Material Rev
Material Rev
PENDAHULUAN
Pada
BAB II
STRUKTUR ATOM DAN IKATAN ANTAR ATOM
Gambar 2.
Struktur atom
26
56 55.847
(1s)2
(2s)2
(2p)6
Ne : (1s)2(2S)2 (2p)6
Cl : (1s)2 (2s)2 (2p)6 (3s)2 (3p) -1
(2p)6 (3s)2(3p)6
(3s)-1
Ar : (1s)2 (2s)2
Ikatan Kovalen
Ikatan ini terjadi antar atom sejenis karena pemakaian
bersama dari elektron-elektron valensi oleh dua buah inti.
Pemilikan elektron bersama ini ditujukan agar jumlah elektron
pada lintasan terluar dapat terpenuhi. Yang menjadi dasar dari
ikatan ini adalah model gas mulia. Seperti diketahui gas mulia
tidak mau bereaksi dengan unsur lain. Sifat ini menunjukkan
adanya kestabilan di dalam struktur atomnya. Gas-gas ini kecuali
gas He mempunyai 8 elektron pada lintasan terluarnya. Dari sini
dapat dilihat bahwa atom-atom yang jumlah elektron pada
lintasan terluarnya yang juga disebut elektron valensi kurang dari
8, akan berusaha menarik elektron yang dimiliki oleh atom
tetangganya yang juga memerlukan tambahan elektron. Ikatan ini
biasanya terjadi pada unsur dengan elektron valensi dari 4
sampai 7. Juga pada beberapa senyawa seperti CH4 dan NH3.
Contoh :
Ikatan Logam
Terjadi pada unsur-unsur Gol IIB, IVB, VB dan seterusnya.
Adalah unsur-unsur susunan transisi yang berupa logam.
Mempunyai 3d yang belum terisi penuh, sedangkan 4s sudah
Gambar 3 Gaya
pengikat atom
10
BAB III
STRUKTUR KRISTAL
11
12
Gambar 4 Set
satuan dengan
koordinat x,y,z
13
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Sel satuan BCC,(b) tumpukan BCC
14
15
16
= 6 atom
menyentuhnya
= 0,74
(bilangan
dimana ;
17
18
19
20
21
d(h,k,l) =
a
h 2 k 2 l 2
22
23
Gambar 11.
Pola pantulan sinar x
BAB IV KETIDAK
SEMPURNAAN
KRISTAL
24
25
26
27
28
29
30
31
BAB V
SIFAT MEKANIK LOGAM
Pada bab V ini akan dibahas mengenai sifat mekanik
logam. Seperti yang diketahu selain dari sifat mekanik,
logam memiliki beberapa jenis sifat lain seperti sifat fisik,
sifat kimia, dan sifat teknologi. Namun dalam bab ini lebih
banyak dibahas mengenai sifat mekanik. Sifat mekanik loam
dapat berupa kekuatan, kekerasan, ketangguhan, keuletan,
32
33
34
Lo. P
Ao
L = perpanjangan
C = konstanta
Lo = Panjang awal
P = beban
Ao = Penampang awal
35
Dimana :
Tegangan(stress) :
adalah beban persatuan luas penampang
= P/Ao [ N/mm2] atau kgf/mm2
sering disebut engineering stress atau
tegangan teknik
Ao adalah luas penampang awal yang merupakan
konstanta
e = regangan (strain) adalah perpanjangan persatuan
panjang dan sering disebut engineering strain atau regangan
teknik e = A L/Lo (%) atau mm/mm
Lo = panjang ukur awal yang merupakan konstanta
Maka diagram tarik di atas dalam besaran dan e yang
bentuknya tetap sedangkan absis dan ordinatnya adalah dan e.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20 di bawah ini.
(MPa)
36
Gamb
ar 20
Kurva
-e
p =
37
38
39
L1 Lo
Lo
L 2 L1
L1
L 3 L 2
L2
....
Li
Li
40
Persamaan Paris s = k. n
dimana ;
k =
tegangan pada = 1 =
koefisien kekuatan
n = koefisien pengerasan
regangan
n = 0,54 (cu lunak), 0,10(baja 0,6%),
0,26(baja lunak)
41
e,
Dimana :
42
s = k. n ,
n log
Gambar
23
kurva log s- log
43
44
Gambar 25
Pengujian lentur
ML = p/2. L2 = 2
Fx. x = 2
a. dx. x
dimana
dA = a.
dx,
x/x = m/ 1 / 2 b
= 2a
x 2 . dx
= 4 a/b m.
1l3 x 3 l 1 / 2 b
= 1 /6. ab2. m
m = 6 Mb/ab2
45
jadi :
Gambar 26
Pengujian Torsi
Mt = .r.dA
= .r.2r.dr
= r/ R . maks
= r/R . maks.2r2.dr
= 2 maks/R r3.dr
= 2 R maks/4R)(R4)
= 2 maks/4)(R3),
D = 2 R Mt = (n/ 16)
3
maks. D
maks = 16 Mt/ D4 Untuk silinder massif/pejal
46
47
48
Gambar 28 kurva
tegangan-siklus
49
Dimana :
E = tegangan endurance = ketahanan fatigue
u = Teg a n g a n m a k s i m u m
Gam
bar
29
kuva
S-N
50
= f (t)
Gam
bar
30.Uj
i
creep
51
Gambar 31 kurva t
Tegangan yang menghasilkan laju creep 0.00001% perjam
atau 1 % per 10000 jam atau 1 % per 100000 jam dapat disebut
kekuatan mulur (creep). Yang pertama dipakai untuk material
motor jet sedangkan yang kedua dipakai untuk material turbin
uap.
Pengujian stress rupture adalah pengujian creep yang dilakukan
pada temperatur tinggi hingga patah, sehingga dengan temperatur
tinggi laju creepnya tinggi.
52
53
54
- Vickers
- Micro hardness test
- Meyer
Metode dengan goresan : metode ini dahulu menggunakan skala
Mohs sebagai indikator kekerasan. Dimana skala 1 s/d 10
digunakan untuk angka kekerasan material yang paling lunak
yaitu talk/powder dengan skala 1 hingga intan dengan skala 10.
Metode ini sangat kuantitatif sekali.
Metode dinamik : Terkenal dengan metode Shore Scleroscope,
yaitu metode dengan pantulan bola baja (rebound) ke
permukaan benda uji.
55
Metode Brinell :
P
D
Gambar 34 Pengujian Brinnel
BHN = P/A [kgf/mm 2]
Luas bidang penekanan = A = x D x h
h = D/2- X
56
( D2 ) 2 ( d2 ) 2
Luas A = D / 2 (D- D 2 d 2 )
BHN =
P
D
( D
2
D 2 d 2
57
Gambar 35 Uji
Rockwell
Beban (kgf)
Warna skala
100
150
Merah
Hitam
Intan
60
Hitam
Intan
Bola baj a 1/8 inch
Bola baja 1/16 inch
Bola baja 1/16 inch
Bola baja 1/8 inch
Bola baja 1/8 inch
100
100
60
150
60
150
Hitam
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah
58
L
M
P
R
S
V
60
100
150
60
100
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah
150
Merah
Metode Vickers :
Metode ini menggunakan indentor pyramid intan yang
dipasang pada suatu alat uji Vickers. Metode ini cukup teliti
namun kurang efisien. Ada juga metode mikro Vickers dengan
beban kurang dari 10 kgf. Untuk makro Vickers beban yang
digunakan bervariasi mulai dari 10,30,50,100,dan 120 kgf.
Gambar 35.
Pengujian Vickers
59
d2
2 sin 68o
mm2
P
d2
[ kg f/mm2]
d = diameter rata-rata
Gambar 36
Pengujian kekerasan
60
dimana :
Meyers law
Pm =
P
r2
4dP2
P = k. dn
P = beban (kgf)
d = diameter
n = eksponen Meyer
k = konstanta kekuatan
61
BAB VI
DISLOKASI DAN MEKANISME PENGUATAN
62
63
64
65
Gambar 39
Penguatan batas
butir
66
VI. 3 Penguatan
strengthening)
Larutan
Padat
(solid
solution
67
68
69
70
71
BAB VII
DIFFUSI
72
73
74
dimana ;
dan
dC
dx
C
x
CA CB
XA XB
75
Gambar 45 diffusi
keadaan stedi
76
BAB VIII
DIAGRAM FASA
KESETIMBANGAN
F = derajat kebebasan
77
C = banyaknya komponen
= banyaknya fasa pada system
yang berada dalam Kesetimbangan.
