Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK

PENGANTAR USAHA TANI


MODUL 1

Dosen Pengampu: Dr. Ir. Abdul Wahib Muhaimin, MS


Oleh:
Dwi Novia Sari

125040201111279

Dwi Ismachatul C

125040201111280

Amalia Pratiwi K

125040201111281

Lea Agita Tarigan

125040201111293

Abdul Aziz

125040201111301

Marta Rizki Oktavia

125040201111306

Achmad Nurul Yaqin

125040202111005

Ali Yazid Muchsin

125040207111040

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pertanian adalah proses produksi biologis yang didasarkan pada tumbuh kembang
tanaman dan hewan. Tumbuhan merupakan pabrik pertanian primer. Tumbuhan dapat
mengambil gas karbondioksida dari udara melalui daunnya. Akar tumbuhan menyerap hara
dari dalam tanah. Selanjutnya dengan memanfaatkan sinar matahari, tanaman melakukan
proses fotosintesis yang menghasilkan biji, buah, serat dan minyak. Adapun hewan ternak
merupakan pabrik pertanian sekunder, sebab pakan ternak tergantung pada tumbuhan.
Ternak dapat memakan berbagai bagian tanaman yang tidak dapat dikonsumsi oleh
manusia, seperti batang dan daun rumput-rumputan. Hewan ternak selanjutnya akan
mengubah bahan pangan tersebut menjadi produk peternakan seperti daging, kulit, telur,
susu, wol dan serat sutera.
Beragam tumbuhan dan hewan di dunia telah mengalami evolusi sebagai reaksi atas
perbedaan intensitas sinar matahari, suhu, kelembaban serta sifat-sifat tanah. Tiap jenis
tumbuhan menghendaki syarat tumbuh khusus. Tumbuhan yang hidup dan berkembang di
suatu daerah akan menentukan jenis hewan apakah yang dapat bertahan hidup, sebab
tumbuhan adalah sumber makanan bagi hewan. Berdasarkan karakteristik tersebut
usahatani harus tetap terpencar sesuai dengan kesesuaian alamiah setiap komoditas yang
dibudidayakan dengan lahan dan iklim. Selain itu faktor waktu pada proses tumbuh
kembang tanaman dan hewan merupakan hal yang sangat penting dan menyebabkan
keragaman sistem pertanian.
Oleh karena itu, dalam hal ini harus mengetahui bagaimana ilmu usahatani itu
sendiri, usahatani sebagai suatu sistem dan sejarah perkembangan usahatani yang akan
membantu petani bahkan masyarakat dalam berusahatani.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1

Pengertian Usahatani
Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan

maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya
kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga,
1992).
Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usaha tani dibedakan
menjadi: Biaya tetap (fixed cost): biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Yang termasuk biaya tetap adalah
sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi; Biaya tidak tetap (variable cost): biaya
yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi
(tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit).
Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan usahatani sebagai nilai produksi total
usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Untuk
menaksir komoditi atau produk yang tidak dijual, digunakan nilai berdasarkan harga pasar
yaitu dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar (Soekartawi, dkk, 1986).
Soeharjo dan Patong (1973) dan Hernanto (1996) menyatakan penerimaan usahatani dapat
berupa: (1) hasil penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual; (2) produk
yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan; dan 3) kenaikan
nilai investasi.
Soeharjo dan Patong (1973) dan Mubyarto (1986) mengatakan bahwa berusahatani
sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan akan dinilai dari
penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Selisih antara penerimaan yang
diperoleh dan biaya yang dikeluarkan merupakan pendapatan usahatani.
II.2 Sejarah dan Perkembangan Usahatani di Indonesia
Pertanian di Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana
masyarakat menanam apa saja, hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kemudian
sistem bersawah di temukan, orang mulai bermukim ditempat yang tetap, tanaman padi
yang berasal dari daerah padang rumput dan kemudian juga diusahakan di daerah-daerah

hutan dengan cara berladang yang berpindah diatas tanah kering. Dengan timbulnya
persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu lokasi yang dikenal dengan nama
kampong walaupun usaha tani persawahan sudah dimulai, namun usaha tani secara
berladang yang berpindah-pindah belum ditinggalkan.
Perkembangan pertanian dan usaha tani di Indonesia pada zaman penjajahan hingga
sekarang telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pertanian di Indonesia diawali
dengan system ladang berpindah, dimana masyarakat menanam apa saja, namun hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing keluarga. Ladang dibuat dengan cara
membuka hutan, pohon yang telah ditebang selanjutnya dibakar. Setelah hujan tiba, ladang
tersebut baru kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen. Setelah ditanami beberapa
kali, lahan kemudian ditinggalkan karena dirasa sudah tidak subur lagi. Hal ini terjadi
secara terus menerus, setelah jangka waktu 10-20 tahun para petani kembali lagi ke ladang
semula untuk melkukan kegiatan bercocok tanam (Saeful, 2012).
Di Jawa, sejak VOC menguasai di Batavia kebijakan pertanian bukan untuk tujuan
memajukan pertanian di Indonesia, melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya bagi VOC. Tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia
Belanda mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang
disebut tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian
tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir tahun 1921.
Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan pemerintah terhadap pertanian tidak banyak
mengalami perubahan. Pemerintah tetap mencurahkan perhatian khusus pada produksi padi
dengan berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada pemerintah. Namun masih
banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik modal besar, sehingga petani
penggarap atau petani bagi hasil tidak dengan mudah menentukan tanaman yang akan
ditanam dan budidaya terhadap tanamannya pun tak berkembang.
Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program
pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program Revolusi Hijau yang
dimasyarakat petani dikenal dengan program BIMAS. Tujuan utama dari program tersebut
adalah meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pada tahun 1998 usaha tani di
Indonesia mengalami keterpurukan karena adanya krisis multi-dimensi. Pada waktu itu
telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan kacau balau dalam pertanian kita. Kredit
pertanian dicabut, suku bunga kredit membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang

tersedia ke pertanian. Keterpurukan pertanian Indonesia akibat krisis moneter membuat


pemerintah dalam hal ini departemen pertanian sebagai stake holder pembangunan
pertanian mengambil suatu keputusan untuk melindungi sektor agribisnis yaitu
pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan dan terdesentralisasi.

III.

KESIMPULAN

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dan dominan dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Sebagian besar penduduk berada di perdesaan dan bersandar pada sektor pertanian.
Produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hampir seluruhnya dihasilkan oleh
pertanian rakyat. Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya
dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan
berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya. Dari
jaman penjajahan hingga kini, sektor pertanian menjadi hal yang vital dan menjadi perhatian
utama pemerintah. Namun eksploitasi yang dilakukan dari dulu hingga kini menyebabkan

permasalahan yang kompleks di bidang pertanian. Di sektor pertanian kita mengalami


permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional
pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai
untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk
tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah.
Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga
relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang
mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang
ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi
dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi
pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, A. 1992. Ilmu Usaha Tani. Cetakan ke-III. Alumni. Bandung.
Bachraen, Saeful. 2012. Penelitian Sistem Usaha Pertanian di Indonesia. Bandung. IPB Press.
Hernanto, F., 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerapan Ekonomi dan Sosial.
Saragih, Bungaran. 2004. Pertanian Mandiri: Membangun Pertanian Perspektif Agribisnis.
Bogor: Penebar Swadaya.
Soeharjo dan Patong, 1973. Sendi-Sendi Pokok Usaha Tani. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekartawi. 1987. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta. Penerbit Rajawali.

Anda mungkin juga menyukai