ntb11 2006
ntb11 2006
NOMOR 11
TAHUN 2006
Mengingat
1. Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1649);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);
TATA
RUANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1.
Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.
Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Kawasan Pesisir dan Laut adalah kawasan pertemuan antara daratan dan
lautan ke arah laut sampai dengan 12 mil laut dan ke arah darat sampai
pada daerah yang terpengaruh atau mempengaruhi lingkungan laut.
22. Satuan Wilayah Pengembangan selanjutnya disingkat SWP, adalah
wilayah yang secara geografis berada dalam satu pelayanan pusat
sekunder.
23. Wilayah Sungai selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan wilayah
pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km2.
24. Sempadan Pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi
pengamanan dan pelestarian pantai.
25. Sempadan Sungai adalah daerah sepanjang aliran sungai (pada kedua sisi
sungai) yang diperuntukkan bagi pengamanan dan kelestarian lingkungan
sekitar aliran sungai.
Bagian Kedua
Asas
Pasal 2
RTRW didasarkan atas asas:
a. Manfaat;
b. seimbang dan serasi;
c. lestari dan berkelanjutan;
d. keterpaduan;
e. transparan;
f. partisipatif;
g. pertanggungjawaban;
h. persamaan dan perlindungan hukum.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 3
RTRW bertujuan untuk mewujudkan :
a. keterpaduan pembangunan antar kawasan, antar Kabupaten dan antar Kota;
b. kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup;
c. keseimbangan perkembangan antar wilayah;
d. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bagian Keempat
Fungsi
Pasal 4
RTRW berfungsi sebagai:
a. matra ruang bagi pembangunan daerah;
b. dasar kebijakan pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi;
c. sarana untuk mewujudkan keseimbangan pengembangan antar wilayah
Provinsi dan antar kawasan, antar Kabupaten dan antar Kota serta keserasian
antar sektor;
d. arahan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat dan swasta;
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak
Pasal 6
Setiap orang berhak untuk :
a. menikmati manfaat ruang dan pertambahan nilai ruang;
b. mengetahui rencana tata ruang;
c. berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 7
Setiap orang berkewajiban :
a. mentaati Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
BAB III
MATERI DAN JANGKA WAKTU RENCANA
Bagian Pertama
Materi
Pasal 8
Materi RTRW mencakup :
a. struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang;
b. strategi dan arahan pemanfaatan ruang;
Bagian Kedua
Jangka Waktu Rencana
Pasal 9
(1)
(2)
RTRW sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditinjau kembali setiap
lima tahun sekali.
BAB IV
STRUKTUR RUANG DAN POLA PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Struktur Ruang
Pasal 10
(1)
(2)
Pasal 11
(1)
(2)
Setiap SWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan hirarki Kota
berdasarkan kedudukan, peranan dan fungsi Kota diatur dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 12
Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) huruf b
meliputi:
a. Pusat Kegiatan Nasional di Kota Mataram;
b. Pusat Kegiatan Wilayah di Kota Gerung, Praya, Selong, Sumbawa Besar,
Taliwang, Dompu, Woha dan Raba;
c. Pusat Kegiatan Lokal di Kota Lembar, Narmada, Tanjung, Kopang,
Sengkol, Mujur, Keruak, Aikmel, Masbagik, Alas, Seteluk, Jereweh,
Lenangguar, Empang, Kempo, Seriutu, dan Sape.
Pasal 13
(1) Sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) huruf c
mencakup transportasi, ketenagalistrikan, telekomunikasi, dan sumberdaya
air;
(2) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. sistem jaringan jalan menurut peran dan fungsinya terdiri dari jalan arteri
dan jalan kolektor;
b. sistem simpul jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan,
terdiri dari :
1. Simpul jaringan penyeberangan lintas antar provinsi: Lembar Padangbai, Sape Labuhan Bajo; Kolo-Takalar
2. Simpul jaringan penyeberangan lintas antar kabupaten: Labuhan
LombokLabuhan Poto Tano Badas KempoCalabai ; TelongelongBenete Labuhan Lalar.
c. sistem simpul jaringan jalan, terdiri dari :
1. Terminal Penumpang Kelas A di : Kota Mataram dan Kota Bima;
2. Terminal Penumpang Kelas B di : Gerung, Tanjung, Praya, Selong,
Taliwang, Sumbawa Besar, Dompu, dan Woha.
d. Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
1. Pelabuhan Nasional di Lembar, Bima, Telong-elong dan Benete;
2. Pelabuhan Regional di Lembar, Labuhan Lombok, Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) di Teluk Awang, Telong-elong, Poto
Tano, Alas, Labuhan Lalar, Benete, Badas, Moyo, Medang,
Labangka, Waworada, Calabai, Doromata, Cempi, Kempo, Bima dan
Sape.
e. Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
1. Bandar Udara pusat penyebaran skala pelayanan primer dengan
prioritas tinggi di Penujak Lombok Tengah;
2. Bandar Udara pusat penyebaran skala pelayanan sekunder dengan
prioritas sedang di Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharudin
Sumbawa; Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin Bima;
3. Bandar Udara pusat penyebaran skala pelayanan tersier dengan
prioritas rendah di Bandar Udara Perintis Sekongkang Sumbawa
Barat.
10
(2)
Paragraf 2
Pemanfaatan Kawasan Budidaya
Pasal 15
(1)
(2)
Paragraf 3
Pola Pemanfaatan Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil
(1)
(2)
Pasal 16
Pemanfaatan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil mencakup :
a. pengembangan kawasan pesisir dan laut;
b. pengembangan pulau-pulau kecil;
c. pengembangan kelautan dan perikanan.
Wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan secara indikatif pada Lampiran IV.
11
BAB V
STRATEGI, ARAHAN STRUKTUR DAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Strategi Pengembangan Wilayah
Pasal 17
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
12
(6)
a.
Pasal 19
Peningkatan peran wilayah diarahkan dengan mengembangkan pusat-pusat
kegiatan sebagimana dimaksud pada Pasal 12, dilakukan melalui
peningkatan penyediaan sarana prasarana perkotaan.
Paragraf 3
Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Pasal 20
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
13
(3)
(1)
(2)
(3)
Pasal 24
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
14
Pasal 26
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan dengan :
a. upaya pencegahan melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun
melalui penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai;
b. penanggulangan, melalui mitigasi bencana alam;
c. pemulihan melalui pemulihan fungsi lingkungan hidup dan sistem
prasarana sumberdaya air.
(6)
(1)
15
(3)
(4)
Paragraf 5
Pengelolaan Kawasan Perbatasan
Pasal 29
(1)
16
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
17
(9)
(10) Kawasan perbatasan antara Kabupaten Bima dan Kota Bima sebagaimana
dimaksud pada Pasal 29 ayat (1) huruf j diarahkan sebagai kawasan
lindung dan budidaya dengan dominasi persawahan, tegalan, hutan, dan
permukiman;
(11) Kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), (4), (5),
(6), (7), (8), (9), dan (10) adalah minimal 500 meter sejajar dari garis batas
masing-masing Kabupaten dan Kota;
(12) Kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) digambarkan
secara indikatif pada Lampiran V.
Paragraf 6
Pengembangan Kawasan Mataram Metro
Pasal 31
(1)
(2)
(3)
(4)
Bagian Ketiga
Arahan Pemanfaatan Ruang
Paragraf 1
Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 32
(1)
18
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
Nama-nama sungai pada setiap SWS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(3)
19
Pasal 34
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
20
(5)
Kawasan rawan angin topan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terletak di Kecamatan Gerung, Sekotong Tengah, Bayan, Keruak,
Jerowaru, Sambelia, Unter Iwes, Empang, Brang Rea, Dompu, Woja,
Woha, Monta dan Wera.
