PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Udara pernafasan mengalir
melalui saluran nafas serta mengalami beberapa proses. Sebelum masuk ke dalam alveolus
untuk mempertukarkan gas, udara pernafasan akan mengalami tahap-tahap seperti
penyaringan, pelembaban, penyesuaian suhu (pada rongga hidung), yang diikuti dengan
beberapa tahap filtrasi pada saluran-saluran di bawahnya. Defek pada salah satu saluran,
se-misal akibat infeksi, menyebabkan gangguan dalam proses bernafas.
Asma adalah penyebab utama dari kematian kronik di dunia. Prevalensi asma
meningkat dalam waktu 20 tahun terakhir, terutama pada anak-anak. Jumlah penderita
asma diperkirakan sekitar 300 juta di seluruh dunia. Asma adalah salah satu penyakit yang
dapat diobati namun tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu seorang penderita asma
perlu melakukan beberapa upaya pencegahan kekambuhan, serta dapat pula terus
bergantung pada obat selama dia menderita penyakit ini.
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas yang menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
wheezing, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini
hari. Gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi, dan
seringkali bersifat reversibel, dengan atau tanpa pengobatan.
1.2. PERMASALAHAN
1.2.1. Jelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya sesak!
1.2.2. Mengapa batuk dirasakan terutama pada malam dan pagi hari?
1.2.3. Apa jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien untuk menghilangkan keluhan ketika
sesaknya kambuh?
1.2.4. Mengapa pasien sulit untuk mengucapkan kalimat secara penuh (saat sesak dirasakan
memberat)?
1.2.5. Adakah hubungan antara keluhan yang dialami pasien dengan riwayat penyakit
keluarganya?
1.2.6. Mengapa pasien mengeluhkan terkadang gatal seluruh tubuh ketika mengkonsumsi
suatu makanan?
1.2.7. Jelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya bersin!
1.2.8. Apa saja diagnosis differential pada pasien dalam scenario?
1.3. TUJUAN
1.3.1. Dapat mengetahui penyebab dan mekanisme terjadinya sesak.
1.3.2. Dapat mengetahui penyebab batuk dirasakan terutama pada malam dan pagi hari.
1.3.3. Dapat mengetahui jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien untuk menghilangkan keluhan
ketika sesaknya kambuh.
1.3.4. Dapat mengetahui penyebab pasien sulit untuk mengucapkan kalimat secara penuh (saat
sesak dirasakan memberat).
1.3.5. Dapat mengetahui adanya hubungan antara keluhan yang dialami pasien dengan riwayat
penyakit keluarganya.
1.3.6. Dapat mengetahui penyebab pasien mengeluhkan terkadang gatal seluruh tubuh ketika
mengkonsumsi suatu makanan.
1.3.7. Dapat mengetahui penyebab dan mekanisme terjadinya bersin.
1.3.8. Dapat mengetahui diagnosis differential pada scenario.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO
Seorang pria usia 23 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak. Sesak disertai
dengan batuk pilek, batuk terutama pada malam dan pagi hari disertai dahak kental tanpa
darah. Sesak dirasakan sering kambuh sejak pasien berusia 5 tahun dan hilang dengan obat
tertentu. Dalam sebulan terakhir pasien mengalami 2x kekambuhan sesak. Sesak dirasakan
memberat hingga pasien kesulitan mengucapkan kalimat penuh hanya berupa kata-kata,
dan lebih sering terduduk dan sulit melakukan aktivitas hariannya. Selain sesak, pasien
juga mengeluhkan sering merasa bersin-bersin terutama pagi hari dan terkadang gatal
seluruh tubuh ketika makan-makanan tertentu. Bapak pasien juga dikeluhkan sesak yang
sama dengan pasien. Keluhan panas disangkal.
