Mengingat
a.
5. Undang-Undang
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Nomor
15
Tahun
1985
tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3317);
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3469);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3470);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 3478);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
Undang-Undang
Nomor
15
Tahun
1997
tentang
Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3682);
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888
)sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19
tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Repubublik
Indondesia tahun 2004 Nomor 86, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4412) ;
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4168);
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1469);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327);
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49. Peraturan
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62. Peraturan
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
Menetapkan :
MEMUTUSKAN :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2011-2031.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lombok Tengah.
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD, adalah
badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Lombok
Tengah dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW
Kabupaten adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah
daerah yang menjadi acuan bagi penataan wilayah yang merupakan dasar dalam
penyusunan program pembangunan.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan /
atau aspek fungsional.
Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
Rencana Sistem Perkotaan di wilayah Kabupaten adalah rencana susunan kawasan
perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah Kabupaten yang menunjukkan
keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan
cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah Kabupaten.
Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau
beberapa kabupaten.
Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan
perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan
negara.
Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
kabupaten/kota.
21. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat maupun
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
10
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
11
72.
73.
74.
75.
76.
77.
BAB II
(1) Luas wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah daerah dengan batas
yang ditentukan berdasarkan aspek administratif meliputi wilayah daratan seluas
kurang lebih 120.839 (seratus dua puluh ribu delapan ratus tiga puluh Sembilan)
hektar , wilayah laut sejauh 4 (empat) mil laut dari garis pantai seluas kurang lebih
67.000 (enam puluh tuju ribu) hektar, serta wilayah udara.
(2) Luas wilayah perencanaan daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi
dalam 12 Kecamatan meliputi:
12
a. Kecamatan Batukliang Utara seluas kurang lebih 18.196 (delapan belas ribu
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
BAB III
Pasal 4
Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah untuk mewujudkan ruang wilayah
Kabupaten yang aman, nyaman, produktif dalam rangka mewujudkan Kabupaten
Lombok Tengah sebagai pusat dan pintu masuk pariwisata Pulau Lombok yang
didukung oleh budaya lokal, pertanian, kelautan dan perikanan dengan tetap
memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 5
Agar tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
tercapai maka perlu disusun kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten.
13
Pasal 6
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 7
14
(3)
(4)
(5)
(6)
15
16
f.
mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; dan
g. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya
secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai serta keanekaragamannya.
(8) Strategi pengembangan pemanfaatan ruang pada kawasan strategis baik untuk
fungsi pengembangan wilayah maupun guna perlindungan kawasan sesuai fungsi
utama kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf h meliputi:
a. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis
pertumbuhan ekonomi;
b. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis sosial
dan budaya; dan
c. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis
perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup.
(9) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i meliputi:
a. mendukung penetapan kawasan strategi nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan dengan fungsi khusus pertahanan untuk menjaga fungsi
peruntukannya;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan dengan fungsi khusus pertahanan, sebagai zona
penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan
budidaya terbangun
d. turut menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan / TNI
BAB IV
Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan
Pasal 10
Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a meliputi:
a.
17
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 11
Paragraf 1
Sistem Transportasi Darat
Pasal 12
(1) Sistem jaringan transportasi darat Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan; dan
b. jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan arteri primer meliputi:
1. Ruas Jalan Mantang Kopang; dan
2. Ruas Jalan Kopang- Masbagik.
b. jaringan jalan kolektor primer (K-1) meliputi:
1. Ruas Jalan Kopang-Batas Kota Praya;
2. Ruas Jalan Jl. TGH Lopan (Praya); dan
3. Ruas Jalan Jl. Sudirman (Praya).
c. jaringan jalan kolektor primer (K-2) meliputi:
1. Ruas Jalan Praya-Sp. Penujak;
2. Ruas Jalan Jl. Mandalika (Praya);
3. Ruas Jalan Sp. Penujak-Tanah Awu;
4. Ruas Jalan Tanah Awu-Sengkol;
5. Ruas Jalan Sengkol-Kuta;
18
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 13
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf b
terdiri atas:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri dari:
a. rencana pengembangan sistem jaringan transportasi laut meliputi
pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Awang di Kecamatan
Pujut menjadi Pelabuhan Nasional; dan
b. rencana pembangunan dermaga pelabuhan penunjang pariwisata di
Kecamatan Pujut dan Praya Barat.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas rencana
pengembangan alur pelayaran dari dan ke pelabuhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a.
