Anda di halaman 1dari 11

OTORITAS JASA KEUANGAN

(OJK)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan
yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas
mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal
ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain

yang

menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.


Amanah yang diberikan UU Nomor 23 tahun 1999 untuk membangun
LPJK, yang secara khusus mengawasi perbankan dan sudah direalisasikan,
merupakan gagasan yang sangat baik. Gagasan ini muncul karena pengalaman
pada masa krisis, yang menunjukkan bahwa Bang Indonesia sebagai otoritas
pengawas perbankan kurang efektif dalam melakukan tugasnya. Akan tetapi,
kajian akademis terhadap pemisahan tugas pengawasan perbankan dengan
tugas sebagai otoritas moneter, sejauh ini, belum efektif. Di negara-negara
tertentu, lembaga pengawas jasa keuangan bekerja secara efektif

setelah

dipisahkan dari bank sentral. Di negara lainnya, tanpa pemisahan pun,


pengawasan perbankan berjalan dengan baik.
Berdasarkan rumusan masalah ini, maka penulis tertarik uruk
melakukan pembahasan tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan otoritas jasa keuangan?
2. Bagaimana tugas dan fungsi otoritas jasa keuangan?
3. Apa tujuan dari otoritas jasa keuangan?

4. Bagaimana visi dan misi otoritas jasa keuangan?


5. Bagaimana struktur dewan komisioner otoritas jasa keuangan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang
selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan untuk
menggantikan peran Bapepam-LK.
Secara garis besar, wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah
sebagai berikut:
1. Pengaturan dan pengawasan aturan main pasar (market prudential).
2. Pengaturan dan pengawasan kegiatan dari pelaku pasar (institusional
prudential).
3. Pengaturan dan pengawasan kegiatan penyedia jasa (market providers
services).
Sasaran penyatuan seluruh institusi pengaturan dan pengawasan ke
dalam OJK adalah keefektifan pengaturan sektor jasa keuangan, yang diyakini
menjadi sumber utama dalam rangka pencapaian efisiensi mekanisme pasar
industri keuangan di Indonesia. Keefektifan pengawasan harus dibenahi mulai
dari sistem Monitoring (early warning system), analisis dan pemeriksaan
langsung (on site examination), penegakan hukum (law enforcement),
pendisiplinan pasar, perbaikan pemberian dan pencabutan izin dan likuidasi
(free entry and fast ext), sampai dengan perlindungan konsumen (Soesastro,
2005: 179).

B. Tugas dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


1. Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor
Pasar Modal, dan sektor IKNB.
2. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di sektor jasa keuangan.

C. Tujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


OJK harus memiliki tujuan yang jelas yang meyakinkan bagi OJK,
pemerintah dan masyarakat. Tujuan tersebut harus sesuai dengan prinsipprinsip dasar regulasi yang baik sebagaimana ditekankan oleh forum-forum
regulator internasional, seperti BIS Base Principles, IAIS, IOSCO, OECD,
INPRS dan asosiasi lain yang diakui secara internasional sebagaimana di
praktikkan di berbagai negara, tujuan OJK adalah untuk memelihara
pertumbuhan industri sektor jasa keuangan yang sehat, kompetitif, stabil
efisien, dan aman sebagai modal utama dalam perbaikan kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Dalam mencapai tujuan tersebut, OJK sebaiknya memiliki cakupan
kewenangan yang meliputi perizinan (entry-exit), pengaturan dan pengawasan,
penegakan hukum dan perlindungan konsumen di bidang sektor jasa keuangan.
Untuk mendukung pencapaian tujuan dan optimalisasi pelaksanaan kegiatan
tersebut (Nasution, 2005: 180).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar


keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil, dan
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Dalam hal pengaturan dan pengawasan terhadap transaksi derivatif di
Indonesia, masalah serupa dapat terjadi mengingat bank secara hukum maupun
praktisi dimungkinkan melakukan kegiatan derivatif keuangan di pasar mana
saja, baik di pasar over the counter maupun di bursa komoditi (apabila
diperkenankan

untuk

melakukan

derivatif

keuangan).

Dengan

mempertimbangkan keuangan keuangan (financial strenght) yang dimiliki oleh


bank, sangat mungkin transaksi lintas pasar ini akan menjadi concern pihak
otoritas perbankan, otoritas pasar modal maupun otoritas bursa komoditi.
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan mandat
Pasal 34 Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
masalah pengawasan lintas pasar dari transaksi derivatif belum tentu dapat
diselesaikan mengingat bahwa berdasarkan konsep yang ada pada saat ini bursa
komoditi bukan merupakan salah satu lembaga yang akan dilebur ke dalam
OJK. Berdasarkan ketentuan pasal ini lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen tersebut akan melakukan pengawasan yang sangat
luas yang meliputi pengawasan terhadap bank, asuransi dan pensiun, sekuritas,
modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan kegiatan dana masyarakat (Rae, 2008: 89).

D. Visi dan Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


1. Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas
industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi
pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat
memajukan kesejahteraan umum.
2. Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:
a. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil;
c. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

E. Struktur Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


1. Struktur organisasi OJK terdiri atas:
a.

Dewan Komisioner OJK

b.

Pelaksana Kegiatan Operasional

2. Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:


a. Ketua merangkap anggota;
b. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
c. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
d. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;

e. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga


Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
f. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
g. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
h. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota
Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
i. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan
pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan.
3. Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:
a. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
b. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen
Strategis II;
c. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan
Sektor Perbankan;
d. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang
Pengawasan Sektor Pasar Modal;
e. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang
Pengawasan Sektor IKNB;
f. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko; dan
g. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan
Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Ada pandangan, sistem pengawasan lembaga keuangan ini dapat
dituangkan dalam suatu model di mana Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang
pengawasan yang secara Ex-Officio akan menjadi anggota Dewan Komisioner
OJK sekaligus sebagai Chief Supervisory Officer Otoritas Pengawasan Bank.
Adapun, kebijakan pengawasan bank sepenuhnya menjadi kewenangan OJK.
Artinya, sharing informasi dan koordinasi antara OJK dan Bank Indonesia akan

berjalan dengan baik karena Chief Supervisory Officer Otoritas Pengawasan


Bank dijabat oleh salah satu Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Adapun bentuk pengawasan bank ini, apakah masih akan tetap di Bank
Indonesia (amandemen UU Bank Indonesia) atau ke Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) atau hanya Otoritas Jasa Perbankan semata yang pasti perlu dilakukan
peningkatan kualitas pengawasan bank. Sebab, kegagalan sebuah bank, sekecil
apapun aset bank itu, di era globalisasi dan di tengah kekacauan sistem keuangan
bisa menyebabkan krisis yang berkepanjangan. Jangan sampai pemindahan
pengawasan bank ini akan menimbulkan masalah baru. Di sisi lain, kita juga
menghormati UU yang mengamanatkan terjadinya perpindahan pengawasan
bank dari tangan BI (Wijaya, 2010: 19-20).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
sektor jasa keuangan.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Darmin, 2005, Konsepsi Pemikiran Otoritas Jasa Keuangan, dalam
Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad
Terakhir Buku 5: Krisis dan Pemulihan Ekonomi. Yogyakarta: Kanisius.
Rae, Dian Ediana, 2008, Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi di
Indonesia, Jakarta: Elex Media Komputindo.
Situs Resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), http://www.ojk.go.id.
Wijaya, Krisna, 2010, Analisis Kebijakan Perbankan Nasional, Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai