Anda di halaman 1dari 6

DEMOKRASI DAN MUSYAWARAH (ISLAM)

a. Demokrasi
Isitilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada
abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem
yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.
Kata Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.
Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan rakyat) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga
jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar
satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar
ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances.
Semenjak kemerdekaan 17 Agustus 1945, Undang-Undang Dasar 1945 memberikan
penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme
kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah
sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah
pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu.
Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama
kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno
menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami
masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan
kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998
ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi
Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan sebagai pemenang Pemilu.
b. Musyawarah
Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata syawara yang pada mulanya
bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga
mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk
pendapat. Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata
musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna
dasarnya.

Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara yang dari
segi jenisnya termasuk kata kerja mufaalah (perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka
musyawarah haruslah bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas
mengemukakan pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui
kelemahan pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi
mengandung kelemahan.
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan
peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap negara maju yang menginginkan keamanan,
ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip
musyawarah ini. Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam
menamakan salah satu surat Al-Quran dengan Asy-Syura, di dalamnya dibicarakan tentang
sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdasarkan atas
musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara
mereka. Sesuatu hal yang menunjukkan betapa pentingnya musyawarah adalah, bahwa ayat
tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban shalat dan menjauhi perbuatan keji.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Asy-Syura 42: 37-38 : Dan (bagi)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, dan apabila mereka marah,
mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan TuhanNya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
Dalam ayat di atas, syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan sesudah iman dan shalat. Menurut Taufiq asy-Syawi, hal ini memberi pengertian
bahwa musyawarah mempunyai martabat sesudah ibadah terpenting, yaitu shalat, sekaligus
memberikan pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya
sama dengan shalat dan zakat. Maka masyarakat yang mengabaikannya dianggap sebagai
masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah.
Abdul Karm Zaidan menyebutkan bahwa musyawarah adalah hak ummat dan
kewajiban imam atau pemimpin. Dalilnya adalah firman Allah SWT yang memerintahkan
kepada Nabi Muhammad SAW untuk bermusyawarah dengan para sahabat.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran 3: 159)
Ayat di atas turun dalam konteks Perang Uhud, di mana pasukan Islam nyaris
mengalami kehancuran gara-gara pasukan pemanah yang ditempatkan Nabi di atas bukit
tidak disiplin menjaga posnya. Akibatnya posisi strategis itu dikuasai musuh dan dari sana
mereka balik menyerang pasukan Islam. Namun demikian Nabi tetap bersikap lemah-lembut
dan tidak bersikap kasar kepada mereka.
Sebenarnya sebelum perang Uhud Nabi sudah bermusyawarah terlebih dahulu dengan
para sahabat tentang bagaimana menghadapi musuh yang akan datang menyerang dari

Mekkah, apakah ditunggu di dalam kota atau disongsong ke luar kota. Musyawarah akhirnya
memilih pendapat yang kedua. Dengan demikian, perintah bermusyawarah kepada Nabi ini
dapat kita baca sebagai perintah untuk tetap melakukan musyawarah dengan para sahabat
dalam masalah-masalah yang memang perlu diputuskan bersama.
Mengomentari perintah musyawarah kepada Nabi dalam ayat di atas Muhammad
Abdul Qadir Abu Faris menyatakan: Jika Rasulullah SAW yang mashum dan mendapatkan
penguat wahyu, sampai tidak pernah berbicara dengan nafsu telah diperintahkan dan
diwajibkan oleh Allah SWT agar bermusyawarah dengan para sahabatnya, sudah tentu, bagi
para hakim dan umara, musyawarah sangatlah ditekankan.
Bahkan Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan yang sangat mulia itu banyak
melakukan musyawarah dengan para sahabat beliau seperti tatkala mencari posisi yang
strategis dalam perang Badar, sebelum perang Uhud untuk menentukan apakah akan bertahan
di dalam kota atau di luar kota, tatkala Nabi berencana untuk berdamai dengan panglima
perang Ghathafan dalam perang Khandaq, dan kesempatan lainnya.
