Anda di halaman 1dari 39

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA
OSTEOMIELITIS DAN POLIOMIELITIS

Disusun oleh:
Amalia Dwi Margiyati

P17320312004

Siti Mardiyatul Ibtiya

P17320312069

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PRODI KEPERAWATAN BOGOR
2014

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang ........................................................................................................ 1

2.

Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

3.

Tujuan Penyusunan ................................................................................................. 2

4.

Manfaat Penyusunan ............................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar Penyakit Osteomielitis
1.

Definisi Osteomielitis ............................................................................................. 3

2.

Etiologi Osteomielytis ............................................................................................ 4

3.

Patofisiologi Osteomielitis ...................................................................................... 5

4.

Manifestasi Klinis Osteomielitis ............................................................................. 5

5.

Faktor Pencetus Osteomielitis................................................................................. 7

6.

Pemeriksaan Penunjang Osteomiyelitis .................................................................. 9

7.

Penatalaksanan Osteomielitis................................................................................ 10

8.

Komplikasi Osteomylitis ...................................................................................... 11

9.

Pencegahan Osteomielitis ..................................................................................... 12

B. Konsep Dasar Penyakit Poliomielitis


1.

Definisi Polimielitis ............................................................................................. 14

2.

Etiologi Poliomielitis ............................................................................................ 15

3.

Patofisiologi Poliomielitis..................................................................................... 17

4.

Manifestasi Klinis Poliomielitis............................................................................ 18

5.

Faktor Pencetus Poliomielitis ............................................................................... 19

6.

Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 19

7.

Penatalaksanaan Poliomielitis............................................................................... 20

8.

Komplikasi Poliomielitis ...................................................................................... 20

9.

Pencegahan Polimyelitis ....................................................................................... 21

iii

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Osteomielitis
1.

Pengkajian ............................................................................................................. 23

2.

Riwayat Kesehatan ............................................................................................... 23

3.

Pemeriksaan fisik .................................................................................................. 24

4.

Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 24

5.

Rencana Keperawatan ........................................................................................... 25

6.

Implementasi Keperawatan ................................................................................... 26

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Poliomielitis


1.

Pengkajian ............................................................................................................. 27

2.

Riwayat Kesehatan ............................................................................................... 27

3.

Pemeriksaan Fisik ................................................................................................. 28

4.

Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 31

5.

Rencana Keperawatan ........................................................................................... 32

6.

Implementasi Keperawatan ................................................................................... 33

BAB IV PENUTUP
1.

Kesimpulan ............................................................................................................... 34

2.

Saran ......................................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat yang berlimpah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Osteomielitis dan Poliomielitis
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak I. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan tugas ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mengarahkan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharap kritik dan
saran yang membangun, sebagai bahan pertimbangan kami untuk membuat makalah
selanjutnya.

Bogor,

Maret 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Infeksi tulang dapat terjadi menjadi masalah kronis yang akan memengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstermitas. Osteomilitis hematogen akut adalah
penyakit pada tulang yang sedang sembuh. Osteomilitis akut yang tidak diterapi secara
adekuat, akan berkembang menjadi osteomilitis kronik. Infeksi jaringan tulang disebut
sebagai osteomilitis, dan dapat timbul akut dan kronik. Osteomilitis kronik sulit
disembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak karena keterbatasan asupan darah. Bentuk
akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistematik maupun manifestasi local yang
berjalan dengan cepat.
Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.Polio
menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalamhitungan jam.
Virus ini memasuki tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Gejala awal
adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah,kekakuan pada leher dan nyeri pada
anggota badan. Satu dari 200 infeksimenyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya di
kaki). Di antara mereka yanglumpuh, 5% sampai 10% meninggal ketika otot pernapasan
mereka lumpuh. (http:// www. Litbang. Depkes.go.id). Di Indonesia banyak dijumpai
penyakit polio terlebih pada anak-anak halini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang.
Disamping asupan gizi juga dapatdipengaruhi oleh faktor keturunan dari orang tua,
apalagi dengan kondisi di negeriini yang masih banyak dijumpai keluarga kurang mampu
sehingga kebutuhan gizianaknya kurang mendapat perhatian.Peran serta pemerintah
disini sangat diharapkan untuk membantu dalam menangani masalah gizi buruk yang
masih banyak ditemui khususnya di daerah terpencil atau yang jauh dari fasilitas
pemerintah, sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat pinggiran.Kalau hal ini tidak
mendapat perhatian, maka akan lebih banyak lagi anak-anak Indonesia yang menderita
penyakit polio.

2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyususn merumuskan masalah sebagai

berikut:
1.

Apakah yang dimaksud dengan Osteomyeltis dan Poliomielitis?

2.

Apakah etiologi dari Osteomyeltis dan Poliomielitis?

3.

Bagaimanakah patofisiologi Osteomyeltis dan Poliomielitis?

4.

Bagaimanakah manifestasi klinis Osteomyeltis dan Poliomielitis?

5.

Apa saja tanda daan gejala Osteomyeltis dan Poliomielitis?

6.

Bagaimanakah penatalaksanaan Osteomyeltis dan Poliomielitis?

7.

Apa sajakah faktor resiko/faktor pencetus dari Osteomyeltis dan Poliomielitis?

8.

Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
Osteomyeltis dan Poliomielitis?

3.

