teknik
terapi
telah
digunakan
termasuk
kuretase
subgingiva,
gingivektomi, modified Widman flap, dan full or split thickness flap procedure dengan atau
tanpa rekonturing tulang. Pendekatan bedah yang terbaik masih menjadi kontroversi, namun
hasil dari uji klinis secara longitudinal telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan pada
masing-masing teknik.
Lebih dari 30 tahun sejak penelitian pertama tentang pengobatan penyakit
periodontal, sebelumnya pemilihan pengobatan periodontal hanya sebatas pemikiran deduksi
dan observasi empiris.Ramfjord et.al.kemudian bermaksud merubah pengobatan periodontal
menjadi pengobatan yang berdasarkan penelitian ilmiah.
Penelitian
penelitian
longitudinal
yang
membandingkan
pengobatan
bedah
Penelitian yang dilakukan Goteborg memiliki desain yang sedikit berbeda dengan
yang dilakukan di Michigan dan memiliki hasil yang berbeda. Lindhe dan Nyman
berhipotesis sekalipun kasus lanjut dari periodontitis dapat diobati jika plak control yang
optimal dapat dicapai. Hal ini menunjukkan pasien yang tidak dapat mengontrol plaknya
tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
Teknik bedah yang dites adalah gingivektomi, modified Widman flap dengan atau
tanpa rekonturing oseus, dan flap kearah apical dengan atau tanpa rekonturing oseus. Seluruh
teknik terhambat oleh loss of attachment, namun attachment terbaik didapat saat reseksi
oseus dihindari dan jaringan lunak dijahit agar menutupi seluruh tulang alveolar. Tidak
terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa plak dapat mengakibatkan periodontitis, namun
penelitan tersebut memberikan hasil bahwa jaringan yang bersih dari plak tidak
mengakibatkan progresivitas penyakit.
Goteborg kemudian melakukan penelitian yang terbatas untuk membandingkan
skeling dan root planning dengan modified Widman flap. Penelitian tersebut menunjukkan
level attachment yang berubah dan terdapat penurunan kedalaman probing. Kedalaman
probing kritis untuk skeling dan root planning serta modified Widman flap telah
teridentifikasi. Nilai diatas kedalaman probing kritis memberikan respon dengan terdapatnya
perlekatan, sedangkan nilai di bawahnya memberikan hasil hilangnya perlekatan.Kedalaman
probing kritis adalah 2.9 mm untuk skeling dan root planning, lalu 4.2 mm untuk modified
Widman flap. Hal ini memperbaiki konsep bahwa respon perawatan yang besar bergantung
dari kedalaman probing dan menunjukkan : 1) respon tersebutbersifat spesifik pada
perawatan. 2) titik yang presisi pada perlekatan.
Penelitian yang dilakukan di Minnesota berfokus padaperbandingan skeling dan root
planning serta modified Widman flap. Penelitian yang dilakukan selama 6.5 tahun, perbedaan
kecil pada perlekatan diantara kedua treatment tersebut telah ditemukan.Terdapat pula
perbedaan minimal pada kedua treatment tersebut berupa data tingkat perlekatan dan
kehilangan gigi untuk molar dan non molar. Penelitian Aarhus membandingkan posisi flap
kea rah apical pada modified Widman flap dan skeling dan root planning. Perbedaan kecil
ditemukan kembali pada kedua jenis treatment tersebut.Bak Minesota dan Aarhus telah
dirancang dan dihasilkan untuk mengonfirmasi penemuan yang telah dilakukan di Michigan
dan Goteborg.
Penelitian di Washington memiliki keunikan tersendiri yaitu secara khusus
mendefinisikan bedah oseus sebagai desain untuk membangun positive,scalloped
architecture. Flap yang diposisikan ke apical tanpa rekonturing oseus disebut yang flap
kuretase dibandingkan dengan flap yang diposisikan ke apical dengan rekonturing oseus.
Oseus rekonturing menghasilkan lebih attachment loss, dan berkurang kedalaman probing
dibanding flap kuretase.
Penelitian di Tucson berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, mereka
melakukan percobaanynya di tempat praktek pribadi daripada di universitas. Becker et al.
membandingkan skeling dan root planning, dan modified Widman flap.
