Anda di halaman 1dari 18

Pendahuluan

Diabetes mellitus merupakan sindrom homeostasis gangguan energi yang


disebabkan oleh defiesiensi insulin atau oleh defisiensi kerjanya dan emngakibatkan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak tidak normal. Individu yang menderita
diabetes tergantung insulin menghadapi beban serius yang meliputi kebutuhan mutlak
insulin eksogen setiap harinya, kebutuhan untuk memonitor pengendalian metabolic
dirinya, dan kebutuhan untuk memperhatikan terus-menerus pada masukan diet.
Morbiditas dan mortalitas yang berasal dari kekacauan metabolic dan dari komplikasi
jangka panjang yang mempengaruhi pembuluh kecil dan besar serta menyebabkan
retinopati, nefropati, penyakit jantung iskemik, dan obstruksi arteri dengan gangren
tungkai.
DM yang tidak ditangani atau dimanajemen dengan baik akan makin
memburuk keadaannya dimana bisa terjadi suaatu keadaan dekompensasi metabolic
yang parah akibat kekurangan insulin yang disertai meningkatnya aktifitas hormon
counter regulatory seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone
(GH).1-5

Isi
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dalam mencari atau mengevaluasi penyakit
Diabetes Mellitus pada anak?
-

Apakah mengalami poliuria (kencing menjadi sering dan banyak)?

Apakah mengalami polidipsia (merasa haus terus)?

Apakah mengalami polifagia (rasa lapar terus menerus)?

Apakah mengalami penurunan berat badan?

Apakah suka mengantuk? 3,4,6

2.Pemeriksaan
2.1. Pemeriksaan Fisik
-

Hambatan pertumbuhan

Maturitas kelamin dapat terganggu pada anak yang menginjak remaja

Tanda-tanda dehidrasi dan asidosis metabolic (pada anak yang mengalami


ketoasidosis diabetic)3,4

2.2. Pemeriksaan Penunjang


2.2.1 Glukosa Urin
Sebuah tes urine positif glukosa menunjukkan tetapi tidak diagnostik untuk
tipe 1 diabetes mellitus (T1DM). Diagnosis harus dikonfirmasi dengan hasil tes
menunjukkan kadar glukosa darah tinggi. 7
2.2.2 Glukosa Darah
Selain transient penyakit yang disebabkan atau stres akibat hiperglikemia,
keseluruhan-konsentrasi glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL (11 mmol / L)
adalah diagnostik untuk diabetes, seperti keseluruhan-konsentrasi glukosa darah puasa
yang melebihi 120 mg / dL (7 mmol / L).. Dengan tidak adanya gejala, dokter harus
mengkonfirmasi hasil ini pada hari yang berbeda. Kebanyakan anak dengan diabetes
terdeteksi karena gejala memiliki tingkat glukosa darah minimal 250 mg / dL (14
mmol / L).

Tes glukosa darah menggunakan sampel darah kapiler, reagen tongkat, dan meter
glukosa darah adalah metode biasa untuk pemantauan pengendalian diabetes seharihari. 7
2.2.3 Hemoglobin terglikasi
Derivatif hemoglobin glikosilasi (HbA1a, HbA1b, HbA1c) merupakan hasil
dari reaksi nonenzimatik antara glukosa dan hemoglobin.. Persentase HbA1c lebih
sering diukur. Nilai normal bervariasi sesuai dengan metode laboratorium yang
digunakan, tetapi anak-anak nondiabetes umumnya memiliki nilai-nilai dalam kisaran
rendah normal. Pada diagnosis, diabetes anak-anak agaknya mendapatkan hasil di atas
batas atas dari kisaran referensi.
Pengukuran kadar HbA1c adalah metode terbaik untuk jangka menengah
untuk pemantauan jangka panjang pengendalian diabetes.
Komite ahli internasional yang terdiri dari wakil-wakil yang ditunjuk dari
American Diabetes Association, Asosiasi Eropa untuk Studi Diabetes, dan lain-lain
merekomendasikan tes HbA1c untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Komite
rekomendasi untuk diabetes diagnosis tingkat HbA1c sebesar 6,5% atau lebih tinggi,
dengan konfirmasi dari tes ulang (kecuali gejala klinis hadir dan tingkat glukosa> 200
mg / dL). 7