2.2. ANAMNESIS
Nama
:-
: 23 tahun
Keluhan Utama
Sesak
Keluhan Penyerta
Batuk pilek (terutama malam dan pagi hari) disertai dahak kental tanpa darah
Sesak memberat hingga kesulitan mengucapkan kalimat penuh (hanya berupa kata-kata)
Lebih sering terduduk dan sulit melakukan aktivitas harian
Bersin-bersin (terutama pagi hari)
Gatal seluruh tubuh ketika makan makanan tertentu
Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak umur 5 tahun mengeluhkan sesak, dan hilang dengan obat tertentu
Riwayat Penyakit Keluarga
Bapaknya menderita sesak yang sama.
3
Pemeriksaan
1. Vital Sign
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Pernafasan
: 36x/ menit ()
Suhu
: 36,8 oC (Normal)
2. Pemeriksaan Fisik
Vesikuler ++
Wheezing ++
Ronki -3. Radiologi dalam batas normal
4. Faal paru (Spirometer)
VEP : 50%
APE : 40%
2.3. PEMBAHASAN
2.3.1. Penyebab dan mekanisme terjadinya sesak pada pasien adalah akibat dari saluran
napasnya yang sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, yang mana
sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus)
memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:
otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi, produksi
kelenjar lendir yang berlebihan, dan bila ada infeksi, misal batuk pilek akan terjadi
reaksi pembengkakan dalam saluran napas. Hasil akhir dari semua itu adalah
penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya, terjadi keluhan sesak napas, batuk keras
bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, dahak yang kental bersama batuk,
terdengar wheezing yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Wheezing tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat ekspirasi.
2.3.2. Penyebab batuk dirasakan terutama pada malam dan pagi hari adalah kaitannya dengan
perubahan cuaca yaitu suhu lingkungan, dimana pada penderita asma lebih rentan
terhadap paparan suhu dingin. Ini disebabkan karena adanya reaksi hipersensitifitas
pada saluran napas. Sehingga apabila seorang penderita asma yang terpapar udara
dingin, akan merangsang saluran napas pada bagian atas untuk melakukan reaksi batuk
4
2.3.3. Jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien untuk menghilangkan keluhan ketika sesaknya
kambuh adalah
Pada penderita asma, obat yang dapat diberikan ada 2 jenis yaitu pengendali
(controller), dan pelega (reliver). Controller adalah obat yang dikonsumsi penderita
asma setiap hari untuk membuat asma dalam keadaan terkontrol, sedangkan reliver
adalah jenis obat yang hanya diminum bila perlu, berdasarkan efek cepat untuk
menghilangkan bronkostriksi dan menghilangkan gejalanya.
Karena kasusnya disini pasien sudah berumur 23 th, sudah mengalami sesak sejak
5 tahun yang lalu, juga sebulan terakhir pasien mengalami 2x kekambuhan dan sesak
dapat hilang dengan obat tertentu. Jadi sudah jelas obat yang dikonsumsi pasien
adalah jenis reliver seperti kortikosteroid sistemik, Ipratopium br, oxitropium.
2.3.4. Penyebab pasien sulit untuk mengucapkan kalimat secara penuh (saat sesak dirasakan
memberat) adalah akibat dari penyempitan saluran pernapasan sebagai akibat adanya
peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchile. Sehingga karena terjadinya
penyempitan, pasien menjadi sulit untuk mengatur pernapasan, yang akibatnya pasien
hanya dapat mengucapkan kalimat hanya berupa kata-kata.
2.3.5. Hubungan antara keluhan yang dialami pasien dengan riwayat penyakit keluarganya
adalah karena penyakit yang diderita oleh keluarga pasien (Bapaknya) merupakan
penyakit yang salah satu etiologi (penyebabnya) adalah faktor keturunan, yang memang
bawaan dari kedua orang tua dan khususnya pada penyakit asma terpaut dengan
kromosom 11 pada penderita memiliki paru-paru dan organ pernafasan lemah. Selain
itu juga bakat alerginya dan hipersensitifitas saluran pernapasan.
