Refrat Insomnia
Refrat Insomnia
PENDAHULUAN
Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya.
Tidur terdiri dari dua tipe yaitu tidur gelombang-lambat (tidur NREM yang terdiri
dari 4 stage) dan tidur dengan pergerakan mata yang cepat (tidur REM). Gangguan
tidur ataupun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak diderita oleh banyak
orang. Gangguan ini paling tidak pernah diderita oleh seseorang paling tidak sekali
dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang hidupnya dan hal
yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang. Seseorang yang
terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam-macam gangguan seperti
hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa mengantuk dan
gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan darah menjadi
tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya penyakit-penyakit
tertentu yang bersifat kronis.
Insomnia atau kesulitan tidur atau gangguan dalam tidur sebenarnya bukan
suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab,
seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur
sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul
bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau
ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga
berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan
pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering
membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak cukup tidur.1
Insomnia atau gangguan tidur terjadi pada hampir 30-50% dari seluruh
populasi didunia. Dari kesemuanya itu sekitar 10% mengalami insomnia kronis, yaitu
gangguan tidur yang terjadi sudah lama pada seseorang selama kurang lebih 3
minggu lebih
Insomnia kebanyakkan terjadi pada usia dewasa dan semakin meningkat frekuensinya
seiring bertambahnya usia dan terjadi kebanyakkan pada wanita dibanding pria.
Anak-anakpun dapat terjadi insomnia namun kebanyakkan insomnia yang terjadi
pada anak-anak banyak disebabkan oleh factor organic ketimbang orang dewasa yang
lebih banyak disebabkan oleh factor anorganik.1, 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang
lainnya. Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai
tidur yang snagat dalam. Para peneliti membagi tidur menjadi dua tipe yaitu tidur
gelombang-lambat (tidur NREM) dan tidur dengan pergerakan mata yang cepat (tidur
REM).
a. Tidur Gelombang Lambat (tidur NREM)
Pada tahap ini gelombang otak sangat kuat dan frekuensi nya sangat rendah.
Selain itu terjadi penurunan tonus pembuluh darah perifer dan fungsi-fungsi
vegetative tubuh lainnya. Contoh, tekanan darah, frekuensi pernapasandan kecepatan
metabolisme basal akan berkurang 10-30%.
Tidur gelomang lambat sering disebut dengan tidur tanpa mimpi, namun
sebenarnya tidur pada tahap ini sering timbul mimpi dan bahkan mimpi buruk.
Namun mimpi pada tahap ini sulit untuk diingat karena tidak terjadi konsolidasi
mimpi dalam ingatan.
Tidur fase ini dibagi menjadi 4 stage, yaitu
Stage 1
Stage ini merupakan transisi dari keadaan siaga menjadi tidur yang terjadi
selama 5-10 menin. Stage ini ditandai dengan mata mulai tertutup, gelombang
otak menjadi lemah (amplitude gelombang alfa dan beta 8-12 Hz, gelombang
tetha 3-7 Hz), bersamaan dengan gerakan mata yang lambat dan dapat terjadi
klonus otot.
Stage 2
Karakteristik stage ini adalah retakan pendek dari gelombang otak yang
berfrakuensi cepat (12-15 Hz sleep spindles) dan K-complexes (gelombang
bifasik dengan amplitudo yang besar). Pada stage ini gelombang otak makin
lemah, gerakan bola mata berhenti, relaksasi otot-otot, denyut jantung
Tidur REM biasanya disertai mimpi yang aktif dan pergerakan tubuh yang
aktif.
Seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur
gelombang lambat, namun dapat terbangun secara spontan di pagi hari saat
tidur REM
Tonus otot di seluruh tubuh berkurang, dan ini menunjukkan hambatan yang
yang cepat.
Pada tidur REM, otak menjadi sangat aktif dan metabolisme di seluruh otak
meningkat sebanyak 20%. Pada EEG terlihat gelombang otak yang serupa
dengan gelombang otak saat siaga. Tidur tioe ini disebut juga tidur
paradoksikal karena hal ini bersifat paradox, yaitu seseorang dapat tetap
tertidur walaupun aktifitas otaknya meningkat.