Memang, musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang
paling baik di samping untuk memperkokoh persatuan dan rasa tanggung jawab bersama.
Ali ibn Ab Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu
mengambil kesimpulan yang benar, mencari pendapat, menjaga kekeliruan, menghindarkan
celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati.
1. OPINI DAN PERMASALAHAN
Kita hidup di dunia ini tak akan pernah lepas dari kejaran masalah-masalah, baik itu
masalah pribadi maupun masalah yang menyangkut kesejahteraan rakyat. Sebagai makhluk
sosial, kita tak akan bisa hidup tanpa orang lain yang membantu kita, karena kita diciptakan
oleh Allah SWT berpasang-pasangan dan diwajibkan untuk saling membantu serta saling
melengkapi. Kenapa kita harus saling melengakpi dalam hidup ini? Karena manusia itu kan
tidak ada yang sempurna, oleh karena itu kita harus saling melengkapi agar ketika kita
ditimpa musibah, kita dapat menyelesaikannya bersama.
Demokrasi saat ini sudah banyak diperbincangkan bahkan diagung-agungkan yang
katanya sebagai solusi dari suatu permasalahan. Katanya sich, demokrasi itu sebuah
kebebasan berpendapat setiap individu. Tapi pendapat yang bagaimana nich! menurut
pengetahuan yang saya dapat, memang benar demokrasi itu sebuah kebebasan setiap
individu, meskipun individu tersebut orang awam artinya orang tersebut tidak mengerti
masalah yang sedang dihadapi, dan dia seakan-akan dipaksa untuk memberikan pendapatnya,
secara otomatis pasti dia memberikan pendapat sesuka hatinya, meskipun pendapatnya itu
bertentangan dengan agama. Kalo udah kayak gitu, apakah demokrasi itu sejalan dengan
ajaran agama kita yakni agama Islam? Dan apakah demokrasi akan membawa kejayaan untuk
Islam?
Pemungutan suara atau biasa disebut dengan voting sering digunakan oleh lembagalembaga atau organisasi-organisasi baik dalam sebuah negara maupun dalam sebuah
perkumpulan biasa, di dalam mengambil sebuah sikap atau dalam memilih seorang pimpinan
dan lain-lain. Cara ini sudah menjadi sesuatu yang gak asing lagi di mata kita, karena semua
permasalahan diselesaikan dengan cara mengambil suara mayoritas atau dengan pemungutan
suara itu. Dengan pemungutan suara secara otomatis siapa saja / masyarakat umum bisa

dilibatkan di sini. Padahal kan banyak diantara masyarakat itu gak tau. Dan dalam memilih
seorang pemimpin umat pun cara itulah yang digunakan, walaupun orang itu tidak tahu apa
dan bagaimana kriteria seorang pemimpin umat menurut konsep Islam.
Pemungutan suara atau voting boleh digunakan dalam pengambilan sebuah sikap atau
keputusan, tapi tidak untuk menentukan pemimpin umat. Sebab, ini menyangkut kehidupan
berbangsa dan bernegara yang cakupannya sangat luas. Kenapa saya menganggap voting itu
dibolehkan dalam pengambilan sebuah keputusan atau sikap? Karena pada zaman Nabi
Muhammad SAW banyak sekali bentuk praktek voting di zaman nabi Muhammad SAW,
yang intinya memang menggunakan jumlah suara sebagai penentu dalam pengambilan
keputusan.
Misalnya, ketika musyawarah menentukan sikap dalam menghadapi perang Uhud.
Sebagian kecil shahabat punya pendapat sebaiknya bertahan di Madinah, namun kebanyakan
shahabat, terutama yang muda-muda dan belum sempat ikut dalam perang Badar
sebelumnya, cenderung ingin menyongsong lawan di medan terbuka. Maka Rasulullah SAW
pun ikut pendapat mayoritas, meski beliau sendiri tidak termasuk yang mendukungnya.
