Anda di halaman 1dari 24

Untuk memenuhi tugas mata kulah Family Health Nursing

PROJECT BASED LEARNING 2

Tn. S DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT


DI KP. LAIN RT. 9 RW. 19 KEL. DEPOK

KELOMPOK 1 (K3LN)
Niswahrobiatul M

(115070201131002)

Adelaine Ratih K

(125070207131004)

Ahmad Khoirul Rizal(115070201131023)

Yodha Pranata

(125070201131009)

Keysha Monita

(115070207131012)

Putu Eka Prayitna D(125070201131010)

Endah Septiyanti

(125070207131003)

Sofy Lailatul Fitri

(125070201131011)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan
adalah keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang
menjadi klien dalam keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan).
Keluarga berperan dalam menentuka cara pemberian asuhan yang
dibutuhkan oleh si sakit apabila ada anggota keluarga yang sakit.
Keberhasilan perawatan di Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan
dapat menjadi sia-sia bila tidak di dukung atau di tindak lanjuti oleh keluarga
yang merawat klien di rumah, sehingga dapat di katakan bahwa kesehatan
anggota keluarga dan kulaitas kehidupan keluarga sangat berhubungan.
Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat
sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat
memperoleh 2 sisi penting yaitu memenuhi kebutuhan perawatan pada
individu yang menjadi anggota keluarga dan memenuhi perawatan keluarga
yang menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu dalam memberikan asuhan
keperawatan perawat perlua juga memperhatikan hal-hal penting antar lain
nilai-nilai dan budaya yang di anut oleh keluarga sehingga keluarga dapat
menerima dan bekerja sama dangan petugas kesehatan dalam hal ini adalah
perawat dalam mencapai tujuan asuhan yang telah ditetapkan.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu

bentuk

pelayanan kesehatan yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di


rumah atau tempat tinggal klien.bagi klien beserta keluarga sehingga klien
dan keluarga tetap memiliki otonomi untuk memutuskan hal-hal yang
berkaitan dangan masalah kesehatan yang di hadpinya. Perawat yang
melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan
keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan memelihara
kesehatan, serta mengatasi masalah kesehatan. Tetapi di indonesia belum
memiliki suatu lembga atau organisasi yang bertuga untuk mengatur
pelayanan

keperawatan

keluarga

secara

administratif.

Pelayanan

keperawatan keluarga saat ini masih di berikan secara sukarela dan belum
ada pengaturan terhadap jasa perawatan yang telah di berikan.
B. TUJUAN
a. Tujuan Umun
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga
yang

mengalami

masalah

kesehatan

sesuai

dengan

tugas

dan

perkembangan keluarga
b. Tujuan Khusus
1. Mahaiswa memahami penyakit-penyakit yang ada pada keluarga
dalam kasus, diantaranya gastritis, sinusitis, tuberculosis, ISPA dan
OMA, Typhus, dan pola asuh anak
2. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan keluarga beserta
intervensi yang dapat dilakukan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. GASTRITIS
a. Definisi
Menurut Brunner & Suddarth 2001
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang diakibatkan
oleh diet yang tidak benar atau makanan yang berbumbu atau yang

mengandung mikroorganisme penyebab penyakit.


Menurut Suyono Slamet, 2001
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung, secara histopatologi dibuktikan dengan adanya infiltrasi

sel-sel radang pada daerah tersebut.


Gastritis merupakan radang jaringan dinding lambung yang timbul
akibat infeksi virus atau bakteri patogen yang masuk kedalam

saluran pencernaan (Endang, 2001).


