Anda di halaman 1dari 5

Mahabbah

Cintaku tulus padamu


Laksana mentari yang slalu
Sinari jagat buana raya
dengan seksama
Kau beri aku sekerat mimpi
Demi melepas dahaga akan cinta
Kau beri aku harapan
Lewat secercah sinar dalam lorong kelam
Hati yang hampa akan cinta
Mulai terisi dengan kasih sayang
Berjuta mimpi kini mulai menepi
Kau menyejukan hati
Memberi arti dalam tiap nafas yang kau beri
Kasih
Kau begitu nyata
Mengubah mimpi menjadi pasti.

Antara Tegar dan Rapuh

Ku berdiri menantang ombak samudera


Ditengah kerapuhan hati akibat dimabuk cinta
Sewindu kebersamaan ternyata fatamorgana
Datang dan pergi tanpa tinggalkan bekas apa-apa
Ku pijakan kakiku diatas batu amarah
Yang menggelora dan membakar jiwa
Ku teriakan suara penyesalan yang tiada tara
Kehidupan laksana lautan yang harus ditaklukan
Dengan berlayar diatas sampan tanpa keraguan
Menengadahkan tangan dan berharap bantuan tuhan
Cinta yang tulus suci tak cukup
Mengikat rasa yang bergelora dalam dada
Mengarungi kehidupan dengan bekal apa adanya
Debur gelombang kan datang
Kapan saja bisa menghadang
Kehidupan hakikatnya singgah
Dipelabuhan semu
Mencari bekal menuju masa abadi
Cinta dan nafsu senantiasa saling menipu
Memperdaya manusia melakukan durjana
Hingga akhirnya bekal tak dapat diraih
Siksa yang teramat pedih
Menutup cerita

Kuldesak
Embun masih setia temani ilalang
Aroma subuh berbaur dengan wangi angin
Mentari hadir dengan kilaunya
Disambut mesra nyanyian burung kenari
Hijau menghampar tanpa batas
Aroma humus menembus
Menusuk paru-paru hingga
Bersemayam dalam kalbu
Kilau embun berkedip mesra
Pemandangan nyata dalam balutan
Ukiran sang illah maha sempurna
Sepuluh tahun yang lalu balutan cakrawala itu
Begitu nyata kebanggaan umat manusia
Nuansa indah memudar mentari seakan enggan bersinar
Tak terlihat lagi kelepak burung camar

Saat sungai mulai tercemar rumput hijau enggan bergoyang


Tanah desa enggan dipijak tandus gersang terpampang
Menjadi lukisan abstrak
Aku cemburu
Nuansa sepuluh tahun yang lalu
Kini berubah kelabu begitu menyesakan dadaku
Sungai tempatku memadu kasih mengalir air begitu jernih
Lukisan alam Nampak asri dibalut aroma humus mematri
Hilang ditelan keserakahan sirna dimakan mulut-mulut seralah
Hancur terpukul tangan tangan takabbur
Paru-paru dunia digerogoti kepentingan semata
Luka luka menganga semakin nyata oleh tangan manusia durjana
Aku cemburu

Tak merasakan indahnya desaku


Aku cemburu
Tak bisa bercumbu dengan indahnya alamku
Wahai insan manusia bukalah hatimu tangan dan telingamu
Sudah saatnya kita mulai lagi
Bercumbu dengan alam-Mu
Selamatkan desaku
Selamatkan kenanganku

Gotong Royong Omong Kosong


Kita mesti belajar dari semut merah
Meski hujan dan panas namun tetap sumringah
Menanti senja datang setiap pagi berangkat dari rumah

Menggapai senja dengan lembayung sumarah


Satu merasa butuh yang lain merasa penting
Tatkala satu terjatuh yang lain berperan penting
Bersama lewati ribuan genting
Bersama lalui detak jam dinding
Tidaklah kita cemburu
Melihat mereka bercumbu tak kenal waktu
Hanya bernalar dan insting yang lugu
Menyikapi hidup tanpa belenggu
Manusia dengan akal sempurna
Dihadiahi fikiran dan akal yang nyata
Nafsu yang membawa sengsara
Terkadang membawa durjana
Lewat angin yang berhembus mesra
Sempat tersiar kabar dari alam sana
Manusia hidup rukun sentausa
Merasa penting satu dengan lainnya
Gotong royong
Ramai-ramai buat jalan dan gorong-gorong
Laksana semut merah semua tumpah ruah
Bekerja tak kenal lelah gotong royong saudara
Buat rumah tempat singgah
Jangan serakah berbagi untuk sedekah
Gotong royong tak lagi bergema
Budi dan akal manusia
Tak seperti semut merah yang perkasa
Menjaga keutuhan cinta dan kasihnya

Anda mungkin juga menyukai