Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. World health organization (WHO) sebelumnya
telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problem anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah
faktor dimana didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan
fungsi insulin.1,2
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit
kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus diabetes
mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai
gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat
karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan,
kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030.3,4
Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain dari
segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great imitator. Hal
ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara
menyeluruh secara anatomis maupun fungsional. Komplikasi kronik dari penyakit
DM menyebabkan kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal,
genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo
skeletal.5

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang diderita seumur hidup.


Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga
kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada
pasien dan keluarganya guna memahami lebih lanut tentang perjalanan penyakit
DM, pencegahan, penyulit DM, dan penatalaksanaanya akan sangat membantu
meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikan
dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, maupun keduanya. 7
Diabetes mellitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kroins dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat lipid dan protein sebagai
akibat insufisiensi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pancreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel jaringan tubuh terhadap insulin.8
2.2 Epidemiologi
Saat ini terdapat sekitar 10 juta kasus diabetes di Amerika serikat dan setiap
tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. Dibates merupakan penyebab kematian
ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan akibat retinopati
diabetic. Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena
penyakit vascular. Komplikasi yang paling utama adalah serangan jantung, payah
ginjal, stroke dan ganggren.2
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk
Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM
pada daerah urban sebesar 14,7%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat
diabetisi sejumlah 8,2 juta didaerah urban dan 5,5 juta didaerah rural. Selanjutkan,
berdasarkan pola pertmabahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti aka
nada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi

DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta diabetisi
didaerah urban dan 8,1 juta didaerah rural.4
2.3 Insulin
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta di dalam pankreas.
Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan
kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan
regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur
bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh dikenal juga sebagai sebutan insulin
endogen. Namun, ketika kelenjar pankreas mengalami gangguan sekresi hormon
insulin, di saat tersebut tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, atau
dikenal juga sebagai insulin eksogen.
2.3.1 Peran Insulin
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Hormon ini meunurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah
serta mendorong penyimpanan nutrien tersebut.
F Efek pada Karbohidrat:
1. Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel melalui

mekanisme difusi terfasilitasi (dengan perantara pembawa)


2. Insulin merangsang glikogenesis
3. Insulin menghambat glikogenolisis
4. Insulin menghambat glukoneogenesis
Efek pada Lemak:
1. Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa,
sehingga merangsang pembentukan trigliserida
2. Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisasi pembentukan
asam lemak dari turunan glukosa
3. Insulin meningkatkan masuknya asam lemak dari darah ke dalam sel

jaringan adipose
4. insulin menghambat lipolisis
Efek pada Protein:
1. Insulin merangsang pembentukan protein dari asam amino
2. Insulin menghambat penguraian protein

Secara singkat, insulin merangsang jalur-jalur biosintetik yang menyebabkan


peningkatan pemakaian glukosa, peningkatkan penyimpanan karbohidrat, dan lemak,
dan peningkatan sintesis protein.9
2.3.2 Mekanisme Sekresi
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin)
pada reticulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun
dalam gelembung gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Selanjutnya
dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (Cpeptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui
membran sel.10
Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara
normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi
glukosa yang ada dalam darah. Kadar lukosa yag meningkat merupakan komponen
utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin.
Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan dapat pula memiliki
efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.10
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati
membran sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa
lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam
berbaai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai
kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh.
Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan
dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel.
Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul
ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses
mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat
terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap

depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan
peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin
melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan (Gambar
1).10

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Gambar 1. Mekanisme Sekresi insulin


Sekresi insulin terbagi menjadi sekresi insulin basal (insulin puasa atau insulin
sebelum makan) dan insulin prandial (setelah makan). Sekresi insulin basal kira kira 1
unit/jam dan terjadi diantara waktu makan, malam hari ketika tidur, dan saat
berpuasa. Sedangkan insulin prandial adalah insulin yang dihasilkan dengan kadar 510 kali lebih bsar dari kadar insulin basal serta diproduksi secara pulsatif dalam
waktu 0,5-1 jam sesudah makan dan mencapai puncak dalam waktu 30-45 menit
kemudian menurun dengan cepat mengukuti kadar penurunan glukosa basal.
Kemampuan sekresi insulin prandial berhubungan erat dengan kemampuan ambilan
glukosa oleh jaringan perifer.10
2.4 Klasifikasi

American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in


Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes mellitus menjadi 4 tipe yang
disajikan dalam tabel 1.11

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus11


1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan
sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.

3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa
faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik
pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat
penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi
setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami
selama masa kehamilan.
2.5 Patofosiologi
2.5.1 Diabetes Mellitus tipe 1
Pada DM tipe I (DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes
juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai
insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I
terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4),
hal ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa
Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes
mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin
dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa,
namun lebih sering didapat pada anak anak.11
2.5.2 Diabetes Mellitus tipe 2
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya
disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling
sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat
defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar.
Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki
sensitifitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II
memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan
makanan

yang

terlalu

banyak,

dan

aktifitas

fisik

yang

terlalu

sedikit.

Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi


asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan
glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang
memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada
reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang
penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang
lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin.
Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah di
identifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II.
Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein yang memisahkan rangkaian di
mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang
kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin
terutama mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan
pengaruhnya pada metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik.
Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai
gangguan metabolisme lemak.11
2.6 Gejala Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat. Jika hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal,
maka timbul glukosuria, Glukosuria ini akan menyebabkan diuresi osmotic yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena
glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif
dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagi) mungkin akan
timbul akibat hilangnya kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.2
Pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DMTI/ DM tipe 1) sering
memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuria, turunnya
berat badan, polifagi, lemah, mengantuk (somnolen) yang terjadi selama beberapa
hari atau beberapa minggu. Penderita dapat menjadi sakit berat dan timbul

ketoasidosis, serta meninggal jika tidak mendapat pengobatan segera. Biasanya


diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita
peka terhadap insulin.2
Pada penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DMTTI/ DM tipe 2)
mungkin sama sekali tidak menunjukan gejala apa pun, dan diagnosis dibuat
berdasarkan pemeriksaan darah dilaboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.
Pada hiperglikemi yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsi,
poliuri, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis.
Apabila terjadi hiperglikemia berat dan mereka sudah tidak berespon terhadap terapi
diet, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien
ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar
insulin mungkin berkurang, normal, atau meningkat, tetapi tetap tidak memadai untuk
mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap
insulin eksogen. Karena banyak diantara paien-pasien ini mengalami obesitas, diduga
bahwa asupan karbohidrat yang tinggi, banyaknya sel adipose, dan gangguan
metabolisme glukosa intrasel merupakan penyebab berkurangnya kepekaan terhadap
insulin.2
Beberapa keluhan penyerta yang patut menjadi perhatian pada diabetes
mellitus adalah:12
Gangguan saraf tepi/kesemutan
Pasien mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di

waktu malam, sehingga menggangu tidur.


Gangguan pengelihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan
pengelihatan

yang

mendorong

penderita

untuk

mengganti

kacamatanya berulang kali agar ia dapat melihat dengan baik


Gatal-gatal/bisul
Gejala gatal umumnya timbul pada daerah kemaluan atau daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula

dikeluhkan timbulnya luka yang sukar sembuh.


Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering


ditemukan, dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan
Gangguan ereksi pada pria
2.7 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.6
2.7.1 Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan kepada mereka yang mempunyai resiko DM
namun tidak menunjukan gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
menemukan pasien denga DM, TGT, maupun TGDP, sehingga dapat ditangani lebih
dini dan secara tepat.6
Pemeriksaan penyaring dianjurkan pada kelompok yang memiliki salah satu
factor resiko DM sebagai berikut:
Usia 45 tahun
Usia lebih muda terutama dengan IMT > 23 kg/m 2 yang disertai
dengan faktor resiko :
o
Kebiasaan tidak aktif
o
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
o
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram,
o
o
o

atau riwayat DM-Gestasional


Hipertensi ( 140/90 mmHg)
Kolesterol HDL 35 mg/dL atau trigliserida 250 mg/dL
Menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan
klinis yang terkait dengan resistensi insulin.
Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu ataua
glukosa darah puasa terganggu sebelumnya.

10

Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular.6


2.7.2 Diagnosis Diabetes Mellitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
o

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.


Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.6
Diagnosis DM dapat ditegakan melalu tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka permeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitive dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Tata Cara pemeriksaan TTGO (WHO,1994)
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaaan seharihari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan

jasmani seperti biasa.


Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum

pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.


Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5

menit.
Puasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai.


Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.6

11

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM6

Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring
dan diagnosis diabetes melitus6

12

Gambar 2. Alur dan Kriteria diagnosis Diabetes mellitus13


Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok
toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,811,0 mmol/L).

13

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa


plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.6
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan
gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes
melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil
pemeriksaan

penyaringnya

positif,

untuk

memastikan

diagnosis

definitif.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah


sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) standar.14
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk
menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa
darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis
diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
2.8 Penatalaksaan
2.8.1 Tujuan Penatalaksanaan

Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.


Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.15
Tujuan penatalaksanaan pada dasarnya adalah untuk menurunkan mortilitas

dan morbiditas diabetes, yang secara spesifik bertujuan untuk menjaga agar kadar
glukosa plasma berada dalam keadaan kisaran normal, serta mencegah atau
meminimalkan terjadinya komplikasi pada diabetes mellitus.16
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.15
2.8.2 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis

14

3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.15
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan

edukasi

yang

komprehensif

dan

upaya

peningkatan

motivasi.

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala


hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.15
Terapi Gizi Medis
Diet yang baik adalah salah kunci suatu keberhasilan terapi diabetes mellitus. Diet
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi gizi yang seimbang, sesuai
dengan kecukupan gizi baik berikut ini:
- Karbohidrat: 60-70%
- Protein: 10-15%
- Lemak: 20-25%
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat menurunkan resistensi insulin
dan memperbaiki respons sel-sel beta terhadap stimulus glukosa dan setiap kilogram
penurunan berat badan dapat dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan
hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sangat penting untuk
diperhatikan.16
Komposisi makanan yang dianjurkan dalam terapi diabetes antara lain:15
Karbohidrat

15

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.


Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan

sama dengan makanan keluarga yang lain


Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)


Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau

makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.


Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.


Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein
Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,

tahu, dan tempe.


Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%

hendaknya

bernilai biologik tinggi.


Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7

gram (1 sendok teh) garam dapur.


Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

16

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat
Seperti

halnya

masyarakat

umum

penyandang

diabetes

dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta


sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak

berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.


Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted

Daily Intake / ADI).15


Penghitungan Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor seperti jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Terdapat dua metode yang dapat dipergunakan dalam menghitung berat badan
ideal:
1. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,

rumus dimodifikasi menjadi :


Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

17

- BB Normal : BB ideal 10 %
- Kurus : < BBI - 10 %
- Gemuk : > BBI + 10 %
2. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT: Berat Badan/Tinggi Badan(m2)


Klasifikasi IMT*
BB Kurang
< 18,5
BB Normal
18,5-22,9
BB Lebih
23,0
Dengan Risiko 23,0-24,9
Obes Kelas 1 25,0-29,9
Obes Kelas II >30
*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity
and its Treatment.15
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69
tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas
sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat
kegemukan.Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori

18

yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 12001600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3
porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien,
sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang
diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya. 15
Latihan Jasmani
Berolahraga secara teratur dapat menjaga kadar gula darah tetap dalam batas
normal. Olahraga yang disarankan adalah olahraga yang bersifat CRIPE (Continous,
Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Berolahraga dapat
meningkatkan jumlah insulin dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam
tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa. Olahraga yang dilakukan sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur), serta
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh
olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah
berjalan selama 20 menit dan olahraga berat misalnya joging.16
Intervensi Farmakologis
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat tidak berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan penatalaksanaan terapi dengan obat,
berupa insulin, OHO (obat hipoglikemik oral) (golongan sulfonylurea, meglitinida,
biguanidina, tialozidindion, inhibitor alfa glukosidase, dll.) atau kombinasi keduanya.
Terapi diabetes dengan obat dapat menimbulkan berbagai problema terkait dengan
obat (drug related problem), oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang tepat
terkait pemberian obat hipoglikemik oral atau insulin.16
Terdapat beberapa macam jenis obat hipoglikemia oral dilihat dari cara kerjanya:
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogues)
Sulfonilurea
Obat yang termasuk dalam golongan SU mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien

19

dengan berat badan normal atau kurang, namun masih boleh diberikan pada
pasien dengan berat badan berlebih. Untuk menghindari hipoglikemi tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
2. Penambah sensitifitas terhadap insulin (insulin sensitizing)
Tizalodindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan

ini

mempunyai

efek

menurunkan

resistensi

insulin

dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan


ambilan glukosa di perifer. Dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
klas I-IV karena dapat memperberat udem/retensi cairan dan juga pada gangguan
faal hati. Tidak digunakan sebagai obat tunggal
3. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),


disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada
diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (kreatinin serum >1,5) dan hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

20

4. Penghambat alfa glukosidase

Acarbose

Obat ini bekerja dengan mengurang absorpsi glukosa diusus halus, sehingga
mempunyai efek menurukan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemi. Efek samping yang paling sering adalah
kembung dan flatulen.6
5. E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan
untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam
pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan
pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4),
atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja
DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif
dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan
glukagon.6,15
Terapi Insulin
Indikasi pemberian insulin antara lain:6
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

21

Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Saat ini tersedia berbagai jenis insulin, mulai dari human insulin sampai
insulin analog. Memahami farmakokinetik berbagai jenis insulin menjadi landasan
dalam penggunaan insulin sehingga pemakainnya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan tubuh. Sebagai contoh pada kebutuhan insulin basal dan prandial / setelah
makan terdapat perbedaan jenis insulin yang digunakan. Dengan demikian pada
akhirnya akan tercapai kendali kadar glukosa darah sesuai sasaran terapi. Seperti
telah diketahui untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin
kerja menengah (intermediete acting insulin) atau kerja panjang (long acting insulin),
sementara untuk memenuhi kebutuhan memenuhi keburuhan insulin prandial (setelah
makan) digunakan insuin kerja cepat sering disebut insulin reguler / short acting
insulin atau insulin kerja sangat cepat (rapid atau ultra rapid acting insulin)(Tabel.
4). 17
Pada awalnya terapi insulin hanya diberikan pada penderita DM tipe 1, namun
demikian pada kenyataannya insulin lebih banyak digunakan oleh pasien DM tipe 2
karena jumlah penderita DM tipe 2 lebih banyak dari DM tipe 1. Terapi insulin pada
DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral,
kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1c>7,5%) atau kadar glukosa darah puasa
>250 mg/dL, riwayat penyakit pancreas, riwayat ketoasidosis, riwayat DM lebih dari
10 tahun. Pada DM tipe 1 pemberian insulin dimulai segera setelah ditegakan

22

diagnosis. Pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multiple untuk
mencapai kadar glukosa darah yang baik (Gambar 3).18
Gambar 3. Alur pemberian insulin pada Diabetes Melitus tipe 118

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

23

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Tabel 4. Macam-Macam Insulin17


Setiap pusat pelayanan kesehatan memiliki alur dan mula awal terapi insulin
yang berbeda pada pasien DM tipe 2. Alur yang dipublikasikan oleh European
Association for the study of Diabetes yang dipublikasikan pada tahun 2006 dapat
dijadikan salah satu acuan.19

24

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Gambar 4. Algoritme penatalaksanaan DM tipe 219

Periksa A1c paling sedikit setiap 3 bulan sampai <7%. Selanjutnya paling
sedikit setiap 6 bulan

Walaupun 3 jenis obat antidiabetik oral dapat digunakan, dianjurkan memulai


insulin berdasarkan efektifitasnya.

Efek samping terapi insulin


Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin
2.9 Penyulit
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
2.9.1 Penyulit akut
Ketoasidosis diabetik, KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontraregulator (glucagon,
katekolamin, kortisol dan hormone pertumbuhan), keadaan tersebut menyebabkan

25

produksi glukosa hati meningkat dan utilasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan
hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangan bervariasi dan tidak
menentukan berat ringanya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat
dikelompokan menjadi dua bagian yaitu :
Akibat hiperglikemi
Akibat ketosis
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostatis
tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga
terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon
kontraregulator terutama epinefrin, mengaktifasi hormone lipase sensitive pada
jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi
benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda
keton oleh sel hati dapat menyebabkan metbolik asidosis. Benda keton utama adalah
asetoasetat dan tiga betahidroksibutirat (3HB). Dalam keadaan normal, kadar 3HB
meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting.
Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan
memproduksi glukosa. Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke
dalam sel, member signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen,
menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas),
menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui
siklus krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan
ATP yang merupakan sumber energi utama. Resistensi insulin juga berperan dalam
memperberat keadaan defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra
regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat menganggu sensitivitas insulin. Gejala
klinis pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor
kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai
syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium. Infeksi merupakan
faktor pencetus tersering.5

26

Tabel 5. Kriteria diagnosis KAD5


Kadar glukosa > 250 mg%
pH < 7,35

HCO3 rendah
Anion gap yang meninggi
Keton serum positif
rPrinsip pengelolaan KAD adalah : 1). Penggantian cairan dan garam yang
hilang, 2) menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin, 3) mengatasi stress sebagai pencetus KAD, 4) mengembalikan
keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian
pengobatan.5
Hiperosmolar non ketotik. Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih
dari 60 tahun. Hampir seluruh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa
insulin, mempunyai penyakit dasar lain (ditemukan 85% pasien mempunyai penyakit
ginjal atau kardiovaskular), sering disebabkan obat-obatan (tiazid, furosemid,
manitol, digitalis, reserpi, steroid, klopromazin, hidralazin, dilantin, simetidin,
haloperidol), mempunyai factor pencetus (infeksi, penyakit kardiovaskular,
perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pancreatitis, koma hepatic dan oprasi.
Penatalaksanaan meliputi lima pendekatan 1) rehidrasi intravena agresif, 2)
penggantian elektrolit, 3) pemberian insulin intravena, 4) diagnosis dan manajemen
faktor pencetus dan penyakit penyerta, 5) pencegahan.5
Hipoglikemia, ditandai dengan menurunnya kadar glukosa drah hingga
mencapai < 60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada diabetisi harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemi. Hipoglikemi paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonylurea dan insulin. Hipoglikemia akibat

27

sulfonylurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat
diekskresi dan waktu kerja obat habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama
untuk pengawasanya (24-72 jam atau lebih, terutama pada diabetisi dengan gagal
ginjal kronik). Hipoglikemi pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada diabetisi. Perbaikan kesadaran pada usia lanjut sering lebih lamabat
dan pengawasan lebih lama. Gejala hipoglikemi terdiri dari gejala adrenergic
(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar, dan gejala neuro glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemi harus segera mendapatkan
pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau
minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui
intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah setiap 15 menit setelah
pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada diabetis dengan hipoglikemi berat.
Untuk diabetisi yang tidak sadar sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunya kesadaran.5
2.9.2 Penyulit menahun
1. Makroangiopati yang melibatkan :
a. Pembuluh darah jantung
b. Pembuluh darah tepi, penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetisi.
Biasanya terjadi gejala tipikal intemiten claudicatio, meskipun sering
tanpa gejala. Tentang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang

2.

pertama muncul.
c. Pembuluh darah otak.
Mikroangiopati :
Retinopati diabetik : kontrol glukosa darah yang baik akan
mengurangi resiko dan memberatnya retinopati. Terapi asetosal tidak
a.

mencegah timbulnya retinopati.


Nefropati diabetik : kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang
baik akan mengurangi resiko nefropati. Pembatasan asupan protein

28

dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi resiko terjadinya
3.

nefropati.6
Neuropati, yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Adanya neuropati beresiko untuk terjadinya ulkus
kaki dan amputasi. Gejala lain yang sering dirasakan adalah kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa nyeri dimalam hari. Setelah
diagnosis DM ditegakan, pada setiap diabetisi perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati diatal dengan pemeriksaan sederhana.
Dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila ditemukan adanya polineuropati
distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan resiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan antara lain duloxetine,
antidepresan trisiklik atau gabapentin. Semua diabetisi yang disertai neuropati
perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi resiko
ulkus.6

29

Anda mungkin juga menyukai