Tujuan Penyusunan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui pengertian dari penyakit Osteomyeltis dan Poliomielitis
2. Mengetahui Etiologi dari Osteomyeltis dan Poliomielitis
3. Mengetahui Patofisiologi Osteomyeltis dan Poliomielitis
4. Mengetahui Manifestasi klinis Osteomyeltis dan Poliomielitis
5. Mengetahui Tanda dan gejala Osteomyeltis dan Poliomielitis
6. Mengetahui penatalaksanaan untuk Osteomyeltis dan Poliomielitis
7. Mengetahui faktor resiko/ faktor pencetus Osteomyeltis dan Poliomielitis
8. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
Osteomyeltis dan Poliomielitis

4.

Manfaat Penyusunan

Penyusunan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk:


1.

Menambah wawasan mengenai Infeksi tulang dan penyakit yang menggangu


pembentukan tulang

2.

Memberikan tambahan literature bagi pembaca tentang Poliomielitis dan


Osteomyeliti

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Osteomielitis

1.

Definisi Osteomielitis

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Osteomielitis dapat terjadi pada bayi, anakanak, dan kaum dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri - bakteri secara khas
mempengaruhi kelompok - kelompok umur yang berbeda. Pada anak - anak,
Osteomielitis paling umum terjadi pada ujung-ujung dari tulang-tulang yang panjang dari
lengan dan tungkai, mempengaruhi pinggul, lutut, pundak, dan pergelangan tangan. Pada
kaum dewasa, adalah lebih umum pada tulang-tulang dari spine (vertebrae) atau pada
pelvis.
Ada beberapa cara-cara yang berbeda untuk mengembangkan Osteomielitis. Yang
pertama adalah bakteri berpergian melalui aliran darah (bacteremia) dan menyebar ke
tulang, menyebabkan infeksi. Ini paling sering terjadi ketika pasien mempunyai infkesi
ditempat lain di tubuh, seperti pnumonia atau trauma sistem kencing ( urinary tract
infection) yang menyebar melalui darah ke tulang luka yang terbuka diatas tulang dapat
menjurus pada Osteomielitis. Patah tulang yang terbuka dimana tulang menusuk melalui
kulit juga adalah penyebab yang berpotensi.

2.

Etiologi Osteomielytis

Infeksi ini dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen, dari focus infeksi ditempat
lain (misal tonsil yang terinfeksi, gigi terinfeksi, infeksi saluran napas atas). Osteomilitis
akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat trauma yang terdapat resistensi
rendah. Infeksi dapat juga berhububungan dengan infeksi jaringan lunak missal ulkus
dekubitus atau ulkus vaskulat, atau kontaminasi langsung pada tulang ( missal fraktur
terbuka, luka tembak, dan pembedahan tulang)
Staphylococcus merupakan penyebab 70% 80 % infeksi tulang. Organisme lain
meliputi Proteus, Pseudomonas dan Escherichia Coli. Pada anak anak infeksi tulang
sering kali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat tempat lain sepeti infeksi
faring

(faringitis),

telinga

((otitis

media),

dan

kulit

(impetigo).

Bakterinya

(Staphylococcus aureus, streptococcus, Haemophlyus influenza) berpindah melalui aliran


darah menuju metafiisis tulang di dekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke
dalam sinustoid. Akibat perkembang biakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat
peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan.
Mikroorganisme yang menginfeksi tulang akan membentuk koloni pada tulang
perivaskular, menimbulkan edema, infiltrasi seluler, dan akumulasi produk produk
inflamasi yang akan merusak trabekula tulang dan hilangnya matriks dan mineral tulang.

5
3.

Patofisiologi Osteomielitis

Osteomielitis adalah infeksi tulang yang dapat terjadi pada sembarang tulang dalam
tubuh. Lokasi paling umum adalah femur dan tibia. Humerus dan pinggul jarang terkena.
Tengkorak adalah lokasi umum terjadinya osteomieitis pada bayi. Umumnya terdapat
sebuah keadaan predisposisi seperti gizi atau higiene yang buruk.
Emboli bakteri sampai pada arteri kecil di metafisis, dimana sirkulasinya lambat.
Kemudian, terbentuklah sebuah abses yang menggantikan tulang, menyebabkan
peningkatan tekanan dan nekrosis sekunder. Abses ini akhirnya ruptur di dalam ruang
subperiosteal. Infeksi ini menyebar dibawah poriosteum, mengakibatkan trombosis
pembuluh darah dan menambah nekrosis. Kemudian terjadi gangguan siklus sirkulasi.
Dapat terbentuk sebuah sinus dan menyebabkan artritis septik. Kondisi ini dapat menjadi
kronik dan cukup resisten terhadap terapi, serta seringkali memerlukan intervensi bedah.
Epifisis umumnya tidak terkena karena memiliki sirkulasi yang terpisah.
Berbagai organisme dapat menyebabkan osteomielitis, baik secara langsung (
eksogen ) atau melalui darah dari infeksi di tempat lain ( hematogen ) ;yang termasuk
sumber eksogen adalah luka tembus, fraktur terbuka, kontaminasi selama pembedahan,
atau perluasan sekunder melalu abses, luka bakr, atau luka biasa. Rute hematogen
biasanya lebih umum terjadi ; yang termasuk sumber hematogen adalah furunkel, abrasi
kulit, infeksi saluran perrnapasan atas, otitis media, abses gigi, dn pielonefritis. Bentuk
hematogen seringkali bersifat subakut karena infeksi yang mendahuluinya sering sudah
diobati dengan antibiotik.
a) Insiden osteomielitis tertinggi ditemukan pada usia 5 sampai 14 tahun
b) Terdapat 2 kali lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan

4.

Manifestasi Klinis Osteomielitis


Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit,

dapat berkembang secara progresif atau cepat.


a.

Fase akut
Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari. Panas makin tinggi, terasa nyeri tulang dekat
sendi, terkadang tidak dapat menggerakan anggota tubuh.

6
b.

Fase kronik
Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak dengan pus
yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan
parut akibat kurangnya asupan darah.

Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul
dengan cepat, malaese generalisata, demam dan kedinginan. Riwayat infeksi sebelumnya
di dapat dalam sekitar 50% pasien. Pembengkakan generalisata dalam daerah infeksi
biasanya disertai dengan eritema. Pembesaran kelenjar limfe proksimal bisa ada.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekositosis, anemia ringan sampai sedang dan
peningkatan laju endap darah. Karena tanda-tanda radiografi osteomielitis tidak terbukti
sekitar 10 hari, maka diagnosis dibuat atas dasar klinis saja dalam kasus akut.
Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol,
sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini
dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin
disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang
terkena, merupakan gejala Osteomielitis hematogen akut. Pada saat ini diagnosis harus
ditentukan berdasarkan gejala klinis, untuk memberikan pengobatan yang adekuat.
Diagnosis menjadi lebih jelas bila didapatkan sellulitis subkutis.

5.

Faktor Pencetus Osteomielitis

Status penyakit diketahui sebagai faktor predisposisi pasien terhadap Osteomielitis


meliputi diabetes mellitus, penyakit sickle cell, AIDS, penyalahgunaan obat-obatan
secara i.v., alkoholik, penggunaan steroid jangka panjang, penurunan kekebalan tubuh,
dan penyakit sendi kronik. Sebagai tambahan, implant prosthetik dalam ortopedik dapat
merupakan faktor resiko terjadinya Osteomielitis pada pembedahan ortopedik atau fraktur
terbuka.
Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua cara.
Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada sebelumnya (infeksi

8
saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang,
sinovium atau jaringan lunak ekstremitas serta membentuk abses. Bakteri bisa juga
mencapai sistem muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur
terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan
infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma. Osteomielitis
akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada
dewasa, Osteomielitis umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan
infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak.
Pada Osteomielitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah tulang panjang
dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula bagian tulang
yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah staphylococcus
aureus. Predisposisi untuk infeksi pada metafisis dianggap berhubungan dengan pola
aliran darah setinggi sambungan lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban
melalui vena eferen pada tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri.
Epifisis tulang panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat
Osteomielitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran
darah yang lamban dihilangkan. Sehingga Osteomielitis hematogen pada orang dewasa
merupakan suatu kejadian yang tak lazim.

6.

Pemeriksaan Penunjang Osteomiyelitis

Pemeriksaan darah
a. Sel darah putih meningkat sampai 30.000 gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah
b. Pemeriksaan titer antibody-antistaphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.
c. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan kultur feses dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella.

10
d. Pemeriksaan bipotis tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
e. Pemeriksaan ultrasound
Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan adanya efusi pada sendi
f. Pemeriksaan radiologi
Hasil radiografi biasanya hanya menampilkan pembengkakan jaringan lunak dan
hilangnya planus jaringan yang terlihat. Namun, radiografi bermanfaat dalam
memperlihatkan kemungkinan tumor tulang, fraktur.

7.

Penatalaksanan Osteomielitis

Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis osteomielitis menurut Rasjad (1998) dan Tucker (1998)
adalah sebagai berikut :
a)

Pemberian antibiotik yang bertujuan untuk : mencegah terjadinya penyebaran


infeksi pada tulang yang sehat dan mengontrol ekserbasi akut.

b)

Tindakan operatif dilakukan bila fase ekserbasi akut telah reda setelah
pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk :
mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan
tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat lainnya, yang selanjutnya
dilakukan drainase dan irigasi secara kontinue selama beberapa hari,
(adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang
yang terinfeksi) dan sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan
antibiotik mencapai sasaran serta mencegah penyebaran osteomielitis lebih
lanjut.

c)

Pemberian cairan parenteral / intravena dan kalau perlu tranfusi darah.

Penatalaksanaan Keperawatan
a)

Dapat dilakukan rendaman salin selama beberapa kali selama 20 menit perhari
untuk meningkatkan aliran darah.

b)

Kompres : hangat, atau selang seling hangat dan dingin.

11
c)

Perawat mendorong anak untuk melakukan ROM, latihan isotonic dan


isometric untuk menjaga kekuatan otot dan fleksibilitas sendi.

d)

teknik relaksasi, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan anak.

Penatalaksanaan fisioterapi
Terapi ditunjukan untuk mengurangi gejala, mempertahankan (mengembalikan)
fungsi, dan menekan proses penyakit yang mendasari. Biasanya dilakukan terapi
okupasi berfungsi untuk meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot dan
koordinasi gerak

8.

Komplikasi Osteomylitis

Komplikasi dari osteomielitis antara lain


a. Kematian tulang (osteonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan
kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas, kemungkinan harus
diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.

b. Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.
c. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah yang
lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada lengan
dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.
d. Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan
keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkeba karsinoma sel
skuamosa.

12
9.

Pencegahan Osteomielitis

Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen.


Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien
dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat
menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik
perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomielitis.

13

B.

1.

