Emergency SK 3
Emergency SK 3
JULIA 1102010137
timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin,
etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin,
sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan)
Sindrom Stevens Johnson dapat disebabkan oleh karena :
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks, influenza,
gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya),
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib, sitagliptin,
penicillin, barbiturat, sulfonamide, fenitoin, azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin,
ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin),
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma), atau
4. Faktor idiopatik (hingga 50%).
Sindrom Stevens Johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang jarang
dari suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom Steven Johnson juga mungkin
disebabkan oleh karena penggunaan kokain.
Walaupun SJS dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat
terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotic dan
sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan SJS, eritem
multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfonamide (antibiotik),
penisilin (antibiotic), barbiturate (sedative), lamotrigin (antikonvulsan), fenitoin dilantin
(antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari
terjadinya SJS.
Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson
JULIA 1102010137
Patofisiologi SJS
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari
antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat
(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T
yang spesifik. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi:
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan
2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuriat
3. Kegagalan termoregulasi
4. Kegagalan fungsi imun
5. Infeksi
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan yang dapat berupa didahului
panas tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi timbul mendadak, gejala bermula di mukosa mulut
berupa lesi bulosa atau erosi, eritema, disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk trias
(stomatitis, konjunctivitis, dan uretritis). Gejala prodormal tidak spesifik, dapat berlangsung
hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, beberapa
penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan pada selaput lendir, mulut dan bibir
selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat penderita tak dapat
makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai krusta hemoragik
JULIA 1102010137
Penyakit ini sama dengan NET disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik)
menurut klasifikasi Coomb dan Gel. Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut bergantung
kepada sel sasaran (target cell). Sasaran utama SSJ dan NET ialah pada kulit berupa destruksi
keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8, IL-5
meningkat, juga sitokinin-sitokinin yang lain. CD4 terutama terdapat pada deRmis, sedangkan
CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresi ICAM-1, ICAM-2, dan MCH II. Sel
langerhans tidak ada atau sedikit. TNF di epidermis meningkat. Oleh karena proses
hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi :
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan.
2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuriat
3. Kegagalan termoregulasi
4. Kegagalan fungsi imun dan infeksi
Reaksi hipersensitif tipe III
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro
presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran ( targetorgan ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah
mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan. Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan
tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat
melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut.
Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan
jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan
mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta
penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitif tipe IV
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak
kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang. Pada
reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik
atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang
diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam
untuk terbentuk.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang
respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun . Hapten atau karier tersebut dapat
berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk yang
timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan
terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau prosesmetabolik).
Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta
menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yangterjadi.
Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula
disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi
imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan
kerusakan epidermis. Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan
kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat
tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal. Sindrom Stevens-Johnson dapat muncul
dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah
4
JULIA 1102010137
paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab. Baru-baru ini kokain termasuk dalam daftar obatobatan yang dapat mengakibatkan sindroma ini. lebih dari setengah kasus sindrom SJS, tidak
ditemukan sebab pasti dari SJS
Manifestasi Klinis
SJS dan TEN biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa
demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang
sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Kemudian pasien mengalami
ruam datar berwarna merah pada muka dan batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke
seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering
membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok.
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan halus. Pada
banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah kulit yang terpengaruh
sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin dan demam. Pada beberapa
orang, kuku dan rambut rontok
Pada SJS dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut,
tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata. Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar
yang gawat dan sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar
dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap infeksi,
yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari
ringan sampai berat. Pada umumnya yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat
soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodormal berupa demam
tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok.
Pada sindrom ini terlihat adanya tris kelainan berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang
berat kelainannya generalisata.
2. Kelainan selaput lender di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering adalah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul
oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang
(masing-masing 8% dan 4%). Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah
hingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam dan
tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas, dan
esophagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar/ tidak dapat menelan. Adanya
pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus; yang tersering adalah konjungtivitis
kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus
kornea, iritis, dan iridosiklitis.
JULIA 1102010137
Mengenal gejala awal SJS dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi
efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang yang mengalaminya. Gejala awal
termasuk :
1. Ruam
2. Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin
3. Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
4. Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula
terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa,
membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis
ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
5. Bengkak di kelopak mata, atau mata merah.
6. Pada mata terjadi: konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam
7. kelopak mata dan bola mata), konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis,
iridosiklitis, simblefaron, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi
dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan
faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan
inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan
mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa
bulan sampai 31 tahun. Bila kita mengalami dua atau lebih gejala ini, terutama bila kita baru
mulai memakai obat baru, segera periksa ke dokter.