Sebelumnya dalam perang Badar, juga Rasulullah SAW memutuskan untuk
mengambil suara terbanyak, tentang masalah tawanan perang. Umumnya pendapat
menginginkan tawanan perang, bukan membunuhnya. Hanya Umar bin Al-Khattab saja
berpendapat bahwa tidak layak umat Islam minta tebusan tawanan, sementara perang masih
berlangsung. Tetapi, kesemuanya itu tetap dilakukan dengan cara musyawarah terlebih
dahulu, tidak seenaknya menentukan keputusan.
Setelah kita melihat contoh-contoh pada zaman Rasulullah SAW, menggunakan
voting sebagai pemutusan sebuah sikap, tetapi bukan untuk menentukan seorang pemimpin
umat. Apa yang terjadi di Negara kita? Negara ini menggunakan voting sebagai penentu
untuk menentukan siapa pemimpin Negara, Daerah, dll. Jadi, voting hanya boleh dipakai
untuk menentukan sikap atau keputusan yang tidak bersinggungan dengan syariah (aqidah).
Arti dari Pemungutan suara (PEMILU) itu sendiri adalah pemilihan pemimpin dengan
cara mencatat nama yang dipilih atau dengan mencoblos salah satu calon yang diinginkan
(disuka) atau dengan kata lain voting. Pemungutan suara ini, meskipun memiliki arti:
pemberian hak pilih, tapi gak perlu digunakan dalam pemilihan pemimpin, apalagi ini dalam
menentukan pemimpin umat yang cakupannya lebih besar, bahkan besar banget!!
Cara itulah yang digunakan oleh negara demokrasi seperti Indonesia. Dengan
pemungutan suara (demokrasi) menentukan seorang pemimpin dengan pelaksanaannya yang
dinamakan dengan PEMILU (Pemilihan Umum), seperti yang telah dijelaskan di atas.
Dengan pemilu, seluruh rakyat memilih calon pemimpin negara (yang dikasih nama Presiden
itu). Jadi, seluruh warga baik yang awam maupun yang cerdas atau yang berpendidikan,
berhak menentukan pemimpinnya yang nantinya dia yang menjalankan roda pemerintahan di
negara tersebut. Kekuasaan / kedaulatan itu semuanya berada di tangan rakyat secara mutlak.
Dengan cara dan praktek kayak gini bisa aja seorang yang gak layak menjadi
pemimpin (Pemabuk, Koruptor, Pemerkosa, dll) keluar menjadi pemenangnya, terus gimana
nasib negara ini kalo yang jadi pemimpin itu pemabuk, koruptor, pemerkosa, dll. Adapun
yang pantas dan berhak menjadi pemimpin malah tersingkir atau malahan gak dipandang
sama sekali !

Sedangkan dalam Islam metode pemungutan suara ini tidak dibenarkan (penentuan
seorang pemimpin ummat), yang digunakan adalah metode musyawarah (syuro) dan
mengajarkan bahwa kedaulatan itu bukan berada di tangan manusia, tetapi berada di tangan
Allah SWT dan Rasul-Nya dan berpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadits. Allah SWT
pun berfirman:
Surat Al-Ahzab: 36 yang artinya: Dan tidaklah patut laki-laki yang mumin dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguh di telah sesat, sesat yang
nyata.
Surat An-Nisaa: 58 yang artinya: Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.
Surat An-Nisaa itu pun menjelaskan bahwa dalam menentukan pemimpin atau
memberi amanat itu hanya kepada yang mampu menerima dan melaksanakan amanat
tersebut, artinya dia mampu dan termasuk dalam kriteria seorang pemimpin yang
dimaksudkan Islam tadi.