19
(4) Rincian sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran II.4 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Sistem Transportasi Udara
Pasal 14
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c
terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder yang
meliputi Bandara Internasional Lombok (BIL) di Kecamatan Praya Barat
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran II.5 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 15
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
cterdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
Paragraf 4
Sistem Jaringan Energi
Pasal 16
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a terdiri atas:
a. pembangkit listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), terdapat di Kecamatan
Pringgarata, Batukliang, dan Batukliang Utara;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), terdapat di Kecamatan Praya Timur,
Pujut, Praya Barat Daya, Praya Barat, Pringgarata;
c. Rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bio Energi (PLTBE), terdapat
di Kecamatan Praya Barat Daya, Pringgarata;
20
Paragraf 5
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 17
21
Paragraf 6
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 18
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c
terdiri atas:
a. sistem wilayah sungai (WS);
b. sistem cekungan air tanah (CAT);
c. sistem jaringan irigasi;
d. sistem jaringan air baku untuk air minum;
e. sistem jaringan air minum ke kelompok pengguna;
f. sistem pengendalian banjir; dan
g. sistem dan pengendali erosi dan longsor.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air, dan pengendalian daya rusak air dengan memperhatikan arahan pola dan
rencana pengelolaan sumber daya air WS Lombok yang ditetapkan oleh pemerintah.
(3) Sistem wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas WS
Lombok yang merupakan WS Strategis Nasional.
(4) Sistem jaringan sumber daya air lintas Kabupaten terdiri atas:
a. saluran high level diversion (HDL) Jangkok - Babak; dan
b. saluran high level diversion (HLD) Babak Renggung Rutus.
(5) Cekungan air tanah (CAT) yang berada di Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b adalah CAT Mataram-Selong dan CAT Tanjung-Sambelie yang
merupakan CAT lintas Kabupaten/kota.
(6) Sistem jaringan Irigasi yang berada pada Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah pusat dengan luasan di atas 3.000
(tiga ribu) hektar yang meliputi Jurang Sate Hilir, Jurang Sate Hulu, Mujur II,
Batujai, Surabaya, Jurang Batu dan Pengga; dan
b. daerah irigasi (DI) kewenangan pemerintah provinsi dengan luasan antara
1.000 (seribu) hektar dan 3.000 (tiga ribu) hektar yang meliputi Bisok Bokah,
Gede Bongoh, Katon, Kulem, Parung, Renggung, Rutus dan Tibu Nangka;
c. daerah irigasi (DI) dengan luasan dibawah 1.000 (seribu) hektar yang meliputi:
1. daerah irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten sejumlah
50 (lima puluh) daerah irigasi seluas kurang lebih 11.610 (sebelas ribu
enam ratus sepuluh) hektar;
2. saluran Irigasi Primer sepanjang kurang lebih 149.004 (seratus empat puluh
sembilan ribu empat) meter di beberapa kecamatan yang meliputi Kecamatan
Jonggat, Pringgarata, Batukliang, Kopang, Janapria, Praya Timur, Praya Barat,
Praya Barat Daya, dan Praya;
3. saluran irigasi sekunder Kabupaten sepanjang kurang lebih 428.037 (empat
ratus dua puluh delapan ribu tiga puluh tujuh) meter di beberapa kecamatan
yang meliputi Kecamatan Jonggat, Pringgarata, Batukliang, Kopang, Janapria,
Praya Timur, Praya Barat, Praya Barat Daya, dan Praya; dan
4. embung di Kecamatan Janapria, Praya Barat, Praya Timur, Praya, dan Praya
Barat Daya.