Konsep Dasar Penyakit Poliomielitis

Definisi Polimielitis

Poliomielitis merupakan salah satu jenis kecacatan fisik yang terjadi pada anakanak. Di banyak negara, penyakit Poliomielitis menjadi penyebab cacat fisik yang paling
umum pada anak-anak. Di beberapa daerah bahkan paling sedikit satu dari setiap 100
anak menjadi lumpuh karena Poliomielitis.
Poliomielitis adalah suatu penyakit akut (mendadak) dan menular disebabkan oleh
virus polio yang menyerang kornuanterior atau serabut syaraf penggerak ke sumsum
tulang belakang. Akibat penyakit Poliomielitis sistem kerja persyarafan otak dan sumsum
tulang belakang menjadi terganggu sehingga mengakibatkan kelumpuhan dan pengecilan
otot anggota gerak tubuh.
Kelumpuhan yang terjadi sebenarnya dapat mengenai otot-otot di manapun, tetapi
yang paling sering (umum) di tungkai. Otot-otot lain yang sering juga menjadi lumpuh
adalah otot bahu, otot-otot di belakang lengan, otot-otot punggung (salah satu sisi tulang
punggung), otot-otot ibu jari, dan lain-lain. Jenis kelumpuhannya berupa lunglai
(lumpuh). Ada sebagian anak yang hanya mengalami sedikit lumpuh, sementara yang lain
mengalami lumpuh berat. Kondisi ini lambat laun kadang organ tubuh yang terkena tidak
dapat diluruskan sepenuhnya karena pemendekan atau kontraktur pada otot-otot tertentu.
Ada sebagian penyandang cacat tubuh yang memiliki kondisi di mana otot-otot
dan tulang yang terkena tampak lebih kurus/kecil daripada anggota tubuh yang lain. Di
samping itu organ tubuh yang terkena umumnya tidak tumbuh sama cepatnya dengan
organ tubuh yang lain, sehingga organ tubuh yang terkena menjadi lebih pendek.
Penyakit Poliomielitis menyerang sel syaraf (mieleum). Terutama sel-sel syaraf
penggerak yang terdapat di bagian muka mieleum. Oleh karena itu kelainan yang timbul
berkisar pada otot dengan bentuk kelumpuhan yang bersifat layuh (flaksid paralise).
Poliomielitis pada umumnya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan, tidak ada
gangguan alat-alat indera serta tidak ada pengaruh terhadap perabaan/daya rasa pada kulit
(Abdul Salim, 1996; David Werner, 2002).

14

15

2.

Etiologi Poliomielitis

Penyebabnya adalah virus polio. Virus ini menular akibat menelan bahan-bahan yang
terkontaminasi virus. Penularan virus terjadi melalui beberapa cara:

Melalui percikan ludah penderita saat batuk atau bersin

Kontak dengan tinja penderita atau barang-barang yang terkena tinja penderita

Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam tenggorokan dan
saluran pencernaan, lalu diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan
pembuluh getah bening.

16

Beberapa faktor berikut bisa meningkatkan risiko terkena polio:


Belum mendapatkan imunisasi polio
Bepergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio
Usia sangat lanjut atau sangat muda
Luka di mulut/hidung/tenggorokan (misalnya baru menjalani pengangkatan
amandel atau pencabutan gigi)
Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh)
Gangguan sistem kekebalan tubuh, misalnya penderita HIV

17
3.

Patofisiologi Poliomielitis

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan saraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Polio akut
disebabkan oleh asam ribonukleat kecil (RNA) virus dari kelompok enterovirus dari
keluarga picornavirus. Inti RNA beruntai tunggal dikelilingi oleh protein kapsid tanpa
amplop lipid, yang membuat virus polio tahan terhadap pelarut lemak dan stabil pada pH
rendah. Tiga antigen strain berbeda diketahui, dengan tipe I akuntansi untuk 85% dari
kasus penyakit lumpuh. Infeksi dengan satu jenis tidak melindungi dari jenis lain, namun
kekebalan untuk masing-masing 3 strain adalah seumur hidup.
Enterovirus dari polio menginfeksi saluran usus manusia terutama melalui jalur
fecal-oral (tangan ke mulut). Virus-virus berkembang biak di mukosa saluran pencernaan
orofaringeal dan rendah selama 1-3 minggu pertama masa inkubasi.. Virus dapat
dikeluarkan dalam air liur dan kotoran selama periode ini, menyebabkan sebagian besar
host-to-host transmisi. Setelah fase awal pencernaan, virus mengalir ke kelenjar getah
bening leher dan mesenterika dan kemudian ke dalam aliran darah Hanya 5% dari pasien
yang terinfeksi memiliki keterlibatan sistem saraf selektif setelah viremia. Hal ini
diyakini bahwa replikasi di situs extraneural viremia mempertahankan dan meningkatkan
kemungkinan bahwa virus akan memasuki sistem saraf.
Virus polio memasuki sistem saraf dengan baik melintasi penghalang darah-otak atau
dengan transportasi aksonal dari saraf perifer. Hal ini dapat menyebabkan infeksi sistem
saraf dengan melibatkan gyrus precentral, thalamus, hipothalamus, motor inti batang otak
dan sekitarnya formasi reticular, inti vestibular dan cerebellum, dan neuron dari kolom
anterior dan intermediat sumsum tulang belakang. Sel-sel saraf mengalami khromatolisis
pusat bersama dengan reaksi inflamasi sedangkan perbanyakan virus mendahului
timbulnya kelumpuhan. Karena proses khromatolisis berlangsung lebih lanjut,
kelumpuhan otot atau bahkan atropi muncul bila kurang dari 10% dari neuron bertahan di
segmen kabel yang sesuai. Gliosis terjadi ketika inflamasi menyusup telah mereda, tetapi
neuron yang masih hidup yang paling menunjukkan pemulihan penuh.

18

4.

Manifestasi Klinis Poliomielitis

Infeksi virus polio bila orang yang rentan telah terinfeksi dengan virus polio, salah
satu dari respon berikut dapat terjadi, dalam urutan frekuensi ini 1) infeksi tidak jelas
pada 90-95 % dari mereka yang terinfeksi 2) poliomielitis

abortif 3) poliomielitis

nonparalitik 4) poliomielitis paralitik


Poliomielitis abortif sakit demam singkat terjadi dengan satu atau lebih gejala-gejala
berikut; malaise, anoreksia, mual, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi
dan nyeri perut koryza, batuk, eksudat faring, diare, dan nyeri perut lokal serta kekakuan
jarang. Demam jarang melebihi 39,5 C (135 f), dan faring biasanya menunjukan sedikit
perubahan walaupun sering ada keluhan nyeri tenggorok.
Poliomielitis nonparalitik. Gejala-gejalanya adalah seperti gejala poliomielitis
abortif, kecuali bahwa nyeri kepala, mual, dan muntah lebih parah, dan ada nyeri dan
kekakuan otot leher posterior, badan dan tungkai. Paralisis kandung kencing yang cepet
menghilang sering dijumpai, dan konstipasi sering ada. Sekitar dua pertiga anak
mengalami jeda bebas-gejala antara fase pertama ( sakit minor) dan fase kedua ( sakit

19
sistem saraf pusat atau sentral atau sakit mayor) perjalanan dua fase ini kurang sering
pada orang dewasa, karena padanya evolusi gejala lebih tersembunyi. Kaku kuduk dan
spina akan terjadi sebagai dasar diagnosis poliomielitis nonparalitik selama fase ke dua.

5.

Faktor Pencetus Poliomielitis

Pemeriksaan dilengkapi dengan menemukan virus polio dalam sampel feces dan
deteksi kadar antibodi terhadap virus yang tinggi dalam darah. Komplikasi yang paling
berat adalah kelumpuhan permanen. Walaupun kelumpuhan hanya terjadi pada 1 di
antara 100 kasus tapi kelemahan pada satu atau beberapa otot sangat sering ditemui.
Kadang-kadang bagian otak yang mengatur pernafasan terkena infeksi sehingga terjadi
kelemahan atau kelumpuhan pada otot-otot dada. Pada beberapa kasus terjadi komplikasi
lanjutan 20 sampai 30 tahun setelah serangan polio. Komplikasi ini disebut
postPoliomielitis syndrome, berupa kelemahan otot progresif yang seringkali berakibat
kecacatan hebat.

6.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Dari pemeriksaan darah dapat dilakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin
G (IgG) akan didapatkan peningkatan hingga 4 kali angka normal. Pemeriksaan
pada

saat

fase

akut

dapat

dilakukan

dengan

pemeriksaan

antibodi

immunoglobulin M (IgM) yang akan didapatkan hasil yang positif.

2) Cairan serebrospinal
Cairan cerebrospinal (CSF) tekanan dapat ditingkatkan. Pleositosis (neutrofil
dalam beberapa hari pertama, maka limfosit) dapat dicatat dalam CSF selama
periode sebelum timbulnya kelumpuhan pada polio akut. Kandungan protein
CSS mungkin meningkat sedikit dengan glukosa normal, kecuali pada pasien
dengan kelumpuhan berat, yang mungkin menunjukkan peningkatan protein
untuk 100-300 mg / dL selama beberapa minggu.

20
b. Pemeriksaan Radiologi
Magnetic

Resonance

Imaging

(MRI)

mungkin

menunjukkan

lokalisasi

peradangan pada tanduk anterior sumsum tulang belakang.

7.

Penatalaksanaan Poliomielitis

a. Penatalaksanaan Medis
Diberikan analgetik dan sedative untuk rasa nyeri otot.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang
berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neuroskeletal secara teliti.
kompres hangat selama 1530 menit,setiap 24 jam.
Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada
telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai
c. Penatalaksanaan Fisioterapi
Akupuntur
Sesudah fase akut, dapat dilakukan Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi
dengan fisioterapi. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.

d. Penatalaksanaan Gizi
Diet adekuat

8.

Komplikasi Poliomielitis
Hiperkalsuria
Melena
Pelebaran lambung akut
Hipertensi ringan
Pneumonia
Ulkus dekubitus dan emboli paru
Psikosis

21
9.

