1
E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan
Implementasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, hlm. 19.
2
Peter. P. Schoderbek, Management, Harcourt Broce Javano Vich, San
Diego, 1988, hlm. 8.
11
12
مسعت رسول اهلل صلى اهلل:عن عبد اهلل بن عمر رضي اهلل عنهما قال
8
)ول َع ْن َر ِعيَتِ ِو (رواه البخارى
ٍ ُ ُكلُّل ُ م ر ٍاع وُكلّ ُ م مسئ:عليو وسلم يقول
َْْ َ َ ْ
3
P J. Hills, A Dictionary of Education, Roultledge Books, London, 1982,
hlm. 54.
4
Herek French dan Heather Saward, The Dictionary of Management, Pans
Book, London, 1982, hlm. 9.
5
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1978, hlm. 44.
6
Sondang P. Siagian, Filsafat Administarsi, Haji Masagung, Jakarta,
1989, hlm. 5.
7
Al Qur’an Surat Al-Mudasir, ayat 38, Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan
Terjemahannya, Departemen Agama, Jakarta, 2006, hlm. 1087.
13
8
Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari,
Juz 3, Dar al Kutub al-Ilmiyah, Beirut, 1992, hlm. 173-174.
9
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
2005, hlm. 533.
10
Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1992, hlm. 33.
11
David G. Burnalik, ed., Webster New World Dictionary, A Warner
Communication Company, New York, 1984, hlm. 488.
12
Idhoci Anwar, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Pembiayaan
Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 52.
14
a. Input
Organisasi atau lembaga yang menerapkan manajemen mutu
memiliki input manajemen, dimana semua staf dalam lembaga tersebut
dapat bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing.13
Tinggi rendahnya mutu input tergantung kesiapan input.
Semakin tinggi kesiapan input, semakin tinggi pula mutu input.
Kesiapan input sangat diperlukan agar proses berjalan dengan baik.
Proses bermutu tinggi bila pengkoordinasian, penyesarian input
harmonis sehingga mampu menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan, mampu mendorong motivasi, dan benar-benar
memberdayakan sumber daya manusia.14 Output bermutu tinggi bila
lembaga menghasilkan prestasi akademik dan non akademik, dan
prestasi lainnya.
b. Proses
Lembaga yang menerapkan manajemen mutu memiliki
efektivitas yang tinggi, Selain itu lembaga yang menerapkan
manajemen mutu menuntut para pimpinan memiliki peran yang kuat
dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua
sumber daya yang tersedia secara efektif dan efisien.15
Proses peningkatan mutu juga perlu mengembangkan tenaga
pendidikan dan kependidikan baik yang terkait dengan analisis
kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan
kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi
seorang pimpinan. 16
Proses pengembangan mutu yang dilakukan sekolah perlu
melibatkan perlu melibatkan segala yang terkait sekolah khususnya
13
Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005,
hlm. 34.
14
Suryadi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah: Konsep dan Aplikasi,
Sarana Panca Karya Nusa, Bandung, 2012, hlm. 9-10.
15
DW Ariani, Manajemen Kualitas, Universitas Atmajaya, Yogyakarta,
1999, hlm. 9.
16
Ibid., hlm. 12.
15
21
Surat Edaran Ditjen Dikdasmen Depdikbud dan Ditjen Binbaga Islam
Depag No.5781A/C/U/1993, No.1/01/ED/1444/1993 tentang Pedoman
Pelaksanaan KKG PAI Pada Sekolah Dasar.
22
Kementerian Agama RI, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan KKG PAI
SD, Direktorat Pendidikan Agama Islam, Jakarta, 2014, hlm. 3.
23
Sukmandari, Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. 1 No 3, Desember
2012.
24
Abdul Hadis dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, PT. Alfa
Beta, Bandung, 2010, hlm. 19.
25
E Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah yang Professional, PT. Rosda
Karya, Bandung, 2005, hlm. 85.
17
26
Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005,
hlm. 76.
27
Abdul Hadis dan Nurhayati, Op.Cit, hlm. 24.
28
Ibid., hlm. 77.
18
29
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Standar
Pengembangan Kelompok Kerja Guru (KKG), Direktorat Profesi Pendidik
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan,
Jakarta, 2008, hlm. 5-6.
30
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, PT. Gunung Agung, Jakarta,
2004, hlm. 101.
19
31
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Standar
Pengembangan Kelompok Kerja Guru (KKG), Op.Cit, hlm. 7-10.
32
Made Pidarta, Landasan Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997,
Cet. I, hlm. 4.
