Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Asam Tambang (Acid Mine Drainage)


Air asam tambang (Acid Mine Drainage) merupakan konsekuensi alami dari kegiatan
pertambangan di mana penggalian deposit mineral (bijih logam atau batubara), di bawah
lapisan air tanah, yang menyebabkan terpaparnya sulfur yang dapat bereaksi secara
spontan dengan senyawa oksigen dan air. Perkembangan teknologi memungkinkan untuk
dilakukan penambangan bijih tambang jauh di bawah lapisan air tanah. Ini merupakan
sebuah masalah di mana air tanah tersebut akan mengalir di atas lapisan bijih yang
terbuka dan bereaksi kimia dengan mineral sulfur yang akhirnya akan terbentuk larutan
asam (Putra,2013).
Air asam tambang adalah air yang terbentuk di lokasi penambangan dengan pH
rendah (pH <6) sebagai dampak dibukanya suatu potensi keasaman batuan sehingga
menimbulkan masalah bagi kualitas air, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh tiga
factor utama yaitu air, oksigen, dan batuan yang mengandung mineral mineral sulfide
(Pinandari dkk,2011).
Menurut Putra (2013) bahwa air asam tambang terbentuk karena adanya reaksi
antara mineral sulfida, oksigen dan air. proses penambangan yang membuka lapisan
tanah penutup suatu batuan yang mengandung mineral sulfida akan membuat mineral
sulfida terpapar ke udara dan dengan mudahnya bereaksi dengan oksigen selain itu

dengan adanya hujan atau air tanah yang mengalir pada lapisan batuan tersebut
membuat okidasi mineral sulfida berjalan dengan baik yang akhirnya akan menghasilkan
air asam.

Tabel 2.1 Mineral Sulfida yang Berpotensi Menimbulkan Air Asam Tambang
Mineral

Pyrite

Komposisi FeS2

Calcopyrite

Calcosite

Spalerit

Millerit

Galena

CuFeS2

Cu2S

ZnS

NiS

PbS

Menurut Nurisma (2012) meyatakan bahwa air yang berasal dari tambang batubara
akan memiliki karakteristik berwarna merah kecoklatan, kuning dan kadang - kadang
putih. Air tersebut bisa saja bersifat asam maupun basa tergantung dari tingkat
konsentrasi sulfat (SO42-), besi (Fe), mangan (Mn) juga di pengaruhi elemen-elemen
seperti kalsium, sodium, potassium, dan magnesium. Air asam tambang timbul apabila
mineral-mineral sulfida yang terkandung dalam batuan terpapar sebagai akibat
pembukaan lahan atau pembongkaran batuan pada saat penambangan berlangsung dan
bereaksi dengan air dan oksigen. Bakteria yang ada secara alami dapat mempercepat
reaksi yang bias menyebabkan terjadinya air asam.
Berikut ini akan dijelaskan secara rinci proses terbentuknya air asam tambang dalam
beberapa tahap yang saling berkaitan dan tahap ini didasari dengan reaksi pembentukan
air asam tambang (Patra,2013).
a.

Oksidasi mineral sulfida


Bahan galian atau bijih yang ingin diambil dalam penambangan tentunya tidak

terdapat di permukaan namun terdapat dibawah berberapa lapisan batuan bahkan bijih
itu terdapat pada salah satu dari lapisan batuan tersebut. maka untuk mendapatkan

bijih tersebut harus dilakukan pengupasan lapisan-lapisan tanah atau batuan yang ada
diatasnya sehingga bijih atau bahan galian tersebut dapat diambil dengan mudah.
Pengupasan ini membuat lapisan batuan yang umumnya mengandung mineral sulfida
terpapar keudara sehingga mineral sulfida ini akan mengalami oksidasi karena adanya
air dan oksigen. Mineral-mineral sulfida yang umum terdapat pada batuan diantaranya
pirit (FeS2), pirotit (FeS), markasit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2) dan arsenopirit (FeAsS).
Kandungan sulfur yang terdapat pada mineral tersebutlah yang akan dioksidasi oleh
oksigen dan air. Reaksi yang berlangsung merupakan reaksi pelapukan dari mineral
sulfida disertai proses oksidasi. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat dan besi fero
dilepaskan. Dari reaksi ini dihasilkan dua mol keasaman dari setiap mol pirit yang
teroksidasi (Patra,2013).
2 FeS2(s) + 7 O2(g) + 2 H2O(aq)

Pyrite
b.

