatitis viruses A, B, C, D, E, and G: Implications for dental
personnel. J Am Dent Assoc 1999; 130: 509-20.

http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?
option=com_content&task=view&id=577&Itemid=1&limit=1&limitstart=0

Anda mungkin juga menyukai