(6)
(7)
(8)
Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
terletak di Sekotong, Pringgarata, Batukliang Utara, Sambelia,
Pringgabaya, daerah pegunungan di Dompu dan Bima;
(9)
Kawasan rawan bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h meliputi kawasan selatan Pulau Lombok, kawasan selatan Pulau
Sumbawa dan kawasan utara Pulau Sumbawa;
(10) Kawasan rawan abrasi pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
tersebar pada wilayah pesisir di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
(11) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat
(3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10)
pemanfaatannya diatur dengan Peraturan Gubernur.
Paragraf 2
Pemanfaatan Kawasan Budidaya
Pasal 36
(1)
(2)
(3)
21
(4)
Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dikembangkan di Kecamatan : Tanjung, Praya Barat, Sambelia,
Taliwang, Seteluk, Lunyuk, Sumbawa, Moyohulu, Ropang, Empang,
Plampang, Dompu, Kilo, Kempo, Huu, Belo, Bolo, Woha, Sape, dan
Wera;
(5)
(6)
(1)
(2)
(3)
(4)
Kawasan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, diprioritaskan pengembangannya untuk peningkatan ketahanan pangan;
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
22
(2)
(3)
(4)
Pengelolaan pertambangan dan energi non migas kecuali bahan radio aktif
dilakukan pada wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil.
(5)
(6)
(1)
(2)
(1)
(2)
23
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
24
Pasal 42
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
25
Pasal 44
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
Pasal 46
(1)
(2)
(3)
26
(4)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
27
Pasal 51
(1)
(2)
(3)
BAB VII
KETENTUAN SANKSI
Pasal 52
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
28
Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara dalam setiap tindakan
tentang :
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan dan penggeledahan rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan di tempat kejadian.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 54
Kegiatan Budidaya yang sudah ada di Kawasan Lindung dan dinilai
mengganggu fungsi lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsi lindung
sampai habis masa berlakunya ijin pemanfaatan kawasan budidaya.
Pasal 55
Ketentuan mengenai perencanaan dan pemanfaatan ruang udara akan diatur lebih
lanjut sesuai dengan perkembangan Program Pembangunan Wilayah, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
(1)
(2)
(1)
(2)
29
Pasal 58
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat Nomor 11 Tahun 1993 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat (Lembaran
Daerah Tahun 1995 Nomor 2 ) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
Ditetapkan di Mataram
pada tanggal 17 Juni 2006
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT
H. LALU SERINATA
Diundangkan di Mataram
Pada tanggal 21 September 2006
30
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
NOMOR
11 TAHUN 2006
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
I.
UMUM
1. Ruang Wilayah Nusa Tenggara Barat sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal agar dapat menjadi wadah
bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan demi
kelangsungan hidup yang berkualitas.
Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang memberikan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian dan
keseimbangan, baik dalam hubungannya dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia
dengan manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya maupun hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusional mewajibkan agar sumberdaya alam dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang.
2. Ruang sebagai sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, karena ruang pada
dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya untuk
hidup dan melakukan kegiatannya; akan tetapi jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya,
haruslah mengenal batas dan sistemnya. Dalam kaitan tersebut, ruang wilayah Nusa
Tenggara Barat meliputi tiga matra, yakni ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
Ruang wilayah Nusa Tenggara Barat sebagai unsur lingkungan hidup, terdiri dari berbagai
ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub sistem yang meliputi aspek alamiah (fisik),
ekonomi, sosial budaya dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan
lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang didasarkan pada corak dan daya
dukungnya akan meningkatkan keselarasan, keseimbangan sub sistem, yang berarti juga
meningkatkan daya tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu akan berpengaruh
kepada kepada sub-sistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang
secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu
sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia. Karakteristik ruang
menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia, sebaliknya kegiatan manusia dapat
merubah, membentuk dan mewujudkan ruang dengan segala unsurnya. Kecepatan
perkembangan manusia seringkali tidak segera tertampung dalam wujud pemanfaatan
ruang, hal ini disebabkan karena hubungan fungsional antar ruang tidak segera terwujud
secepat perkembangan manusia. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah yang disusun,
haruslah dapat menampung segala kemungkian perkembangan selama kurun waktu tertentu.
