Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan bagian bawah masih terus menjadi masalah


kesehatan utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab
baru atau lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat anti-mikroba telah banyak
ditingkatkan. Selain itu, masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan
pendekatan diagnostik dan penanganannya.
Mikroorganisme cenderung menyerang saluran pernafasan bagian bawah
melalui aspirasi sekret orofaringeal dan berhubungan dengan flora bakteri,
inhalasi dari aerosol yan terinfeksi dan penyebaran hematogenik. Kecepatan
perkembangan mikroorganisme tergantung pada ukuran, virulensi dan kerentanan
hospes.
Bronkopneumonia

adalah

peradangan

pada

paru

dimana

proses

peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di


alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Gambaran radiologi
berupa, jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian
paru tersebut akan tampak putih pada foto rontgen, pada bronkopneumonia bercak
tersebar (difus) mengikuti gambaran alveoli ditandai dengan adanya daerahdaerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih
kecil.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Brokopneumonia merupakan infeksi pada parenki paru yang terbatas pada
alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada
pemeriksaan histologist terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu
yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan
parasit dapatmenjadi penyebab (Levison, M. 2000).
II. Patogenesis
Proses pathogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas inang,
mikroosrganisme yang menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara
terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui slang infuse oleh
Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola
mikrorganisme adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan,
penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat
menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan pathogenesis
kuman akibat adanya berbagai mekanisme terutama oleh S. aureus, H. influenza
dan Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri gram negative (Dahlan, Z. 2007).
Pathogen microbial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S.
pneumonia, S. pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis.
Kolonisasi bakteri ini meningi merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi
permukaan mukosa. Fibronektin merupakan reseptor bagi flora normal gram
positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan reseptor pada permukaan
sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber basil gram negative dapat berasal
dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar (Levison, M. 2000).

Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat


terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena,
atau pada pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran
bakteri ke paru lainya adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat
intubasi trakeaatau luka tusuk dada yang berdekatan denga tempat infeksi yang
berbatasan. Usia merupakan predictor lain yang penting untuk meramalkan
mikroorganisme penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial
pernafasan sering terdapat pada bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada
anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun, M. pneumonia dan C. pneumonia
pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M. catarrhalis pada pasie lanjut
usia dengan penyakit paru kronis.
H. influenza juga lebih sering didapatkan pada pasien perokok. Bakteri
gram negative lebih sering pada pasien lansia. Pseudomonas aeruginosa pada
pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan imunisupresi disertai lekopeni.

III. Gambaran Klinis


Gejala dan tanda pada penderita bronkopneumonia dapat mengalami onset
demam akut atau sub akut, batuk dengan atau tanpa produksi, dan sesak nafas.
Gejala lain yang sering dijumpai adalah kekakuan, berkeringat, menggigil, rasa
tidak enak di dada, pleuritis, kelelahan, mialgia, anoreksia, sakit kepala dan nyeri
perut. Hasil pemeriksaan fisik yang sering dijumpai melipyti demam atau
hipotermia,takipneu, takikardi. Pemeriksaan dada sering terdapat suara nafas yang
berubah dan terdapat ronkhi (Tierney, L. dkk. 2002).
IV. Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberia
terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat
penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Penegakan diagnosis
dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Anamnesis ditujukan
untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan
factor infeksi yang telah dijelaskan diatas.

Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk membantu enegakan diagnosis, yaitu:


a. Pemeriksaan radiologis Radiografi dada dapat menegaskan diagnose,
membantu dalam diagnose banding kuman pathogen dan deteksi penyakitpenyakit yang berhubungan dengan paru. Pemeriksaan tersebut juga dapat
mambantu mengetahui keparahan dan respon terhadap terapi dari waktu ke waktu.
Temuan radiografi dapat berkisar dari suatu bercak infiltrate kecil di area udara
sebagai konsolidasi lobar dengan air bronkogram hingga infiltrate alveolar divus
atau infilrat interstisial.

Bronchopneumonia of both posterior lower lobe segments

b. Pemeriksaan laboratorium

Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, infeksi rendah atau


normal dapat disebabkan oleh infeksi virus atau pada infeksi berat hingga tidak
terjadi respon leukosit, orang tua atau lemah. Leukopeni menunjukkan depresi
imunitas , misalnya neutropenia pada infeksi gram negative atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.
c. Pemeriksaan bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, torakosentesis,
bronkoskopi, atau biopsy. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan
apus gram, Burri Gin, dan Z Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang
disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman
merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi
selanjutnya.
VII. Penatalaksanan

a. Antibiotik

Pilihan empiris antibiotic untuk pasien bronkopneumonia yang

tidak memerlukan perawatan intensive biasanya berespon terhadap beta laktam


generasi ke tiga (seperti Ceftriakson atau Cefotaxim) dengan atau tanpa Macrolid
(Claritromisin atau Azitromicin dianjurkan jika ada kecurigaan infeksi H.
influenza) atau Fluoroquinolon (dengan peningkatan kemampuan membunuh S.
pneumoniae). Antibiotic alternative antara lain Cefuraxime dengan atau tanpa
Macrolid atau Azitromicin saja (Tierney, dkk. 2002). Pilihan antibiotic dapat
tunggal atau kombinasi. Antibiotic tunggal yang paling cocok diberikan yang
gambaran klinisnya sugestif disebabkan oleh tipe kuman yang sensitive.
Kombinasi antibiotic diberikan dengan maksud untuk mencakup spectrum kumankuma yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spectrum dan pada infeksi
jamak. Bila telah didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas maka hasil ini dapat
dijadikan untuk memberikan antibiotic tunggal (Dahlan, Z. 2007).
b. Terapi suportif
-96%

bila disertai bronkospasme

Pemberian cairan

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Zul, 2006, Pneumonia, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Suyono,
S. (ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Levison, M., 2000. Pneumonia, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC
Maclennan, Alex. 2005. Bronchopneumonia. www.mypacs.net
Stedman. 2006. Bronchopneumonia. www.wrongdiagnosis.com

Anda mungkin juga menyukai