2.3.6. Penyebab pasien mengeluhkan terkadang gatal seluruh tubuh ketika mengkonsumsi
suatu makanan adalah dapat disebabkan karena factor allergen, yang mana allergen ini
dapat berupa respon alergi fase cepat dan beberapa kasus diikuti fase lambat,
Fase cepat oleh karena aktivasi sel-sel yang sensitive terhadap allergen IgEspesifik terutama sel mast, makrofag, basofil. Kemudian
IgE-Sel melepaskan
Fase lambat disebabkan oleh karena adanya proses inflamasi pada asma yang
mengaktifkan sel-sel pada saluran respiratorik dan menghasilkan sitokin-sitokin
pada sirkulasi yang merangsang keluarnya sel pro-inflamasi terutama eusinofil dan
prekursornya dalam sumsum tulang. Reaksi inflamasi yang terjadi ini diaktifkan
sehingga mengeluarkan mediator-mediator inflamasi berupa histamine, sitokin,
dan bradikinin. Histamine yang dikeluarkan dapat menimbulkan rasa gatal pada
kulit.
2.3.7. Penyebab dan mekanisme terjadinya bersin adalah mirip dengan terjadinya batuk (telah
dibahas di LBM I) tetapi bersin disini terjadi pada saluran hidung. Adapun
mekanismenya yaitu:
Iritasi dalam saluran hidung impuls aferen berjalan dalam Nervus ke-lima menuju
medulla (tempat reflex ini dicetuskan) terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan
terjadinya batuk; tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat
melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda
asing.
2.3.8. Diagnosis differential pada scenario.
I. Asma
A. Definisi
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan
wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat
kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf
pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas
membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang
masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma juga ditandai dengan meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
rangsangan dengan manifestasi nya dapat berubah secara spontan maupun hasil
pengobatan (Muttaqin, 2008).
Dengan demikian, asma adalah kelainan inflamasi dengan ciri adanya
obstruksi aliran napas, hipersensitivitas bronchial dan terdapat inflamasi (Bethesda,
2007).
Stress
Stress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut
Obat-obatan
Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.
C. Faktor Resiko
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma 2009, faktor resiko asma
dibagi menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan :
a. Faktor Genetik
- Hiperaktivitas
- Atopi/alergi bronkus
- Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
- Jenis Kelamin dimana laki-laki lebih beresiko dari pada perempuan
- Ras/Etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi
b. Faktor Lingkungan
1. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
8
bliker dll)
Gejala Klinis
Faal Paru
- VEP
80%
nilai
prediksi
serangan
sangat bervariasi
2. Asma persisten ringan
- Siang hari > 2x/ minggu - Varibilitas APE 20% tetapi < 1x/ hari
30%
- VEP 80%
dapat
mempengaruhi aktivitas
3. Asma persisten sedang - Siang hari ada gejala
aktivitas
- Serangan 2x/ minggu
- Sehari-hari menggunakan
inhalasi obat 2 agonis
short acting
4. Asma persisten berat
gejalanya
- Malam hari sering timbul
- Aktivitas fisik terbatas
E. Patofisiologi
Kontraksi Otot
Polos
Bronchospasme
Peningkatan
permeabilitas kapiler
Sekresi Mukus
meningkat
- Kontraksi
Otot
Polos
- Edema Mukosa
- Hiperresponsitifitas
bronkus
Produksi Mukus
bertambah
Hiperventilasi
Sesak Napas
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
10
mengakibatkan otot
Forced
Expiration
Volume
(FEV1)
20%
yang
merupakan
kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti
Chronic Obstruction Pulmonary Disease
alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki
pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan
metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya (Makmuri,
2008).
c. Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian
elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan
pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda
struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi
etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik (Makmuri, 2008).
11
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan
protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk
berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin.
Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung
ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas(Makmuri, 2008).
d. Hipersekresi mukus
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan
dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin
saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal
datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel
inflamasi yang mengalami lisis (Makmuri, 2008).
