Anda di halaman 1dari 17

TEORI PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Landasan Psikologis Pendidikan
yang dibina oleh Ibu Irene Maya Simon, S.Pd, M.Pd

Oleh
1.
2.
3.
4.

Agrery Ayu Nadiarenita


Jessy Ardilla Putri
Rivaldi Handhita C.S.
Yan Indraprasti Sutarta

(130111600051)
(130111613640)
(130111613648)
(130111613634)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Februari, 2014
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayahNya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan

makalah

mata

kuliah

LANDASAN

PSIKOLOGIS

PENDIDIKAN. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi


besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni alquran dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Landasan Psikologis
Pendidikan di program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
pada Universitas Negeri Malang . Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Irene Maya Simon selaku dosen pembimbing
mata kuliah Landasan Psikologis Pendidikan dan kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangankekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Malang, Februari 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Biografi Lawrence Kohlberg
2.2 Pengertian Perkembangan Moral

3
4

2.3 Perkembangan Moral menurut Lawrence Kohlberg

2.4 Tiga Level dan Enam Tahap Penalaran Moral menurut


Kohlberg

2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Moral

2.6 Kritik terhadap Teori Kohlberg

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

11

B. Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah moral merupakan masalah yang sekarang ini sangat banyak
meminta perhatian, terutama bagi para pendidik, ulama, pemuka masyarakat dan
para orang tua. Tidak henti-hentinya kita mendengar berita tentang tindakan
kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak, seperti yang terjadi di beberapa
daerah yang hampir setiap minggu diberitakan di berbagai media, baik media
cetak maupun elektronik. Bagi warga Ibukota bukan suatu hal yang aneh apabila
mendengar atau melihat anak-anak sekolah melakukan tawuran (perkelahian antar
pelajar) yang tidak sedikit menimbulkan sejumlah korban. Diperlukan waktu yang
panjang dan upaya pendidikan yang sungguh-sungguh untuk mengatasi kondisi
ini. Pendidikan dalam hal ini diartikan secara luas, yaitu sebagai upaya untuk
mentransformasikan nilai-nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan tertentu dari
generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Pendidikan merupakan alat
strategis untuk membentuk dan mengembangkan nilai, sikap dan moral dari
generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Adapun moral sama dengan
etika, atau kesusilaan yang diciptakan oleh akal, adat dan agama, yang
memberikan norma tentang bagaimana kita harus hidup.
Nilai moral pada dasarnya adalah mengupayakan anak mempunyai
kesadaran dan berprilaku taat moral yang secara otonom berasal dari dalam diri
sendiri. Dasar otonomi nilai moral adalah identifikasi dan orientasi diri. Pola
hidup keluarga (ayah dan Ibu ) merupakan model Ideal bagi peniruan dan
pengindentifikasian perilaku dirinya.
Otomisasi nilai moral dalam diri anak berlangsung dalam dua tahap, yaitu
pembiasaan diri dan identifikasian diri. Merujuk pada sistem moral Spranger,
nilai-nilai moral yang diupayakan bagi kepemilikan dan pengembangan dasar
dasar disiplin diri mencakup lima nilai, yaitu nilai-nilai ekonomis, social,politis,
Ilmiah, estetis dan agama dalam sistem nilai spranger, nilai etik tidak berdiri
sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari nilai religi.
Hubungan antara disiplin diri dengan nilai ini merupakan konsep nilai
moral yang memungkinkan orang tua untuk membantu anak dalam memiliki dasar
disiplin diri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan Tahapan
Perkembangan Moral Anak dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian moral menurut Kohlberg?
2. Bagaimana konsep dan teori perkembangan moral menurut Kohlberg?
3. Apa saja tahapan-tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg?
4. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral?
5. Bagaimana kritik terhadap teori Kohlberg?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian moral menurut Kohlberg
2. Untuk mengetahui konsep dan teori perkembangan moral
3. Untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan
4. Untuk mengetahui factor-faktor yang memperngaruhi perkembangan
moral.
5. Untuk mengetahui kritik terhadap teori Kohlberg.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Lawrence Kohlberg