Terdapat 3 derajat klasifikasi yang diajukan :
1. Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
Diagnosa SJS
Diagnosa ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa,
mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk
target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta
uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia
dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit
meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4
normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit
direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bias membantu diagnosa kasuskasus atipik
Diagnosis Banding SJS
Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan sindroma Steven Johnson :
1. Toxic Epidermolysis Necroticans. Sindroma steven johnson sangat dekat dengan TEN. SJS
dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit ini lesi kulit ditandai
dengan krusta yang mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa terkena (Siregar, 2004).
JULIA 1102010137
3. Konjungtivitis membranosa, ditandai dengan adanya massa putih atau kekuningan yang
menutupi konjungtiva palpebra bahkan sampai konjungtiva bulbi dan bila diangkat timbul
perdarahan
JULIA 1102010137
JULIA 1102010137
Sedangkan terapi sindrom Steven Johnson pada mata dapat diberikan dengan :
1. Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologis setiap 2
jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringan pada bola mata.
2. Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinya perlekatan
konjungtiva
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan preanisone 30
40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya burukdan lesi menyeluruh harus diobati secara
tepat dan cepat. Kartikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksamate dan
intravena dengan dosis permulaan 4 6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam
beberapa hari. Pasien stevens-johnson berat harus segera dirawat dan berikan deksametason 6x5
mg intravena setelah masa kritisteratasi, kedaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama
mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, tiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis
mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan table kortikosteroid, misalnya
prenidesone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian
diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10
hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn pemeriksaan elektrolit ( K, Na dan CI
) bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg /
hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein / anabolik seperti nandroklok dekanoat dan
nanadrolon fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa ( dosis untuk anak tergantung berat
badan ).
Antibiotik.
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia yang dapat menyebabkan
kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektrom luas dan bersifat
sakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
Infus dan Transfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan / elektron dan nutrisi penting karena pasien sukar atau
tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk
itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak memberi
perbaikan dalam 2 3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah banyak 300 cc selama 2 hari
berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura
yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan
hemostatik.
Tropikal
Terapi tropikal untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang
erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfa diarine perak.
Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara seluruh
kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan
keseimbangan cairan elektrolit dan syok pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan
laksimasi.
Sindrom Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
9
JULIA 1102010137
Prognosis SJS
SJS adalah reaksi yang gawat. Bila tidak diobati dengan baik, reaksi ini dapat
menyebabkan kematian, umumnya sampai 35 persen orang yang mengalami TEN dan 5-15
persen orang dengan SJS, walaupun angka ini dapat dikurangi dengan pengobatan yang baik
sebelum gejala menjadi terlalu gawat. Reaksi ini juga dapat menyebabkan kebutaan total,
kerusakan pada paru, dan beberapa masalah lain yang tidak dapat disembuhkan.
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 23 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau
pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih
luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, serta sepsis
10
JULIA 1102010137
11
JULIA 1102010137
Kelainan Kongenital
Atresia koane
Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu atau dua sisi, akibatkegagalan absorpsi
membran bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa membranatau tulang. Gejalanya ialah
kesulitan bernapas dan keluar sekret hidung terusmenerus. Diagnosis mudah dibuat dengan
timbulnya sianosis pada waktu diam yangmenghilang pada waktu menangis, dan melihat
sumbatan di belakang rongga hidung.Pengobatan dengan pembedahan.
Sindrom Piere Robin
4Sindrom ini terdiri dari trias gejala yaitu mikrognasia, celah langit-langit, danoleh karena
mikrognasia, lidah jatuh ke belakang mengakibatkan obstruksi jalannapas atas. Kadang sindroma
ini disertai defek pada mata.
Selaput (web) glotis dan stenosis glotis
Pita suara terbentuk dari membran horizontal primordial yang terbelah padagaris tengah.
Kegagalan pemisahan mengakibatkan berbagai derajat stenosis glotis,mulai dari selaput pada
komisura anterior sampai atresia total glotis. Biasanyaditandai suara parau sedangkan pada bayi
menifestasinya berupa suara serak danmenangis tidak keras. Derajat sesak dan disfonia
tergantung dari luasnya kelainan.Pengobatan sementara pada bayi atau anak dengan businasi.
Diperlukantindakan bedah untuk memisahkan pita suara melalui tirotomi.Obstruksi di subglotis
jarang ditemukan, yaitu berupa penyempitan jalannapas setinggi rawan krikoid.
12
JULIA 1102010137
Radang
Angina Ludwig
Angina Ludwig ialah selulitis di dasar mulut dan leher akut yang invasif,menyebabkan udem
hebat di leher bagian atas yang dapat menyumbat jalan napas.Kuman penyebab biasanya
streptokokus atau stafilokokus. Infeksi biasanya berasaldari lesi di mulut seperti abses alveolar
gigi atau infeksi sekunder pada karsinomadasar mulut. Kelainan ini cepat meluas melalui ruang
fasia tertutup dan dapatmenyebabkan udem glotis yang dapat mengancam jiwa karena obstruksi
jalan napas.Karena radang dasar mulut ini lidah terdorong ke palatum dan ke dorsal, ke
arahdinding dorsal faring sehingga menutup jalan napas.Diagnosis dibuat berdasarkan gejala
klinis dan dibantu dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman dari nanah.Bila dapat
dibuat diagnosis dini maka pemberian antibiotik kadang-kadangmemberikan hasil yang
memuaskan. Bila pembengkakan leher dan dasar mulut tidak segera berkurang maka dilakukan
dekompresi terhadap ruang fasia yang tertutup didasar mulut dan leher, selanjutnya dipasang
pipa penyalir.
Trauma
Menelan bahan kaustik
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorit, atau basa kuatseperti soda kaustik,
potasium kaustik dan ammonium bila tertelan dapamengakibatkan terbakarnya mukosa saluran
cerna. Pada penderita yang tak sengajaminum bahan tersebut, kemungkinan besar luka baker
hanya pada mulut dan faringkarena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk ke
dalam lambung.Tetapi pada mereka yang coba bunuh diri akan terjadi luka bakar yang luas
padaesofagus bagian tengah dan distal karena larutan tersebut berdiam di sini agak lamasebelum
memasuki kardia lambung.Diagnosis didasarkan riwayat menelan zat kaustik dan adanya luka
bakar disekitar dan di dalam mulut. Kasus kecelakaan biasanya terjadi pada anak usiadibawah
enam tahun, sedangkan kasus bunuh diri pada dewasa.
Trauma trakea
Trauma tajam atau tumpul pada leher dapat mengenai trakea. Trauma tumpultidak menimbulkan
gejala atau tanda tetapi dapat juga mengakibatkan kelainan hebat berupa sesak napas, karena
penekanan jalan napas atau aspirasi darah atau emfisemakutis bila trakea robek.Dari pemeriksaan
photo roentgen dapat dilihat benda asing, trauma penyertaseperti fraktur vertebra servikal atau
emfisema di jaringan lunak di mediastinum,leher dan subkutis.Trauma tumpul trakea jarang
memerlukan tindakan bedah. Penderitadiobservasi bila terjadi obstreksi jalan napas dikerjakan
trakeotomi. Pada traumatajam yang menyebabkan robekan trakea segera dilakukan trakeotomi di
distalrobekan. Kemudian robekan trakea dijahit kembali.
Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dantrakea. Keadaan ini
baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar parau dan ada kesulitan
menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajatobstruksi pernapasan. Pengobatan
dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bilaobstruksi napas terlalu hebat maka dilakukan
trakeotomi.Stenosis trakea adalah komplikasi pemasangan pipa endotrakea berbalondalam waktu
lama. Tekanan balon menyebabkan nekrosis mukosa trakea disertai penyembuhan dengan
jaringan fibrosis yang mengakibatkan stenosis.Pengobatan stenosis ini berupa peregangan bagian
yang stenosis dalam waktulama, tetapi seringkali perlu dilakukan reseksi segmental trakea dan
anstomosis ujungke ujung.
Dislokasi krikoaritenoid
13
JULIA 1102010137
JULIA 1102010137
JULIA 1102010137
16
JULIA 1102010137
f. Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk
sementara.
Trakeostomi
Trakeostomi adalah suatu tindakan bedah dengan mengiris atau membuatlubang sehingga terjadi
hubungan langsung lumen trakea dengan dunia luar untuk mengatasi gangguan pernapasan
bagian atas.Indikasi trakeostomi adalah:
1. Mengatasi obstruksi laring.
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran pernapasan atas.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus.
4. Untuk memasang alat bantu pernapasan (respirator).
5. Untuk mengambil benda asing di subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas bronkoskopi.
JULIA 1102010137
tampak ismus, maka ismus disisikan ke atas atau ke bawah. Bila mengalami kesukaran
dan tidak memungkinkan, potong saja
g. Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudiansuntikkan anestesi
lokal kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk padawaktu memasang kanul.
h. Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan, setelah dipastikan trakeayaitu dengan
menusukkan jarum suntik dan letakkan benang kapas tersebut.Kemudian kanul
dimasukkan dengan bantuan dilator.
i. Kanul difksasi dengan pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya jahitanlonggar agar
udara ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah kulit.
18
JULIA 1102010137
Obstruksi Laring
Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan penyumbatan pada saluran
pernapasan bagian atas. Beberapa gangguan yang merupakan obstruksi pada jalan napas atas,
diantaranya adalah :
1. Obstruksi Nasal
Merupakan tersumbatnya perjalanan udara melalui nostril oleh deviasi septum nasi, hipertrofi
tulang torbinat / tekanan polip yang dapat mengakibatkan episode nasofaringitis infeksi
2. Obstruksi Laring
Adalah adanya penyumbatan pada ruang sempit pita suara yang berupa pembengkakan
membran mukosa laring, dapat menutup jalan dengan rapat mengarah pada astiksia.
Sumbatan laring biasanya disebabkan oleh:
1. Radang akut dan radang kronis.
2. Benda asing
3. Trauma akibat kecelakaan, perkelahian ,percobaan bunuh diri dengan senjata tajam
4. Trauma akibat tindakan medik
5. Tumor laring, baik berupa tumor jinak atau pun tumor ganas.
6. Kelumpuhan nervus rekurens bilateral.
Gejala dan tanda sumbatan laring ialah:
1. Suara serak (disfonia) sampai afoni
2. Sesak nafas (dispnea)
3. Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi
4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,supraklavikula dan
interkostal.Cekungan ini terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernafasan untuk mendapatkan
oksigen yang adekuat.
5. Gelisah karena haus udara. (air hunger)
6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.
Jackson membagi sumbatan laring yang progressif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala.
Stadium 1.
a. Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal
b. Stridor pada waktu inspirasi
c. Pasien masih tampak tenang
Stadium 2
a. Cekungan pada waktu inspirasi didaerah suprasternal maikn dalam
b. Cekungan di daerah epigastrium
c. Stridor terdengar pada waktu inspirasi
d. Pasien mulai tampak gelisah.
Stadium 3
a. Cekungan selain di suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklvikula dan diselasela iga.
b. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi
c. Pasien sangat gelisah dan dispnea.
Stadium 4
a. Cekungan cekungan diatas bertambah jelas,pasien sangat gelisah, tampak sangat
ketakutan dan sianosis.
b. Pasien dapat kehabisan tenaga,pusat perafasan paralitik karena hiperkapnea.
c. Pasien lemah dan tertidur,akhirnya mninggal karena asfiksia.
19
JULIA 1102010137
3. Edema Laring
Edema laring adalah pembengkakan yang dapat diamati dari akumulasi cairan yang terdapat
di daerah laring. Pembengkakan adalah akibat dari akumulasi cairan yang berlebihan dibawah
kulit dalam ruang-ruang didalam jaringan-jaringan.Edema merupakan manifestasi umum
kelebihan volume cairan yang membutuhkan perhatian khusus.Pembentukan edema, sebagai
akibat dari perluasan cairan dalam kompartemen cairan intertisial, dapat terlokalisir, contohnya
pada pergelangan kaki;dapat berhubungan dengan rematoid arthritis; atau dapat menyeluruh,
seperti pada gagal jantung atau ginjal, edema menyeluruh yang berat disebut anasarka
Etiologi Edema Laring
Penyebab lain yang mungkin edema laring meliputi peningkatan tekanan kapiler akibat sindrom
vena kava superior, ligasi vena jugularis internal, kegagalan osmotik menurunkan plasma
disebabkan oleh gagal ginjal, gangguan aliran limfatik, dan peningkatan permeabilitas kapiler
terhadap protein.
Manifestasi klinis dari edema laring antara lain:
a. Kesulitan untuk bernafas, bahkan bisa menyebabkan tidak bisa bernafas.
b. Takikardia
c. Peningkatan tekanan darah, tekanan nadi, dan tekanan vena sentral
d. Peningkatan berat badan
e. Nafas pendek dan Mengi
f. Retensi Cairan
Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium: urinalisa, urem, creatinin, darah lengkap, elektrolit, protein (albumin),
analisa gas darah, gula darah
b. Radiology: foto laring
c. Biopsy jaringan di sekitar laring
Penatalaksanaan konservatif meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis,
pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi.
4. Benda Asing di Saluran Nafas
Benda asing jalan nafas adalah benda asing yang secara tidak sengaja terhirup masuk ke jalan
nafas ( laring, trakea dan bronkus ).Sering terjadi pada anak-anak dibawah 6 tahun yang
pertumbuhan gerahamnya belum terbentuk sempuma. Jenis benda asing: kacang, kecik,
sempritan mainan dll. Masuknya benda asing ke dalam laring, trakea/bronkus terjadi ketika
benda berada di dalam mulut penderita, penderita menghirup nafas ( inspirasi ) dengan mulut
terbuka (waktu tertawa atau menangis ), sehingga benda tersebut terhisap masuk ke dalam laring
atau trakea / bronkus.
Diagnosis
1. Anamnesis:
a. Pada awalnya timbul batuk mendadak, hebat, bertubi-tubi dan dapat sampai biru
(sianosis).Kemudian diikuti dengan fase tenang, tidak batuk, sebab benda asing berhenti
pada salah satu cabang bronkus. Bila "lepas", dapat timbul batuk -batuk lagi.
b. Sesak nafas terjadi bila ada penyumbatan pada laring atau trakea.
c. Anamnesis yang cermat,sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
20
JULIA 1102010137
2. Pemeriksaan fisik:
a. Kadang-kadang tidak dapat diternukan gejala yang jelas.
b. Bila ada penyumbatan jalan napas atas, tampak gelisah, sesak dan stridor inspirasi
c. Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial, supra steroal biru (sianosis)
d. Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang bronkus:
Gerak nafas satu sisi berkurang
Suara nafas satu sisi berkurang
Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut di atas tidak ada.
3. Pemeriksaan tambahan:
X-foto toraks, hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu, karena bila masih baru dan
bendanya non radio opaqe, sering tidak tampak kelainan.
Diagnosis banding
1. Asma bronkial: didapatkan stridor ekspiratoir.
2. Laringitis akut.
3. Trakeitis
4. Bronkitis
5. Pneumoni
Penyulit
a. Penyumbatan total laring/trakea ------ meninggal
b. Bronkitis
c. Pneumoni
d. Emfisema, terjadi bila timbul "check valve mechanism", di mana udara dapat masuk tetapi
tak dapat keluar.
e. Atelektasis, terjadi bila timbul penyumbatan total pada salah satu cabang bronkus.
Terapi
a. Ekstraksi benda asing melalui bronkoskopi
b. Bila sesak dapat dilakukan trakeotomi.
c. Bila penderita apatis dan tidak tersedia peralatan tersebut, dapat dilakukan "Heimlich
manouvre".
Cara-cara pengiriman penderita:
a. Duduk, miring ke sisi obstruksi ( anak dipangku ibunya ).
b. Jangan banyak bergerak atau menangis, sebab benda asing dapat cepat dibatukkan dan
mungkin dapat terjepit pada rima glotis sehingga menimbulkan penyumbatan jalan nafas
yang fatal
c. Diberikan oksigen.
d. Sebaiknya disertai paramedis yang dapat melakukan'Heimlich
Penanggulangan Sumbatan laring
Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya jalan nafas lancar
kembali .
Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamai, anti alergi,antibiotika, serta
pemberian oksigen intermitten dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan
peradangan.
Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran nafas ini dapat dengan cara
memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi
nasotrakea), membuat trakeostomi atau melakukan krikotirotomi. Intubasi endotrakea dan
21
JULIA 1102010137
trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stadium 2 dan 3, sedangkan
krikotirotomi dlakukan pada sumbatan laring stadium 4.
Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasarkan analisa gas darah (pemeriksaan
astrup). Bila fasilias tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan pilihan pertama, sedangkan
jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia, sebaiknya dilakukan trakeostomi.
Indikasi intubasi endotrake adalah :
1.
Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas bagian atas
2.
Membantu ventilasi
3.
Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeo-bronkial
4.
Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung.
Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk
selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi. Komplikasi yang dapat timbul adalah stenosis
laring atau trakea
22