Anda di halaman 1dari 9

DAMPAK

REFORMASI

SEKOLAH

TERHADAP

PENINGKATAN

PERAN

PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR

oleh: Hari Santoso / Pustakawan Universitas Negeri Malang.


Abstrak:

Peningkatan kualitas pendidikan dilakukan terus menerus, searah dengan perubahan


kebutuhan manusia. World Bank menyatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam
perbaikan pendidikan dibutuhkan waktu yang lama dan dari 21 negara yang didata rata-rata
membutuhkan waktu antara 15-20 tahun. Reformasi sekolah merupakan kebijakan yang
mengarah

pada

desentralization,

marketzation,

accountability,

managerialisme,

dan

professionalism. Dengan adanya reformasi pendidikan di sekolah, menjadikan perpustakaan


bukan sekedar pelengkap dari institusi sekolah, melainkan menjadi penunjang proses
pembelajaran sehingga memiliki posisi yang strategis terutama dalam membantu sekolah
dalam menghasilkan out put yang berkualitas dan memiliki daya saing. Beberapa kebijakan
dalam reformasi sekolah yang berdampak pada peningkatan peran perpustakaan sebagai
sumber belajar adalah : (1) peningkatan kualitas pendidikan melalui perbaikan dan perubahan
kurikulum (improvement and change of curiculum), (2) peningkatan kualitas pendidikan melalui
perbaikan kinerja guru, (3) peningkatan kualitas pendidikan melalui pembangunan budaya
(cultural development)

Upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya dilakukan oleh negara-negara berkembang
saja, tetapi juga dilakukan oleh negara maju. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan upaya yang
dilakukan terus menerus, tidak pernah berhenti searah dengan perubahan kebutuhan manusia (Unru &
Alexander dalam Murbojono, 2007). World Bank menyatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam
perbaikan pendidikan dibutuhkan waktu yang lama dan dari 21 negara yang didata rata-rata
membutuhkan waktu antara 15-20 tahun (Per Dalin, 1994).
Reformasi atau perbaikan pada sejumlah negara mengalami peningkatan besar pada akhir abad
ke dua puluh, karena pengaruh dari perubahan kebijakan yang mengarah pada desentralization,
marketzation, accountability, managerialisme, dan profesionalism (Zaten, 2002).
Esensi dari desentralisasi bidang pendidikan adalah otoritas dalam pengambilan
keputusan diberikan sepenuhnya kepada sekolah , termasuk di dalamnya melakukan perbaikan
pendidikan. Desentralisasi pendidikan di Indonesia mulai dicobakan sejak tahun 1998, ketika Bank Dunia
merekomendasikan perlunya pemberian otonomi kepada sekolah untuk merekoveri krisis (Mulyasa,
2002). Singapura telah melaksanakan otonomi sekolah sejak tahun 1994, sehingga pada tahun2000
berhasil menduduki peringkat ke tiga pada skala internasional di bidang matematika dan Sain (Shape &
Gopinathan, 2002). Marketization menghendaki perubahan pendidikan berorientasi pasar. Tuntutan

pasar terhadap pendidikan antara lain berupa : relevansi, kualitas produk, dan layanan yang memuaskan
pelanggan (Salis, 2006). Realisasinya sekolah harus mengubah kurikulum dengan kebutuhan pasar
kerja, menghasilkan lulusan dengan kualitas tinggi, dan memberikan pelayanan optimal kepada para
pelanggan, baik internal maupun eksternal, seperti guru, siswa, orang tua dan masyarakat. Akuntabilitas
adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang
telah dilaksanakan. Laporan prestasi sekolah yang diberikan kepada stakeholder hendaknya dapat
memacu kinerja sekolah dalam melakukan perbaikan terutama pada kualitas proses pendidikan.
Profesionalisme dalam menjalankan manajemen pendidikan sekolah dilakukan melalui penerapan
pelayanan prima yang berorientasi kepada kepuasan semua pihak. Dengan penerapan manajemen mutu
total mengharuskan sekolah menata kembali implementasi manajemen pada tataran dan pelaksanaan
pembelajaran yang mengarah pada kualitas.