3. Ruang wilayah Nusa Tenggara Barat, terbagi habis menjadi wilayah Kabupaten dan Kota
yang merupakan satu kesatuan ruang wilayah yang terdiri dari satuan-satuan ruang yang
disebut dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan terdapat macam dan budaya manusia
yang berbeda, sehingga diantara berbagai kawasan tersebut seringkali terjadi tingkat
pemanfaatan dan perkembangan yang berbeda-beda. Perbedaan ini apabila tidak ditata,
dapat mendorong terjadinya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah. Oleh karena
itu, rencana tata ruang wilayah, secara teknis harus mempertimbangkan : (i) keseimbangan
31
antara kemampuan ruang dan kegiatan manusia dalam memanfaatkan serta meningkatkan
kemampuan ruang ; (ii) keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam pemanfaatan antar
kawasan dalam rangka meningkatkan kapasitas produktivitas masyarakat dalam arti luas.
4. Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik tempat untuk
memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan pertanian maupun lokasi kegiatan
ekonomi lainnya, seperti industri, pariwisata, pemukiman dan administrasi pemerintahan,
potensial meningkatkan terjadinya kasus-kasus konflik pemanfaatan ruang dan pengaruh
buruk dari suatu kegiatan terhadap kegiatan lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut,
diperlukan perencanaan tata ruang yang baik dan akurat, agar perkembangan tuntutan
berbagai kegiatan pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terdapat di dalamnya dapat
berfungsi secara optimal, terkendali, selaras dengan arah pembangunan Daerah Nusa
Tenggara Barat.
5. Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak pemerintahan atau sikap
tindak administrasi negara, dalam proses penyusunan sampai pada penetapannya perlu
melibatkan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang
menjadi penting dalam kerangka menjadikan sebuah tata ruang sebagai hal yang responsif
(responsive planning), artinya sebuah perencanaan yang tanggap terhadap preferensi serta
kebutuhan dari masyarakat yang potensial terkena dampak apabila perencanaan tersebut
diimplementasikan. Tegasnya, dalam konteks perencanaan tata ruang, sebenarnya ada dua
hal yang harus diperhatikan. Pertama, kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi,
Kedua, hak masyarakat untuk di dengar (the right to be heard). Dalam praktek, pada
dasarnya dua aspek ini saling berkaitan karena penerapannya menunjukkan adanya jalur
komunikasi dua arah. Dengan kewajiban pemerintah untuk memberi informasi yang
menyangkut rencana kegiatan/ perbuatan administrasi, dan adanya hak bagi yang terkena
(langsung maupun tidak langsung) oleh kegiatan/perbuatan pemerintah, mengandung makna
bahwa mekanisme itu telah melibatkan masyarakat dalam prosedur administrasi negara, di
pihak lain dapat menunjang pemerintahan yang baik dan efektif, karena dengan mekanisme
seperti itu pemerintah dapat memperoleh informasi yang layak sebelum mengambil
keputusan. Mekanisme seperti itu dapat menumbuhkan suasana saling percaya antara
pemerintah dan rakyat sehingga dapat mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta
memungkinkan terjadinya penyelesaian melalui jalur musyawarah.
6. Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu diberi status dan bentuk hukum
agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Hanya rencana yang memenuhi syarat-syarat hukumlah yang dapat melindungi hak warga
masyarakat dan memberi kepastian hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur
pemerintah termasuk didalamnya administrasi negara yang bertugas melaksanakan dan
mempertahankan rencana, yang sejak perencanaannya sampai penetapannya memenuhi
ketentuan hukum yang berlaku. Apabila suatu rencana telah diberi bentuk dan status hukum,
maka rencana itu terdiri dari atas susunan peraturan-peraturan yang pragmatis, artinya
segala tindakan yang didasarkan kepada rencana itu akan mempunyai akibat hukum.