33
Winardi, Asas-Asas Manajemen, Alumni, Bandung, 1983, hal. 63.
34
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, PT.
Grasindo, Jakarta, 2002, hlm. 8.
35
Winardi, Op.Cit., hlm. 78.
22
36
Soebijanto Wirojoedo, Teori Perencanaan Pendidikan, Liberty,
Yogyakarta, 1985, Cet. 1, hlm. 6.
37
Surat Al- Baqarah, ayat 195, Soenarjo, dkk., Op.Cit., hlm. 23.
38
Ek. Mohtar Effendy, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan
Ajaran Islam, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 77.
39
Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, P.T. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 50.
40
James A. F. Stoner, Manajemen, Prenhallindo, Jakarta, 1996, hlm. 11.
23
41
Winardi, Op. Cit, hlm. 217.
42
F.X. Soedjadi, O&M Organization and Methods Penunjang
Keberhasilan Proses Manajemen, Cet. Ke-3, Haji Masgung, Jakarta, 1990, hlm.
17.
43
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Standar
Pengembangan Kelompok Kerja Guru (KKG), Op.Cit, hlm. 10.
44
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu Pustaka Pelajar,
Jogjakarta, 2006, hlm. 63.
24
45
Sodang P. Siagian, Op. Cit, hlm. 128.
46
Ibid.
47
Pangkyim, Manajemen Suatu Pengantar, Gladia Indonesia, Jakarta,
1982, hlm. 166.
25
48
Ibid.
49
Pangkyim, Op.Cit., hlm. 177.
50
Jerome S. Arcaro, Op.Cit., hlm. 85.
51
Ibid.
26
52
Ernest Dale, L.c. Michelon, Metode-metode Managemen Moderen,
Andalas Putra, Bandung, t.th., hlm. 10.
53
Hani Handoko, Manajemen, Edisi II, BPFP, Yogyakarta, 2008, Cet. 2,
hlm. 359.
54
Seorang ahli statistik Amerika dan doktor dalam bidang ilmu fisika.
Demings lahir tahun 1900 dan meninggal tahun 1993. Sebagai seorang teoritis,
manajemen pengaruhnya baru terasa belakangan di Barat, meskipun di Jepang
telah dimulai sejak tahun 1950-an. Lihat lebih lanjut Soewarso Hardjosoedarmo,
Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta, 2004, hlm. 87.
27
Konsep KKG PAI bermutu (unggul) perlu ada dalam konsep setiap
Ketua dan Pengurus KKG PAI. Pimpinan KKG perlu memahami falsafah,
metode, teknik, dan strategi manajemen untuk perbaikan mutu KKG. Hal
ini dikarenakan kinerja organisasi KKG senantiasa dinilai masyarakat
dalam situasi yang makin maju.
55
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep,
Strategi dan Aplikasi, PT. Grasindo, Jakarta, 2002, hlm. 32-33.
56
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013
Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, hlm. 1.
29
57
Direktorat Pendidikan Agama Islam, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar (KKG PAI),
Kementerian Agama RI, Jakarta, 2014, hlm.6-7
58
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kendali
Mutu PAI, Depag RI, Jakarta, 2001, hlm. 41.
59
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 23.
31
60
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 201.
61
Syafaruddin, Op.Cit., hlm. 47.
62
Jerome S. Arcaro, Op.Cit, hlm. 38.
63
Jerom W. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsip
Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005,
hlm. 26.
64
B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Rineka Cipta,
Jakarta, 2004, hlm. 209.
32
65
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Kependidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2002, hlm.
23.
66
Ibid., hlm. 23-24.
67
Sardiman A.M, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, PT Raja
Grafindo Persada, Bandung, 2000, hlm. 131.
33
68
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1994, hlm. 74.
69
Hery Noor Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Logos, Jakarta, 1999, cet I, hlm.
92.
70
Ahmad Tafsir, Op.Cit., hlm. 76.
71
Ahmadi, Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, CV Saudara, Salatiga,
1984, hlm 68.
72
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta,
1997, hlm. 61.
34
73
Earl V Pullias and James D Young. Teacher is Many Things, Faw Cett.
USA, 1968, hlm. 14.
74
Tim Penyusun, Undang-undang No. 14/2005 Tentang Guru dan Dosen,
Kesindo Utama, Surabaya, 2005, hlm. 2.
75
Kementerian Agama Islam, Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor16 tahun 2010, Kementerian Agama RI, Jakarta, 2010, hlm. 3.
35
76
Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan
Islam, PT. Gramedia, Jakarta, 2001, hlm. 134.
77
Haidar Putera Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia, Rienika Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 75.