Gastritis (dyspepsia/ penyakit maag)adalah

inflamasi

atau

pembengkakan dari mukosa lambung. Mekanisme kerusakan


mukosa

diakibatkan

oleh

ketidakseimbangan

faktor-faktor

pencernaan seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi

mukus bikarbonat dan aliran darah (Misna Diarly, 2009)


Gastritis adalah suatu keadaan peradangan mukosa lambung yang
bersifat akut, kronis, difus dan lokal (Price & Wilson, 2005)

b. Manifestasi
Berikut ini beberapa Gejala umum sakit maag yang diambil dari
beberapa sumber walaupun tidak bisa dikatakan pasti namun perlu
diketahui ada beberapa gejala dibawah ini dapat menjadi indikasi umum
bagi seseorang yang menderita sakit maag:
1. Rasa mual pada perut seringkali timbul dan selalu ingin muntah.
2. Ulu hati (Perut bagian atas) sering terasa nyeri dan pedih serta
diselingi dengan nafas sesak dan perut kembung.
3. Kurangnya nafsu makan ketika rasa mual itu datang, wajah menjadi
pucat dan sering sendawa karena perut menjadi kembung.

4. Kepala terasa pusing, sulit untuk tidur serta suhu badan naik dan
keluar keringat dingin.
Selain itu beberapa penderita dengan radang lambung yang sudah
terlalu parah juga mengalami pendarahan pada lambung sehingga ketika
penderita muntah maka akan mengeluarkan darah berwarna kehitaman
seperti kopi. Radang lambung yang sudah terlanjur kronis dapat
menyebabkan kematian.
c. Pengobatan
Obat-obatan yang biasa digunakan :
Antasida (menetralisir asam lambung dan menghilangkan nyeri)
Pompa proton pencegah pertumbuhan bakteri (menghentikan produksi

asam lambung dan menghambat infeksi bakteri Helicobacter Pylori)


Agen Cytoprotektif (mellindungi jaringan mukosa lambung dan usus

halus)
Obat antisekretorik (mampu menekan sekresi asam)
Pankreatin (membantu pencernaan lemak, karbohidrat, protein dan
mengatasi gangguan sakit pencernaan seperti perut kembung, mual

dan sering mengeluarkan gas)


Ranitidin (mengobati tukak lambung)
Simetidin (mengobati dispepsia) (Soeparman, 2002)

B. SINUSITIS
a. Definisi
Sinusitis adalah sejenis penyakit radang yang menyerang sinus. Sinus
adalah saluran pada tulang tengkorak yang menghubungkan rongga
hidung dan rongga mata. Istilah sinusitis berasal dari kata sinus yang
mendapat akhiran itis. Akhiran itis dalam dunia medis berarti peradangan.
Hal ini dapat di lihat bahwa setiap penyakit radang pada bagian tubuh
selalu berakhir dengan itis. Contohnya Arthritis (radang sendi), meningitis
(radang membran otak), dll.
Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis
diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebut pansunusitis.
b. Manifestasi Klinik

Gejala sinusitis yang paling umum adalah sakit kepala, nyeri pada
daerah wajah, serta demam. Hampir 25% dari pasien sinusitis akan
mengalami demam yang berhubungan dengan sinusitis yang diderita.
Gejala lainnya berupa wajah pucat, perubahan warna pada ingus, hidung
tersumbat, nyeri menelan, dan batuk. Beberapa pasien akan merasakan
sakit kepala bertambah hebat bila kepala ditundukan ke depan. Pada
sinusitis karena alergi maka penderita juga akan mengalami gejala lain
yang berhubungan dengan alerginya seperti gatal pada mata, dan bersin
bersin.
Gejala lain yang ditimbulkan dari sinusitis adalah :
- Rasa sakit atau adanya tekanan didaerah dahi, pipi, hidung dan
-

diantara mata
Sakit kepala - Demam - Hidung mampet - Berkurangnya indra

penciuman
Batuk, biasanya akan memburuk saat malam Nafas berbau (halitosis)
Sakit gigi
Gejala sinusitis pada anak-anak meliputi :