2.2.4 TTGO
Cara pemeriksaan TTGO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah
5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu
5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.8

2.2.5 Keton urine


Keton dalam urin mengkonfirmasi lipolisis dan glukoneogenesis, yang lazim
selama periode kelaparan. Dengan hiperglikemia dan glycosuria berat, ketonuria
merupakan penanda kekurangan insulin dan DKA potensial. 7
2.2.6 Analisa gas darah9
pH darah: 7,36-7,44 , HCO3- : 24-28 mEq/l , PaCO2: 35-45 mm Hg

3.Working Diagnosis
Diabetes tipe 1 atau juga diabetes mulai-juvenil, merupakan keadaan dimana
ditandainya dengan insulinopenia berat dan ketergantungan pada insulin eksogen
untuk mencegah ketosis dan agar tetap hidup karenanya diabetes ini juga disebut
diabetes mellitus tergantung insulin.
Anak yang harus didiagnosis diabetes mellitusnya untuk tujuan praktis, dapat
dibagi menjadi tiga kategori umum:
1. Penderita yang memiliki riwayat yang mengesankan diabetes, terutama
poliuria dengan polidipsia dan kegagalan meningkatkan berat badan walaupun
nafsu makan tinggi
2. Mereka yang menderita glukosuria sementara atau menetap
3. Mereka yang mempunya manifestasi klinis asidosis metabolic dengan atau
tanpa stupor atau koma.1
Diagnosis dapat ditegakan jika didapat salah satu dari gejala di bawah ini :
1. Adanya gejala yang klasik seperti poliuria, polifagi, polidipsi, dan ketonuria,
penurunan berat badan yang cepat disertai dengan kadar glukosa darh plas
>200mg/dl.
2. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah
puasa dan peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan
tes toleransi glukosa oral (TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali.8

Ketosidosis diabetik harus dibedakan dari asidosis dan/atau koma karena


sebab-sebab

lain;

penyebab-penyebab

ini

meliputi

hipoglikemia,

uremia,

gastroenteritis dengan asidosis metabolic, asidosis laktat, intoksiskasi salisilat,


ensefalitis, dan lesi intrakranium lain.
Ketosidosis ada bila terdapat:
1. Gejala klasik DM dengan berat badan yang menurun dan dehidrasi.
2. Hiperglikemia (glukosa lebih dari 300 mg/DL)
3. Ketonemia (keton sangat positif pada lebih besar dari pengenceran serum 1;2)
4. Asidosis ( pH kurang dari 7,30 dan bikarbonat kurang dari 15 mEq/L)
5. Glukosuria dan Ketonuria 1
Klasifikasi KAD:
Tabel 1. Klasifikasi derajat KAD berdasarkan derajat asidosis5
Derajat KAD
pH
HCO3Ringan

<7,3

<15 mEq/L

Sedang

<7,2

<10 mEq/L

Berat

<7,1

<5 mEq/L

4.Epidemiologi
Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada anak
umur sekolah adalah pada anak umur sekolah adalah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun,
frekuensinya sangat berkorelasi dengan meningkatnya usia. Pada negro Amerika
kejadian diabetes mellitus tergantung-insulin telah dilaporkan hanya 20-30% dari
diabetes terngantung-insulin yang ditemukan pada kulit putih Amerika, meskipun
kejadian ini dapat sampai dua pertiga. Laki-laki dan wanita hamper secara sama
terkena; tidak ada korelasi yang nyata terhadap status sosioekonomi. Puncaknya
terjadi pada dua kelompok usia; pada usia 5-7 tahun dan pada masa pubertas. Puncak
pertama sesuai dengan waktu meningkatnya pemajanan terhadap agen infeksi yang
terjadi bersamaan dengan tahun ajaran sekolah ; sedangkan yang kedua sesuai dengan
pertumbuhan cepat pubertas yang diinduksi oleh steroid gonad dan sekresi hormone
pertumbuhan pubertas yang meningkat, yang mengantagonis kerja insulin, dan karena
stress emosi yang menyertai pubertas.

Angka kejadian KAD saat awitan DM adalah sebesar 15-67% di Eropa dan
Amerika Utara dan lebih tinggi lagi di negara sedang berkembang. KAD saat awitan
DM tipe 1 lebih sering ditemuka pada anak yang lebih muda (usia < 4 tahun), anak
tanpa riwayat keluarga DM dan anak dari tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah.
Insidens KAD pada anak yang sudah terdiagnosis DM tipe 1 sebesar 1-10% per
pasien setiap tahunnya. 1,5

5.Etiologi
Kegagalan fungsional sel beta pancreas dapat disebabkan baik oleh factor
genetic maupun factor lingkungan.
a) HLA-DR3 dan DR4 terbukti berkaitan dengan meningkatnya angka kejadian
diabetes mellitus, dan terdapat pada 95 persen kasus diabetes tipe 1 atau
insulin dependent diabetes mellitus. Sistem HLA terdapat pada kromosom 6
dan berhubungan dengan determinan fungsi imunologis.
b) Diketahui juga pada anak yang mempunyai Gen DQ 1 gen. Diketahui tidak
adanya homozigot asam aspartat pada posisi 57 rantai HLA DQ
(nonAsp/nonAsp)

menyebabkan

sekitar

100

kali

resiko

relative

berkembangannya DM tipe I.
Bisa akibat dari factor lingkungan:
a) Virus
b) Bahan kimia
Berkembangnya DM menjadi timbul penyulitnya yaitu KAD (Ketoasidosis
Diabetikum) bisa terjadi karena:
a) Dihentikannya pemakaian insulin dalam jangka waktu yang lama pada
penderita lama.
b) Terlambat didiagnosanya penderita DM yang baru
c) Stress

d) Muntah1,3,4
6.Patofisiologi
Diabetes Mellitus tipe 1
Kerusakan sel beta pankreas akibat proses autoimun menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin. Insulin sangat penting untuk proses karbohidrat, lemak, dan protein.
Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan memungkinkan glukosa untuk
memasuki sel-sel otot dan dengan merangsang konversi glukosa menjadi glikogen
(glycogenesis) sebagai toko karbohidrat. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa
yang disimpan dari glikogen hati (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan
lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Hal ini juga merangsang
penyimpanan lemak. Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein dan lemak
untuk produksi glukosa (glukoneogenesis) di kedua hati dan ginjal. 1,2,3,4,7
Hiperglikemia (yakni, kadar glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL atau 11
mmol / L) hasil ketika kekurangan insulin mengarah ke tanpa hambatan
glukoneogenesis dan mencegah penggunaan dan penyimpanan glukosa beredar.
Ginjal tidak dapat menyerap kembali kelebihan beban glukosa, menyebabkan
glycosuria, diuresis osmotik, haus, dan dehidrasi . 1,2,3,4,7
Ketoasidosis diabetikum
Manifestasi yang berkembang ini terutama dehidrasi, merupakan stress
fisiologis,

mengakibatkan

hipersekresi

epinefrin,

glukagon,

kortisol

yang

menyebabkan kekacauan metabolic. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan


nilai plasma hormone kontra-regulator yang juga menyebabkan lipolisis yang
dipercepat dan sintesis lipid yang terganggu meningkatkan kadar lipid total,
kolesterol, trigliserid, dan asam lemak bebas plasma. Peningkatan lemak dan
pemecahan

protein

menyebabkan

kehilangan

produksi

keton(terutama

hidroksibutirat dan asetoasetat) dan berat. Akumulasi asam keton menyebabkan


terjadinya asidosis metabolic dan pernapasan cepat dalam (pernapasan Kussmaul)
sebagai kompensatoir. Aseton, yang dibentuk oleh konversi asetoasetat non enzimatis.
Kemudian keton diekskresikan dalam urin yang membuat meningkatkan lebih lanjut
kehilangan air. Pada dehidrasi yang progresif, asidosis, hiperosmolalitas dan

penurunan penggunaan oksigen otak, kesadaran kemudia akan menjadi terganggu dan
akhirnya koma. Tanpa insulin, seorang anak dengan diabetes mellitus tipe 1 semakin
parah dan akhirnya meninggal karena diabetes ketoasidosis (DKA) . 1,2,3,4,7

Gambar 1. Skema patofisologi DM tipe 17

7. Manifestasi Klinis
Gejala pada penderita diabetes klinis biasanya Nampak kelihatan pada waktu
cadangan sekresi insulin 20% atau kurang dari normal.
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis.
Fase ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut
penyakit ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap
insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan
insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak
disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan
hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu
observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau
keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua
bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini
terjadi kekurangan insulin endogen.

