PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit tidak menular yang membahayakan dan dapat
menyebabkan kematian. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak karena terjadinya gangguan peredaran darah dan bisa terjadi pada siapa
saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit mematikan setelah penyakit
jantung dan kanker. Stroke dapat disebabkan oleh banyak factor pencetus dan
sering berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit
vaskuler termasuk penyakit jantung, hipertensi, obesitas, kolesterol, merokok,
stress, gaya hidup, dan diabetes.
Diabetes Militus merupakan salah satu factor penyebab yang dapat
menimbulkan terjadinya stroke. Diabetes militus menyebabkan gangguan pada
kolesterol LDL yang menyebabkan penumpukan kolesterol LDL di dinding
pembuluh darah. Kolestrol HDL pada diabetes militus terganggu produksinya hal
ini mengakibatkaan atherosclerosis. Atherosklerosis menyebabkan gangguan
aliran darah yang menuju ke otot jantung dan otak. Gangguan aliran darah menuju
ke otak menyebabkan jaringan otak kekurangan oksigen yang berakibat otak
mengalami kerusakan sehingga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
Menurut World Health Organization (WHO) mencatat 15 juta orang di
dunia menderita stroke tiap tahunnya, dimana 5 juta diantaranya meninggal dan 5
juta yang lain mengalami kecacatan akibat stroke. Menurut National Stroke
Foundation tahun 2010 di Australia kurang lebih 60.000 kejadian stroke baru atau
kekambuhan stroke terjadi tiap tahunnya. Stroke juga sebagai penyebab kematian
terbesar ketiga di Amerika Serikat dengan angka kematian mencapai 143,579 ribu
orang tiap tahunnya (UI, 2010 Indonesia Economic Outlook). Pada masyarakat
barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke
hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto, 2009).
Indonesia menurut data dari hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 angka
kejadian stroke 8.3% per 1000 penduduk. Hasil Riset Kesehatan Dasar yang
diselenggarakan
oleh
Dapartemen
Kesehatan
Republik
Indonesia
2008
Barat II, 19,1% Puskesmas Denpasar Timur I dalam data kasus baru puskesmas
kota Denpasar bulan Januari-September 2012.
Penderita diabetes sering mengalami stres baik fisik maupun psikis, oleh
karena itu seorang diabetesi (orang dengan diabetes) harus selalu berupaya
meredamnya (Darmono, 2011). Stres diartikan sebagai suatu kondisi dimana
kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat sehingga menimbulkan adanya
ketidakseimbangan. Selanjutnya perjalanan stres tersebut menyebabkan hormonhormon yang mengarah pada peningkatan kadar glukosa darah seperti epineprin,
kortisol, dan ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) meningkat (Potter & Perry,
2005). Respon tubuh pasien DM Tipe 2 tidak dapat segera beradaptasi dengan
kondisi tersebut, sel beta pankreas dalam kondisi lelah dan tidak menghasilkan
insulin yang cukup dibutuhkan oleh sel (Guyton & Hall, 2008).
Penatalaksanaan DM menjadi sangat bermanfaat bagi peningkatan kualitas
hidup diabetesi, mengingat angka prevalensi terjadinya DM terus meningkat
setiap tahunnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan non
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah: Adakah pengaruh PMR terhadap
kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh PMR terhadap kadar glukosa
Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat praktis
a.
Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat tentang
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari
penelitian ini adalah:
1.
2.
Tri Murti dkk, 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan Tekanan
Darah Pada Pasien Hipertensi Esensial Sebelum Dan Sesudah Pemberian
Relaksasi Otot Progresif Di RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian ini
menggunakan desain pra eksperimental menggunakan one group pre post test
design. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi esensial yang
dirawat di RSUD Tugurejo Semarang dari bulan Januari-Juni 2011 yang
tersebar di ruang rawat inap RSUD Tugurejo Semarang dengan rata-rata per
bulan 105 orang. Hasil uji paired sample t test pengaruh pemberian relaksasi
otot progresif terhadap perbedaan tekanan darah menunjukkan hasil nilai p
value =0,000 (p < 0,05) maka dapat diartikan bahwa H0 ditolak, artinya ada
perbedaan yang signifikan pemberian relaksasi otot progresif terhadap
tekanan darah pada pasien hipertensi esensial.