d. rencana pembangunan Bendungan Mujur di Kecamatan Praya Timur;
e. rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada;
22
f. pendayagunaan potensi jaringan sumber daya air antar DAS untuk mendukung
ketersediaan air baku untuk irigasi;
g. pengembangan jaringan irigasi yang ditujukan untuk mendukung ketahanan
pangan dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan;
h. rincian rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II.7 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Sistem jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas:
a. pembangunan dan pengembangan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM)
untuk memenuhi kebutuhan air terutama untuk kawasan permukiman, fasilitas
umum, perdagangan, industri dan jasa, dan
b. tempat penampung air di Montong Dao di Kecamatan Batukliang Utara, Tampak
Siring di Batukliang, Lendang Gocek, Gerunung, Dongak Langit, Penujak, Ketare,
Sengkol, Kuta, Batunyala, Dusun Jangkih, Montong Gamang, Bilepenandak,
Rembitan dan Kopang.
(8) Sistem jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten.
(9) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan
dengan:
a. pelestarian dan pengelolaan aliran sungai secara lintas wilayah;
b. mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air;
c. normalisasi prasarana drainase sebagai pengendali bajir; dan
d. pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjur.
(10) Sistem pengendalian erosi dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g dilakukan dengan:
a. penyelidikan geologi teknik, analisa kestabilan lereng dan daya dukung tanah;
b. pengaturan sistem drainase;
c. perkuatan lereng;
d. mengosongkan lereng dari kegiatan manusia; dan
e. penanaman vegetasi dengan jenis dan pola tanam yang tepat.
Paragraf 7
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 19
23
d. pengembangan lokasi TPA diarahkan di Desa Kabul Kecamatan Praya Barat Daya
dan atau di Desa Pengengat Kecamatan Pujut;
e. pengembangan TPA dilakukan dengan sistem sanitary landfill; dan
f. Pengembangan prasarana dan sarana persampahan dilakukan dengan
peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha, penerapan tekonologi
tepat guna yang ramah lingkungan, serta penerapan konsep 3R (Recycle, Reduce,
dan Reuse).\
(3) sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Aik Bone, Benang Stokel, Tibu Nangklok I, Tibu Nangklok II di Kecamatan
Batukliang Utara;
b. Nyeredep di Kecamatan Kopang;
c. Water Treament Plant (WTP) Penujak di Kecamatan Praya Barat; dan
d. Rencnana pengembangan WTP Dam Pengga dan Dam Mujur.
(4) sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
drainase perkotaan di Kota Praya, masing masing Ibu Kota Kecamatan.
(5) sistem jaringan sanitasi dan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d terdiri atas:
a. penerapan teknologi tepat guna dalam pengolahan air limbah dengan peran
aktif masyarakat dan swasta, sehingga air limbah yang dihasilkan dapat dikelola
secara mandiri tanpa mencemari lingkungan; dan
b. pengembangan instalasi pengolahan kecil/terbatas/tertentu pada sumbersumber limbah terutama yang berada di sekitar Bandar Udara, Kawasan
Pariwisata dan Kawasan Perkotaan untuk mengurangi jumlah limbah yang harus
dibuang.
c. pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan
yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali.
(6) jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a. memanfaatkan daerah/kawasan yang berada disekitar lokasi rawan bencana
dengan topografi yang lebih tinggi dari lokasi rawan bencana;
b. memanfaatkan bangunan publik sebagai posko posko evakuasi bencana
meliputi : lapangan umum, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan/Desa, maupun
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau;
c. evakuasi diarahkan ke utara (menjauhi kawasan pesisir untuk kawasan rawan
abrasi pantai dan gelombang pasang); dan
d. Pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) bencana.
BAB V
24
tercantum dalam Lampiran I.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 21
(1) Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
meliputi kawasan resapan air.
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya; dan
e. kawasan rawan bencana alam.