Lawrence Kohlberg tumbuh besar di Bronxville, New York, dan


memasuki Akademi Andover di Massachussets, sekolah menengah atas swasta
yang mahal dan menuntut kemampuan akademis tinggi. Dia tidak langsung
melanjutkan keperguruan tinggi namun pergi membantu pemulangan orang-orang
Israel, bekerja sebagai insinyur tingkat dua di pesawat angkut yang membawa
pelarian dari Eropa melewati blockade Inggris ke Israel. Setelah itu, pada 1948,
Kohlberg masuk ke Universitas Chicago di mana dia lulus tes penerimaan dengan
angka yang sangat tinggi sehingga hanya mengambil sedikit saja mata kuliah
untuk memperoleh gelar sarjana mudanya. Dalam kuliah ini memang dicapai
hanya dalam waktu setahun. Dia tinggal Chicago sebentar untuk mengejar gelar
sarjananya di dalam psikologi yang awalnya dia ingin mengambil psikologi kimia.
Namun segera dia menjadi tertarik kepada piaget dan mulai mewawancarai anakanak dan remaja tentang masalah-masalah moral. Semua hasil penelitiannya itu
ditulis dalam disertasi doktoralnya (1958), rancangan pertama dari teori
pentahapan psikologi yang baru. Kohlberg mengajar di Universitas Chicago dari
tahun 1962 sampai 1968, dan di Universitas Harvard dari tahun 1968 sampai ajal
menjemputnya ditahun 1987.
2.2 Pengertian Perkembangan Moral

Pengertian perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses


perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas
kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru (Reni Akbar Hawadi : 2001). Helden
(1977) dan Richards (1971) berpendapat moral adalah suatu kepekaan dalam
pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang
tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Kita
telah mengetahui arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan dan moral maka
selanjutnya yaitu kita mulai memahami arti dari gabungan dua kata tersebut
Perkembangan

Moral

Santrock

(1995)

Perkembangan

moral

adalah

perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam
kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai
yang berlaku dalam kelompok sosial.
2.3 Perkembangan Moral menurut Lawrence Kohlberg
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget,
yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-bangan yang
memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga
menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral
behavior).Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya
moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang
diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaran
moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan
perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari
keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget,yang
menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan
konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan
bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan
dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog yang
mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. Kohlberg menggunakan
cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada

bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila


mereka berada dalam persoalan moral yang sama.

2.4 Tiga Level dan Enam Tahap Penalaran Moral menurut Kohlberg
Level

Level

Rentang Usia

: Ditemukan

Tahap

pada Tahap

Esensi Penalaran Moral

membuat

keputusan

Moralitas

anak-anak

prakonvensiona

prasekolah, sebagian penghindaran dan berdasarkan

besar anak-anak SD, kepatuhan


sejumlah

Hukuman

: Orang

siswa (Punishment

SMP, dan segelintir avoidance


siswa SMU

obedience)

yang

apa

terbaik

mereka,

bagi
tanpa

and mempertimbangkan
kebutuhan

atau

perasaan orang lain.


Orang

mematuhi

peraturan hanya jika


peraturan

tersebut

dibuat oleh orangorang

yang

lebih

berkuasa,
mereka

dan
mungkin

melanggarnya
mereka

bila

merasa

pelanggaran tersebut
tidak ketahuan orang
lain. Perilaku yang
salah

adalah

perilaku yang akan


mendapatkan
hukuman

Tahap 2 : Saling Orang


memberi

memahami

dan bahwa

menerima

orang

juga

(Exchange

memiliki

of kebutuhan.

favors)

lain

Mereka

mungkin

mencoba

memuaskan
kebutuhan orang lain
apabila

kebutuhan

mereka sendiri pun


akan

memenuhi

perbuatan
(bila

tersebut

kamu

mau

memijat
punggungku;

aku

pun akan memijat


punggungmu).
Mereka

masih

mendefinisikan yang
benar dan yang salah
berdasarkan
konsekuensinya bagi
diri mereka sendiri.
Level

: Ditemukan

pada Tahap 3 : Anak Orang

membuat

Moralitas

segelintir siswa SD baik

(good keputusan

konvensional

tingkat

akhir, boy/good girl)

melakukan tindakan

sejumlah

siswa

tertentu semata-mata

SMP, dan banyak

untuk

siswa SMU (Tahap 4

menyenangkan

biasanya

orang lain, terutama

muncul
masa SMU)

tidak
sebelum

tokoh-tokoh
memiliki

yang
otoritas

(seperti guru, teman

sebaya

yang

populer).

Mereka

sangat peduli pada


terjaganya hubungan
persahabatan melalui
sharing,
kepercayaan,

dan

kesetiaan, dan juga


mempertimbangkan
perspektif

serta

maksud orang lain


ketika

membuat

keputusan.
Tahap 4 : Hukum Orang
dan

tata

(Law
keteraturan).

memandang

tertib masyarakat sebagai


and suatu tindakan yang
utuh

yang

menyediakan
pedoman

bagi

perilaku.

Mereka

memahami

bahwa

peraturan itu penting


untuk

menjamin

berjalan
harmonisnya
kehidupan bersama,
dan meyakini bahwa
tugas mereka adalah
mematuhi peraturanperaturan

tersebut.

Meskipun

begitu,

mereka menganggap

peraturan itu bersifat


kaku

(tidak

fleksibel);
belum

mereka
menyadari

bahwa sebagaimana
kebutuhan
masyarakat berubahubah, peraturan pun
juga

seharusnya

berubah.
Level

Moralitas
postkonvension
al

: Jarang

muncul Tahap 5 : Kontrak Orang

sebelum masa kuliah

Sosial
contract).

memahami

(Social bahwa

peraturan-

peraturan yang ada


merupakan
representasi

dari

persetujuan banyak
individu

mengenai

perilaku

yang

dianggap

tepat.

Peraturan dipandang
sebagai mekanisme
yang

bermanfaat

untuk

memelihara

keteraturan

social

dan melindungi hakhak individu, alihalih sebgai perintah


yang bersifat mutlak
yang harus dipatuhi
semata-mata karena
merupakan
hukum.

Orang

juga

memahami

fleksibilitas

sebuah

peraturan; peraturan
yang

tidak

lagi

mengakomodasi
kebutuhan terpenting
masyarakat bisa dan
harus dirubah.

Tingkat
Prinsip
universal
ideal

: Orang-orang
etika dan

setia

taat

pada

(tahap beberapa

prinsip

yang abstrak

dan

bersifat hipotetis, universal (misalnya,


yang

hanya kesetaraan

semua

dicapai segelintir orang, penghargaan


orang)

terhadap harkat dan


martabat

manusia,

komitmen

pada

keadilan)

yang

melampaui

norma-

normadan peraturanperaturan
spesifik.
sangat
hati

yang
Mereka
mengikuti

nurani

dan

karena itu bisa saja


melawan
yang
dengan

peraturan

bertentangan
prinsip-

prinsip etis mereka


sendiri.

2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Moral.


Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah factor yang
berhubungan dengan

perkembangan penalaran dan perilaku moral :

perkembangan kognitif umum, perkembangan rasio dan rationale, isu dan dilema
moral, dan perasaan diri.
1. Perkembangan Kognitif Umum.
Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam mengenai
hokum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi
manusia memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan
demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral bergantung pada
perkembangan

kognitif

(Kohlberg,

1976;Nucci,2006;Turiel,2002).

Sebagai

contoh, anak-anak yang secara intelektual (gifted) berbakat umumnya lebih sering
berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di
masyarakat local ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya
(silverman,1994). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin
perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir abstrak mengenai materi
akademis dan pada saat yang sama bernalar secara prakonvensional, yang
berpusat pada diri sendiri (Kohlberg, 1976; Silverman, 1994).
2. Penggunaan Ratio dan Rationale.
Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan
moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan
perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak
alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan focus pada
perspektif

orang

lain,

dikenal

sebagai

induksi(induction)

(M.L.Hoffman,1970,1975).
3. Isu dan Dilema Moral.
Dalam teorinya mengenai perkembangan moral, Kohlberg menyatakan
bahwa anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu
dilema moral yang tidak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan

tingkat penalaran moralnya saat itu dengan kata lain, ketika anak menghadapi
situasi yang menimbulkan disequilibrium. Upaya untuk membantu anak-anak
yang menghadapi dilemma semacam itu, Kohlberg menyarankan agar guru
menawarkan penalaran moral satu tahap diatas tahap yang dimiliki anak saat itu.
Kohlberg (1969) percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk memajukan
tingkat penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap. Dia berteori
bahwa cara anak-anak melangkah dari satu tahap ke tahap berikut ialah dengan
berinteraksi dengan orang-orang lain yang penalarannya berada satu atau paling
tinggi dua tahap di atas tahap mereka.
4. Perasaan Diri.
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka
berpikir bahwa sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain
ketika mereka memiliki pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan
mereka membuat suatu perbedaan (Narfaez & Rest,1995). Lebih jauh, pada masa
remaja, beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen terhadap nilainilai