78
Undang-undang No. 14/2005, Op.Cit., hlm. 3.
36
79
Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bhukhari, Shahih Bukhari
Vol I, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Lebanon, t.th, hlm. 26.
80
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru
Algensindo, Bandung, 1995, hlm. 14.
37
81
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2002, hlm. 15.
82
H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 2000, cet.II, hlm. 137-138.
83
Tim Penyusun, PP. No. 19 / 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
BP. Cipta Jaya, Jakarta, 2005, hlm. 16.
38
a. Kualifikasi akademik.
b. Kompetensi
1) Kompetensi Pedagogik
84
Undang-undang No. 14 / 2005, Op.Cit., hlm. 7-8.
85
PP. No. 19 / 2005, Op.Cit, hlm 16.
86
Tim Penyusun, Undang-undang No. 14/2005 Tentang Guru dan Dosen,
Op.Cit. hlm. 7.
87
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfa Beta,
Bandung, 2004, hlm. 209.
88
Moh. Uzer Usman, Op.Cit., hlm. 14.
89
Undang-undang No. 14 / 2005, Op.Cit., hlm. 48.
39
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian
yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi
teladan peserta didik”.90
Dalam proses belajar mengajar pribadi guru sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi peserta didik, karena
sikap dan tindakan serta tingkah laku seorang guru akan menjadi
contoh bagi setiap peserta didiknya dalam berbagai aspek
kehidupan, mak guru harus dapat memberikan hal-hal yang baik
dan pantas ditiru. Hal ini karena guru memberikan ilmu.
3) Kompetensi Profesional
Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam.91 Kemampuan
menguasai bahan pelajaran merupakan bagian integral dari proses
belajar mengajar, jangan dianggap pelengkap bagi profesi guru.
Guru yang professional harus menguasai bahan yang akan di
ajarkannya.92 Guru hendaknya menguasai bahan ajar wajib
(pokok), bahan ajar pengayaan dan bahan ajar penunjang dengan
baik untuk keperluan pengajarannya. Guru hendaknya mampu
menjabarkan serta mengorganisasi bahan ajar secara sistematis
(berpola), relevan dengan tujuan (TIK), selaras dengan
perkembangan mental peserta didik, selaras dengan tuntutan
perkembangan ilmu serta teknologi dan dengan memperhatikan
90
Ibid.
91
Ibid., hlm. 49.
92
Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 22.
40
kondisi serta fasilitas yang ada di sekolah dan atau yang ada di
lingkungan sekitar sekolah.93
4) Kompetensi Sosial
93
A. Samana, Profesionalisme Keguruan, Kanisius, Yogyakarta, 1994,
cet.I, hlm. 61.
94
Undang-undang No. 14 / 2005, Op.Cit., hlm. 49.
95
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Ditinjau dari Sudut Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1994, cet.
I, hlm. 339.
41
96
Undang-undang No. 14 / 2005, Op.Cit., hlm. 4.
97
Ibid., hlm. 8.
98
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 211 Tahun 2011
tentang Pedoman Pengembangan Standar Nasional Pendidikan Agama Islam
pada Sekolah, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 77-
78.
42
99
Sudarwan Danim, Op.Cit., hlm, 44-55.
43
100
Soeganda Poerbakawaca dan H.A.H. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan,
Gunung Agung, Surabaya, 1981, Cet. II, hlm. 261.
44
101
A. Samana, Op.Cit., hlm. 26.
45
102
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran; untuk membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, Alfabeta, Bandung, 2003, hlm.
175.
46
bentuk aslinya.103
Model sendiri dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya.
Walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia sebenarnya.104 Atas
dasar pengertian tersebut, maka model adalah kerangka konseptual yang
digunakan untuk memperoleh pemahaman fenomena yang ingin diterangkan
dari titik atau fokus perhatian yang dipermasalahkan. Model manajemen mutu
muncul karena adanya usaha eksplanasi secara kontinu yang diturunkan dari
perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha
menerapkan prinsip-prisnip peningkatan mutu pada cakupan yang lebih
abstrak termasuk pada ilmu pendidikan.
Uharsaputra secara sederhana mengartikan manajemen mutu dapat
sebagai aktivitas manajemen untuk mengelola mutu.105 Menurut Gasperz
manajemen kualitas dapat dikatakan sebagai aktivitas dari fungsi manajemen
secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan, tanggung
jawab, serta mengimplementasikan melalui alat-alat manajemen kualitas,
seperti perencanaan kualitas, pengendalian kualitas, penjaminan kualitas, dan
peningkatan kualitas.