Timbul flu atau penyakit pernafasan yang mekin memburuk


Demam tinggi disertai dengan adanya lendir perafasan yang berwarna

gelap
Adanya pernafasan dengan atau tanpa adanya flu lebih dari 10 hari
dan tidak membaik

c. Pengobatan
Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus maka tidak
diperlukan pemberian antibiotika. Obat yang biasa diberikan untuk
sinusitis virus adalah penghilang rasa nyeri seperti parasetamol dan
dekongestan. Curiga telah terjadi sinusitis infeksi oleh bakteri bila terdapat
gejala nyeri pada wajah, ingus yang bernanah, dan gejala yang timbul
lebih dari seminggu. Sinusitis infeksi bakteri umumnya diobati dengan
menggunakan antibiotika. Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri
yang paling sering menyerang sinus karena untuk mendapatkan
antibiotika yang benar benar pas harus menunggu hasil dari biakan
kuman yang memakan waktu lama. Lima jenis bakteri yang paling sering
menginfeksi sinus adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae,

Moraxella

catarrhalis,

Staphylococcus

aureus,

dan

Streptococcus pyogenes. Antibiotika yang dipilih harus dapat membunuh


kelima jenis kuman ini. Beberapa pilihan antiobiotika antara lain
amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole. Jika tidak terdapat
perbaikan

dalam

lima

hari

maka

perlu

dipertimbangkan

untuk

memberikan amoxicillin plus asam klavulanat. Pemberian antibiotika


dianjurkan minimal 10 sampai 14 hari. Pemberian dekongestan dan
mukolitik dapat membantu untuk melancarkan drainase cairan mukus.
Pada kasus kasus yang khronis, dapat dipertimbangkan melakukan
drainase cairan mukus dengan cara pembedahan.
Pengobatan lain yang bisa dilakukan :
- Suntikan alergi
- Menghindari mencetus alergi
- Semprotan hidung yang mengandung kortikosteroid untukmembantu
mengurangi bengkak di rongga sinus, terutama karena adanya olip
ataupun alergi
Antibiotik dapat diberikan apabila terjadi hal-hal berikut ini :
-

Anak dengan kondisi pilek biasaya disertai dengan batuk yang tidak

kunjung membaik setelah 2-3 minggu


Demam dengan suhu tubuh lebih dari 390 C
Adanya bengkak yang parah di area sekitar mata
Sakit kelapa atau sakit di daerah wajah

Therapi primer dari sinusitis akut adalah secara medikamentosa:


1. Analgetik
Rasa sakit yang disebabkan oleh sinusitis dapat hilang dengan
pemberian aspirin atau preparat codein.

Kompres hangat pada

wajah juga dapat menbantu untuk mengjilangkan rasa sakit tersebut


2. Antibiotik
Secara umum, dapat diberikan antibiotika yang sesuia selama
10 14 hari walaupun gejala klinik telah hilang.

Antibiotik yang sering diberikan adalah amoxicillin, ampicillin,


erythromicin plus sulfonamid, sefuroksim dan trimetoprim plus
sulfonamid
3. Dekongestan
Pemberian dekongestan seperti pseudoefedrin, dan tetes
hidung poten seperti fenilefrin dan oksimetazolin cukup bermanfaat
untuk mengurangi udem sehingga dapat terjadi drainase sinus.
4. Irigasi antrum
Indikasinya adalah apabila ketiga terapi di atas gagal, dan
ostium sinus sedemikian udematosa sehingga terbentuk abses
sejati. Irigasi antrum maksiilaris dilakukan dengan mengalirkan
larutan salin hangat melalui fossa incisivus kedalam antrum
maksillaris. Caian ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar
melalui ostium normal.
5. Diatermi gelombang pendek
6. Menghilangkan faktor predisposisi

Prinsip utama penanganan sinusitis kronik adalah


1. Mengenali faktor penyebab dan mengatasinya
2. Mengembalikan integritas dari mukosa yang udem

Pengembalian

ventilasi

sinus

dan

koreksi

mukosa

akan

mengembalikan fungsi lapisan mukosilia.


1. Antibiotika
Sinusitis kronis biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob.
Antibiotik yang biasanya digunakan adalah metronidazole, coamoxiclav dan clindamycin
2. Mukolitik
Sinusitis kronis biasanya menghasilkan sekret yang kental.
Terapi dengan mukolitik ini biasanya diberikan pada penderita
rinosinusitis. Sekret yang encer akan lebih mudah dikeluarkan
dibandingkan dengan sekret yang kental.

3. Nasal toilet
Pembersihan hidung dan sinus dari sekret yang kental dapat
dilakukan dengan saline sprays atau irigasi. Cara yang efektif dan
murah adalah dengan menggunakan canula dan Higgisons syringe
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang paling efektif untuk
mengurangi udem pada mukosa yang berkaitan dengan infeksi.
5. Pembedahan
Pembedahan

dilakukan

apabila

pengobatan

dengan

medikamentosa sudah gagal. Pembedahan radikal dilakukan


dengan mengankat mukosa yang patologik dan membuat drainase
dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi
Caldwell Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid dilakukan
etmoidektomi. Pembedahan tidak radikal yang akhir akhir ini
sedang dikembangkan adalah menggunakan endoskopi yang
disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional.Prisnsipnya adalah
membuka daerah osteomeatal kompleks yang menjadi sumber
penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase sinus
dapat lancar kembali melaui ostium alami.
C. TUBERCULOSIS PARU
a. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosisdan menular secara langsung. Mycobacterium
tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk batang.
Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian
kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan
terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak
secara mikroskopis sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA).
Mycobacterium tuberculosiscepat mati dengan matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Kuman
dapat dormant atau tertidur sampai beberapa tahun dalam jaringan tubuh.
b. Cara Penularan
BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang

mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama


beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnyamelalui sistem peredaran
darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya

penularan dari seorang penderita ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat


positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis.
c. Manifestasi Klinik
Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama
2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan. Mengingat
prevalensi tuberkulosis di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien tuberkulosis dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung

Batuk. Pada tahap selanjutnya, batuk bisa menghasilkan dahak


berwarna abu-abu atau kuning yang bisa bercampur dengan darah

Perhatikan penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.

Kelelahan

Demam

Berkeringat di malam hari adalah salah satu cara tubuh


melindungi darpenyakit. Berkeringat di malam hari dapat dimulai
dengan demam dan akhirnya menyebabkan keringat berlimpah diikuti
oleh menggigil.

Panas dingin

Kehilangan nafsu makan

Amati urine yang berubah warna (kemerahan) atau urine keruh.


Ini merupakan gejala yang muncul pada tahap selanjutnya

d. Pengobatan
Obat-obatan

merupakan

dasar

pengobatan

tuberkulosis.

Tapi

mengobati TB memakan waktu lebih lama dibanding mengobati infeksi


bakteri jenis lain. Dengan TB, Anda harus minum antibiotik setidaknya
selama enam sampai sembilan bulan. Jika Anda mengalami TB laten,
Anda mungkin perlu minum satu jenis obat TB. Untuk TB aktif, terutama
jika itu adalah virus yang tahan obat, memerlukan beberapa obat
sekaligus. Obat-obatan yang paling umum digunakan untuk mengobati
tuberkulosis meliputi:

Isoniazid

Rifampisin (Rifadin, Rimactane)

Etambutol (Myambutol)

Pirazinamid
Menyelesaikan pengobatan sangat penting. Setelah beberapa minggu,

Anda tidak akan menular, dan Anda mungkin mulai merasa lebih baik.
Anda mungkin tergoda untuk berhenti minum obat TBC Anda. Tetapi
sangat penting jika Anda menyelesaikan terapi obat dan minum obat
persis

seperti

yang

ditentukan

oleh

dokter

Anda.