Pencegahan Polimyelitis

Untuk mencegah terjadinya penyakit poliomielitis dapat di lakukan beberapa cara


yaitu:
a) Memberikan imunisasi
Menurut rekomendasi WHO imunisasi dapat di berikan:
Imunisasi polio dapat di berikan 4 kali sejak lahir dengan interval waktu 6-8
minggu
Pemberian imunisasi mulai dari umur
Umur 0-1 bulan
Umur 2-4 bulan
Umur 6 bulan
Umur 18 bulan
b) Melakukan survailence accute flaccid paralysis atau usaha penemuan penderita
yang di curigai lumpuh layu pada usia di bawah 15 tahun, kemudian dilakukan
pemeriksaan pada tinjanya untuk mengetahui adanya polio atau tidak
c) Melakukan mopping-up, yakni pemberian vaksin massal di daerah yang ditemukan
penderita polio terhadap anak usia dibawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi
polio sebelumnya
d) Mengurangi aktivitas yang berlebihan
e) Memberikan vaksin terhadap penderita dapat di bagi dalam dua bentuk yaitu:
Imunisasipolio dapat dilakukan sejak lahir
Vaksinasi polio hidup yang di berikan melalui mulut (OPV)
Vaksinasi polio mati yang di berikan dengan suntikan (IPV)
Vaksin polio hidup di berikan melalui mulut dengan dosis 2 tetes (0,1 ml)
Vaksinasi polio mati yang di berikan dengan suntikan dengan dosis (0,5 ml)
subkutan dalam tiga kali pemberian berturut-turut dalam jarak dua bulan
masing-masing dosis
Perlindungan mukosa (selaput usus) yang di timbulkan IPV lebih rendah dari
OPV.

22

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Osteomielitis

Pengkajian yang dilakukan pada anak dengan osteomielitis meliputi:


1.

Pengkajian
Nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat, agama, tanggal masuk rumah sakit,
jam masuk rumah sakit, diagnose medis
Keluhan utama
Pada umumnya anak mengeluh nyeri dan terjadi penaikan suhu

2.

Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan Sekarang


Ibu mengatakan saat datang kerumah sakit dengan keluhan awitan gejala akut
(misalnya : nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.

Riwayat Kesehatan Dahulu


Ibu mengatakan anak tidak perrnah mengalami penyakit yang hampir sama dengan
sekarang, atau penyakit lain yang berhubungan tulang, seperti trauma tulang,
infeksi tulang, fraktur terbuka, atau pembedahan tulang

Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang
sama dengan anaknya.

Riwayat Kehamilan
Biasanya anak dengan osteomielitis tidak berpengaruh saat di dalam kandungan

Riwayat Persalinan
Anak dengan Osteomielitis tidak ada pengaruhnya dengan proses persalinan

Riwayat Imunisasi
Anak dengan Osteomielitis tidak ada pengaruhnya degan riwayat imunisasi

23

24
3. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum
Adanya demam, nyeri tulang, bengkak, dan kemerahan

Tanda-tanda vital
Tekanan darah

: Pada kasus Osteomielitis biasanya ditemukan tekanan darah


anak normal

Nadi

: Nadi perifer normal, dalam kasus tertentu biasanya takikardi

Respirasi

: Pernafasan normal

Tingkat kesadaran

: Komposmetis

Pemeriksaan
Inspeksi

: Terdapat pembengkakan di area yang terinfeksi,eritema, keluarnya


pus dari sinus, Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya
diatas 38, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.

Palpasi

: Area yang terinfeksi terasa lembek bila di palpasi, terdapat nyeri


tekan

4.

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian, diagnose keperawatan yang dapat ditemukan pada anak


osteomilitis adalah sebagai berikut.
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
b. Gangguang mobilitas fisik berhubungan dengan infeksi
c. Resiko infeksi yang berhubungan dengan Kontaminasi luka
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolic untuk peyembuhan luka
e. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit

5.

Rencana Keperawatan

No
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan
inflamasi infeksi
DS : orang tua anak
mengatakan anak mengeluh
nyeri di kaki kanan dan
anak terlihat gelisah
DO : anak terlihat menangis
dan meringis menahan nyeri

Tujuan
Tupen :
Nyeri berkurang
Tupan :
Nyeri teratasi

Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- Nyeri berkurang
- TTV stabil
- Anak terlihat tenang
- Skala nyeri berkurang

2.

Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan
infeksi
DS : orang tua anak
mengatakan anak terlihat
lemas dan kesulitan
bergerak
DO : anak terlihat lemah,
anak terlihat tirah baring

Tupen :
Gangguan mobilitas
fisik berkurang
Tupan :
infeksi teratasi

Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- Anak mampu
beraktivitas kembali
- Anak sudah tidak
tampak lemah

Intervensi
Kaji TTV dan KU
Kaji skala nyeri
Ajarkan anak untuk
teknik relaksasi
Saat tindakan lakukan
teknik distraksi (
televisi, music dan
permainan )
Kolaborasi dengan
program terapi

- Pertahankan tirah
baring dalam posisi
yang di programkan
- Berikan posisi
senyaman mungkin
pada anak
- Berikan bantuan pada
aktifitas yang
diperlukan

Rasional
Mengetahui keadaan
umum anak
Mengetahui keefektifan
obat
Dapat mengurangi rasa
nyeri pada anak
Distraksi mengalihkan
perhatian anak dari
nyeri
Obat obat analgestik
dapat mengurangi rasa
nyeri
Agar gangguan
mobilitas fisik anak
dapat berkurang
Membantu anak untuk
rileks
Mendukung kebutuhan
dengan mendukung
kebutuhan anak (
libatkan orang tua saat
akan melakukan
aktivitas )

25

6.

Implementasi Keperawatan

Tanggal
29 april
2014

Jam
09.00

29 april
2014

10.00

No. DX
IMPLEMENTASI
1.
- Mengkaji dan mendokumentasikan karakteristik
nyeri yang dirasakan anak, termasuk lokasi, tipe,
durasi dan pola. Untuk menentukan keparahan nyeri,
gunakan interval wajah atau skala angka peringkat
nyeri
- Mengkaji TTV dan KU
- Mengajarkan anak untuk teknik relaksasi
- Melakukan teknik distraksi ( televisi, music dan
permainan
- Menggerakan ekstremitas yang sakit dengan
perlahan dan lembut
- Memberikan lingkungan yang kondusif agar anak
dapat istirahat
- Meniggikan ekstremitas yang sakit 30
- Berkolaborasi dengan program terapi dalam
pemberian analgesic
2.
- Mempertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
- Memberikan posisi senyaman mungkin pada anak
- Memberikan bantuan pada aktifitas yang diperlukan
anak
- Memberikan penyanggah pada ekstremitas yang
sakit
- Mengajarkan anak latihan ROM
- Berkolaborasi dengan program terapi yaitu
fisioterapi

EVALUASI
S : orang tua anak mengatakan anak mengeluh nyeri di
kaki kanan dan terlihat gelisah
O : anak terlihat menagis dan meringis menahan nyeri
A : masalah belum teratasi
P : intervemsi dilanjutkan
- Kaji TTV dan KU
- Lakukan teknik distraksi
- Gerakan ekstremitas yang sakit secara perlahan
dan lembut
- Kolaborasi dengan program terapi dalam
pemberian analgestic

S : orang tua anak mengatakan anak lemas dan kesulitan


dalam bergerak
O : anak terlihat lemah, anak terlihat tirah baring
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- Ajarkan anak latihan ROM
- Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
- Kolaborasi dengan program terapi yaitu
fisioterapi

26

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Poliomielitis

Pengkajian yang dilakukan pada anak Poliomielitis :


1.

Pengkajian

a. Data Demografi Anak


Nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat, agama, tanggal masuk rumah
sakit, jam masuk rumah sakit, diagnose medis
b. Keluhan utama
Ibu anak mengatakan lien sakit demam, malaise, anoreksia, mual, muntah, nyeri
kepala,dan nyeri tenggorokan.

2.

Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit sekarang


Ibu mengatakan saat datang kerumah sakit demam, malaise, anoreksia, mual,
muntah, nyeri kepala,dan nyeri tenggorokan,
b. Riwayat Penyakit sebelumnya
Ibu mengatakan anak tidak mendapatkan imunisasi polio saat bayi.
c. Riwayat Tumbuh Kembang anak
Anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang terutama pada cara berjalan.
d. Riwayat Imunisasi
Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan
saat lahir, Polio oral belum pernah diberikan
e. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Ibu mengatakan di dalam keluarga anak ada yang mengalami penyakit yang sama
dengan anak
f. Riwayat Kehamilan
Biasanya anak dengan Poliomielitis tidak berpengaruh saat di dalam kandungan
g. Riwayat Persalinan
Klien dengan Poliomielitis tidak ada pengaruhnya dengan proses persalinan

27

28

3.

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Pe3ada kasus osteomyelitis biasanya ditemukan tekanan darah
klien normal
Nadi

: Nadi perifer normal,dalam kasus tertentu biasanya takikardhia

Respirasi

: Pernafasan cepat dan dangkal

Tingkat kesadaran : komposmetis

Pemeriksaan Muskuloskeletal
Inspeksi

: adanya kelemahan, kelelahan, dan kelumpuhan

Palpasi

: reflek babinski sign

Tes Khusus

Uji otot
Uji otot dapat memberikan informasi mengenai derajat paralisis dari suatu bagian
otot tertentu atau kelompok otot
0 = Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi, bila lengan/
tungaki dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1 = Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh.
2 = Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi
dengan sentuhan akan jatuh.
3 = Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu
melawan tekan/ dorongan dari pemeriksa.
4 = Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain.
5 = Kekuatan utuh
Kaku Kuduk Spina
Kaku kuduk spina mula mula dicari dengan tek aktif. Anak diminta duduk dan
bangun ( sit up ) tanpa dibantu. Jika memerlukan upaya yang tidak sesuai dan jika
lutut fleksi ke atas dan pederita sedikit menggeliat dari sisi ke sisi dalam upaya

29
dalam duduk bangun dan menggunakan tangan pada tempat tidur untuk posisi
penompang berkaki tiga, tidak salah lagi adalah kekakuan spina.
Kernig Sign.
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135 derajat , maka dikatakan kernig sign positif.
Reflek Kulit Dinding Perut
Kulit dinding perut digores dengan ujung gagang palu refleks atau ujung kunci.
Refleks kulit dinding perut menghilang pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini
yang berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi
lesi di susunan pyramidal
Reflek Abdominal
Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, bila normal terdapat kontraksi
di perut dan bila hasil negative pada penderita polimielitis
Reflek Gluteal
Reflek ini terdiri dari atas reflektorik otot gluteus ipsilateral bilamana bokong digores
atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu refleks. Bila tidak ada respon
terdapat lesi di segmen L4 - S1.

Polimielitis Bulbar Murni


Untuk Poliomielitis bulbar mencakup paralisis nucleus saraf cranial dengan atau
tanpa keterlibatan pusat pusat vital yang mengendalikan pernapasan, sirkulasi dan
suhu tubuh. Keterlibatan saraf cranial 9, 10, dan 12 menyebabkan paralisis faring,
lidah dan laring.

30
Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat
mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis
Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi
lemah dan lumpuh
Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,
Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam
mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut,
gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu
apabila lidah tertarik ke belakang.

Pada Bayi

Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut
dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut
menyentuh tempat tidur.

Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada
telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.

Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki
menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.

Pada Anak

Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.

Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami
kelumpuhan tidak bisa melakukannya.

Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa melakukannya.

Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali.

Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan


merambat pada tungkainya.

Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.

31
4.

Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan paralysis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah
c. Nyeri berhubungan dengan proses infeksi yang menyerang syaraf
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
e. Kecemasan pada anak dan keluarga berhubungan dengan kondisi penyakit.

5.

Rencana Keperawatan

No
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan
paralysis
DS : orang tua anak
mengatakan anak lemas
DO : anak terlihat lemah

Tujuan
Tupen :
Paralysis teratasi
Tupan :
Gangguan mobilitas
fisik hilang

Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- TTV stabil
- Anak dapat melakukan
aktivitas secara mandiri
- Anak sudah tidak
tampak lemah

Intervensi
- Kaji TTV dan KU
- Pertahankan tirah
baring dalam posisi
yang di programkan
- Berikan posisi
senyaman mungkin
pada anak
- Berikan bantuan
pada aktifitas yang
diperlukan

2.

Tupen :
Anoreksia, mual dan
muntah teratasi
Tupan :
Nutrisi tubuh
terpenuhi

Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- Anak memperlihatkan
peningkatan berat bdan
yang progresif
- Mual muntah
berkurang
- Nafsu makan anak
bertambah

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
anoreksia, mual dan
muntah
DS : orang tua anak
mengatakan anak tidak
nafsu makan, mual dan
muntah
DO : anak tidak
menghabiskan porsi
makannya

Rasional
- Mengetahui keadaan
umum anak
- Agar gangguan mobilitas
fisik anak dapat berkurang
- Membantu anak untuk
rileks
- Mendukung kebutuhan
dengan mendukung
kebutuhan anak ( libatkan
orang tua saat akan
melakukan aktivitas )
Kaji pola makan
- Mengetahui intake dan
anak
output anak
Berikan makanan
- Untuk mencakupi
secara adekuat
masukan sehingga output
Berikan makanan
dan itake seimbang
sedikit tapi sering
- Untuk mencegah mual
Anjurkan orang tua
dan mempermudah proses
anak makan selagi
pencernaan anak
hangat
- Agar menambah nafsu
Timbang berat
makan anak
badan secara berkala - Mengetahui
Berikan makanan
perkembangan anak
kesukaan anak
- Menambah masukan dan
merangsang anak untuk
makan lebih banyak

32

6.

Implementasi Keperawatan

Tanggal
29 april
2014

Jam
09.00

29 april
2014

10.00

No. DX
IMPLEMENTASI
1.
- Mempertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
- Memberikan posisi senyaman mungkin pada anak
- Memberikan bantuan pada aktifitas yang diperlukan
anak
- Menganjurkan untuk menggunakan lembaran papan
di bawah kasur
- Mengajarkan anak latihan ROM
- Berkolaborasi dengan program terapi yaitu
fisioterapi
2.
- Mengkaji pola makan anak
- Memberikan makanan secara adekuat
- Memberikan makanan kesukaan anak
- Menyajikan makanan yang hangat
- Memberikan makanan sedikit tapi sering
- Menimbang berat badan anak secara berkala

EVALUASI
S : orang tua anak mengatakan anak lemas dan kesulitan
dalam bergerak
O : anak terlihat lemah, anak terlihat tirah baring
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- Ajarkan anak latihan ROM
- Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
- Kolaborasi dengan program terapi yaitu
fisioterapi
S : orang tua anak mengatakan anak tidak nafsu makan,
mual dan muntah
O : anak tidak menghabiskan porsi makannya
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Berikan makanan secara adekuat
- Sajikan makan yang hangat
- Berikan makanan sedikit tapi sering

33

BAB IV
PENUTUP

1.

Kesimpulan

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Osteomielitis dapat terjadi pada bayi, anakanak, dan kaum dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri-bakteri secara khas
mempengaruhi kelompok-kelompok umur yang berbeda. Pada anak-anak, Osteomielitis
paling umum terjadi pada ujung-ujung dari tulang-tulang yang panjang dari lenganlengan dan tungkai-tungkai.
Polio (Poliomielitis) adalah infeksi virus yang sangat menular dan kadang berakibat
fatal. Infeksi virus ini mempengaruhi saraf dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang
menetap, kelumpuhan, dan gejala-gejala lainnya.

2.

Saran
Dalam hal ini penyusun memberikan saran:
a)

Meningkatkan keingintahuan mengenai berbagai penyakit Ostemyelitis dan


Poliomielitis termasuk proses keperawatan yang seharusnya dilakukan.

b) Menerapkan teori dalam praktik keperawatan.

34

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keperawatan Pediatri Edisi 3 cecily L. Betz Linda A. Sowden : Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
Speer, Kathleen morgan. 2008. Keperawatan pediatrik dengan klinikal pathways edisi 3.
EGC : Jakarta
Nurnaningsih, Lukman.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskoloskeletal. Salemba Medika : Jakarta
Behram, Kliegman, Arvin. .Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC : Jakarta

http://askeppoliomylitisprishilla.blogspot.com/ diakses pada tanggal 20 april 2014


http://www.scribd.com/doc/108670003 diakses pada tangga 20 april 2014
http://widiarti.wordpress.com/ diakses pada tanggal 20 april 2014
http://akrisarumaha.blogspot.com/ diakses pada tanggal 20 april 2014

Anda mungkin juga menyukai