Pengembangan mutu merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk
meningkatkan produkstivitas usaha, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Konsep dan pendekatan ini menawarkan sejumlah rumusan yang dapat
dilakukan dalam kegiatan manajemen yang berorientasi pada peningkatan
mutu secara total, karena pencapaian kualitas bukan merupakan hasil
penerapan cara instan jangka pendek, melainkan memerlukan metode
manajemen yang sistematis dan dilaksanakan secara terus-menerus.
Model pengembangan mutu banyak dirumuskan oleh beberapa ahli
seperti W. Edward Demin, Joseph M. Juran, Philip Crosby, Edward Sallis,
serta pakar-pakar lainya. Namun penulis hanya mengulas dua model
103
Ibid.
104
Ibid., hlm. 176.
105
Uhar Suharsaputra, Administrasi Pendidikan, Refika Aditama,
Bandung, 2010, hlm. 233.
47
Siklus PDCA
Plan
Act Do
Check
106
Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005,
hlm. 31.
107
Ibid., hlm. 31.
48
2. Joseph M. Juran
Menurut Juran, kualitas berarti cocok atau sesuai untuk digunakan,
yaitu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh
pemakainya. Juran mengemukakan empat konsep metode peningkatan
mutu, yaitu: 109
a) Jurans Three Basic Steps to Progress
Juran berpendapat bahwa ada hubungan antara kualitas dengan
daya saing. Jurans Three Basic Steps to Progress mengandung tiga
langkah, yaitu:
1) Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
2) Mengadakan program pelatihan secara luas
108
Ibid., hlm 31-32.
109
Ibid., hlm 34.
49
110
Umi Hanik, Implementasi TQM; dalam Peningkatan Kualitas
Pendidikan, Rasail, Semarang, 2011, hlm. 24.
111
Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Op.Cit., hlm. 35.
50
1) Perencanaan Kualitas
Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk,
sistem, dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi atau
melampaui harapan pelanggan. Langkah-langkah yang dibutuhkan
untuk itu adalah sebagai berikut;
(a) Menentukan siapa yang menjadi pelanggan
(b) Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan
(c) Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan.
(d) Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan
organisasi untuk menghasilkan keistimewaan tersebut.
(e) Menyebarkan rencana kepada level operasional.
2) Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah berikut;
(a) Menilai kinerja kualitas aktual
(b) Membandingkan kinerja dengan tujuan
(c) Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan
3) Perbaikan Kualitas
Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on-going dan
terus-menerus. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut;
(a) Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk
melakukan perbaikan kualitas setiap tahun
(b) Mengidentifkasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan
dan melakukan proyek perbaikan
(c) Membentuk suatu tim proyek yang bertanggung jawab dalam
menyelesaikan setiap proyek
(d) Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar
dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber
penyebab utama, memberikan solusi, dan melakukan
pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang
diperoleh. 112
112
Ibid., hlm 35-36.
51
3. Edward Sallis
Sallis mengemukakan peningkatan mutu pendidikan dapat
dilakukan dengan menerapkan Total Quality Management in Education
(TQME). Adapun metode peningkatan mutu pendidikan yang ditawarkan
Edward Sallis adalah:114
a. Perbaikan secara terus-menerus.
Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola
senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan secara
terus-menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggaraan
pendidikan telah mencapai standar mutu yang ditetapkan. Konsep ini
juga berarti bahwa antara institusi pendidikan Islam senantiasa
memperbarui proses berdasarkan kebutuhan dan tuntutan klien. Jika
tuntutan dan kebutuhan klien berubah, maka pihak pengelola institusi
pendidikan dengan sendirinya akan merubah mutu, serta selalu
memperbaharui komponen produksi atau komponen-komponen yang
ada dalam institusi pendidikan.
b. Menentukan standar mutu (quality assurance).115
Paham ini digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu
dari semua komponen yang bekerja dalam proses produksi atau
transformasi lulusan institusi pendidikan. Standar mutu pendidikan
misalnya dapat berupa pemilikan atau akuisisi kemapuan dasar pada
masing-masing bidang pembelajaran, sesuai dengan jenjang
pendidikan yang ditempuh. Selain itu, pihak manajemen juga harus
menetukan standar mutu materi kurikulum dan standar evaluasi yang
113
Roger D Schroeder, Operation Management; Contemporary
Concepts and Cases, Mc Graw Hill Irwin, New York, 2007, hlm. 146.
114
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, terj. Ahmad
Ali Riyadi, dkk. IRCiSoD, Yogyakarta, 2006, hlm. 8-11.
115
Ibid.
52
118
Ibid, hlm. 12.