Tabel 1. Perbedaan dari keadaan siaga, tidur NREM dan tidur REM.
Awake
NREM Sleep
Stage 1
REM sleep
Stage 2
Mixed
frequency
with
theta
waves 312
Hz
Sleep spindles
1214 Hz and
high
amplitude Kcomplexes
Stage
4
Delta
waves
> 50%
Stage
3
Delta
waves
0.52
Hz
(20
50%)
low
EOG
Rare
Rare
EEG
Beta rhythm
16-25 Hz
Move
gaze
Rare
low
Desynchronized
low amplitude
mixed
frequency
Absent except
small
muscle
twitches
in
phasic
REM sleep
Bursts of REM
in phasic
REM sleep
dan di medulla oblongata. Ujung serabut nuklei rafe menyekresi serotonin yang
berfungsi sebagai neurotransmitter yang dihubungkan dengan timbulnya tidur.
Perangsanga beberapa area di nucleus traktus solitaries juga dapat
menimbulkan tidur. Nukleus ini merupakan daerah terminal di medulla dan pons yang
dilewati oleh sinyal sensorik visceral yang masuk melalui nervus vagus dan nervus
glossofaringeus.
Perangsangan beberapa region pada diensefalik juga dapat menyebabkan
tidur. Daerah itu meliputi bagian rostral hipotalamus, terutama area suprakiasma dan
suatu area yang terkadang dijumpai di nukleus difus thalamus.
2.1.2
efek pada sistem saraf dan efek pada sistem fungsional tubuh. Keadaan siaga yang
berkepanjangan sering dihubungkan dengan gangguan proses berpikir (kelambanan
dalam berpikir) dan gangguan perilaku (mudah tersinggung bahkan psikotik).
Sehingga tidur dianggap sebagai pemulihan tingkat aktifitas normal dan
keseimbangan normal diantara berbagai sistem saraf pusat. Fungsi fisiologis yang
spesifik dari tidur masih manjadi misteri
2.2 Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif
yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan
atau gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of
Diseases
mendefinisikan
Insomnia
sebagai
kesulitan
memulai
atau
insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa
tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan
dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur
walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit,
tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan
emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat
mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan,
kinerja dan kualitas hidup.
2.2.1 Epidemiologi
Jajak Pendapat Tidur di Amerika yang dilakukan oleh National Sleep
Foundations pada tahun 2002, menunjukkan 58% dari orang dewasa di AS
mengalami gejala insomnia pada beberapa malam dalam seminggu atau lebih.
Meskipun insomnia merupakan masalah tidur yang paling umum di antara
sekitar setengah orang dewasa yang lebih tua (48%), mereka cenderung sering
mengalami gejala insomnia dari pada rekan-rekan muda mereka (45% vs 62%) dan
gejalanya lebih cenderung berhubungan dengan kondisi medis.3
Antara wanita dan pria ternyata insomnia banyak terjadi pada wanita daripada
pria. Satu alasan yang mempengaruhi hal ini adalah adanya perubahan hormone pada
siklus haid yang mempengaruhi siklus tidur. Selama perimenopause seorang wanita
dapat mengalami gangguan dalam tidur dan kesulitan dalam tidur. Seorang wanita
tersebut dapat mengalami rasa panas pada wajah dan dapat mengalami keringat
malam yang dapat mengganggu tidur seorang wanita. Selama kehamilan seorang
wanita dapat mengalami perubahan hormone, fisik dan emosional yang dapat
mengganggu tidur seorang wanita. Wanita hamil terutama pada trimester ketiga dapat
menyebabkan rasa tidak enak, keram pada kaki dan sering pergi ke kamar mandi
yang semuanya itu dapat menyebabkan gangguan tidur..
3.2.2
Patofisiologi Insomnia
Etiologi dan patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara pasti tetapi
O2 persatuan
waktu ternyata lebih tinggi pada pasien insomnia dibandingkan pada orang normal.
Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan peningkatan frekuensi gelombang
beta pada EEG selama tidur NREM. Aktivitas gelombang beta dikaitkan dengan
aktivitas gelombang otak selama terjaga. Penurunan dorongan tidur pada pasien
insomnia
dikaitkan
dengan
penurunan
aktivitas
gelombang
delta.
Data
tentang
menunjukkan
terjaga, hal inilah yang menyebabkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien
baik pada saat terjaga maupun tidur.
10
Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi
peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas metabolik
di kortek orbita frontal dan mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal ini juga
mendukung hipotesis
mengenai
pasien insomnia primer, selama tidur NREM terjadi hipoperfusi diberbagai tempat
yang paling jelas pada basal
Klasifikasi Insomnia
Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau
susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi
penyebab dari jenis insomnia primer ini.
Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi
medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu
masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10
orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat
disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit
tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol.
Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.
11
Organik
Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti
mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia disini
adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah
menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
1.
2.
3.
4.
Acute insomnia
Psychophysiologic insomnia
Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
Idiopathic insomnia
Insomnia due to mental disorder
Inadequate sleep hygiene
Behavioral insomnia of childhood
Insomnia due to drug or substance
12
stress
situasional
akibat
lingkungan
kerja
baru,
dan
lain-
Riwayat medis.
Aktivitas fisik
Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan
pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian
kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda
selama 2 minggu.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu
permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah
juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa
menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan
dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi,
gerakan mata, dan gerakan tubuh.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ
pekerjaan
Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan
di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan
penyesuaian (F43.2)
3.2.5 Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini
umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita
insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
-
Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran
yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka
15
1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton
televisi, makan atau bekerja.
2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20
menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat
tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang membuat
santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali
ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat
tidur, kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang
dilakukan sampat seseorang dapat tidur.
3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa
lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal
tidur-bangun (kontrol waktu).
4. Tidur siang harus dihindari.
b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
16
2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
17
18
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining Anti-Insomnia,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long
acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.
Pengaturan Dosis
Lama Pemberian
19
Efek Samping : Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi
disinhibiting effect yang menyebabkan rage reaction
Interaksi obat
respiratory failure
Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal
enzyme atau produce protein binding displacement sehingga jarang
Perhatian Khusus:
Kontraindikasi :
- Sleep apneu syndrome
- Congestive Heart Failure
- Chronic Respiratory Disease
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan
teratogenic
effect
20
(e.g.cleft-palate
abnormalities)
2.2.6 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
21
2.2.7 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan
lain seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
BAB III
KESIMPULAN
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A. C. dan Hall J. E. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC.
Jakarta.
http//www.wikipedia.org./wiki/insomnia. Epidemiologi of Insomnia. Diakses tanggal
6.08-2010 jam 12.43
Insomnia.
(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternati
ve-medicine Diakses tanggal 25 Oktober 2013)
Iskandar Y. 1985. Insomnia dan Depresi Dalam: Psikiatri Biologik Vol. II, ed.
Yul Iskandar dan R. Kusumanto Setyonegoro, Yayasan Dharma Graha,
Jakarta.
Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I
Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
Kryger, meir dan Zee, Phyllis. 2006. Sleep-Eake Cycle: Its Physiology and Impact on
Health. National Sleep Foundation. Washington, DC.
Marjdono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi ke-11. Dian Rakyat:Jakarta ;
1988 ; P. 183-92
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Moynihan SH, Marks J. Insomnia, Management in Good Medical Practice,
Editiones, Roche, Basle, 1988.
Schenck,Carlos H. Mahowald,Mark.Sack,Robert.2003.Assesment and Management
of Insomnia. JAMA Vol 289.
Schupp, M., dan Hanning, C. D. 2003. Physiology of sleep. British Journal of
Anaesthesia CEPD Reviews Volume 3 Number 3.
24
Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Ed 6. Jakarta: EGC
25