moral

terhadap

identitas

mereka

secara

keseluruhan

(M.L.Arnold,2000;Biyasi,1995;Nucci,2001). Mereka menganggap diri mereka


sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan
kebaikan orang lain. Tindakan altruistic dan bela rasa yang mereka lakukan tidak
terbatas hanya pada teman-teman dan orang-orang yang mereka kenal saja,
melainkan juga meluas ke masyarakat.
2.6 Kritik terhadap Teori Kohlberg
Salah satu keterbatasan karya Kohlberg ialah bahwa hal itu kebanyakan
melibatkan anak laki-laki. Riset tentang penalaran moral anak perempuan
menemukan pola yang agak berbeda dari pola yang disodorkan Kohlberg. Apabila
penalaran moral anak laki-laki terutama berkisar di seputar masalah keadilan,
anak perempuan lebih tertarik dengan masalah-masalah kepedulian dan tanggung
jawab terhadap orang-orang lain (Gilligan, 1982; 1985; Gilligan & Attanucci,
1988; Haspe & Baddeley,1991). Carol Gilligan telah berpendapat, misalnya,
bahwa pria dan wanita menggunakan kriteria moral yang berbeda: bahwa
penalaran moral pria difokuskan pada hak masing-masing orang, sedangkan

penalaran moral wanita difokuskan lebih pada tanggung jawab masing-masing


bagi orang lain.
Kritik lain terhadap karya Kohlberg ialah bahwa anak-anak yang masih
muda sering dapat bernalar tentang situasi moral dengan cara yang lebih canggih
daripada tahap yang diusulkan teori (Rest,Edwards & Thoma,1997). Akhirnya,
Turiel (1998)telah berpendapat bahwa anak-anak yang masih muda menarik
perhatian antara aturan-aturan moral, seperti tidak boleh berdusta dan mencuri,
yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, dan aturan-aturan sosialkonvensional, seperti tidak boleh mengenakan piyama ke sekolah, yang
didasarkan pada konsensus dan etiket sosial.
Keterbatasan terpenting teori Kohlberg ialah bahwa hal itu berkaitan
dengan penalaran moral alih-alih dengan perilaku aktual (Arnold, 2000). Banyak
orang pada tahap yang berbeda berperilaku yang sama, dan orang-orang pada
tahap yang sama sering berperilaku dengan cara yang berbeda (Walker &
Henning, 1997). Selain itu, konteks dilemma moral berperan penting. Thoma dan
Rest (1999) dan Rest et al. (1999) berpendapat bahwa penjelasan tentang perilaku
moral harus memerhatikan penalaran moral tetapi juga kemampuan menafsirkan
dengan tepat apa yang terjadi dalam situasi sosial, motivasi mempunyai perilaku
yang bermoral, dan kemampuan sosial yang perlu untuk benar-benar melakukan
suatu rencana tindakan moral.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Moral adalah sikap perilaku seseorang yang didasari oleh norma - norma
hukum yang berada dilingkungan tempat dia hidup. Jadi seseorang dapat
dikatakan memiliki moral adalah ketika seseorang sudah hidup dengan mentaati
hukum

hukum

yang

berlaku

di

tempat

dia

hidup.

Sedangkan Menurut Lawrence Kohlberg. Tahapan perkembangan moral adalah


ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan
penalaran

moralnya.

Menurut Kohlberg ada 6 tahapan perkembangan moral yang dapat teridentifikasi,


hal ini didasarkan pada teorinya yang berpandangan bahwa penalaran moral, yang
merupakan dasar dari perilaku etis,. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan
moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan
bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.
Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses
perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan walaupun ada dialog yang
mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
3.2 Saran
Sebagai seorang konselor kita seharusnya memahami tahap-tahap
perkembangan

moral

pada

anak

sehingga

kita

dapat

mengupayakan

pengembangan moral. Contoh dari upaya-upaya pengembangan moral adalah


menciptakan komunikasi yang baik sehingga anak-anak harus dirangsang menjadi
lebih aktif, menciptakan iklim lingkungan yang serasi dan mendorong perilaku
dan pengembangan moral di dalam kelas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ormrod,Jeanne Ellis.2008.Psikologi Pendidikan. Jakarta:Erlangga.

2. Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta:


PT. Indeks.
3. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai