tidaknya kabinet lama, artinya jika badan perwakilan rakyat yang baru tidak bisa menerima
kebijaksanaan kabinet maka ini dianggap tidak benar dan sebaliknya.
Terdapat dua segi di dalam inti stelsel parlementer, yaitu:
1. Segi positif: para menteri harus diangkat secara mayorita dalam perwakilan rakyat
2. Segi negatif: para menteri harus mengundurkan diri bila kebijaksanaannya tidak disetujui
oleh mayorita badan perwakilan.
Di dalam sistem parlementer ini, kepala negara tidak merupakan pimpinan yang nyata dari
pemerintahan. Semua tanggungjawab dipegang oleh kabinet, termasuk tindakan kepala negara.
Maka kabinet sebagai penentu sifat kebijaksanaan pemerintahan. Namun keputusan tetap
dikeluarkan oleh kepala negara.
Tetapi oleh karena dalam kemyataannya bahwa yang bertanggungjawab atas keputusankeputusan adalah kabinet, maka harus dibuktikan bahwa di dalam keputusan itu ada persetujuan
dari kabinet atau salah seorang menteri yang bersangkutan, atau perdana menteri dengan cara
menandatangani keputusan tersebut yang disebut dengan contrasign. Dengan demikian maka
yang bertanggungjawab atas keputusan adalah menteri yang ikut menandatangani keputusan
tadi. Maka di dalam sistem parlementer kepala negara diberi kedudukan yang tidak dapat
diganggu gugat.
Inilah uraian singkat mengenai sistem parlementer, yang pernah diterapkan di Indonesia di
bawah kekuasaan Konstitusi RIS tahun 1949 dan juga di bawah kekuasaan Undang-undang
Dasar 1950. Menurut sejarahnya, stelsel parlementer berasal dari Inggris. Kalau di Indonesia
stelsel parlementer tersebut merupakan titik tolak daripada perkembangan sejarah
ketatanegaraannya.
Adapun sejarah perkembangan stelsel parlementer di Inggris adlah sebagai berikut:
Tumbuhnya dimulai dengan asas yang tersimpul di dalam kata-kata: the king can do no wrong,
artinya Raja tidak dapat berbuat salah. Maksud dari kalimat tersebut adalah : apabila ada
perbuatan yang tidak betul maka bukanlah perbuatan raja, karena raja tidak dapat berbuat salah.
Jadi meskipun ada perbuatan raja yang keliru, bukan raja yang harus bertanggungjawab
melainkan kabinet. Dengan cara demikian maka tercapai sistem pemerintahan dimana
tanggungjawab dipegang oleh para menteri. Para menteri atau kabinetlah yang menentukan
kebijaksanaan pemerintahan.
Antara stelsel parlementer di Eropa Barat dan Indonesia terdapat perbedaan yang besar sekali.
Perbedaan ini timbul karena keadaan, yaitu bahwa stelsel parlementer di Inggris menentukan
peraturan-peraturannya terlebih dahulu, baru kemudian dilaksanakan peraturan-peraturan
tersebut. Intinya, peraturan-peraturannya berasal dari sejarah perkembangan ketatanegaraannya.
Sedangkan di Indonesia, peraturan-peraturannya merupakan titik mula dari sejarah
perkembangan ketatanegaraannya.
Demokrasi representatif dengan sistem referendum (badan pekerja)
Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari
sistemnya sendiri di mana badan eksekutifnya merupakan bagian dari badan legislatif. Badan
eksekutifnya dinamakan bundesrat yang merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif)
yang terdiri dari nationalrat-badan perwakilan nasional- dan standerat yang merupakan
perwakilan dari negara-negara bagian yag disebut kanton. Dengan demikian maka Bundesrat
tidak dapat dibubarkan oleh Bundesversammlung. Bundesrat semata-mata hanya sebagai
pelaksana dari segala keputusan Bundesversammlung. Anggota-anggota Bundesrat bisa diangkat
dari luar maupun dari dalam Bundesversammlung. Melihat kedudukan Bundesrat yang hanya
merupakan badan pelaksana saja, maka lebih condong disebut dengan istilah : sistem badan
pekerja.
Di antara anggota-anggota Bundesrat tidak ada yang ditunjuk sebagai pemimpin (presiden),
namun tetap ada yang mengepalai dalam mengkoordinir anggota-anggota Bundesrat. Jadi tidak
mempunyai kedudukan yang khusus.
Masa jabatan anggota Bundesrat adalah tiga tahun, dan selama masa jabatannya itu mereka
tidak dapat dihentikan. Setelah masa jabatannya habis, masih bisa menjadi anggota Bundesrat
kembali.
Ada dua macam referendum, yaitu:
1. Referendum obligatoir (wajib) : menentukan berlakunya suatu undang-undang atau
peraturan.
2. Referendum fakultatif (tidak wajib) : merubah dan menentukan pemberlakuan undangundang.