Gejala ketoasidosis
Gejala-gejala ini meliputi gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, polifagi serta
penurunan berat badan.
a) Dehidrasi berat
b) Lemas
c) Pandangan kabur
d) Bau keton
e) Asidosis pernafasan (yaitu, Kussmaul respirasi), yang menyamar sebagai
gangguan pernapasan
f) Sakit perut
g) Muntah
h) Mengantuk dan koma1,2,3,4,5,7,8

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa,

elektrolit dan pemakaian insulin.

2. Fase subakut/ transisi


Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit

dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada

penyandang

DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya

secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

10

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu
diusahakan supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah
mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk
mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya
Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan
sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh sebagian besar penyandang DM
maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes.
Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :
1. Pemberian insulin
2. Penatalaksanaan dietetik
3. Latihan jasmani

11

4. Edukasi
5. Home monitoring (pemantauan mandiri )
Insulin
Terdapat berbagai jenis insulin, dilihat dari kerjanya insulin ini bisa dibagi
menjadi kerja pendek, menengah dan panjang. Insulin kerja panjang jarang digunakan
pada DM tipe 1.
Dosis insulin yang diberikan pada anak bervariasi dari satu anak kepada anak
yang lainnya, sedangkan dosis yang dibutuhkan rata-rata berkisar antara 0,7 1,0
U/kgBB/hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada waktu remisi dan kemudian
meningkat pada saat pubertas.
Insulin diberikan secara subkutan 15-20 menit sebelum makan pagi, siang atau
sebelum makan malam. Pemberian injeksi insulin ini dilakukan sebanyak 2 atau 3
injeksi perhari. Kadang-kadang dengan pemberian 1 kali injeksi perhari dengan
kombinasi pengaturan diet..
Pada saat permulaan pengobatan insulin diberikan sebanyak 3-4 kali injeksi
perhari berupa insulin kerja pendek, oleh karena disini kita masih dalam taraf
penyesuaian dan pencarian dosis optimal. Kemudian bila dosis optimal dapat
diperoleh baru kita usahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali
dengan menggunakan insulin kerja menengah, atau kombinasi insulin kerja pendek
dengan menengah., atau kombinasi insulin kerja pendek dengan menengah. Suntikan
insulin dapat dilakukan di paha, lengan atas, atau sekitar umbilicus secara bergantian.
Dietetik
Jumlah kalori = [1000+ (usia dalam tahun x 100)] kilo kalori, dengan
komposisi 55-60% karbohidrat, 15-20% protein, dan 25-30% lemak. Porsi makan
diatur 3x/hari, yaitu 20% makan pagi, 20% makan siang, dan 30% makan malam.
Diantara makan dan sebelum tidur diberikan makanan ringan/snack masing-masing
10%.
Latihan Jasmani
Dapat menurunkan kadar glukosa darah yang berlangsung sampai beberapa waktu
pasca olahraga. Latihan jasmani membantu kerja metabolisme tubuh sehingga dapat

12

mengurangi kebutuhan insulin.

Sensitivitas insulin terhadap jaringan menjadi

meningkat
Edukasi
Harus dilakukan secara kontinyu, yaitu menyangkut masalah penyakit DM
secara umum, pemberian insulin, pengaturan makanan, pentingnya olah raga,
pemantauan glukosa darah/urin di rumah , pengenalan gejala hiperglikemia, serta
tindakan darurat untuk mengatasinya.
Home Monitoring
Dengan adanya control metabolisme yang baik akan mengurangi terjadinya
komplikasi. Tujuan utama pengobatan penyandang DM adalah agar sedapat mungkin
mencapai tingkat metabolisme mendekati normal.
Ada beberapa criteria untuk menyatakan kendali yang baik, yaitu:
1. Tidak terdapat atau minimal glukosuria
2. Tidak terdapat ketonuria
3. Tidak ada ketoasidosis
4. Jarang sekali terjadi hipoglikemia
5. Glukosa pp normal
6. A1C normal
7. Sosialisasi baik
8. Pertumbuhan dan perkembangan anak normal
9. Tidak terdapat komplikasi

Terapi KAD
Perawatan sebaiknya diruang intensif (pada KAD berat, balita sering disertai
gangguan konduksi jantung)
a. Resusitasi cairan
Syok larutan NaCl 0,9% 10-20 mL/kgbb dalam 1 jam pertama.
Bila masih syok diulang 1 jam atau plasma ekspander (albumin/hemasel) 10
mL/kgbb selama 30 menit.

13

b. Rehidrasi
Pemberian cairan harus tepat dalam hal osmolaritas dan jumlah cairan, serta
kecepatan pemberiannya. Sebaiknya diberikan cairan isotonis secara hati-hati dengan
tujuan dapat mengoreksi deficit cairan/ elektrolit dalam waktu 36-48 jam. Makin berat
kekacauan metabolic dan makin tinggi osmolaritas darah (> 320 mOsm/kgbb) ->
makin lambat rehidrasinya.
Tentukan kebutuhan cairan, yaitu besarnya deficit, cairan rumatan, concomitant loss,
maupun keseimbangan elektrolit
Kebutuhan cairan rumatan
2-6 th : 100 ml/kgBB/hr
7-10 th: 80 mL/kgBB/hr
>10 th: 60 mL/kgBB/hr
Cara rehidrasi cairan:
50% deficit diberikan dalam 12 jam pertama
50% sisanya + cairan rumatan + concomitant loss diberikan 24-36 jam berikutnya.
Bila penderita syok, rehidrasi cairan dilakukan setelah syok teratasi.
c. Insulin
Untuk menghentikan katabolisme abnormal dan mengembalikan ke metabolisme
normal secara bertahap dan terkontrol dipergunakan RI(Regular Insulin).
Persiapan infus insulin:
50 U+ 500 mL NaCl 0,9% -> 10 mL larutan mengandung 1 U insulin atau
20 U+ 100 mL NaCl 0,9% -> 5 mL larutan mengandung 1 U insulin
Infus insulin dimulai 0,05- 0,1 U/kgBB/jam dengan tujuan untuk menurunkan glukosa
darah 100 mg/dL/jam. Bila kadar glukosa darah sudah mencapai 250 mg/dL tapi
asidosis belum teratasi -> infuse dikurangi setengahnya, kemudian ditambahkan
larutan dekstrosa 5% ke dalam NaCl 0,45%. Selanjutnya kecepatan infuse insulin
diatur agar mampu mempertahankan kadar glukosa darah antara 90-180 mg/dL.

14

Bila anak sudah bisa makan, glukosa darah < 250 mg/dL, pH lebih atau sama dengan
7,3 dan bikarbonat plasma > 15 mEq/L, insulin IV diganti dengan cara SK jam
sebelum makan, dimulai dengan dosis 0,25 U/kgBB setiap 6 jam.
Koreksi elektrolit
Natrium
Kadar Na yang sebenarnya pada saat diagnosis KAD tergantung dari kadar gula dan
lipid darah. Hiperglikemia dan hiperlipidemia yang terjadi pada KAD, akan menekan
kadar Na darah sehingga secara laboratories akan terlihat hiponatremia. Pada situasi
tersebut harus dilakukan koreksi agar dapat diketahui kadar Na yang sesungguhnya,
yaitu dengan menggunakan rumus : (Na darah dalam mEq/L)
[Na+ ] sesungguhnya = {[Na+] di dapat + 2,75 (gula darah -100)/100}
Kalium
Meskipun K plasma normal/sedikit meningkat, sesungguhnya total K tubuh menurun
akibat diuresis osmotic, asidosis metabolic, glikogenolisis meningkat, dan muntah.
Kalium mulai diberikan setelah pemberian insulin dimulai (setelah 1 jam rehidrasi).
Pada dehidrasi pemberian KCl 20-40 mEq/L dan bisa dinaikkan bila K< 3,5 mEq/L.
Kecepatan pemberian tidak boleh melebihi 40 mEq/jam atau 0,3 mEq/kg/jam.
Bikarbonat
Untuk mengatasi asidosis(hanya pada asidosis berat), bila pH<7,1 dan atau bikarbonat
< 10 mEq/L, diberikan Na bikarbonat dengan tujuan untuk mencapai bikarbonat 15
mEq/L. Pemberian bikarbonat pada keadaaan asidosis yang tidak berat masih
controversial dimana ada penelitian pemberian bikarbonat tidak bermanfaat secara
klinis dalam terapi KAD.
Cara menghitung pemberian bikarbonat
= 0,3 (15-bikarbonat yang didapat) x bb. 1,2,3,4,5,7,8