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
9.596,85 (sembilan ribu lima ratus sembilan puluh enam koma delapan puluh
lima) hektar yang terdiri dari:
a. Kelompok Hutan Gunung Rinjani (RTK.1) seluas 8.082,41 (delapan ribu delapan
puluh dua koma empat puluh satu) hektar di Kecamatan Batukliang Utara dan
Pringgarata.
b. Kelompok Hutan Mareje Bonga (RTK.13) seluas 727,44 (tujuh ratus dua puluh
tujuh koma empat puluh empat) hektar di Kecamatan Pujut dan Praya Barat
Daya
c. Kelompok Hutan Gunung Pepe (RTK.13) seluas kurang lebih 404 (empat ratus
empat) hektar di Kecamatan Pujut; dan
d. Kelompok Hutan Pelangan (RTK.7) seluas 383 (tiga ratus delapan puluh tiga)
hektar di Kecamatan Praya Barat Daya.
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kawasan resapan air yang
secara khusus diarahkan pada kawasan Gunung Rinjani dan sekitarnya.
(4) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. Kawasan Sempadan Pantai membentang dari timur ke barat mulai dari Pantai
Ujung Kelor di Teluk Awang yang berbatasan dengan Lombok Timur sampai
Pantai Pengantap di Lombok Barat yang meliputi : Pantai Teluk Awang di
Kecamatan Praya Timur, Pantai Teluk Bumbang, Pantai Gerupuk, Pantai Aan,
Pantai Bunut, Pantai Seger, Pantai Mawun, di Kecamatan Pujut; Pantai Selong
Belanak, Pantai Tomang-Omang, Pantai Tampah, Pantai Mawi, dan Pantai
Rowok Pantai Serangan di Kecamatan Praya Barat; dan Pantai Torok Aik Belek di
Kecamatan Praya Barat Daya sepanjang tepian pantai sejauh 35-250 (tiga puluh
lima sampai dengan dua ratus lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi
secara proporsional sesuai dengan bentuk, letak, kebutuhan ekonomi dan
budaya dan kondisi fisik pantai.
b. Penetapan batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud huruf a mengikuti
ketentuan:
a. perlindungan terhadap dampak perubahan iklim, gempa dan/atau tsunami;
b. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi, dan dampak-dampak perubahan
iklim;
25
c.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana
alam lainnya;
d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove,
terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta;
e. pengaturan akses publik; dan
f. pengaturan untuk saluran air dan limbah.
Kawasan sempadan sungai diarahkan pada sungai yang terdapat di Kabupaten;
Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud huruf c meliputi :
1. sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan minimal 5 (lima)
meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
2. sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan minimal 3 (tiga)
meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
3. sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;
a. pada sungai besar (sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas 500 (lima ratus) km atau lebih ) minimal 100 (seratus) meter
dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
b. pada sungai kecil (yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas kurang dari 500 (lima ratus) km2) minimal 50 (lima puluh) meter
dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
4. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
a. pada sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter,
garis sempadan sungai minimal 10 (sepuluh) meter dihintung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.
b. pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter sampai
dengan 20 (dua puluh) meter, garis sempadan sungai ditetapkan minimal
15 (lima belas) meter dihintung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
c. pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter,
garis sempadan sungai ditetapkan minimal 30 (tiga puluh) meter
dihintung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
5. penetapan garis sempadan sungai pada sungai besar tidak bertanggul diluar
kawasan perkotaan dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas
daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan;
6. garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah
tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan kontruksi dan penggunaan jalan
harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan
sungai.
7. untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan
ditetapkan minimal 100 (seratus) meter dari tepi sungai dan berfungsi
sebagai jalur hijau.
Pengaturan sempadan kawasan perlindungan setempat ditetapkan dengan
Peraturan Bupati
Kawasan sekitar waduk atau danau mencakup Waduk Batujai yang berlokasi di
sebagian Kecamatan Praya, Praya Tengah dan Praya Barat serta Waduk Pengga
yang terdapat di Kecamatan Praya Barat Daya;
Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud huruf f meliputi
daerah sekitar danau atau waduk dengan lebar 50-100 (lima puluh sampai
dengan seratus) meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
Kawasan sekitar mata air di 121 (seratus dua puluh satu) buah mata air yang
tersebar di wilayah Kabupaten.
Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud huruf h meliputi kawasan
minimal 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air.