Pelaksanaan reformasi pendidikan berdampak positif

bagi perpustakaan sekolah karena perpustakaan sekolah merupakan salah satu objek peningkatan
sarana dan prasarana pendidikan terutama sesuai dengan fungsinya sebagai sumber belajar dan pusat
formasi serta penunjang proses pembelajaran.
Dengan adanya reformasi pendidikan di sekolah, jelas akan menjadikan perpustakaan
bukan sekedar pelengkap dari institusi sekolah, melainkan menjadi penunjang proses pembelajaran
sehingga memiliki posisi yang strategis terutama dalam membantu sekolah dalam menghasilkan out put
yang berkualitas dan memiliki daya saing.
Permasalahannya adalah aspek-aspek saja yang harus direformasi di sekolah terutama
yang menyangkut peningkatan kualitas dan bagaimana dampaknya terhadap perpustakaan sekolah ?.
Tulisan ini berusaha untuk memberikan sumbangan pikiran dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan dan dampaknya terhadap perpustakaan sekolah.

Reformasi Pendidikan pada Satuan Sekolah


Dalam pelaksanaan reformasi pendidikan di sekolah , menurut Murbojono (2007) terdapat
sembilan komponen , yaitu : (1) perbaikan sekolah didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang efektif
(effective,

research-base

methods)

(2)

penyusunan

desain

perbaikan

sekolah

komprehensif

(comprehensive design with aligned component), (3) pengembangan profesionalitas staf (professional
development), (4) perumusan tujuan dan sasaran yang terukur (measurebale goals and benchmarks),
(5) dukungan semua pihak internal sekolah (support within the school), (6) keterlibatan orang tua dan
masyarakat (parental and community involvement), (7) ada dukungan pihak eksternal sekolah (external
technical support and assistance, (8)

evaluasi (evaluation strategis), (9) koordinasi sumberdaya

(coordination of resources)
Di Amerika, program reformasi pendidikan secara komprehensif dilaksanakan dalam
bentuk program Comprehensive School Reform, realisasinya meliputi empat langkah, yaitu adoption,
initiation, implementation dan institutionalization. Adopsi adalah kegiatan mengidentifikasi beberapa
solusi yang pernah dilakukan oleh lembaga-lembaga lain yang selanjutnya dipilih untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Inisiasi merupakan kegiatan memobilisasi personalia yang
tepat untuk terlibat dalam perbaikan pendidikan di sekolah. Implementasi adalah kegiatan yang berupa

penerapan beberapa solusi dalam bentuk program-program ke sekolah atau kelas. Institusionalisasi
adalah kegiatan yang berupa perbaikan agar dapat dilaksanakan dengan sukses dan mantap.
Reformasi pendidikan dilakukan bukan secara parsial melainkan secara komprehensif
yang dilakukan dengan pendekatan sistem, meliputi unsur input, proses dan output/outcome. Pada sisi
input, lingkup perbaikan antara lain meliputi keterampilan guru,partisipasi orang tua dan kesiapan siswa.
Pada unsur proses, lingkup perbaikan meliputi : kurikulum, kebijakan pendidikan, kepemimpinan, strategi
pembelajaran, cara belajar dan kontrol belajar. Pada sisi output, perbaikan pendidikan meliputi aspek
evaluasi, seperti ranah kognitif, afektif dan konatif. Pada perbaikan aspek outcome, perbaikan sekolah
dilakukan melalui penelusuran terhadap kemajuan alumni, baik yang sedang melakukan pendidikan
lanjutan atau mereka yang sudah memasuki dunia kerja untuk menilai prestasi mereka.
Dengan adanya reformasi secara komprehensif melalui

perbaikan di segala bidang,

perpustakaan sekolah merupakan salah satu objek yang akan mendapat prioritas untuk dikembangkan
dan menjadi salah satu prioritas program sekolah. Pengembangan perpustakaan sekolah semata-mata
dimaksudkan agar perpustakaan sekolah sebagai pusat sumber belajar dapat menjalankan tugas dan
fungsinya secara optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terutama dalam meningkatkan kualitas
proses pembelajaran , kualitas pendidik maupun peserta didik.

Beberapa kebijakan dalam reformasi

sekolah yang berdampak terhadap peningkatan peran perpustakaan sebagai sumber belajar adalah
sebagai berikut :

1.

