D
I
S
U
S
U
N
O L E H:
NAMA
NIM
: 110904045
BAB I
Secara umum ditujukan untuk melihat adakah pemanfaatan ruang publik politis
yang eksis di tengah interaksi masyarakaT
Manfaat praktis yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah sebagai salah satu
bentuk pengaktifan kembali unsur demokratisasi yang dijamin dan dilindungi oleh
negara ini di tengah-tengah masyarakat, melalui pemanfaatan ruang publik politis
ETIKA DISKURSUS
Teori etika diskursus adalah model etika politik gagasan Jurgen Habermas yang
menekankan vitalitas komunikasi dalam perumusan berbagai hal substanial dalam realitas
sosial, mulai dari etika, norma hingga kebijakan pemerintah.
Teori ini adalah bentuk penolakan (sekaligus perluasan) terhadap konsep imperatif
kategoris Immanuel Kant, di mana dalam putusan keharusan moral praktis segalanya
hanya
didasarkan
pada
aktifitas
kontemplasi
subjek
yang monologal
dan
jika
Etika diskursus dalam komunikasi politik memberi kesempatan bagi setiap subjek-subjek
(intersubjektif) untuk mengkonfrontasikan kepentingannya masing-masing demi kemudian
menciptakan sebuah keuniversalan melalui proses diskursif. Konfrontasi tersebut diartikan
Habermas bukan sebagai pencetus konflik, melainkan ajang untuk bernalar dan mengkritisi
segala opsi
kepentingan
universalisasi yang Habermas istilahkan sebagai pisau yang kemudian akan membelah
bagian mana yang nantinya dapat diuniversalkan dan bagian mana yang tetap dibiarkan
sebagai kepentingan partikular. Jika dihubungkan dengan pola komunikasi politik neo-liberal
yang cenderung mengekskulisifkan individu, Habermas mengatakan hal tersebut merupakan
bentuk kepartikularan dan hal yang kepartikularan itu umunnya bersifat memihak, yakni
terkait dengan sebuah bentuk kehidupan khusus atau orientasi-orientasi nilai yang berkaitan
dengan sejarah kehidupan individu, terpisah, tidak universal, dan tak jarang berbau
diskriminatif.
Sebagai contoh, Habermas menjadikan keadilan sebagai hal yang dituju oleh semua
orang, apa pun latar belakang bangsa, agama atau sukunya, keadilan tidaklah berbicara soal
kerelatifan terhadap konteks komunitas tertentu, melainkan pengeneralisasian yang telah
dimafhumkan oleh seluruh manusia waras.
Sedangkan soal hidup yang baik atau nilai-nilai kultural terkait pada komunitas atau agama
tertentu yang menafsirkan jalan keselamatan atau gaya hidup menurut caranya sendiri jelas
bersifat relatif sehingga akan sangat mengkhawatirkan jika tendensi kepentingan tersebut
dibawa keranah kebijakan publik yang sangat heterogen secara identitas primordial.
Lebih lanjut, Habermas menggagas sebuah proses demokrasi yang deliberatif, di mana model
demokrasi deliberatif tersebut mampu menyediakan ruang publik politis yang disebut
Habermas sebagai ..tidak lain daripada hakikat kondisi-kondisi komunikasi yang dengannya
sebuah formasi opini dan aspirasi diskursif sebuah publik yang terdiri dari para
warganegara dapat berlangsung.
Ruang publik itu memungkinkan warga negara untuk bebas menyatakan sikap mereka,
karena ruang publik itu menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan warga negara
untuk menggunakan kekuatan argumen. Ruang publik politis itu sebagai kondisi-kondisi
komunikasi, jadi bukanlah insitusi dan juga bukan organisasi dengan keanggotaan tertentu
dan dengan aturan-aturan yang mengikat. Dari istilah itu sendiri orang sudah dapat mengenali
ciri informal dan inklusifnya, karena istilah ruang publik (atau ffentlichkeit, dalam bahasa
Jerman) berarti keadaan dapat diakses oleh semua orang dan mengacu pada ciri terbuka
dan inklusif ruang itu sendiri. Karakteristik ruang publik politis ini dapat dihubungkan
dengan ciri-ciri etika diskursus yang telah saya bahas di atas.
Inklusif
Universality Outcomes
Egaliter
Bebas dominasi
Berbasis agama/ideologi
Particular outcomes
Kooptasi pemerintah dan kapital