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi.
e. Remodeling Jalan Napas
Pada beberapa penderita asma, terbatasnya aliran napas bisa kembali
normal sebagian. Perubahan struktur permanen bisa terjadi pada jalan napas, ini
mengindikasikan pengurangan fungsi paru-paru yang tidak bisa dicegah atau
kembali normal seutuhnya dengan terapi. Remodeling jalan napas mengaktivkan
struktur sel dengan konsekuensi perubahan permanen yang meningkatkan
obstruksi aliran napas dan hiperresponsif jalan napas. Perubahan struktural dapat
termasuk penebalan submembran dasar sel, subepitel fibrosis, hipertropi dan
hiperplasia otot polos, proliferasi pembuluh darah. Ini bisa dilihat untuk seberapa
efektivitas respon terapi (Bethesda, 2007).
F. Manifestasi Klinis
Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan
pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain (Mansjoer, 2002):
a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif sering pada malam hari
12
13
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : kontraksi otot-otot
pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi
G. Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik
mencakup (Muttaqin, 2008):
a. B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur
bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi
otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
Palpasi
Pada palapasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus
normal
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal samapi hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih
dari 4 detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan
utama wheezing pada akhir ekspirasi.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
14
c. B3 (Brain)
Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya
oliguria sebagai tanda awal gejala syok.
e. B5 (Bowel)
Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat
merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi
dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas
terjadi kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan
klien.
f. B6 (Bone)
Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada
ekstremitas karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji
permukaan kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik,
pruritis, eksim dan adanya bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan
kusam. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea saat istirahat. Pola aktivitas
olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun (Muttaqin, 2008). Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
15
Bila
terjadi
pneumonia
mediastinum,
pneumotoraks,
dan
16
prinsipnya
penatalaksanaan
asma
klasifikasikan
menjadi:
1)
Tidak
Sebagian
Terkonrol
Karakteristik
Terkontrol
Gejala harian
dari
dua Tiga
dalam
perminggu)
Pembatasan aktivitas
Gejala
Tidak ada
Tidak ada
nokturnal/gangguan
atau
lebih
kategori
Terkontrol
gejala
Asma
Sebagian,
Sewaktu-waktu
dalam seminggu
dalam seminggu
Sewaktu waktu
dalam seminggu
tidur (terbangun)
Kebutuhan
reliever
atau
dari
dua
rescue
seminggu)
Normal
*)
FEV1
bila
diukur)
Eksaserbasi
Tidak ada
dalm setahun**)
Keterangan :
*)
**)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun.
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apakah adekuat.
***)
II.
Perubahan Patologis
Konsekuensi Fisiologis
Peradangan
Hipersekresi Mukus
Disfungsi silier
Stress oxidative
Vaskuler Pulmoner
Hipertensi Pulmoner
Efek Sistemik
D. Manifestasi Klinis
Gejala cardinal dari PPOK adalah batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung
meningkat dan maksimal pada pagi hari dan menandakan adanya pengumpulan
sekresi semalam sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya intermitten, dan
kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan
mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah
selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.
Sesak napas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya
penyakit. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas
minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas
pertukaran udara. Pada penyakit yang moderat hingga berat , pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara napas, ekspirasi yang memanjang, rhonchi, dan
hiperresonansi pada perkusi. Karena penyakit yang berat kadang berkomplikasi
menjadi hipertensi pulmoner dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan (termasuk
distensi vena sentralis, hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan.
Clubbing pada jari bukan ciri khas PPOK dan ketika ditemukan, kecurigaan
diarahkan pada ganguan lainnya, terutama karsinoma bronkogenik.
23
E. Klasifikasi
Lama
Baru
(Gold 2001)
(Gold 2003)
Derajat
Derajat
Klinis
Derajat 0 :
Derajat 0 :
Gejala klinik
Beresiko
Beresiko
(batuk, produksi
Faal paru
Normal
sputum).