Peningkatan kualitas pendidikan melalui

perbaikan dan perubahan kurikulum

(improvement and change of curiculum)


Perbaikan pendidikan intinya adalah perbaikan dan perubahan kurikulum (improvement and
change of curriculum). Taba sebagaimana dikutip Zais (1976) dalam argumentasinya menegaskan
bahwa perbaikan kurikulum saja sudah cukup untuk perbaikan pendidikan di sekolah, karena sudah
mencakup desain, tujuan, isi dan lingkup materi, aktivitas belajar serta strategi pembelajaran.
Dalam pandangan Widayati dkk (2002) kurikulum yang ada saat ini masih sarat beban
dan tidak pernah menguntungkan peserta didik. Terbukti , hasil pendidikan dasar dan menengah saat ini
tidak banyak menumbuhkan potensi kemandirian, kewirausahaan, maupun potensi bersaing dan
penalaran yang baik dari peserta didik. Seharusnya, pendidikan menjadi proses yang memerdekakan,
dalam arti peserta didik menjadi pelaku proses belajar dan diakui sebagai pribadi yang bebas dengan
segala keunikannya.
Gordon Dryden dalam buku The Learning Revolution (2000), menyatakan bahwa sekolah
masa depan perlu menyajikan model untuk kurikulum empat bagian yang terpadu yang terdiri dari : (1)
kurikulum perkembangan pribadi, seperti rasa bangga diri dan pembentukan keyakinan diri, (2) kurikulum
keterampilan hidup, seperti penyelesaian masalah secara kreatif dan manajemen diri (3) kurikulum
belajar untuk belajar dan belajar untuk berpikir dalam suasana gembira (fun); dan (4) kurikulum isi,
seperti pada umumnya dengan penyajian berdasarkan tema-tema terpadu.

Sekolah/lembaga

pendidikan tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan. Model sekolah abad 21 dituntut untuk
menghasilkan sebagian besar dari peserta didiknya mampu menjadi pelaku mandiri, pelajar mandiri,
manajer mandiri dengan motivasi pribadi. Pemberdayaan sekolah dan pemberdayaan siswa merupakan

tuntutan model sekolah abad 21. Sekolah ditantang untuk makin handal dalam memberikan perannya,
menyiapkan

peserta

didik

mengantisipasi

tuntutan

masyarakat

pascamodern

Sekolah adalah lingkungan tempat siswa memperoleh pendidikan dan pengajaran secara
formal. Untuk membantu proses belajar mengajar di sekolah diadakan perpustakaan sekolah. Melalui
berbagai sumber yang ada di perpustakaan, baik siswa maupun guru dapat berinteraksi serta terlibat
langsung baik fisik maupun mental dalam proses belajar mengajar. Berkaitan dengan hal tersebut Mbulu
(1994:93-97;105-106, 1992 : 93) mengemukakan bahwa cara belajar di sekolah perlu diubah dengan
mengaktifkan siswa ke perpustakaan. Melalui aktivitas membaca buku-buku (ilmu pengetahuan) di
perpustakaan, siswa akan terbiasa berusaha sendiri memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Para
siswa diberi kebebasan untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan, kemampuan dan
kecepatannya, meneliti berbagai sumber di perpustakaan. Perpustakaan sekolah beserta koleksi yang
disediakan dapat memperluas, menghidupkan pengajaran guru dan memberikan kemungkinan kepada
siswa memburu informasi secara aktif. Para siswa tidak hanya menerima materi pelajaran yang disajikan
oleh guru di kelas, akan tetapi secara kritis menjaring dan mengolah sendiri informasi yang diterima di
dalam perpustakaan.
.

Agar pelaksanaan belajar di sekolah berhasil dan mencapai sasaran, maka

menurut Sutik (1992 : 24-25) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, baik yang menyangkut
program, situasi belajar maupun sarana belajar. Dalam hal ini perpustakaan sekolah memiliki peran yang
sangat penting bahkan merupakan salah satu sumber belajar yang mempunyai sumbangan sangat
berarti bagi upaya-upaya untuk meningkatkan aktifitas dan kualitas proses belajar mengajar di sekolah.
Perbaikan dan perubahan kurikulum dengan mengintegrasikan aktivitas pemanfaatan
perpustakaan dalam kurikulum berdampak pada peningkatan peran perpustakaan sebagai sumber
belajar. Perpustakaan sekolah tidak lagi sepi pengunjung dan dipandang sebelah mata, tetapi akan
dimanfaatkan secara optimal dan mendapat perhatian dari semua warga sekolah.

Dengan adanya

reformasi dalam bidang kurikulum, diharapkan dapat menempatkan perpustakaan sebagai faktor
penunjang proses pembelajaran di sekolah yang secara aktif dapat menjalankan tugas dan fungsinya
secara optimal.
Oleh sebab itu agar perpustakaan sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efisien,
kurikulum sekolah yang dipakai hendaknya mengharuskan masing-masing bidang studi menggunakan
berbagai sumber bacaan, baik sebagai sumber utama maupun sebagai penunjang (pengayaan). Para
tenaga kependidikan diharapkan terus memotivasi para siswa dalam memanfaatkan berbagai sumber
informasi yang ada di perpustakaan serta mendorong siswa untuk mengembangkan kebiasaan belajar
secara teratur. Dengan aktivitas tersebut diharapkan minat baca akan tumbuh dan berkembang menjadi
kegemaran membaca. Jika hal tersebut terwujud, maka sudah barang tentu perpustakaan akan semakin
diminati oleh warga sekolah dan dijadikan sebagai tempat untuk menggali berbagai sumber ilmu
pengetahuan.

2.

Peningkatan kualitas pendidikan melalui perbaikan kinerja guru

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa reformasi pendidikan pada dasarnya adalah


membenahi guru karena tanggung jawab untuk mengimplementasikan program reformasi pendidikan
berada di tangan guru. Oleh karena itu inti reformasi pendidikan adalah perbaikan kinerja guru.
Dalam pandangan Simbolon (2007) , seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan
tugas pengajaran dan edukasi. Di dalam melaksanakan tugas pengajaran, guru harus menguasai ilmu
yang diajarkan, menguasai berbagai metode pengajaran, dan mengenal anak didiknya baik secara
lahiriah atau batiniah (memahami setiap anak). Dalam pengenalan anak, guru dituntut untuk mengetahui
latar belakang kehidupan anak, lingkungan anak, dan tentunya mengetahui kelemahan-kelemahan anak
secara psikologis. Untuk itu, guru harus dapat menjadi seorang "dokter" yang dapat melakukan
"diagnosa" untuk menemukan kelemahan-kelemahan si anak sebelum mengajarkan ilmu yang telah
dikuasainya. Setelah itu, baru dia akan memilih metode atau mengulangi sesuatu topik sebagai dasar
untuk memudahkan pemahaman si anak terhadap ilmu yang akan diajarkan. Misalnya seorang guru
matematika akan mengajarkan topik pangkat bilangan, tentunya guru harus mengetahui sejauh mana
anak telah menguasai konsep perkalian. Dengan demikian, seorang guru dalam menjalankan tugasnya
harus mampu; (1) berkomunikasi dengan baik terhadap siapa audiensnya, (2) melakukan kajian
sederhana khususnya dalam pengenalan anak, (3) menulis hasil kajiannya, (4) menyiapkan segala
sesuatunya yang berhubungan dengan persiapan mengajarnya termasuk siap tampil menarik dan
bertingkah laku sebagai guru, menguasai ilmunya dan siap menjawab setiap pertanyaan dari anak
didiknya, (5) menyajikan \meramu materi ajar secara konkrit (metode pengajaran), (6) menyusun dan
melaksanakan materi penilaian secara objektif sesuai dengan Taksonomi Bloom dan mengoreksinya
setiap harinya, dan lain sebagainya. Untuk itu, dituntut kreatifitas guru, keprofesionalan guru, memegang
etika guru dan tentunya dedikasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas keguruannya. Jika hal ini
dilakukan oleh masing-masing guru maka benarlah bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional
yang tak mungkin dapat dilakukan oleh orang lain.
Guru merupakan aktor kunci keberhasilan pendidikan. Dengan perkataan lain guru
mempunyai fungsi , peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan SDM Indonesia
yang berkualitas (Sugiharto,2007).
Kualitas pendidikan paling nyata yang diperankan guru , ketika ia membangun proses
pembelajaran yang interaktif, kondusif, cerdas dan menghargai siswa sebagai pribadi unik yang memiliki
potensi sangat besar untuk berkembang.
Dalam pasal 2 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan
bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan. Pasal 29 peraturan pemerintah RI no.19 tentang standar
pendidikan nasional, kualifikasi pendidikan minimal bagi guru TK (PAUD), SD/MI,SMP/Mts.,SDLB/
SMPLB dan SMA/SMK adalah diploma empat (D-IV) atau sarjana S1. Kualifikasi akademik guru
ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk
melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan atau mata pelajaran
yang diempunya. Kualifikasi akademik guru sebagaimana dimaksud diperoleh melalui program

pendidikan formal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan pada
perguruan tinggi terakreditasi.
Pengakuan guru sebagai tenaga profesional berarti segala persyaratan dan kriteria yang
dibutuhkan sebagaimana layaknya guru profesional harus dipersiapkan. Untuk itu setiap Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan berperan menyiapkan guru-guru yang dapat memenuhi harapan dan
keyakinan masyarakat tentang pendidikan yang baik, berkualitas dan mampu mempertinggi kompetensi
kompetitif, adaptip, memiliki kompetensi komunikasi teks tulis, lisan, angka dalam berbagai media secara
unggul.
Oleh karena itu guru perlu diberikan tugas mengajar sesuai bidang keahliannya.
Kompetensi-kompetensi yang ada pada guru mempunyai banyak makna, merupakan gambaran hakekat
kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti. Kompetensi harus
mengacu kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi
menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di
dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan.
Ada lima karakteristik pembentuk kompetensi yaitu watak, motif, konsep diri, pengetahuan
dan keterampilan. Dua karakteristik yang disebut terakhir cenderung kelihatan, sedangkan tiga
kompetensi lainnya lebih tersembunyi dan relatif sulit dikembangkan, meskipun berperan sebagai sumber
kepribadian. Kemampuan guru dalam kaitannya untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan
sekarang ini yakni mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa, baik potensi dalam diri
siswa maupun potensi yang tumbuh karena adanya pengaruh lingkungan di mana siswa berada.
Kompetensi lain yang dimiliki guru ialah pengetahuan, sikap dan keterampilan dan
perilakunya sebagai guru. Sedangkan potensi-potensi yang ada pada diri siswa meliputi aspek kognitif,
aspek afektif dan aspek psikomotor.
Untuk mengembangkan potensi-potensi siswa tersebut, tidak lepas dari peran guru yang
menjadi ujung tombak di bidang pendidikan serta kaitannya dengan tuntutan kualitas pendidikan dan
sumber daya manusia yang berkualitas.
Peningkatkan kualitas pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi
merupakan tanggung jawab seluruh elemen bangsa yaitu orang tua, pemerintah dan seluruh masyarakat.
Persoalan yang mendasar dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan adalah terletak pada upaya
bagaimana caranya mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
SDM yang berkualitas, mulai penyempurnaan kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana, peningkatan
kemampuan guru melalui pelatihan-pelatihan dan memberikan kesempatan kepada para guru untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan adanya paket pemberian bea siswa oleh
pemerintah kepada guru yang mempunyai kendala ekonomi untuk melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi lagi.
Ada empat rumpun kompetensi guru yang perlu dikembangkan yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Pada kompetensi
pedagogik, hendaknya guru membiasakan diri melakukan refleksi mengenai proses dan hasil
pembelajaran.

Kompetensi kepribadian, hendaknya guru mampu menilai kinerja diri sendiri melalui

berpikir cepat. Kompetensi profesional hendaknya guru mampu menilai dan memperbaiki hasil pelajaran
melalui penelitian tindakan kelas. Kompetensi sosial sebagai dampak pengiring adanya kolaborasi dalam
melakukan penelitian tindakan kelas.
Kompetensi lain yang tidak kalah pentingnya dan perlu dimiliki guru adalah kompetensi
intelektual dan kompetensi spiritual . Kompetensi intelektual hendaknya guru menguasai berbagai ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan tugasnya sebagai guru. Sedangkan kompetensi spiritual ialah
memiliki rasa keimanan dan ketakwaan sebagai orang yang beragama.
Peningkatan kualitas dan kinerja guru akan memberi dampak positif bagi perpustakaan
sekolah. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi tetapi menjadi mitra perpustakaan dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Melalui pengintegrasian aktivitas perpustakaan dalam kurikulum sekolah, guru-guru
dapat secara proaktif mendorong siswa-siswa untuk memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada
di perpustakaan. Untuk itu guru-guru hendaknya juga secara aktif datang dan memanfaatkan bahan
pustaka yang ada di perpustakaan sehingga bisa memotivasi siswa untuk melakukan hal yang sama.
Disamping itu dalam proses pembelajaran guru-guru hendaknya memberikan tugas-tugas terstruktur
kepada siswa dengan memakai koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan sebagai rujukan.
Dengan cara demikian maka siswa-siswa akan terpacu untuk datang ke perpustakaan sekaligus bisa
mengubah kondisi membaca dari kewajiban menjadi kebutuhan.

3.

Peningkatan

kualitas

pendidikan

melalui

pembangunan

budaya

(cultural

development)

Perbaikan pendidikan adalah pembangunan budaya. Menurut Bayne Jardine (1994),


perbaikan pendidikan pada dasarnya adalah pembangunan budaya (cultural development), yaitu
membangun kapasitas dan kemauan seluruh warga sekolah untuk berubah secara integratif, sistematis,
koheren dan melalui proses organik. Sasaran dari pembangunan budaya adalah terwujudnya budaya
membangun atau memperbaiki diri. Jika setiap warga sekolah memiliki budaya memperbaiki diri maka
program perbaikan pendidikan akan berjalan sendiri tanpa paksaan. Pembangunan budaya oleh
Scheernes & Bosker (1997) dan De Roche (1987) disebut sebagai pembangunan iklim sekolah, karena di
antara keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Bahkan iklim sekolah sebagai suasana hubungan
antar manusia dalam organisasi, atmosfer, warna atau tone : (Mike dalam Sergiovanni, 1987;
Owens, 1987; Suyanto, 2001), dapat disinonimkan dengan budaya organisasi karena keduanya memiliki
kapasitas mengubah kebiasaan dan gaya kepemimpinan kepala sekolah, guru dan siswa yang pada
akhirnya memberi kontribusi dalam bentuk prestasi di sekolah. Pendapat tersebut dipertegas oleh Arcaro
(1995) pada kajian tentang manajemen mutu terpadu (total quality management), bahwa kualitas
pendidikan di sekolah dapat direalisasikan dengan adanya budaya mutu di antara warga sekolah.
Sasaran dari pembangunan budaya adalah terwujudnya budaya membangun atau
memperbaiki diri sehingga tercipta iklim sekolah yang diwarnai adanya peningkatan kualitas dalam
semua aspek yang ada di sekolah. Pada era globalisasi, SDM sebuah sekolah bukan hanya terbatas
pada knowing how or knowing what, tetapi harus belajar dengan menggunakan strategi : (1) Learning to

know, yaitu bukan sekedar mempelajari materi pembelajaran, melainkan lebih penting mengenal cara
memahami dn mengkomunikasikannya; (2)

Learning to do,

yaitu menumbuhkan kreativitas,

peroduktivitas, ketangguhan, dan profesionalisme serta memiliki kompetensi dalam menghadapi situasi
yang senantiasa berubah; (3) Learning to be, yaitu melakukan pengembangan potensi diri yang meliputi
kemandirian, kemampuan bernalar, imajinasi, kesadaran estetik, disiplin dan tanggung jawab; (4)
Learning to live together, yaitu memiliki pemahaman hidup selaras seimbang baik nasional maupun
internasional dengan menghormati nilai spiritual dan tradisi dalam kebhinekaan (Wanei, 2002:28) Nilainilai budaya yang dikembangkan di sekolah, hendaknya menjadi acuan bagi setiap warga sekolah dalam
berpikir, bertindak dan berperilaku dengan sasaran terciptanya kecerdasaran intelektual, kecerdasan
emosional , kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual bagi setiap warga sekolah. Terwujudnya
keempat kecerdasan tersebut , berdampak langsung bagi upaya-upaya peningkatan peran perpustakaan
sebagai pusat sumber belajar. Setiap warga sekolah tidak lagi apriori terhadap perpustakaan tetapi
berusaha untuk saling meningkatkan potensinya dengan menggali berbagai sumber informasi yang ada
di perpustakaan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini perpustakaan sekolah
harus berbenah diri dengan melakukan penataan lingkungan yang mampu memberikan kenyamanan dan
keamanan serta memenuhi kebutuhan pemakai dengan menyediakan berbagai informasi yang
dibutuhkan sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pemakai.
Pengembangan koleksi bahan pustaka dan peningkatan profesionalisme pustakawan
serta pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan perpustakaan hendaknya mendapatkan
prioritas dalam pengembangan perpustakaan sekolah. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana membangun komunikasi yang kondusif antara perpustakaan sekolah dengan masyarakat
pemakai yang dilayaninya. Budaya baca juga turut memberikan kontribusi yang signifikan bagi
pemanfaatan perpustakaan dan hal tersebut harus diawali dari guru-guru. Guru merupakan figur yang
menjadi acuan bagi siswa-siswa. Guru-guru yang memiliki hobi membaca akan mudah sekali ditiru oleh
para siswa. Oleh sebab itu guru perlu mendorong dan memotivasi siswa agar gemar membaca dan
memanfaatkan sumber-sumber informasi yang ada di perpustakaan sekolah. Salah satu cara yang bisa
dilakukan guru adalah dengan memberikan tugas terstruktur kepada para siswa dengan memakai dan
memanfaatkan koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan sebagai bahan rujukan. Dengan cara
tersebut sudah barang tentu para siswa akan melaksanakan tugas tersebut dengan ketaatan meskipun
pada awalnya merupakan keterpaksaan, namun tidak tertutup kemungkinan tugas-tugas yang diberikan
guru akan menjadikan siswa terbiasa untuk membaca dan memanfaatkan bahan pustaka yang ada di
perpustakaan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlu ada upaya untuk mendorong para guru
untuk meluangkan waktu membaca, belajar maupun mengerjakan tugas-tugas lain di perpustakaan.
Keberadaan guru di perpustakaan memiliki pengaruh yang besar dan diharapkan mampu mendorong
siswa datang ke perpustakaan untuk memanfaatkan berbagai sumber informasi yang tersedia.

Penutup

Reformasi pendidikan di sekolah mutlak diperlukan dengan melakukan reorientasi strategi


pendidikan dan pengajaran di sekolah. Untuk itu diperlukan desain khusus bagi pendidikan di sekolah

agar dapat mengantar peserta didik saat ini menjadi lebih kreatif, dinamis, inovatif dan memiliki
keunggulan serta daya saing , sebab dalam era golabilisasi peserta didik akan bersaing dengan peserta
didik dari negara-negara lain.
Pelaksanaan reformasi sekolah berdampak positif bagi peningkatan peran
perpustakaan sekolah sehingga tidak lagi menjadi pelengkap dari institusi sekolah, melainkan berfungsi
sebagai penunjang proses pembelajaran. Hal tersebut akan terwujud bila pengembangan perpustakaan
menjadi salah satu agenda reformasi sekolah dengan menempatkannya dalam prioritas program sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa,. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah : Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Murbojono,

Rahmat.

2007.

Reformasi

Sekolah

dalam

Rangka

Peningkatan

Kualitas

Pendidikan. Forum Pendidikan Vol.32.(01) April 2007. Padang : Universitas Negeri Padang Press
Per Dalin, dkk. 1994. How Scholl Improve. An international Report. Great Britain : Rewooe Books,
Trowbridge, Wilrshire.
Simbolon, Tony. 2007.

Reformasi Pendidikan

dalam

Perspektif Sekolah. (http://www.

depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_Tertulis/08_2001/Reformasi_pendidikan.htm.

diakses

28

November 2007)
Sugiharto. Guru Aktor Kunci Keberhasilan Pendidikan. Pelita.7 November 2007 Wanei. Gerda K.
Keluarga. Sekolah, dan Perkembangan Intelegensia : Antara Idealisme dan Realitas dalam buku
Reformasi Pendidikan Dasar : Menyiapkan Pribadi Berkualitas Menghadapi Persaingan Global. Jakarta :
Grasindo
Widayati, C.Sri. 2002. Reformasi Pendidikan Dasar : Menyiapkan Pribadi Berkualitas
Menghadapi Persaingan Global. Jakarta : Grasindo

Anda mungkin juga menyukai