15

9.Pencegahan KAD
Sebelum diagnosis DM
Diagnosis lebih dini pada anak yang berisiko tinggi menderita DM tipe 1
dengan skrining genetic dan imunologis dapat mengurangi kejadian KAD pada
penderita DM baru. Meningkatnya kewaspadaan keluarga dengan adanya anggota
keluarga yang menderita DM tipe 1 juga mengurangi resiko timbulnya KAD.
Memberikan penerangan dan pendidikan kepada masyarakat lua mengenai gejala dan
tanda DM memungkinkan dilakukan diagnosis dini DM pada anak usia < 5 tahun
untuk mencegah salah diagnosis.
Setelah diagnosis DM
Pada semua pasien DM perlu diberikan pendidikan dan penanganan secara
komprehensif dan sebaiknya tersedia akses 24 jam terhadap Puast Diabetes. Pasien
dan keluarga harus diajarkan untuk memeriksa keton darah, pemberian insulin,
mengukur suhu tubuh , frekuensi nadi dan frekuensi napas bila kadar gula darah lebih
dari 300 mg/dL. 5
10.Komplikasi
Komplikasi KAD meliputi hipoglikemia, hipokalemia, hiperglikemia sekunder
akibat penghentian insulin intravena sebelum diberikan insulin subkutan. Komplikasi
lain adalah edema serebri. Edema serebri merupakan komplikasi yang jarang tetapi
dapat berakibat fatal. Patofisiologi edema serebri sangat kompleks. Beberapa teori
yang mendasari terjadinya edema serebri. Faktor risiko terjadinya edema serebri
meliputi meningkatnya konsentrasi natrium serum selama terapi KAD, asidosis berat,
pCO2 yang rendah dan meningkatnya serum urea nitrogen.5
11.Prognosis
Diabetes mellitus merupakan penyakit seumur hidup(kronik). Dengan control
gula darah yang baik, anak dapat tumbuh dan berkembang seperti anak normal.
Managemen terhadap DM yang baik akan mengurangi kemungkinan timbulnya
penyulit karena penyulit DM yang akan memperburuk keadaan dari siapa pun yang
menderita DM. 1,2,3,4,5,7,8

16

Kesimpulan
Berkurangnya insulin atau defisiensi insulin benar-benar membawa dampak
yang tidak baik bagi semua penderitanya terutama pada anak-anak. Diawali dengan
gejala-gejala klasiknya, yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia yang membuat
penderita kerap sekali terlihat terjadi penurunan berat badan sering terjadi hamper
pada semua penderita Diabetes Mellitus. Dan juga seringkali terjadi keterlambatan
dalam diagnosis sehingga DM tipe 1 yang diderita oleh seorang anak sudah
berkembang menjadi salah satu komplikasinya yaitu Ketoasidosis Diabetik yang
membutuhkan tatalaksana yang kompleks. Untuk itu, harus dikenali gejala-gejala
awal dari penyakit ini dan cara diagnosisnya.

Daftar Pustaka
1. Kliegman RM, Behrman RE, Arvin, et all. Diabetes mellitus. Ilmu kesehatan
anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000; h. 2005-2028

17

2. Wahab AS, Pendit BU, Sugiarto, et all. Ketoasidosis diabetes. Buku ajar
pediatric Rudolph. Edisi 20. Volume 3 Jakarta: EGC; 2006; h. 1987-2003.
3. Garna H, Nataprawira HMD. Diabetes mellitus. Pedoman diagnosis dan terapi
ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK
Universitas Padjajaran; 2005. h. 549-533.
4. Garna H, Nataprawira HMD. Ketoasidosis diabetikum. Pedoman diagnosis
dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan
anak FK Universitas Padjajaran; 2005. h. 555-561.
5. Batubara JRL, Soesanti F. Ketoasidosis diabetic pada anak. International
symposium pediatric challenge. Medan: Ikatann Dokter Anak Indonesia;2006.
h. 121-129.
6. Miall L, Rudolf M, Levene M. Diabetes. Pediatrics at a glance. 2 nd edition.
Massachusetts(USA): Blackweel Publishing; 2007. P. 126-127.
7. LambWH. Diabetes mellitus type 1. 17 September 2010. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/919999-overview . 1

Desember 2010.
8. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
9. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostic. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai