: Asma Bronkhiale
Tanggal (kasus ) :
Presenter
Tanggal presentasi
Tempat presentasi
Pendamping :
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi
Anak
Tinjauan pustaka
Istimewa
Remaja Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi
Tujuan
Bahan bahasan
Kasus
Audit
Cara membahas :
Diskusi
Data Pasien
Pos
Nomor Register :
4. Riwayat pekerjaan
Pasien merupakan seorang mahasiswi.
Hasil Pembelajaran
1. Etiologi dan Faktor Risiko Asma Bronkhiale
2. Manifestasi klinis Asma Bronkhiale
3. Diagnosis Asma Bronkhiale
4. Penatalaksanaan Asma Bronkhiale
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurafiatin, Atin. 2007. Asma. Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa
Resource. Inc.
3. Nataprawira, HMD. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. Badan Penerbit
tindakan yang harus dilakukan terhadap penderita ini adalah sebagai berikut:
1. Oksigenasi
Tindakan pembebasan jalan napas dan triple airway maneuver bilamana pada os
terjadi obstruksi jalan napas atas akut, namun dari pemeriksaan awal, diketahui bahwa
pasien masih dapat berkomunikasi, tidak ada tanda-tanda choking, dan sesak yang os
alami merupakan eksaserbasi dari sesak yang sudah os salami berbulan-bulan.
Tidak perlu dilakukan penentuan asal obstruksi pada os (apakah terjadi obstruksi
saluran napas atas, tengah, atau bawah) dengan apalagi dengan tindakan invasive.
Usia os yang lanjut, dan anamnesis singkat yang menyatakan adanya riwayat batuk
kronis, sesak selama berbulan-bulan, demam, riwayat merokok yang lama, tidak ada
riwayat asma atau alergi memberikan kita petunjuk kearah PPOK. Sehingga tidakan
pembebasan jalan napas dengan triple airway maneuver tidak tepat sasaran.
Pemberian oksigen sebagai tindakan awal merupakan tindakan yang sangat tepat.
Disamping memaksimalkan oksigenasi ke jaringan, pemberian oksigen akan
meminimalkan sesak sehingga kita dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan lain
untuk menuju ke diagnostik.
3.
Medikamentosa
Pada serangan asma, obat-obat yang digunakan adalah obat golongan bronkodilator dan
kortikosteroid sistemik. Obat bronkodilator yang digunakan adalah golongan beta 2 agonis
dan antikolinergik. Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya beta 2 agonis dalam
bentuk inhalasi. Namun, apabila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik juga.
Pada keadaan tertentu (seperti adanya riwayat serangan asma berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednison) dapat diberikan.
Pada serangan sedang diberikan beta 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral serta dapat
ditambahkan aminofilin iv secara bolus dan drip. Pada serangan asma berat pasien dirawat
dan diberikan oksigen, cairan intravena, beta 2 agonis kerja cepat, kortikosteroid intravena,
dan aminofilin iv secara bolus dan drip. Apabila beta 2 agonis tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dibawa ke
ICU.
Berdasarkan derajat serangan asma, pada penderita ini tergolong serangan asma sedang. Hal
yang menyokongnya adalah sebagai berikut:
1. Pada saat serangan asma, penderita masih bisa berbicara, tetapi tidak bisa berjalan.
2. Posisi yang lebih dirasakan nyaman oleh penderita adalah lebih suka duduk.
3. Penderita bisa berbicara dalam penggalan kaliamat.
4. Kesadaran penderita iritabel.
5. Tidak ada sianosis saat timbulnya serangan asma.
6. Wheezing yang terdengar nyaring sepanjang ekspirasi dan sebagian inspirasi.
Oleh sebab itu, penanganan yang sesuai pada penderita ini adalah pemberian obat golongan
beta 2 agonis kerja cepat, seperti salbutamol secara nebulisasi, dan kortikosteroid oral serta
dapat ditambahkan aminofilin iv secara bolus dan drip.