Penelitian di Nebraska merupakan penelitian terbaru yang bersifat jangka
panjang.Pertama-tama termasuk grup skeling koronal.Kedua, respon furkasi dianalisis
menggunakan horizontal attachment data.Lokasi yang diterapi menggunakan bedah tulang
menghasilkan insidensi rekurensi yang paling minimal.Ketiga, lokasi dinilai dengan post
surgical probing depth tidak hanya initial probing depth. Sehingga efek terapi kemudian
dievaluasi berdasarkan kedalaman probing selama terapi.Insidensi breaking down meningkat
sejalan dengan meningkatnya kedalaman probing pasca bedah.Keempat, insidensi pertahun
pada lokasi breaking down telah diketahui. Tingkat rekurensi paling besar terjadi pada
alokasi yang diterapi dengan skeling dan root planning yang memiliki kemiripan dengan
modified Widman flap, dan rekurensi paling kecil terjadi pada lokasi yang diterapi bedah
oseus. Efek dari merokok pada keberhasilan terapi telah diperiksa dan ditemukan pengaruh
yang besar pada rekurensi penyakit. Sehingga perokok dapat merespon dengan adanya terapi,
namun efek terapi tidak terlalu besar, dan tingkat rekurensinya tinggi dibanding bukan
perokok
millimeter. Karena sebagian besar studi longitudinal 5 tahun atau kurang, dan semuanya
kurang dari 10 tahun lamanya, hal ini menunjukkan bahwa terbatasnya tingkat perkembangan
yang sebenarnya terjadi membuat sulit untuk menemukan perbedaan antar perawatan dengan
menggunakan nilai rata-rata.
Jeffcoat & Reddy menunjukkan bahwa resolusi instrumen probing dapat memiliki
pengaruh besar pada interpretasi tingkat perkembangan periodontitis Menggunakan Alabama
cementoenamel Junction Probe, dengan resolusi 0,1 mm, mereka menemukan bahwa tipe
yang sering terjadi adalah perkembangan yang terus-menerus, sementara menggunakan probe
manual, dengan resolusi 1 mm, perkembangan tampak dalam semburan episodik
periodontitis. Resolusi yang lebih tinggi dari instrumen akan memberikan data yang lebih
baik untuk perbandingan efek perawatan.
Penggunaan full mouth means merupakan metode yang penting dalam menganalisis
data. Hal ini merupakan cara yang sangat baik untuk menunjukkan kecenderungan dan efek
pasien. Full mouth means juga dapat mengaburkan penting efek lokasi individu. Frekuensi
data, kejadian (rate) kekambuhan dan tingkat perkembangan penyakit merupakan metode
analisis yang akan mengidentifikasi efek khusus lokasi. Dengan demikian, ada perbedaan
yang jelas antara data berbasis-pasien dan berbasis lokasi, dan kedua jenis analisis yang
diperlukan untuk menjelaskan hasil perawatan yang sebenarnya.Banyak studi longitudinal
telah gagal untuk menggunakan kedua bentuk analisis sehingga banyak pertanyaan yang
belum terjawab.
Machtei et al. melaporkan kecepatan perkembangan periodontitis yang tidak dirawat
selama lebih dari 9 bulan lebih besar pada poket yang dalam daripada yang dangkal.
Penelitian ini menggunakan 12 batas individual perkembangan untuk setiap pasien
berdasarkan kedalaman probing, jenis gigi, dan lokasi probing bukal atau lingual.Analisis
data yang canggih digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai
tingkat kecepatan perkembangan periodontitis pada setiap lokasi karena karena batas
individual memungkinkan pilihan yang lebih akurat dari perkembangan lokasi untuk
penelitian.
Temuan awal penelitian longitudinal, menggunakan full mouth means, bahwa ada
sedikit perbedaan antara perawatan apakah bedah atau non-bedah, yaitu scaling dan root
planning. Karena rancangan penelitian telah berkembang dan metode analisis data menjadi
lebih canggih gambaran yang berbeda mungkin muncul.Kedalaman probing yang lebih
dangkal dapat memperoleh penekanan terapi yang lebih besar karena penurunan insidensi
kerusakan periodontal.
Awalnya pilihan hasil variabel primer untuk studi longitudinal berarti tingkat
perlekatan.Tiga puluh tahun kemudian pilihan hasil variabel primer berubah.Penelitian
selanjutnya sebaiknya menyertakan data frekuensi untuk membantu membedakan efek lokasi
individu, tingkat kekambuhan pertahun dan kumulatif diperlukan untuk membedakan antara
perawatan, dan laju perkembangan penyakit pada situs individu diperlukan untuk
menganalisis lebih lanjut hasil pengobatan.Instrumentasi dengan resolusi yang lebih tinggi
diperlukan
untuk
memberikan
teknik
yang
lebih
baik
untuk
mengukur
nilai
mempermudah
perawatan
pemeliharaan
dan
mengurangi
kejadian
kambuh
dibutuhkan untuk mengontrol kecemasan dan profilaksis endocardhitis harus diresepkan jika
dibutuhkan.
Instruksi postoperative yang sesuai harus diberikan untuk pasien termasuk penjelasan
mengenai: 1) ketidaknyamanan dan komplikasi yang mungkin terjadi; 2) semua obat-obatan
yag diberikan, khususnya analgesik dan antibiotic; 3) modifikasi pola makan termasuk
menghindari makanan dan minuman yang panas dan pedas; 4) mengurangi rokok, khususnya
saat masa penyembuhan; 5) instruksi di rumah; dan 6) no telpon jika terjadi kejadian yang
tidak diinginkan atau jika ada pertanyaan. Diskusi singkat mengenai penatalaksanaan post
bedahterdapat pada Tabel 3.
