KEPERAWATAN PADA
OSTEOMIELITIS DAN POLIOMIELITIS
Disusun oleh:
Amalia Dwi Margiyati
P17320312004
P17320312069
ii
DAFTAR ISI
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penatalaksanan Osteomielitis................................................................................ 10
8.
9.
2.
3.
Patofisiologi Poliomielitis..................................................................................... 17
4.
5.
6.
7.
Penatalaksanaan Poliomielitis............................................................................... 20
8.
9.
iii
Pengkajian ............................................................................................................. 23
2.
3.
4.
5.
6.
Pengkajian ............................................................................................................. 27
2.
3.
4.
5.
6.
BAB IV PENUTUP
1.
Kesimpulan ............................................................................................................... 34
2.
Saran ......................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat yang berlimpah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Osteomielitis dan Poliomielitis
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak I. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan tugas ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mengarahkan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharap kritik dan
saran yang membangun, sebagai bahan pertimbangan kami untuk membuat makalah
selanjutnya.
Bogor,
Maret 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Infeksi tulang dapat terjadi menjadi masalah kronis yang akan memengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstermitas. Osteomilitis hematogen akut adalah
penyakit pada tulang yang sedang sembuh. Osteomilitis akut yang tidak diterapi secara
adekuat, akan berkembang menjadi osteomilitis kronik. Infeksi jaringan tulang disebut
sebagai osteomilitis, dan dapat timbul akut dan kronik. Osteomilitis kronik sulit
disembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak karena keterbatasan asupan darah. Bentuk
akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistematik maupun manifestasi local yang
berjalan dengan cepat.
Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.Polio
menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalamhitungan jam.
Virus ini memasuki tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Gejala awal
adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah,kekakuan pada leher dan nyeri pada
anggota badan. Satu dari 200 infeksimenyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya di
kaki). Di antara mereka yanglumpuh, 5% sampai 10% meninggal ketika otot pernapasan
mereka lumpuh. (http:// www. Litbang. Depkes.go.id). Di Indonesia banyak dijumpai
penyakit polio terlebih pada anak-anak halini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang.
Disamping asupan gizi juga dapatdipengaruhi oleh faktor keturunan dari orang tua,
apalagi dengan kondisi di negeriini yang masih banyak dijumpai keluarga kurang mampu
sehingga kebutuhan gizianaknya kurang mendapat perhatian.Peran serta pemerintah
disini sangat diharapkan untuk membantu dalam menangani masalah gizi buruk yang
masih banyak ditemui khususnya di daerah terpencil atau yang jauh dari fasilitas
pemerintah, sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat pinggiran.Kalau hal ini tidak
mendapat perhatian, maka akan lebih banyak lagi anak-anak Indonesia yang menderita
penyakit polio.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyususn merumuskan masalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
Osteomyeltis dan Poliomielitis?
3.
Tujuan Penyusunan
4.
Manfaat Penyusunan
2.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.
Definisi Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Osteomielitis dapat terjadi pada bayi, anakanak, dan kaum dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri - bakteri secara khas
mempengaruhi kelompok - kelompok umur yang berbeda. Pada anak - anak,
Osteomielitis paling umum terjadi pada ujung-ujung dari tulang-tulang yang panjang dari
lengan dan tungkai, mempengaruhi pinggul, lutut, pundak, dan pergelangan tangan. Pada
kaum dewasa, adalah lebih umum pada tulang-tulang dari spine (vertebrae) atau pada
pelvis.
Ada beberapa cara-cara yang berbeda untuk mengembangkan Osteomielitis. Yang
pertama adalah bakteri berpergian melalui aliran darah (bacteremia) dan menyebar ke
tulang, menyebabkan infeksi. Ini paling sering terjadi ketika pasien mempunyai infkesi
ditempat lain di tubuh, seperti pnumonia atau trauma sistem kencing ( urinary tract
infection) yang menyebar melalui darah ke tulang luka yang terbuka diatas tulang dapat
menjurus pada Osteomielitis. Patah tulang yang terbuka dimana tulang menusuk melalui
kulit juga adalah penyebab yang berpotensi.
2.
Etiologi Osteomielytis
Infeksi ini dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen, dari focus infeksi ditempat
lain (misal tonsil yang terinfeksi, gigi terinfeksi, infeksi saluran napas atas). Osteomilitis
akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat trauma yang terdapat resistensi
rendah. Infeksi dapat juga berhububungan dengan infeksi jaringan lunak missal ulkus
dekubitus atau ulkus vaskulat, atau kontaminasi langsung pada tulang ( missal fraktur
terbuka, luka tembak, dan pembedahan tulang)
Staphylococcus merupakan penyebab 70% 80 % infeksi tulang. Organisme lain
meliputi Proteus, Pseudomonas dan Escherichia Coli. Pada anak anak infeksi tulang
sering kali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat tempat lain sepeti infeksi
faring
(faringitis),
telinga
((otitis
media),
dan
kulit
(impetigo).
Bakterinya
5
3.
Patofisiologi Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang dapat terjadi pada sembarang tulang dalam
tubuh. Lokasi paling umum adalah femur dan tibia. Humerus dan pinggul jarang terkena.
Tengkorak adalah lokasi umum terjadinya osteomieitis pada bayi. Umumnya terdapat
sebuah keadaan predisposisi seperti gizi atau higiene yang buruk.
Emboli bakteri sampai pada arteri kecil di metafisis, dimana sirkulasinya lambat.
Kemudian, terbentuklah sebuah abses yang menggantikan tulang, menyebabkan
peningkatan tekanan dan nekrosis sekunder. Abses ini akhirnya ruptur di dalam ruang
subperiosteal. Infeksi ini menyebar dibawah poriosteum, mengakibatkan trombosis
pembuluh darah dan menambah nekrosis. Kemudian terjadi gangguan siklus sirkulasi.
Dapat terbentuk sebuah sinus dan menyebabkan artritis septik. Kondisi ini dapat menjadi
kronik dan cukup resisten terhadap terapi, serta seringkali memerlukan intervensi bedah.
Epifisis umumnya tidak terkena karena memiliki sirkulasi yang terpisah.
Berbagai organisme dapat menyebabkan osteomielitis, baik secara langsung (
eksogen ) atau melalui darah dari infeksi di tempat lain ( hematogen ) ;yang termasuk
sumber eksogen adalah luka tembus, fraktur terbuka, kontaminasi selama pembedahan,
atau perluasan sekunder melalu abses, luka bakr, atau luka biasa. Rute hematogen
biasanya lebih umum terjadi ; yang termasuk sumber hematogen adalah furunkel, abrasi
kulit, infeksi saluran perrnapasan atas, otitis media, abses gigi, dn pielonefritis. Bentuk
hematogen seringkali bersifat subakut karena infeksi yang mendahuluinya sering sudah
diobati dengan antibiotik.
a) Insiden osteomielitis tertinggi ditemukan pada usia 5 sampai 14 tahun
b) Terdapat 2 kali lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan
4.
Fase akut
Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari. Panas makin tinggi, terasa nyeri tulang dekat
sendi, terkadang tidak dapat menggerakan anggota tubuh.
6
b.
Fase kronik
Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak dengan pus
yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan
parut akibat kurangnya asupan darah.
Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul
dengan cepat, malaese generalisata, demam dan kedinginan. Riwayat infeksi sebelumnya
di dapat dalam sekitar 50% pasien. Pembengkakan generalisata dalam daerah infeksi
biasanya disertai dengan eritema. Pembesaran kelenjar limfe proksimal bisa ada.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekositosis, anemia ringan sampai sedang dan
peningkatan laju endap darah. Karena tanda-tanda radiografi osteomielitis tidak terbukti
sekitar 10 hari, maka diagnosis dibuat atas dasar klinis saja dalam kasus akut.
Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol,
sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini
dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin
disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang
terkena, merupakan gejala Osteomielitis hematogen akut. Pada saat ini diagnosis harus
ditentukan berdasarkan gejala klinis, untuk memberikan pengobatan yang adekuat.
Diagnosis menjadi lebih jelas bila didapatkan sellulitis subkutis.
5.
8
saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang,
sinovium atau jaringan lunak ekstremitas serta membentuk abses. Bakteri bisa juga
mencapai sistem muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur
terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan
infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma. Osteomielitis
akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada
dewasa, Osteomielitis umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan
infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak.
Pada Osteomielitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah tulang panjang
dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula bagian tulang
yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah staphylococcus
aureus. Predisposisi untuk infeksi pada metafisis dianggap berhubungan dengan pola
aliran darah setinggi sambungan lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban
melalui vena eferen pada tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri.
Epifisis tulang panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat
Osteomielitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran
darah yang lamban dihilangkan. Sehingga Osteomielitis hematogen pada orang dewasa
merupakan suatu kejadian yang tak lazim.
6.
Pemeriksaan darah
a. Sel darah putih meningkat sampai 30.000 gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah
b. Pemeriksaan titer antibody-antistaphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.
c. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan kultur feses dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella.
10
d. Pemeriksaan bipotis tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
e. Pemeriksaan ultrasound
Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan adanya efusi pada sendi
f. Pemeriksaan radiologi
Hasil radiografi biasanya hanya menampilkan pembengkakan jaringan lunak dan
hilangnya planus jaringan yang terlihat. Namun, radiografi bermanfaat dalam
memperlihatkan kemungkinan tumor tulang, fraktur.
7.
Penatalaksanan Osteomielitis
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis osteomielitis menurut Rasjad (1998) dan Tucker (1998)
adalah sebagai berikut :
a)
b)
Tindakan operatif dilakukan bila fase ekserbasi akut telah reda setelah
pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk :
mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan
tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat lainnya, yang selanjutnya
dilakukan drainase dan irigasi secara kontinue selama beberapa hari,
(adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang
yang terinfeksi) dan sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan
antibiotik mencapai sasaran serta mencegah penyebaran osteomielitis lebih
lanjut.
c)
Penatalaksanaan Keperawatan
a)
Dapat dilakukan rendaman salin selama beberapa kali selama 20 menit perhari
untuk meningkatkan aliran darah.
b)
11
c)
d)
Penatalaksanaan fisioterapi
Terapi ditunjukan untuk mengurangi gejala, mempertahankan (mengembalikan)
fungsi, dan menekan proses penyakit yang mendasari. Biasanya dilakukan terapi
okupasi berfungsi untuk meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot dan
koordinasi gerak
8.
Komplikasi Osteomylitis
b. Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.
c. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah yang
lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada lengan
dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.
d. Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan
keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkeba karsinoma sel
skuamosa.
12
9.
Pencegahan Osteomielitis
13
B.
1.
Definisi Polimielitis
Poliomielitis merupakan salah satu jenis kecacatan fisik yang terjadi pada anakanak. Di banyak negara, penyakit Poliomielitis menjadi penyebab cacat fisik yang paling
umum pada anak-anak. Di beberapa daerah bahkan paling sedikit satu dari setiap 100
anak menjadi lumpuh karena Poliomielitis.
Poliomielitis adalah suatu penyakit akut (mendadak) dan menular disebabkan oleh
virus polio yang menyerang kornuanterior atau serabut syaraf penggerak ke sumsum
tulang belakang. Akibat penyakit Poliomielitis sistem kerja persyarafan otak dan sumsum
tulang belakang menjadi terganggu sehingga mengakibatkan kelumpuhan dan pengecilan
otot anggota gerak tubuh.
Kelumpuhan yang terjadi sebenarnya dapat mengenai otot-otot di manapun, tetapi
yang paling sering (umum) di tungkai. Otot-otot lain yang sering juga menjadi lumpuh
adalah otot bahu, otot-otot di belakang lengan, otot-otot punggung (salah satu sisi tulang
punggung), otot-otot ibu jari, dan lain-lain. Jenis kelumpuhannya berupa lunglai
(lumpuh). Ada sebagian anak yang hanya mengalami sedikit lumpuh, sementara yang lain
mengalami lumpuh berat. Kondisi ini lambat laun kadang organ tubuh yang terkena tidak
dapat diluruskan sepenuhnya karena pemendekan atau kontraktur pada otot-otot tertentu.
Ada sebagian penyandang cacat tubuh yang memiliki kondisi di mana otot-otot
dan tulang yang terkena tampak lebih kurus/kecil daripada anggota tubuh yang lain. Di
samping itu organ tubuh yang terkena umumnya tidak tumbuh sama cepatnya dengan
organ tubuh yang lain, sehingga organ tubuh yang terkena menjadi lebih pendek.
Penyakit Poliomielitis menyerang sel syaraf (mieleum). Terutama sel-sel syaraf
penggerak yang terdapat di bagian muka mieleum. Oleh karena itu kelainan yang timbul
berkisar pada otot dengan bentuk kelumpuhan yang bersifat layuh (flaksid paralise).
Poliomielitis pada umumnya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan, tidak ada
gangguan alat-alat indera serta tidak ada pengaruh terhadap perabaan/daya rasa pada kulit
(Abdul Salim, 1996; David Werner, 2002).
14
15
2.
Etiologi Poliomielitis
Penyebabnya adalah virus polio. Virus ini menular akibat menelan bahan-bahan yang
terkontaminasi virus. Penularan virus terjadi melalui beberapa cara:
Kontak dengan tinja penderita atau barang-barang yang terkena tinja penderita
Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam tenggorokan dan
saluran pencernaan, lalu diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan
pembuluh getah bening.
16
17
3.
Patofisiologi Poliomielitis
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan saraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Polio akut
disebabkan oleh asam ribonukleat kecil (RNA) virus dari kelompok enterovirus dari
keluarga picornavirus. Inti RNA beruntai tunggal dikelilingi oleh protein kapsid tanpa
amplop lipid, yang membuat virus polio tahan terhadap pelarut lemak dan stabil pada pH
rendah. Tiga antigen strain berbeda diketahui, dengan tipe I akuntansi untuk 85% dari
kasus penyakit lumpuh. Infeksi dengan satu jenis tidak melindungi dari jenis lain, namun
kekebalan untuk masing-masing 3 strain adalah seumur hidup.
Enterovirus dari polio menginfeksi saluran usus manusia terutama melalui jalur
fecal-oral (tangan ke mulut). Virus-virus berkembang biak di mukosa saluran pencernaan
orofaringeal dan rendah selama 1-3 minggu pertama masa inkubasi.. Virus dapat
dikeluarkan dalam air liur dan kotoran selama periode ini, menyebabkan sebagian besar
host-to-host transmisi. Setelah fase awal pencernaan, virus mengalir ke kelenjar getah
bening leher dan mesenterika dan kemudian ke dalam aliran darah Hanya 5% dari pasien
yang terinfeksi memiliki keterlibatan sistem saraf selektif setelah viremia. Hal ini
diyakini bahwa replikasi di situs extraneural viremia mempertahankan dan meningkatkan
kemungkinan bahwa virus akan memasuki sistem saraf.
Virus polio memasuki sistem saraf dengan baik melintasi penghalang darah-otak atau
dengan transportasi aksonal dari saraf perifer. Hal ini dapat menyebabkan infeksi sistem
saraf dengan melibatkan gyrus precentral, thalamus, hipothalamus, motor inti batang otak
dan sekitarnya formasi reticular, inti vestibular dan cerebellum, dan neuron dari kolom
anterior dan intermediat sumsum tulang belakang. Sel-sel saraf mengalami khromatolisis
pusat bersama dengan reaksi inflamasi sedangkan perbanyakan virus mendahului
timbulnya kelumpuhan. Karena proses khromatolisis berlangsung lebih lanjut,
kelumpuhan otot atau bahkan atropi muncul bila kurang dari 10% dari neuron bertahan di
segmen kabel yang sesuai. Gliosis terjadi ketika inflamasi menyusup telah mereda, tetapi
neuron yang masih hidup yang paling menunjukkan pemulihan penuh.
18
4.
Infeksi virus polio bila orang yang rentan telah terinfeksi dengan virus polio, salah
satu dari respon berikut dapat terjadi, dalam urutan frekuensi ini 1) infeksi tidak jelas
pada 90-95 % dari mereka yang terinfeksi 2) poliomielitis
abortif 3) poliomielitis
19
sistem saraf pusat atau sentral atau sakit mayor) perjalanan dua fase ini kurang sering
pada orang dewasa, karena padanya evolusi gejala lebih tersembunyi. Kaku kuduk dan
spina akan terjadi sebagai dasar diagnosis poliomielitis nonparalitik selama fase ke dua.
5.
Pemeriksaan dilengkapi dengan menemukan virus polio dalam sampel feces dan
deteksi kadar antibodi terhadap virus yang tinggi dalam darah. Komplikasi yang paling
berat adalah kelumpuhan permanen. Walaupun kelumpuhan hanya terjadi pada 1 di
antara 100 kasus tapi kelemahan pada satu atau beberapa otot sangat sering ditemui.
Kadang-kadang bagian otak yang mengatur pernafasan terkena infeksi sehingga terjadi
kelemahan atau kelumpuhan pada otot-otot dada. Pada beberapa kasus terjadi komplikasi
lanjutan 20 sampai 30 tahun setelah serangan polio. Komplikasi ini disebut
postPoliomielitis syndrome, berupa kelemahan otot progresif yang seringkali berakibat
kecacatan hebat.
6.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Dari pemeriksaan darah dapat dilakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin
G (IgG) akan didapatkan peningkatan hingga 4 kali angka normal. Pemeriksaan
pada
saat
fase
akut
dapat
dilakukan
dengan
pemeriksaan
antibodi
2) Cairan serebrospinal
Cairan cerebrospinal (CSF) tekanan dapat ditingkatkan. Pleositosis (neutrofil
dalam beberapa hari pertama, maka limfosit) dapat dicatat dalam CSF selama
periode sebelum timbulnya kelumpuhan pada polio akut. Kandungan protein
CSS mungkin meningkat sedikit dengan glukosa normal, kecuali pada pasien
dengan kelumpuhan berat, yang mungkin menunjukkan peningkatan protein
untuk 100-300 mg / dL selama beberapa minggu.
20
b. Pemeriksaan Radiologi
Magnetic
Resonance
Imaging
(MRI)
mungkin
menunjukkan
lokalisasi
7.
Penatalaksanaan Poliomielitis
a. Penatalaksanaan Medis
Diberikan analgetik dan sedative untuk rasa nyeri otot.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang
berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neuroskeletal secara teliti.
kompres hangat selama 1530 menit,setiap 24 jam.
Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada
telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai
c. Penatalaksanaan Fisioterapi
Akupuntur
Sesudah fase akut, dapat dilakukan Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi
dengan fisioterapi. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.
d. Penatalaksanaan Gizi
Diet adekuat
8.
Komplikasi Poliomielitis
Hiperkalsuria
Melena
Pelebaran lambung akut
Hipertensi ringan
Pneumonia
Ulkus dekubitus dan emboli paru
Psikosis
21
9.
Pencegahan Polimyelitis
22
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat, agama, tanggal masuk rumah sakit,
jam masuk rumah sakit, diagnose medis
Keluhan utama
Pada umumnya anak mengeluh nyeri dan terjadi penaikan suhu
2.
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kehamilan
Biasanya anak dengan osteomielitis tidak berpengaruh saat di dalam kandungan
Riwayat Persalinan
Anak dengan Osteomielitis tidak ada pengaruhnya dengan proses persalinan
Riwayat Imunisasi
Anak dengan Osteomielitis tidak ada pengaruhnya degan riwayat imunisasi
23
24
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Adanya demam, nyeri tulang, bengkak, dan kemerahan
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
: Pernafasan normal
Tingkat kesadaran
: Komposmetis
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
4.
Diagnosa Keperawatan
5.
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan
inflamasi infeksi
DS : orang tua anak
mengatakan anak mengeluh
nyeri di kaki kanan dan
anak terlihat gelisah
DO : anak terlihat menangis
dan meringis menahan nyeri
Tujuan
Tupen :
Nyeri berkurang
Tupan :
Nyeri teratasi
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- Nyeri berkurang
- TTV stabil
- Anak terlihat tenang
- Skala nyeri berkurang
2.
Tupen :
Gangguan mobilitas
fisik berkurang
Tupan :
infeksi teratasi
Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- Anak mampu
beraktivitas kembali
- Anak sudah tidak
tampak lemah
Intervensi
Kaji TTV dan KU
Kaji skala nyeri
Ajarkan anak untuk
teknik relaksasi
Saat tindakan lakukan
teknik distraksi (
televisi, music dan
permainan )
Kolaborasi dengan
program terapi
- Pertahankan tirah
baring dalam posisi
yang di programkan
- Berikan posisi
senyaman mungkin
pada anak
- Berikan bantuan pada
aktifitas yang
diperlukan
Rasional
Mengetahui keadaan
umum anak
Mengetahui keefektifan
obat
Dapat mengurangi rasa
nyeri pada anak
Distraksi mengalihkan
perhatian anak dari
nyeri
Obat obat analgestik
dapat mengurangi rasa
nyeri
Agar gangguan
mobilitas fisik anak
dapat berkurang
Membantu anak untuk
rileks
Mendukung kebutuhan
dengan mendukung
kebutuhan anak (
libatkan orang tua saat
akan melakukan
aktivitas )
25
6.
Implementasi Keperawatan
Tanggal
29 april
2014
Jam
09.00
29 april
2014
10.00
No. DX
IMPLEMENTASI
1.
- Mengkaji dan mendokumentasikan karakteristik
nyeri yang dirasakan anak, termasuk lokasi, tipe,
durasi dan pola. Untuk menentukan keparahan nyeri,
gunakan interval wajah atau skala angka peringkat
nyeri
- Mengkaji TTV dan KU
- Mengajarkan anak untuk teknik relaksasi
- Melakukan teknik distraksi ( televisi, music dan
permainan
- Menggerakan ekstremitas yang sakit dengan
perlahan dan lembut
- Memberikan lingkungan yang kondusif agar anak
dapat istirahat
- Meniggikan ekstremitas yang sakit 30
- Berkolaborasi dengan program terapi dalam
pemberian analgesic
2.
- Mempertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
- Memberikan posisi senyaman mungkin pada anak
- Memberikan bantuan pada aktifitas yang diperlukan
anak
- Memberikan penyanggah pada ekstremitas yang
sakit
- Mengajarkan anak latihan ROM
- Berkolaborasi dengan program terapi yaitu
fisioterapi
EVALUASI
S : orang tua anak mengatakan anak mengeluh nyeri di
kaki kanan dan terlihat gelisah
O : anak terlihat menagis dan meringis menahan nyeri
A : masalah belum teratasi
P : intervemsi dilanjutkan
- Kaji TTV dan KU
- Lakukan teknik distraksi
- Gerakan ekstremitas yang sakit secara perlahan
dan lembut
- Kolaborasi dengan program terapi dalam
pemberian analgestic
26
Pengkajian
2.
Riwayat Kesehatan
27
28
3.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Pe3ada kasus osteomyelitis biasanya ditemukan tekanan darah
klien normal
Nadi
Respirasi
Pemeriksaan Muskuloskeletal
Inspeksi
Palpasi
Tes Khusus
Uji otot
Uji otot dapat memberikan informasi mengenai derajat paralisis dari suatu bagian
otot tertentu atau kelompok otot
0 = Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi, bila lengan/
tungaki dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1 = Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh.
2 = Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi
dengan sentuhan akan jatuh.
3 = Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu
melawan tekan/ dorongan dari pemeriksa.
4 = Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain.
5 = Kekuatan utuh
Kaku Kuduk Spina
Kaku kuduk spina mula mula dicari dengan tek aktif. Anak diminta duduk dan
bangun ( sit up ) tanpa dibantu. Jika memerlukan upaya yang tidak sesuai dan jika
lutut fleksi ke atas dan pederita sedikit menggeliat dari sisi ke sisi dalam upaya
29
dalam duduk bangun dan menggunakan tangan pada tempat tidur untuk posisi
penompang berkaki tiga, tidak salah lagi adalah kekakuan spina.
Kernig Sign.
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135 derajat , maka dikatakan kernig sign positif.
Reflek Kulit Dinding Perut
Kulit dinding perut digores dengan ujung gagang palu refleks atau ujung kunci.
Refleks kulit dinding perut menghilang pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini
yang berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi
lesi di susunan pyramidal
Reflek Abdominal
Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, bila normal terdapat kontraksi
di perut dan bila hasil negative pada penderita polimielitis
Reflek Gluteal
Reflek ini terdiri dari atas reflektorik otot gluteus ipsilateral bilamana bokong digores
atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu refleks. Bila tidak ada respon
terdapat lesi di segmen L4 - S1.
30
Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat
mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis
Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi
lemah dan lumpuh
Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,
Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam
mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut,
gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu
apabila lidah tertarik ke belakang.
Pada Bayi
Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut
dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut
menyentuh tempat tidur.
Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada
telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.
Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki
menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.
Pada Anak
Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami
kelumpuhan tidak bisa melakukannya.
Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa melakukannya.
31
4.
Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan paralysis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah
c. Nyeri berhubungan dengan proses infeksi yang menyerang syaraf
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
e. Kecemasan pada anak dan keluarga berhubungan dengan kondisi penyakit.
5.
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan
paralysis
DS : orang tua anak
mengatakan anak lemas
DO : anak terlihat lemah
Tujuan
Tupen :
Paralysis teratasi
Tupan :
Gangguan mobilitas
fisik hilang
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- TTV stabil
- Anak dapat melakukan
aktivitas secara mandiri
- Anak sudah tidak
tampak lemah
Intervensi
- Kaji TTV dan KU
- Pertahankan tirah
baring dalam posisi
yang di programkan
- Berikan posisi
senyaman mungkin
pada anak
- Berikan bantuan
pada aktifitas yang
diperlukan
2.
Tupen :
Anoreksia, mual dan
muntah teratasi
Tupan :
Nutrisi tubuh
terpenuhi
Setelah dilakukan
intervensi diharapkan :
- Anak memperlihatkan
peningkatan berat bdan
yang progresif
- Mual muntah
berkurang
- Nafsu makan anak
bertambah
Rasional
- Mengetahui keadaan
umum anak
- Agar gangguan mobilitas
fisik anak dapat berkurang
- Membantu anak untuk
rileks
- Mendukung kebutuhan
dengan mendukung
kebutuhan anak ( libatkan
orang tua saat akan
melakukan aktivitas )
Kaji pola makan
- Mengetahui intake dan
anak
output anak
Berikan makanan
- Untuk mencakupi
secara adekuat
masukan sehingga output
Berikan makanan
dan itake seimbang
sedikit tapi sering
- Untuk mencegah mual
Anjurkan orang tua
dan mempermudah proses
anak makan selagi
pencernaan anak
hangat
- Agar menambah nafsu
Timbang berat
makan anak
badan secara berkala - Mengetahui
Berikan makanan
perkembangan anak
kesukaan anak
- Menambah masukan dan
merangsang anak untuk
makan lebih banyak
32
6.
Implementasi Keperawatan
Tanggal
29 april
2014
Jam
09.00
29 april
2014
10.00
No. DX
IMPLEMENTASI
1.
- Mempertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
- Memberikan posisi senyaman mungkin pada anak
- Memberikan bantuan pada aktifitas yang diperlukan
anak
- Menganjurkan untuk menggunakan lembaran papan
di bawah kasur
- Mengajarkan anak latihan ROM
- Berkolaborasi dengan program terapi yaitu
fisioterapi
2.
- Mengkaji pola makan anak
- Memberikan makanan secara adekuat
- Memberikan makanan kesukaan anak
- Menyajikan makanan yang hangat
- Memberikan makanan sedikit tapi sering
- Menimbang berat badan anak secara berkala
EVALUASI
S : orang tua anak mengatakan anak lemas dan kesulitan
dalam bergerak
O : anak terlihat lemah, anak terlihat tirah baring
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- Ajarkan anak latihan ROM
- Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
- Kolaborasi dengan program terapi yaitu
fisioterapi
S : orang tua anak mengatakan anak tidak nafsu makan,
mual dan muntah
O : anak tidak menghabiskan porsi makannya
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Berikan makanan secara adekuat
- Sajikan makan yang hangat
- Berikan makanan sedikit tapi sering
33
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Osteomielitis dapat terjadi pada bayi, anakanak, dan kaum dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri-bakteri secara khas
mempengaruhi kelompok-kelompok umur yang berbeda. Pada anak-anak, Osteomielitis
paling umum terjadi pada ujung-ujung dari tulang-tulang yang panjang dari lenganlengan dan tungkai-tungkai.
Polio (Poliomielitis) adalah infeksi virus yang sangat menular dan kadang berakibat
fatal. Infeksi virus ini mempengaruhi saraf dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang
menetap, kelumpuhan, dan gejala-gejala lainnya.
2.
Saran
Dalam hal ini penyusun memberikan saran:
a)
34
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keperawatan Pediatri Edisi 3 cecily L. Betz Linda A. Sowden : Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
Speer, Kathleen morgan. 2008. Keperawatan pediatrik dengan klinikal pathways edisi 3.
EGC : Jakarta
Nurnaningsih, Lukman.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskoloskeletal. Salemba Medika : Jakarta
Behram, Kliegman, Arvin. .Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC : Jakarta