Suatu fasa adalah suatu bagian dari system yang secara fisik
berbeda dan memiliki sifat mekanik dan kimia yang homogen.
Beberapa tingkat keadaan keadaan dari suatu zat seperti gas, cair dan
padat membentuk fasa yang berbeda. Gas dan cair selalu membentuk
fasa tunggal, tetapi pada fasa padat memungkinkan komposisikomposisi kimia dan kristal-kristal yang berbeda. Hal tersebut
menyebabkan keadaan padat dari logam terdiri dari beberapa fasa.
Bahkan untuk komposisi yang sama tetapi struktur kristalnya berbeda
menghasilkan fasa yang berbeda pula.
Komponen dari suatu system dapat berupa unsure, ion atau
senyawa. Dalam system es-air-uap komponenya adalah H20. Dalam
system Cu-Ni, komponenya adalah Cu dan Ni. Tetapi dalam system
A1203-Cr203 kedua oksida tersebut merupakan komponen. Dalam
system Fe-C, besi dan grafit adalah komponen, tetapi untuk
memudahkan menganalisa kadang-kadang dipilih sebagai komponen
adalah Fe dan Fe3C.
Variabel dari suatu system adalah temperatur T dan tekanan
P. Sedangkan derajat kebebasan dari suatu system tidak mungkin lebih
kecil dari 0,
vtl1-1
dan ini berarti jumlah fasa dalam suatu system yang berada
dalam kesetimbangan senantiasa terbatas.
Diagram fasa dikelompokan berdasarkan jumlah
komponennya. Komponen tunggal membentuk diagram uner,
dua komponen membentuk diagram biner, sedangkan tiga
komponen membentuk diagram terner dan quarterner, dan
seterusnya.
Sistem Komponen tunggal
Pada system komponen tunggal tidak terdapat variabel
komposisi. Variabel yang ada hanyalah temperatur dan tekanan.
Seperti pada Gambar VIIL l . Tekanan di plot sebagai absis
78
79
80
A
B
Gambar VIIL4 Diagram fasa yang tidak larut Dalam keadaan
padat
81
82
= x + y = 100
83
__________> a + 0
84
+ (3 ----------- :..
Gambar
VIIL8 Reaksi
fasa eutektik
Reaksi fasa eutektik dimana
L tahap II setelah titik 4
a + R terjadi pada titik 4 dan terjadi pada
Tahap I (sebelum titik 4) :
85
% a (proeutektik)
~o Zo x 100 % = 75 % %
Cair = 100 % - 75 % = 25%
Tahap 11 (setelah titik 4) :
% a' (eutektik)
=
Ao
Zo
25%=8% % ~3
=25%-8% =17%
a total
= 75%+ 8 % = 83%
Reaksi fasa eutectoid
Reaksi fasa eutektod terjadi bila
Y ______ - 3* a + (3
86
Gambar VIIL9
Reaksi
fasa
eutektoid
Reaksi fasa eutektoid dimana tahap II setelah titik 4
Y __ }
a + (i terjadi pada titik 4 dan terjadi pada
Tahap I (sebelum titik 4) :
Io-g
= 10 - 5
% a (proeutektoid)
= 40 %
x 100 lo
87
Gambar VIII. 10
Reaksi
fasa
peritektik
Reaksi fasa peritektik dimana
a +L-------- (i terjadi
pada titik 4 dan terjadi pada tahap II setelah titik 4
Tahap I (sebelum titik 4):
80-30
% a (proeutektik)
80 _ 20 x 100 % = 80 %
% Cair = 100 % - 80 % = 20 %
Tahap 11 (setelah titik 4) :
______ j R
a+ L
a
? 2oro
20
88
89
90
91
92
Kekuatan luluh
6y (psi)
40.000(275MPa)
Kekuatan tarik
6u (psi)
Keuletan
e (%)
60000-80000(415-550 MPa)
93
25
94
Slow conl
I PT =~
95
Ile.ahle
u+ G
96
97