Setelah hari 1: rasa sakit, bengkak, perdarahan seharusnya berkurang atau sudah
berhenti
gigi
umum
memiliki
peran
penting
dalam
diagnosa
dan
terapi
perawatan bedah umumnya tepat dilakukan dalam praktik. Banyak praktisi bedah umumnya
membatasi perawatan bedah ke daerah di mana hilangnya tulang horizontal dengan
kedalaman probing kurang dari 5mm. Kerusakan tulang vertikal dan keterlibatan furkasi
kelas II atau lebih sering dirujuk ke periodontist karena beragam pilihan pengobatan dan
kesulitan yang terkait dengan beberapa prosedur bedah digunakan untuk mengobati kondisi
ini. Distal wedges, khususnya pada distal molar kedua sering dirujuk dengan alasan yang
sama. Teknik-teknik bedah berikut ini tepat digunakan di praktik umum:
Gingivektomi
Prosedur ini digunakan untuk memotong poket suprabony jika terdapat cukup
perlekatan gingiva, untuk mengurangi pertumbuhan gingiva berlebih/ hyperplasia, dan untuk
estetik crown lengthening pada situasi tertentu. Umumnya prosedur ini tidak boleh digunakan
ketika: (1) poket infrabony/terdapat kerusakan; (2) bedah tulang diperlukan; (3) perlekatan
gingiva tidak memadai; (4) mengganggu perlekatan otot; dan (5) panjang mahkota klinis akan
berkompromi estetika.
Gambar 2. Flap modifikasi Widman digunakan untuk mengurangi poket periodontal sekitar
gigi
Open flap debridement
Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyediakan akses root debridement, mencapai
pengurangan poket, dan membiarkan maksimum flap mencakup perangkat yang digunakan
atau prosedur regenerative. Insisi sulkular digunakan sebagai pengganti insisi bevel terbalik.
Flap yang diposisikan ke apikal tanpa rekonturing oseus
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk mengurangi poket dengan mereposisi apikal
flap, menyediakan akses untuk preparasi akar, dan mempertahankan atau meningkatkan
daerah perlekatangingiva. Digunakan insisi bevel terbalik.
Crown lengthening
Bedah crown lengthening adalah prosedur yang tepat untuk: 1) memfasilitasi
penghilangan karies; 2) menyediakan retensi restoratif tambahan; 3) menetapkan biological
width; 4) meningkatkan estetik dalam kasus perubahan erupsi pasif. Prosedur ini hanya
dianggap ketika akar yang tersisa didukung oleh jaringan periodontal yang sehat dan pasca
operasi ratio mahkota/akar menguntungkan.
Gambar 3. Prosedur crown lengthening digunakan untuk menetapkan biological width dan
meningkatkan retensi untuk fraktur gigi
Komplikasi Pascaoperasi
Risiko operasi termasuk rasa sakit, bengkak, kehilangan darah, reaksi terhadap obatobatan, dan infeksi. Potensi risiko lainnya termasuk sensitifitas akar, pengelupasan flap,
resorpsi akar atau ankilosis, kehilangan puncak alveolar, perforasi flap, pembentukan abses,
dan kontur gingiva yang tidak teratur. Insiden komplikasi ini rendah (1%) seperti yang
dilaporkan oleh Kemas & Haber (46). Mereka menemukan hanya terdapat 8 infeksi pada 884
operasi yang dilakukan tanpa antibiotik, sementara 1 infeksi tercatat pada 43 operasi dengan
cakupan antibiotik. Curtis et al. juga membandingkan insiden dan keparahan dari komplikasi
pasca operasi dan rasa sakit di antara bedah flap, bedah tulang dan bedah mukogingival (9).
Mereka melaporkan hanya 5,5% dari 304 kasus yang mengalami sakit sedang hingga parah.
Selain itu, mereka menunjukkan bahwa operasi tulang adalah tiga kali lebih mungkin
menyebabkan perdarahan, infeksi, bengkak atau perubahan jaringan yang merugikan
daripada operasi mukogingival. Operasi mukogingival adalah 3,5 kali lebih mungkin
menyebabkan nyeri daripada operasi tulang dan enam kali lebih mungkin dibandingkan
operasi jaringan lunak. Jika komplikasi pasca operasi terjadiharus ditanganidengan
pengobatan yang tepat dan sesuai, yang mencakup kontrol perdarahan, analgesik yang
memadai atau antibiotik.
JURNAL PERIODONSIA
Disusun oleh:
Choirunisa K Maulida
160112130526
160112130527
Tiara Sahayani
160112130528
Pembimbing:
Agus Susanto, drg., Sp. Perio., M.Kes
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2014