Kepemimpinan adalah sebuah amanat yang sangat agung, yang menyangkut tentang
seluk-beluk kehidupan manusia. Oleh karena itu amanat ini harus diserahkan kepada yang
berhak menerimanya menurut pandangan syariat. Proses pemungutan suara bukanlah cara
yang tepat untuk penyerahan amanat tersebut. Karena cara itu tidak bisa menjamin kalo
amanat itu tersampaikan kepada yang berhak. Bahkan di lapangan pun telah terbukti kalo
yang menerima amanat itu bukan orang-orang yang berhak menerimanya, misalnya saja
seorang pemimpin yang selalu ragu-ragu dalam mengambil sebuah kebijakan, sebab di dalam
Islam itu seorang pemimpin itu harus tegas dalam menentukan kebijakan atau keputusankeputusan; dan bisa saja pemimpin tersebut adalah seorang KORUPTOR.
Pemimpin Negara (Kepala Negara), menurut Al-Baqillani, harus berilmu pengetahuan
yang luas, karena ia memerlukan para hakim yang berlaku adil. Dengan ilmunya itu ia dapat
mengetahui apakah putusan hakim sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak dan apakah
sesuai dengan asas keadilan. Syarat lain, kepala negara harus bertindak adil dalam segala
urusan, berani dalam peperangan, dan bijaksana dalam mengorganisir militer yang bertugas
melindungi rakyat dari gangguan musuh. Dan dalam segala tindakannya itu harus bertujuan
untuk melaksanakan Syariat Islam. Artinya dalam mengatur kepentingan umat harus
sesuai dengan Syariat Islam.
Tidak berbeda dari Al-Baqillani, Al-Baghdadi menyatakan: Kelompok kami
berpendirian bahwa orang yang berhak memegang jabatan khalifah (Pemimpin Negara) harus
memiliki kualitas berikut: 1) berilmu pengetahuan, minimal untuk mengetahui apakah
undang-undang yang dibuat para mujtahid sah menurut hukum agama dan peraturanperaturan lainnya; 2) bersifat jujur dan saleh; 3) bertindak adil dalam menjalankan segala
tugas pemerintahan dan berkemampuan.
Jadi, sudah jelas dari kedua kelompok di atas tadi menjelaskan bahwa syarat menjadi
seorang pemimpin negara itu adalah harus orang yang memiliki ilmu pengetahuan,
minimalnya dia harus tahu apakah undang-undang yang dibuatnya tidak keluar dari batas-

batas hukum agama Islam yang berpedoman kepada Al-Quran dan Hadits. Kita lihat di
Indonesia, apakah undang-undang kita masih dalam batas-batas yang telah dibatasi oleh
pedoman agama kita yakni Al-Quran dan Hadits? Menurut kaca mata saya, undang-undang
yang diterapkan di negara ini sudah melenceng dari Al-Quran dan Hadits, contohnya saja
penjualan minuman keras masih merajalela bahkan dibiarkan beroperasi. Dan yang lebih
parah lagi, pemilihan seorang pemimpin (kepala negara) dilaksanakan dengan cara
pemungutan suara, padahal Islam tidak mengajarkan seperti itu. justru islam mengajarkan
bahwa dalam penentuan seorang pemimpin itu dilaksanakan dengan cara bermusyawarah.
Sebenarnya bukan keluar dari Al-Quran dan Hadits saja, demokrasi pun sudah tidak sesuai
lagi dengan pedoman hidup negara kita yakni Pancasila. Seperti yang tercantum dalam sila ke
4 : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, kebijaksanaan dalam permusyawaratan,
perwakilan. Disini dikatakan bahwa kebijaksanaan dalam permusyawaratan bukanlah
kebijaksanaan dalam demokrasi. Jadi, jelas sekali ternyata demokrasi bukan hanya tidak
sesuai dengan pedoman agama kita (Al-Quran dan Hadits), tetapi dengan Pancasila pun
sudah tidak sesuai.
Sebenarnya Pancasila yang ada di negara kita ini sudah benar, sebab isi silanya itu
merupakan isi yang sesuai dengan ajaran agama Islam, isinya itu tidak keluar dari pagar
pembatas Al-Quran dan Hadits.
Kalo dalam demokrasi itu sich nash-nash syariat dan hukum-hukum Allah itu gak
dianggap, tapi yang dianggap dan dijadikan acuan dalam demokrasi ini adalah Hukum
Rakyat. Jadi rakyat adalah sumber hukum dalam setiap permasalahan ummat. Oleh karena
itu, orang-orang mendefinisikan demokrasi itu dalam undang-undang dengan sebutannya
Kedaulatan sepenuhnya berada di tangan Rakyat, sehingga demokrasi bisa disebut dengan
nama hukum mayoritas rakyat (suara terbanyak).
Di dalam Islam dalam menentukan seorang pemimpin ummat tidak menggunakan
demokrasi (suara mayoritas), tapi Islam menyelesaikan masalah ummat atau bahkan
menentukan pemimpin umat itu dengan cara Musyawarah (Syuro). Jadi setiap permasalahan
yang ada, diselesaikan dengan Musyawarah. Kan musyawarah itu didefinisikan dengan
mengeluarkan pendapat setiap anggota musyawarah itu. Nanti dulu donk? Kita selidiki dulu,
siapa yang berhak mengeluarkan pendapat itu? Dan anggota musyawarah itu, siapa? Nah,
yang berada di Majelis Syuro itu adalah ahl al-hall wa al-aqd dan ahl al-ikhtiyar, yang
artinya orang yang berkompeten untuk melepas dan mengikat. Nah, sekarang udah jelas
nich, siapa yang berada di Majelis Syuro itu, yakni orang-orang yang berkompeten di
bidangnya masing-masing, seperti Ulama, Kepala Negara, dan para pemuka masyarakat yang
berusaha mewujudkan kemaslahatan rakyat. Kalo gitu, Islam tidak mengenal yang namanya
Hak Asasi Manusia (HAM) donk? Jangan salah, Islam mengenal yang namanya HAM, lihat
salah satu anggota musyawarah di atas, Para Pemuka Masyarakat. Nah, sebelum ada para
pemuka masyarakat itu, dia meminta pendapat masyarakatnya terlebih dahulu, dan
selanjutnya ditampung oleh tokoh masyarakat itu dan disampaikan di Majelis Syuro itu.
Kenapa hanya Tokoh Masyarakat saja yang dibawa ke majelis syuro? Karena pada dasarnya
manusia itu gak semuanya berkompeten. Dan menurut teori Mc. Gregor, jika manusia diberi
kebebasan, mereka akan melakukannya menurut cara mereka sendiri / sesuaka hati meskipun
itu melanggar peraturan. Jadi, di dalam Islam yang berada di dalam majelis Syuro adalah para
wakil rakyat.
http://bagussweet.wordpress.com/2008/09/05/demokrasi-dan-musyawarah-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai

  • ABUTMENT
    ABUTMENT
    Dokumen3 halaman
    ABUTMENT
    Novsa Lirik Q
    Belum ada peringkat
  • Bab I Sumber Air
    Bab I Sumber Air
    Dokumen19 halaman
    Bab I Sumber Air
    Novsa Lirik Q
    Belum ada peringkat
  • DPT
    DPT
    Dokumen4 halaman
    DPT
    Novsa Lirik Q
    Belum ada peringkat
  • Bab I Sumber Air
    Bab I Sumber Air
    Dokumen19 halaman
    Bab I Sumber Air
    Novsa Lirik Q
    Belum ada peringkat
  • Cover IUT1
    Cover IUT1
    Dokumen1 halaman
    Cover IUT1
    Novsa Lirik Q
    Belum ada peringkat
  • Semen Pozolan
    Semen Pozolan
    Dokumen2 halaman
    Semen Pozolan
    Novsa Lirik Q
    Belum ada peringkat
  • Semen Pozolan
    Semen Pozolan
    Dokumen2 halaman
    Semen Pozolan
    Novsa Lirik Q
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Hidrostatika
    Bab 3 Hidrostatika
    Dokumen14 halaman
    Bab 3 Hidrostatika
    Mohamad Panji Kusuma
    Belum ada peringkat