Derajat I : PPOK
Derajat I :
Ringan
PPOK Ringan
produksi sputum).
prediksi
Derajat IIA :
Derajat II :
VEP1/KVP <70%
PPOK Sedang
PPOK Sedang
50%<VEP1<80%
produksi sputum)
prediksi
gejala bertambah
sehingga menjadi
sesak.
Derajat IIB :
Derajat III :
VEP1/KVP <70%
PPOK Sedang
PPOK Berat
produksi sputum)
prediksi
gejala bertambah
sehingga menjadi
sesak.
Derajat III :
Derajat IV :
Gejala di atas
PPOK Berat
PPOK Sangat
ditambah tanda-
VEP1<30% prediksi
Berat
24
F. Diagnosis
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batukbatuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan
dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS
sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
o
Takipnea
Ekspirasi memanjang
25
PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau SaO2 < 90 % dengan atau tanpa
PaCO2
>
6,7
kPa
50
mmHg),saat
bernapas
dalam
udara
PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg),PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan Ph <
7,30,memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan
monitor ketat serta penanganan intensif.
6. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakkan diagnosis hipertrofi
ventrikel kanan, aritmia, dan iskemia.
G. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah :
Mengurangi gejala
Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru
27
28
Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
3 golongan :
b. Steroid
PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
Eksaserbasi akut
Terapi Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV,
AGD =
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
29
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal,
edema perifer karena gagal jantung, polisitemia
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus
dipantau
hiperkapnia
kronik
yang
menyebabkan
adaptasi
kemoreseptor-
Nutrisi
REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua
derajat
Vaksinasi influenza
Derajat I
(PPOK
VEP1 80%
Ringan)
Prediksi
a. Bronkodilator
kerja
singkat
(SABA,
Derajat II
(PPOK
Sedang)
30
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Derajat III VEP1 / KVP < 70%;
(PPOK
Berat)
atau
pemeliharaan
eksaserbasi
b. LABA
berulang
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Derajat IV VEP1 / KVP < 70%;
(PPOK
sangat
berat)
31
aminofilin (0,5
mg/kgBB/jam)
o
Terdapat komplikasi
Rekomendasi Pengobatan
a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,Antikolinergik
kerja singkat) bila perlu.
b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan.
Derajat II
kolinergik
kerja
lama
sebagai
terapi
pemeliharaan.
32
b. LABA
c. Simtomatik
2. Rehabilitasi
Derajat III
kolinergik
kerja
lama
sebagai
terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simtomatik
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon
klinis atau eksaserbasi berulang.
2. Rehabilitasi
Derajat IV
kolinergik
kerja
lama
sebagai
terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Pengobatan pada komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon
klinis atau eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
33
BAB III
KESIMPULAN
3.1.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa pasien dalam scenario
menderita Penyakit Asma. Yang mana gejalanya yaitu batuk pada malam menjelang
dini hari, wheezing, sesak napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Untuk
mendiagnosis dari penyakit asma ini dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang (misalnya: pemeriksaan radiologi, pemeriksaan
laboratorium, pengukuran fungsi paru, tes provokasi bronkus, dan pemeriksaan kulit). Dan
adapun penatalaksanaanya dibagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan untuk asma akut (saat
serangan) dan penatalaksanaan asma untuk jangka panjang.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, E/11. Jakarta:
EGC.
2. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Penerbit
EGC : Jakarta
3. Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, E/5. Jakarta:Interna Publishing
4. Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Jakarta:Media Aeskulapius
5. Baron.2000. Kapita Selekta Patologi Klinik. Penerbit EGC : Jakarta
6. Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
7. Alsagaff, Hood, et al. 2010. Buku ajar Ilmu Penyakit Paru. Departmen Ilmu penyakit paru
FK UNAIR : Surabaya
8. Tim Kelompok Kerja Asma. 2004. Asma, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
9. Anonymous. 2012. PPOK. http://scribd.com.
35