7. Berdasarkan kajian di atas, maka kegiatan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Barat, perlu dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah,
agar dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program pembangunan di daerah
serta mendorong percepatan perkembangan masyarakat secara tertib, teratur dan berencana.
Peraturan Daerah sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem
perundang-undangan secara nasional, oleh karena itu peraturan daerah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau bertentangan
dengan kepentingan umum. Kepentingan umum yang harus diperhatikan bukan saja
kepentingan rakyat banyak Daerah yang bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain
dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan peraturan
32
perundang-undangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat batas kompetensi formal atau
kepentingan Daerah yang bersangkutan, tetapi harus dilihat pula kemungkinan dampaknya
terhadap daerah lain atau kepentingan nasional secara keseluruhan.
II.
33
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengembangan jalan tol diarahkan untuk menghubungkan kawasan Bandar
Udara Internasional di Penujak Lombok Tengah dengan ibukota Provinsi dan
pusat-pusat pertumbuhan strategis lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
a. Lintas utama, dengan karakteristik: pelayanan jarak jauh atau sedang, serta
menghubungkan antar pusat kegiatan yang berfungsi sebagai pengumpul,
yang ditetapkan untuk melayani lintas utama. Lintas utama meliputi jalur
Lembar Gerung Rumak Dasan Cermen Mataram Cakranegara
Narmada Mantang Kopang Masbagik Rempung Aikmel
Pringgabaya Labuhan Lombok Labuhan Tano Simpang Negara
Sumbawa Besar Lape Plampang Empang Dompu Bima Sape.
Lintas utama tersebut dilengkapi dengan Pelabuhan penyeberangan Lembar-
34
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Relokasi Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharudin Sumbawa
diarahkan ke Tanjung Menangis dan/atau kawasan lainnya.
35
Ayat (3)
Penerbangan regional, nasional dan internasional diarahkan sebagai berikut:
- Bandar Udara Internasional Selaparang di Penujak Lombok Tengah
melayani penerbangan internal, regional, nasional dan internasional;
- Bandar udara Sultan Muhammad Kaharuddin Sumbawa Besar dan Bandar
Udara Muhammad Salahuddin Bima melayani jalur penerbangan internal
dan regional;
- Bandar Udara Perintis Sekongkang, melayani jalur penerbangan internal di
Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
- Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) diarahkan di Pantai
Endok Lombok Barat, Sumabawa dan Bima.
- Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) diarahkan di Gili
Gede Kuta, Gelanggang/Selayar, Sambelia, Tembere, Sajang, Doropeti, Bajo
Pulau, Soriutu, dan Pai.
- Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) diarahkan di Bayan,
Sajang Sembalun dan rheee.Pantai Endok Lombok Barat, Sumabawa dan
Bima.
- Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) diarahkan
di Narmada, Lingsar, Gunung Sari, Tanjung, Kayangan, Bayan, Gangga,
Pringgarata, Batukliang Utara, Praya Barat, Aikmel, Sembalun, Sambelia,
Pringgasela, Sikur, Masbbagik, Wanasaba, Tanjung Luar, Brang Rea, Seteluk,
Sekongkang, Jereweh, Rhee, Utan, Alas, Ropang, Luyuk, Moyohulu,
Batulanteh, Lapelopok, Huu, Dompu, Tambora, Mada Pangga, Lambu dan
Monta
- Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) diarahkan di
Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa Barat,
Sumbawa, Dompu dan Bima
- Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) diarahkan di
Sambelia, Maronge dan Huu
- Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL)
diarahkan di Kute Mawi Selong Blanak, Sambelia, Pemongkong, Ria, Oi Tui,
Wane dan Parado
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
36
Ayat (6)
- Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pulau
Lombok dan Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pulau Sumbawa
- Cekungan Air Tanah di Pulau Lombok meliputi CAT Tanjung-Sambelia dan
CAT Mataram Selong. CAT di Pulau Sumbawa meliputi CAT Pekat, CAT
Sumbawa Besar, CAT Empang, CAT Dompu, CAT Sanggar, CAT Bima dan
CAT Tawali-Sape
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
a. Kawasan Sentra Produksi (KSP) Amor-amor (sapi brangus), Batukliang
(rambutan, duria, manggis), Sembalun (Bawang Putih), Pemongkong
(Rumput Laut), Labangka (Jagung), Empang (Kedelai), Sorinomo (Jambu
Metet), Sangiang (Jambu Mete), Dompu-Woja (Kedelai), Sape (ikan
Tangkap).
b. Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIM-Bun) Bayan (Jambu Mete),
Gangga (kelapa, kakao, kopi), Gerung (kelapa jambu mete), Kopang
(tembakau, virginia, kopi), Pujut (kelapa, jambu mete), Terara (tembakau,
virgiania, kopi), Pringgabaya (kelapa, jambu mete), Utan Rhee (kelapa,
jambu mete), batulanteh (kopi), Sorinomo (jambu mete, kopi), Tambora
(jambu mete, kopi), wera (kelapa, jambu mete), KIM-Bun Donggo (jambu
mete).
c. Kawasan Agropolitan; Agropolitan Aik Meneng di Lombok Tengah,
Agropolitan Rasimas (Sakra, sikur, Masbagik), Agropolitan alasutan,
Agropilitan Manggelewa
d. Kapet Bima; Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu
e. Kawasan Pesisir dan Laut; Gili Indah dan sekitarnya, Gili Gede dan
sekitarnya, Teluk Sepi dan sekitarnya, Kuta dan sekitarnya, Teluk Ekas dan
Teluk Sereweh dan sekitarnya, Tanjung Luar dan sekitarnya, Gili Sulat dan
sekitarnya, Senggigi dan sekitarnya, Labuhan Lombok dan sekitarnya,
Lembar dan sekitarnya, Pantura Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat
dan sekitarnya, Teluk Saleh dan sekitarnya, Teluk Sanggar dan sekitarnya,
Teluk Cempi dan sekitarnya, Waworado dan sekitarnya.
f. Kawasan Agroindustri; Kecamatan Gerung, Kediri, Labuapi, Sekotong,
Praya, Batukliang, Praya Barat, Praya Timur, Jonggat, Pringgarata, Pujut,
sebagian kecamatan selong Masbagik, Aikmel, Pringgabaya, labuhan
Lombok, Jerowaru, Jereweh, Taliwang, Seteluk, Brang Rea, Alas, Utan,
Rhee, Sumbawa, Moyohulu, Moyohilir, Lape Lopok, Palmpang, Empang,
Dompu, Kempo, Bolo, Weha, Belo, Wawo, RasanaE,sape.
g. Kawasan Industri Menengah; Kecamatan Kediri, Labuapi, Gerung, Praya,
Kopang, Batukliang, Masbagik, Aikmel, Labuhan Lombok, Jereweh, Alas,
Sumbawa, Plampang, Empang, Dompu, Kempo, Bolo, Woha, RasanaE,
Sape, Huu dan Poja
h. Kawasan Parawisata; Kawasan Senggigi dan sekitarnya, Kawasan Mataram
dan sekitarnya, kawasan Gili Gede dan sekitarnya, Kawasan selong Belanak
dan sekitarnya, Kawasan Kute, Aan, seger dan sekitarnya, Kawasan Gili
Indah, Gili Kere dan sekitarnya, Kawasan Gili Sulat dan sekitarnya, Gunung
rinjani dan sekitarnya, Kawasan Desa Sade dan sekitarnya, Kawasan Pulau
Moyo dan sekitarnya, Kawasan Maluk dan sekitarnya, Kawasan Pnatai Huu
dan sekitarnya, Kawasan Teluk Bima dan sekitarnya,Kawasan Gunung
37
38
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Lokasi cagar budaya terletak di:
-
39
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Lokasi kawasan rawan gelombang pasang terletak di Ampenan, Batu Layar,
Gunungsari, Tanjung, Pemenang, Gerung, Lembar, Sekotong Tengah, Gangga,
Kayangan, Praya Barat, Praya Barat Daya, Pujut, Praya Timur, Sakra Timur,
Keruak, Jerowaru, Labuan Haji, Pringgabaya, Sambelia, Seteluk, Taliwang,
Sekongkang, Jereweh, Alas Barat, Alas, Utan, Buer, Labuan Badas, Sumbawa,
Lape Lopok, Meronge, Plampang, Empang, Kempo, Huu, Pekat, RasanaE
Barat, Asakota, Sape, Monta, Donggo, Wera, Sanggar, dan Tambora.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
40
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Alih fungsi lahan pertanian beririgasi teknis diizinkan dengan ketentuan
nilai ekonomi lebih tinggi dan/atau untuk kebutuhan mendesak pada
lahan sawah tadah hujan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Agroindustri berbasis hasil pertanian lahan kering yang dimaksud adalah
jarak pagar, jambu mete, dan asam.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (7)
Kawasan perkebunan dikembangkan di Kawasan Industri Masyarakat
Perkebunan (KIM-Bun): Sekotong dengan tanaman unggulan kelapa, Gerung
dengan tanaman unggulan kelapa, jambu mete, Gangga dengan tanaman
unggulan kelapa, kakao, kopi; Bayan dengan tanaman unggulan jambu mete;
Kopang dengan tanaman unggulan tembakau virginia, kopi, Pujut dengan
tanaman unggulan kelapa, jambu mete, Terara dengan tanaman unggulan
tembakau virginia, kopi; Pringgabaya dengan tanaman unggulan kelapa, jambu
mete, Utan Rhee dengan tanaman unggulan kelapa, jambu mete; Batulanteh
dengan tanaman unggulan kopi, Sorinomo dengan tanaman unggulan jambu
mete, kopi; Tambora dengan tanaman unggulan jambu mete, kopi, Wera dengan
tanaman unggulan kelapa, jambu mete.
Ayat (8)
Komoditi unggulan jambu mete di KIM-Bun : Sekotong, Kayangan dan Bayan,
Utan Rhee, Sorinomo, Kempo, Wera, dan Tambora; komoditi kelapa di KIMBun : Narmada, Gangga, Pujut, Pringgabaya, dan Sumbawa; komoditi kakao di
KIM-Bun Gangga, dan Narmada; komoditi vanilli di KIM-Bun : Narmada dan
Gangga; komoditi kopi di KIM-Bun : Narmada, Gangga, Batulanteh, dan
Tambora; komoditi kemiri di KIM-Bun : Batulanteh, Wera, dan Tambora;
komoditi tembakau virginia di KIM-Bun Kopang dan Terara.
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
41
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
a. Kegiatan penambangan bahan galian golongan B di SWP Pulau Lombok
yang diterbitkan/memiliki izi tetap berlaku sampai izin berakhir dan
tidakditerbitkan perpanjangan izin
b. Kegiatan penambangan bahan galian golongan B di SWP Pulau Sumbawa
Bagian Barat yang telah diterbitkan/memiliki izin dan atau kontrak karya
tetap berlaku sampai izin dan atau kontrak karya berakhir dan selanjtnya
ditetapkan sebagai kawasan moratorium
c. Kegiatan penambangan bahan galian golongan B secara terbatas di SWP
Pulau Sumbawa Bagian Timur adalah kegiatan penambangan yang dinilai
tidak berdampak besar dan penting terhadap lingkungan berdasarkan kajian
teknis sesuai ketentuan yang berlaku
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
KSP yang dimaksud adalah KSP Lahan Kering KSP Pertanian Tanaman Pangan
Dataran Rendah Kecamatan Dompu dan Woja, serta KSP Jambu Mete KSP
Perikanan Laut Lepas Pantai KSP Jambu Mete Sangiang.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
42
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud rencana tata ruang kawasan adalah rencana pengelolaan
kawasan lindung, rencana pengembangan kawasan budidaya yang pengaruhnya
berimplikasi lintas Kabupaten/Kota dan rencana pengelolaan kawasan
perbatasan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2006
NOMOR 21