h industri dan pabrik. Dan dari rumah industri atau pabrik dapat dihasilkan nena
s olahan, yang selanjutnya dikonsumsi oleh rumah tangga sebagai konsumen akhir.
Nenas selain diperdagangkan untuk kebutuhan konsumen didalam negeri
juga dapat pula diekspor ke beberapa negara seperti Amerika serikat,Jepang, Bela
nda, Hongkong, Korea selatan, dan lain-lain.
Nenas diusahakan secara terpadu dengan pabrik pengolahan nenas oleh seorang peng
usaha, maupun oleh
petani yang kemudian dibeli oleh pabrik atau usaha pengolahan nenas. Selanjutnya
nenas dipasarkan keluar negeri melalai eksportir dalam bentuk nenas olahan (sel
ai, kalengan dan lain-lain).
Selain itu yang harus diperhatikan dalam mengekspor bauh nenas adalah mutu.Adapu
n syarat dari mutu nenas tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut:
**
1.
Biaya transportasi komoditi pertanian dan input relatif mahal.
Biaya pemasaran hasil komoditi pertanian relatif mahal. Tingginya biaya pemasara
n ini disebabkan ketersediaan jalan usahatani sangat terbatas. Kondisi jalan des
a sebagian besar rusak, sarana transportasi relatif terbatas. Prasarana dan sara
nan transportasi yang terbatas menyebabkan biaya angkut saprodi dan hasil usahat
ani relatif mahal. Sementara sarana pasar desa yang dapat meningkatkan dinamika
pemasaran hasil pertanian belum tersedia. Sarana produksi di kota kecamatan Sem
balun. Demikian halnya hasil pertanian dari desa Sajang sebagian besar dijual ke
pasar kecamatan Sembalun. Biaya angkut saprodi maupun hasil pertanian bervarias
i antara Rp 5.000
Rp 10.000/kw tergantung jarak tempuh. Sedangkan biaya angkut
input dari rumah ke lahan usahatani dan biaya angkut hasil pertanian dari lahan
ke rumah rata-rata Rp. 5.000/kw.
Langkah untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan membangun jalan usahatani
dari hutan cadangan pangan (HCP) ke desa sehingga biaya angkut hasil pertanian
dapat ditekan dan harga jual hasil pertanian dapat ditingkatkan dengan adanya j
alan pintas tersebut.
1.
Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat terbatas
.
Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat terbatas. Hal in
i disebabkan prosedur yang sulit dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petan
i sehingga tidak ada jaminan yang dapat digunakan sebagai agunan untuk meminjam
uang di bank. Selain itu kepercayaan bank kepada petani relatif rendah. Hal ini
disebabkan adanya sebagian petani yang menganggap apabila diberi pinjaman pemeri
ntah maka pinjaman tersebut dianggap sebagai pemberian yang tidak harus dikembal
ikan.
Untuk mengatasi anggapan petani tersebut adalah dengan menumbuh-kembangkan inova
si modal sosial. Sedangkan untuk mengatasi kesulitan mengakses lembaga keuangan
formal maka alternatif pemecahannya adalah dengan membangun kelembagaan non form
al di pedesaan.
***
Berikut ini kami informasikan beberapa kendala utama dalam pemasaran produk agro
bisnis yang bisa Anda perhatikan.
1.
Persediaan barang yang bersifat musiman. Selama ini para petani di Indon
esia masih mengandalkan teknologi sederhana dalam mengembangkan produksinya. Hal
ini tentu mempengaruhi komoditas panen yang dihasilkan, sehingga persediaan bar
ang juga bersifat musiman (belum stabil). Ketika panen raya tiba, stok barang me
limpah ruah dan harga jualnya bisa anjlok dengan nilai yang sangat rendah. Sedan
gkan pada saat belum musim, ketersediaan barang menjadi sangat terbatas sehingga
harga jualnya bisa melambung tinggi. Ketersediaan produk yang kurang stabil sep
erti ini menjadi salah satu kendala besar bagi para pelaku usaha, sehingga merek
a belum bisa memenuhi permintaan pasar ekspor secara kontinyu.
2.
Rantai pemasaran yang terlalu panjang.Terkadang panjangnya rantai pemasa
ran di bidang agrobisnis hanya akan memperbesar biaya operasional dan memotong m
argin atau keuntungan yang seharusnya diterima pelaku usaha. Biasanya semakin ba
nyak jumlah perantara yang dilalui sebuah produk, maka semakin kecil pula harga
tawar produk tersebut. Sehingga wajar adanya bila harga beli yang ditawarkan par
a tengkulak terkadang kurang menguntungkan bagi para pelaku usaha, karena nilain
ya lebih rendah dari harga jual di pasaran (di kalangan konsumen akhir).
3.
Kurangnya informasi jaringan pasar. Sampai hari ini masih banyak para pe
tani di daerah terpencil yang minim pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisa
pasar. Bahkan sebagian dari mereka belum mendapatkan informasi mengenai calon ko
nsumen yang potensial. Sehingga tidak heran bila sekarang ini banyak petani yang
masih kebingungan untuk memasarkan produk hasil panennya.
Minimnya perencanaan dalam menjalankan usaha agrobisnis dan kurangnya ilmu penge
tahuan maupun kemampuan yang dimiliki para petani, menjadikan pemasaran sektor a
grobisnis di Indonesia masih belum optimal dan menemui beberapa hambatan. Karena
nya, dibutuhkan kerjasama dari pihak pemerintah maupun swasta agar kualitas prod
uk agrobisnis Indonesia bisa menunjukan peningkatan yang signifikan, dan bisa me
menuhi kebutuhan pasar yang masih terbuka lebar.
Semoga informasi kendala pemasaran produk agrobisnis ini bisa bermanfaat bagi pa
ra pembaca dan memberikan semangat baru bagi para pelaku usaha agrobisnis untuk
mulai melebarkan sayapnya hingga pasar mancanegara. Diawali dari yang kecil, dar
i yang mudah, dan dimulai dari sekarang. Salam sukses.
5. Berfluktuasinya harga Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi
tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turu
nnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu bahkan
per hari atau dapat pula terjadi dalam jangka panjang. Untuk komoditas pertanian
yang cepat rusak seperti sayur-sayuran dan buah-buahan pengaruh perubahan permi
ntaan pasar kadang-kadang sangat menyolok sekali sehingga harga yang berlaku ber
ubah dengan cepat. Hal ini dapat diamati perubahan harga pasar yang berbeda pada
pagi, siang dan sore hari. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebali
knya pada saat tidak musim harga meningkat drastis. Keadaan tersebut menyebabkan
petani sulit dalam melakukan perencanaan produksi, begitu juga dengan pedagang
sulit dalam memperkirakan permintaan.
8. Rendahnya kualitas produksi yang akan dipasarkan
Rendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum
intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra pan
en sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yan
g dihasilkan juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standari
sasi dan grading. Standarisasi dapat memperlancar proses muat-bongkar dan menghe
mat ruangan. Grading dapat menghilangkan keperluan inspeksi, memudahkan perbandi
ngan harga, mengurangi praktek kecurangan, dan mempercepat terjadinya proses jua
l beli. Dengan demikian kedua kegiatan tersebut dapat melindungi barang dari ker
usakan, di samping itu juga mengurangi biaya angkut dan biaya penyimpanan. Namun
demikian kedua kegiatan tersebut sulit dilakukan untuk produksi hasil
Minimnya perencanaan dalam menjalankan usaha agrobisnis dan kurangnya ilmu penge
tahuan maupun kemampuan yang dimiliki para petani, menjadikan pemasaran sektor a
grobisnis di Indonesia masih belum optimal dan menemui beberapa hambatan. Karena
nya, dibutuhkan kerjasama dari pihak pemerintah maupun swasta agar kualitas prod
uk agrobisnis Indonesia bisa menunjukan peningkatan yang signifikan, dan bisa me
menuhi kebutuhan pasar yang masih terbuka lebar.