Menghentikan

pengobatan terlalu cepat atau melewatkan dosis bisa memungkinkan


bakteri yang masih hidup menjadi resisten terhadap obat-obatan, yang
mengarah ke TB yang jauh lebih berbahaya dan sulit untuk mengobati
D. ISPA dan OMA
a. Definisi
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya

agent infeksi pada jaringan tubuh manusia yang berakibat terjadinya


kerusakan sel atau jaringan yang patologis. Saluran pernafasan adalah
organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi
yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga

tengah,

tuba

Eustachius,

antrum

mastoid,

dan

sel-sel

mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media


supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki
bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media
spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media
yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan
gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda
klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik
berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila
telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik
juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi
telinga

tengah

atau

inflamasi

telinga

tengah

ditandai

dengan

membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad


pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,
dan otore (Kerschner, 2007)

b. Hubungan Antara ISPA dan OMA


Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi
kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk
nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila
keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan
aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui
tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada

tuba

Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari


nasofaring.

Jika

terjadi

gangguan

akibat

obstruksi

tuba,

akan

mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam


telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis
media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga
tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di
telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediatormediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan
adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap
infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani
dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap
getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007)
c. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda ISPA klinis :
1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan koma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda OMA adalah :
1. Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit
sambil memegang telinganya.
2. Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai
kejang.
3. Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare
d. Pengobatan
ISPA
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
2. Pneumonia
: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral.
Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata

dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap,


dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang

merugikan

seperti

kodein,dekstrometorfan

dan,

antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu


parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap

sebagai

radang

tenggorokan

oleh

kuman

streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10


hari.
4. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya
harus

diberikan

perawatan

khusus

untuk

pemeriksaan

selanjutnya.

OMA
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi
saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah
untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang
mungkin

terjadi,

Eustachius,

mengobati

menghindari

gejala,

perforasi

memperbaiki
membran

fungsi

tuba

timpani,

dan

memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).


Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan

untuk

membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di


telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 %
dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau
HClefedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas
12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan
pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes
hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan

penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan


kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi
awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di
dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin,
diberikan

eritromisin.

Pada

anak,

diberikan

ampisilin

50-100

mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau


eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3
dosis (Djaafar, 2007).
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus
dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih
utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar,
2007).
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar,
kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga
(ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik
yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari
(Djaafar, 2007).
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi
di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar,
2007).
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala
tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan
gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai
dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya.
Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang
resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy
of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007),
E. TYPHUS

a. Definisi
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang
disebabkan oleh Salmonella typhi.
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) ialah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam

yang

lebih

dari

satu

minggu, gangguan

pada

saluran

pencernaan dan gangguan kesadaran( Mansjoer, 2000:hal.432)


Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran cerna gejala demam lebih dari satu minggu dan
terdapat gangguan kesadaran. (Suriadi, dkk.2006 hal.255)
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) ialah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam

yang

lebih

dari

satu

minggu, gangguan pada saluran

pencernaan dan gangguan kesadaran. ( Ngastiyah.2005)


b. Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi, dkk ( 2006: hal.255 ) manifestasi klinik pada demam
tifoid yaitu :
1. Nyeri kepala, lemah, lesu
2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga
minggu,

minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi.

Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun


pada

pagi

hari.

Pada

minggu

ke

dua

suhu

tubuh

terus

meningkat, dan minggu ke tiga suhu berangsur-angsur turun dan


kembali normal.
3. Gangguan pada saluran cerna : halitosis, bibir kering dan pecahpecah, lidah di tutupi selaput putih koto ( coated tongue ),
meteorismus,

mual,

tidak

nafsu

makan, hepatomegali,

splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.


4. Gangguan kesdaran ; penurunan kesadaran ( apatis, somnolen ).
5. Bintik-bintik kemerahan pada kulit ( roseola ) akibat emboli basil
dalam kapiler kulit.
6. Epistaksis
Sedangkan menurut Ngatiyah ( 2005: 237 ), demam tifoid pada
anak biasanya lebih ringan daipada orang dewasa. Masa tunas 10-20

hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,


sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menysusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat
febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah.

Lidah tertutup selaput putih

kotor ujungnya dan

tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan


perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai
somnolen, jarang terjadi spoor, koma atau gelisah. Gejala lain yang
juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseola,yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama
demam, kdang- kadang ditemukan pula takikardi dan epitaksis.
4. Relaps (kambuh)
Relaps ialah berulangya gejala penyakit demam tifoid, akan
tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu ke
dua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya

sukar

diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya


basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
c. Pengobatan
Menurut Ngatiyah (2005: hal.158) pasien yang dirawat dengan
diagnosis

observasi

tifus abdominalis

harus

dianggap

dan

diperalakukan

langsung

sebagai

pasien

tifus

abdominalis dan

diberikan pengobatan sebagai berikut :


1. Isolasi pasien, disenfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat
sakit yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu stelah suhu
normal kembali, kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
4. Diet
Makanan harus mengandung cukup
tinggi

protein.

Bahan

cairan,

makanan tidak

kalori,

boleh

dan

banyak

mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan


gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun di
berikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran
dan nafsu makan anak baik dapat juga di berikan makanan
lunak.
5. Obat
Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak
serasi

dapat

Pemberian

diberikan

obat lainnyaseperti

kloramfenikol

dengan

dosis

kotrimoksazol.
tinggi,

yaitu

100mg/kgBB/hari (maksimum 2 gram per hari), deiberikan 3


kali

sehari

peroral

atau intravena. Pemberian kloramfenikol

dengan dosis tinggi tersebut memepersingkat waktu perawatan


dan mencegah relaps. Efek negatife nya adalah mungkin
pembentukan

zat

anti

kurang,

karena

basil

terlalu

cepat

dimusnahkan.
6. Bila teradapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya.
Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena
dan sebagainya
F. POLA ASUH ANAK
a. Definisi
Macam Pola Asuh Dalam mengasuh anak orang tua cenderung
menggunakan pola asuh tertentu. Menurut dr. Baumrind, terdapat 3
macam pola asuh orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif.
1. DemokratisPola asuh demokratis adalah pola asuh

yang

memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam


mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap

rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiranpemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui
kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan
kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan
pendekatannya kepada anak bersifat hangat. (Ira Petranto, 2005).
Misalnya ketika orang tua menetapkan untuk menutup pintu kamar
mandi ketika sedang mandi dengan diberi penjelasan, mengetuk
pintu ketika masuk kamar orang tua, memberikan penjelasan
perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi tentang hal yang
tidak boleh dilakukan anak misalnya tidak boleh keluar dari kamar
mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang demokratis akan
berkompromi dengan anak. (Debri, 2008)
2. Otoriter- Pengertian Pola Asuh Menurut Para AhliPola asuh ini
sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus
dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya,
kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua
tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila
anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua,
maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua
tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi
biasanya bersifat satu arah. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anaknya
harus menutup pintu kamar mandi ketika mandi tanpa penjelasan,
anak laki-laki tidak boleh bermain dengan anak perempuan,
melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak dilarang bertanya
tentang lawan jenisnya. Dalam hal ini tidak mengenal kompromi.
Anak suka atau tidak suka, mau atau tidak mau harus memenuhi
target yang ditetapkan orang tua. Anak adalah obyek yang harus
dibentuk orang tua yang merasa lebih tahu mana yang terbaik
untuk anak-anaknya. (Debri, 2008)
3. Permisif Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya
untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya.
Mereka cenderung tidak menegur / memperingatkan anak apabila
anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang

diberikan oleh mereka, sehingga seringkali disukai oleh anak. (Ira


Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar orang tua tanpa
mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi dibiarkan
begitu saja tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang
tidak layak untuk anak kecil, degan pertimbangan anak masih kecil.
Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini hanya
tidak ingin konflik dengan anaknya. (Debri, 2008)
b. Karakteristik Anak dalam Kaitannya Pola Asuh oleh Orang Tua
1. Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang
mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan
teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap halhal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain.
2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,
pendiam,

tertutup,

tidak

berinisiatif,

gemar

menentang,

suka

melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.


3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang
sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Rina M.
Taufik, 2006)
c. Syarat Pola Asuh Efektif
Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu
memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh
yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang.Berikut hal-hal yang
dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif :
1. Pola Asuh harus dinamisPola asuh harus sejalan dengan
meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai
contoh, penerapan pola asuh untuk anak balita tentu berbeda dari
pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir
balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi
yag tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.
2. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
anakIni perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak
yang berbeda. Shanti memperkirakan saat usia satu tahun, potensi

anak sudah mulai dapat terlihat seumpama jika mendengar alunan


musik, dia lebih tertarik ketimbang anak seusianya, kalau orang tua
sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan
dan difasilitasi.
3. Ayah ibu mesti kompak Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola
asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya
berkompromi dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.
4. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tuaPenerapan
pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua
sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan
nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah
dipahami.
5. Komunikasi efektifSyarat untuk berkomunkasi efektif sederhana
yaitu luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak.
Jadilah pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat
anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran,
masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga
anak lebih terarah.
6. Disiplin Penerapan disiplin juga

menjadi bagian pola asuh,

mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misal, membereskan


kamar sebelum berangkat sekolah anak juga perlu diajarkan
membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif
mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel
disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.
7. Orang tua konsistenOrang tua juga bisa menerapkan konsistensi
sikap, misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang
terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya bolehboleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu,
sebaliknya orang tua juga harus konsisten, jangan sampai lain kata
dengan perbuatan (Theresia S. Indira, 2008)

d. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh


1. BudayaOrang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai
peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik
mereka dengan baik, maka mereka menggunakan teknik yang serupa

dalam mendidik anak asuh mereka.b. Pendidikan Orang Tua


Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh
anak, maka akan mengerti kebutuhan anak.
2. Status Sosial EkonomiOrang tua dari kelas menengah rendah
cenderung lebih keras/lebih permessif dalam
(Hurlock, E,B 2002).

mengasuh anak

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien
dalam keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga
berperan dalam menentukan cara pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh si
sakit apabila ada anggota keluarga yang sakit.
Dalam kasus pada Bp. S ini dapat disimpulkan bahwa terdapat
beberapa masalah keperawatan yang dapat diambil, diantaranya adalah:
1. Ketidakmampuan menjadi orang tua b.d penyakit bayi atau anak-anak,
defisiensi pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan anak, defisiensi
pengetahuan tentang keterampilan menjadi orang tua, kurang edukasi,
keterbatasan fungsi kognitif, kecenderungan terhadap hukuman fisik d.d
sering menghukum ketidakadekuatan pemeliharaan kesehatan anak,
menyatakan

ketidakmampuan

mengendalikan

anak,

pernyataan

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan


2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan b.d ketidakefektifan koping
keluarga , ketidakcukupan sumber daya keuangan dan hambatan kognitif
d.t kurang menunjukkan minat perbaikan perilaku sehat
3. Hambatan pemeliharaan rumah berhubungan dengan

kurang

pengetahuan , tidak cukupan finansial, ditandai dengan anggota keluarga


menyatakan krisis finansial

DAFTAR PUSTAKA
Baughman,

Diane

C.

2000.

Keperawatan

Medikal

Bedah:

buku

saku

Brunner&Suddarth. Jakarta: EGC.


Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Kementerian Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. http://depkes.go.id//
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna Gastritis (Penyakit Maag) Ed. 1.
Jakarta : Pustaka Populer Obor
Nurhayati, 2010. Askep Keluarga dengan Masalah Gastritis. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Price, S & Wilson, L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Soeparman. 1999. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suyono, slamet. (2001). Buku ajar penyakit dalam II FKUI. Jakarta : Balai Pustaka
Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar
Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta
2002, 115 119.
Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor,
Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 2002, 121 125.
Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti,
editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta, 1997, 241 258.

Anda mungkin juga menyukai