+ Oxygen + Water

2 Fe2+(aq) + 4 SO42-(aq) + 4 H+(aq)


Ferrous Iron + Sulfate + Acidity

Konversi besi ferro menjadi besi ferri


Tahap ini merupakan kelanjutan tahap pertama, hasil reaksi pada tahap pertama

berupa larutan besi ferro dan ionisasi asam sulfat akan bereaksi dengan oksigen kembali
sehingga besi ferro dan ion H+ akan membentuk besi ferri dan air. laju reaksi berjalan
lambat. Dan pada tahap ini mulai terdapat bakteri oksidasi sulfur dan bakteri oksidasi besi
yaitu bakteri thiobacilus yang akan mempercepat proses oksidasi. Pada tahap ini pH air
asam ini berkisar di bawah 5. Berikut ini reaksi pada tahap ini (Patra,2013).
Fe2+ (aq) + O2 (g) + H+ (aq) Fe3+ (aq) + H2O (aq)
Besi ferus + Oksigen + Asam
c.

Hidrolisa besi

Besi ferik + Air

Reaksi ketiga adalah hidrolisa dari besi. Hidrolisa adalah reaksi yang memisahkan
molekul air. Tiga mol keasaman dihasilkan dari reaksi ini. Pembentukan presipitat ferri
hidroksida tergantung pH, yaitu lebih banyak pada pH di atas 3,5 (Patra,2013).
Fe3+ (aq) + 3H2O (aq) Fe(OH)3 (s) + 3H+ (aq)
Besi ferik + Air Ferik hidroksida + Asam (endapan oranye)
d.

Oksidasi mineral sulfida lanjutan (Pyrite)


Reaksi keempat adalah oksidasi lanjutan dari pirit oleh besi ferri. Ini adalah reaksi

propagasi yang berlangsung sangat cepat dan akan berhenti jika pirit atau besi ferri habis.
Agen pengoksidasi dalam reaksi ini adalah besi ferri (Patra,2013).
FeS2(aq) +14 Fe3+(aq) + 8 H2O(aq) 15 Fe2+(aq) + 2 SO42-(aq) + 16 H+(aq)

Pyrite + Ferric Iron + Water Ferrous Iron + Sulfate + Acidity


Hasil akhir dari keempat tahapan tersebut adalah besi sulfat jika mineral sulfide
yang teroksidasi merupakan mineral pyrite. Reaksi ini akan terus berlanjut jika keadaan
terbentuknya air asam tambang terpenuhi (Patra,2013).
2.2 Sumber Air Asam Tambang
Sumber Air Asam Tambang adalah dari pertambangan terbuka, terutama pada
tambang batubara, yang memilki resiko terpapar oleh air hujan sehingga berpotensi
sangat besar untuk menjadi tempat terbentuknya Air Asam Tambang (Patra,2013).

2.3 Penanganan Air Asam Tambang


Pengolahan air asam harus dilakukan sebelum air tersebut dibuang ke badan
air, sehingga nantinya tidak mencemari perairan di sekitar lokasi tambang.

Pengolahan air asam dapat dilakukan dengan cara penetralan. Penetralan air asam
dapat menggunakan bahan kimia diantaranya seperti Limestone (Calcium

Carbonat), Hydrate Lime (Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide),


Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate), Anhydrous Ammoni

(Nurisma

dkk,2013).
a. Limestone (Calcium Carbonat)
Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah digunakan selama
berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH dan mengendapkan logam di dalam
air asam. Penggunaan limestone merupakan penanganan yang termurah,
teraman dan termudah dari semua bahan-bahan kimia. Kekurangan dari
limestone ini ialah mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah dan
limestone terlapisi.
b. Hydrate Lime (Calcium Hydroxide)

Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan
untuk menetralkan air asam. Hydrated lime sangat efektif dari segi biaya dalam
yang sangat besar dan keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated lime adalah

hydrophobic, begitu lama pencampuran diperlukan untuk membuat hydrated


lime dapat larut dalam air. Hydrated lime mempunyai batasan keefektifan dalam
beberapa tempat dimana suatu pH yang sangat tinggi diperlukan untuk
mengubah logam seperti mangan.
c.

Caustic Soda (Sodium Hydroxide)

Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering
dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang rendah.

Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut dan
digunakan

dimana

kandungan

mangan

merupakan

suatu

masalah.

Penggunaannya sangat sederhana, yaitu dengan cara meneteskan cairan

caustic ke dalam air asam, karena kelarutannya akan menyebar di dalam air.
Kekurangan utama dari penggunaan cairan caustic untuk penanganan air asam
ialah biaya yang tinggi dan bahaya dalam penanganannya. Penggunaan caustic
padat lebih murah dan lebih mudah dari pada caustic cair.
d. Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)
Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan kandungan
besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air asam biasanya
berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan buangan.
e. Anhydrous Ammoni

Anhydrous Ammonia digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan


acidity dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam. Ammonia
diinjeksikan ke dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air, kelarutan tinggi,
rekasi sangat cepat dan dapat menaikkan pH. Ammonia memerlukan asam (H+)
dan juga membentuk ion hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan logamlogam membentuk endapan. Injeksi ammonia sebaiknya dekat dengan dasar
kolam atau air inlet, karena ammonia lebih ringan dari pada air dan naik

kepermukaan. Ammonia efektif untuk membersihkan mangan yang terjadi pada


pH 9,5.
f.

Penggunaan Tawas Sebagai Bahan Koagulan


Air asam dalam kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan memiliki

kekeruhan yang sangat tinggi, oleh karena itu untuk menurunkan kekeruhannya
dapat menggunakan bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal dengan tawas
atau rumus kimianya (Al2SO4)3. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling
banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh
dipasaran serta mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung
kepada turbidity (kekeruhan) air. Semakin tinggi turbidity air maka semakin
besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Makin banyak dosis tawas yang
ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat
sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8 -7,4. Apabila
alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan
alkalinitas.
Dalam menentukan kualitas air, digunakan beberapa parameter fisika dan kimia.
Parameter fisika yang biasa digunakan dalam penentuan kualitas air adalah cahaya, suhu,
kejernihan dan kekeruhan, warna konduktivitas dan padatan. Sedangkan parameter kimia
yang digunakan adalah pH, asiditas, kesadahan, alkalinitas, potensi reduksi oksidasi,
oksigen terlarut, karbondioksida dan bahan organic. Selain itu terdapat ion - ion didalam
perairan yang dapat mempengaruhi kualitas air. Ion utama diantaranya adalah kalsium,
magnesium, natrium, klorida dan sulfur (Pinandari,2011).

Dalam kegiatan penambangan batubara, pemerintah telah menetapkan Baku Mutu


Lingkungan Cair Tambang Batubara melalui keputusan menteri Lingkungan Hidup Nomor
113 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pertambangan
batubara pada pasal 2 ayat (1). Parameter yang diamati antaranya adalah angka pH,
residu tersuspensi, kadar besi total dan kadar mangan total (Tabel 2) (Nurisman,2012).
Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara
Parameter
PH
Zat padat tersuspensi
Besi total
Mangan total

Satuan
Mg/liter
Mg/liter
Mg/liter

Kadar Maksimum
6-9
400
7
4

DAFTAR PUSTAKA

Nurisman, E., 2013. Studi terhadap dosis penggunaan Kapur Tohor (CaO). Teknik Patra
Akademika 2012; 5:4-22.
Pinandari, A.W. Fitriana, D.N. dan Suhartono, E. 2011, Uji efektifitas dan efisiensi filter
biomassa menggunakan sabut kelapa (cocos nucifera) sebagai bioremoval untuk
menurunkan kadar logam (Cd, Fe, Cu), total padatan tersuspensi (TTS) dan
meningkatkan PH pada limbah air asam tambang batubara, Prestasi , Vol. 1, 10-12.
Putra, S.M., 2013, Teknologi perubahan air asam tambang dengan metode elektrolisa,
Teknik Pertambangan Unsri, Sumsel.

Anda mungkin juga menyukai