26
27
4. Dusun Tradisional Sade dan Dusun Tradisional Nde di Kecamatan Pujut, dan;
5. Kawasan perkantoran antara Masjid Jami Praya dan Rumah Jabatan Bupati.
e. Kawasan Konservasi Perairan meliputi:
1. kawasan konservasi laut daerah (KLD) diarahkan di Teluk Bumbang
Kecamatan Pujut; dan
2. kawasan mangrove terletak di Kecamatan Praya Timur meliputi Desa
Bilelando dan Kidang, Kecamatan Pujut meliputi Desa mertak dan Sengkol,
serta Kecamatan Praya Barat di Desa Selong Belanak .
(6) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e di
Kabupaten meliputi:
a. Kawasan rawan bencana gunung berapi di Kecamatan Batukliang dan
Kecamatan Kopang;
b. Kawasan rawan banjir meliputi kawasan sekitar sungai besar melewati
Kecamatan Batukliang Utara dan Kopang;
c. Kawasan rawan gempa bumi mencakup seluruh wilayah kecamatan;
d. Kawasan rawan gerakan tanah dan longsor mencakup Kecamatan Batukliang
Utara, Kecamatan Jonggat, Kecamatan Praya Barat Daya, Kecamatan Praya Barat,
Kecamatan Pujut, Kecamatan Pringgarata dan Kecamatan Kopang; dan
e. Kawasan rawan gelombang pasang mencakup daerah sepanjang pesisir pantai
selatan Pulau Lombok yang ada di wilayah Kabupaten yaitu Kecamatan Praya
Barat Daya, Praya Barat, Pujut dan Praya Timur.
(7) Rincian sebaran dan luasan Kawasan Lindung sebagaima dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) tercantum sebagai lampiran II.8 yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 22
Bahwa kawasan hutan di Kabupaten dikelola dalam bentuk KPH (kesatuan pengelolaan
hutan) Lindung Seluas 17.781,01 (tujuh belas ribu tujuh ratus delapan puluh satu koma
nol satu) hektar, penyebarannya terletak di KPHL Mareje-Aik Bukak yang terdiri dari:
a. Kel. Hutan pelangan (RTK.7) seluas 383 (tiga ratus delapan puluh tiga)hektar;
b. Kel. Hutan Mareje Bonga (RTK.13) seluas 5.311,31 (lima ribu tiga ratus sebelas
koma tiga puluh satu) hektar; dan
c. Kel Hutan Rinjani (RTK.1) seluas 12.086,7 (dua belas ribu delapan puluh enam
koma tujuh) hektar.
Pasal 23
28
29
30
j.
31
(1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b terdiri
atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman;
h. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.
(2) Rencana pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai
dengan huruf i diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 25
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1) huruf a merupakan kawasan hutan produksi tetap yang terdapat di kelompok
32
Hutan Mareje Bonga (RTK 13) seluas 4.583,87 (empat ribu delapan ratus delapan
puluh sembilan) hektar di Kecamatan Pujut, Praya Barat dan Praya Barat Daya.
(2) Pengelolaan Hutan Produksi Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebagai
berikut :
a. pengelolaan budidaya hutan, hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu serta
jasa lingkungan yang ditujukan untuk kesinambungan produksi dengan
memperhatikan kualitas lingkungan melalui pencegahan kerusakan tanah dan
penurunan kesuburan tanah, mempertahankan bentang alam serta menjaga
ketersediaan air;
b. pengembangan kegiatan budidaya hutan yang dapat mendorong
terwujudnya kegiatan industri pengolahan hasil hutan, dengan pengembangan
jenis tanaman hutan industri melalui pembangunan Hutan Tanaman Industri
(HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan
Tanaman Hasil Rehabilitasi (HTHR), Hutan Adat, Restorasi Ekosistem (RE) dan
program lainnya;
c. Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu;
d. Penggunaan kawasan hutan untuk budidaya tanaman obat, budidaya tanaman
hias, jamur, lebah, penangkaran satwa, budidaya sarang burung walet serta
silvo pastura
e. penggunaan kawasan hutan produksi untuk kegiatan di luar budidaya hutan
dan hasil hutan yang penggunaannya untuk kepentingan umum dan bersifat
strategis, dilakukan dengan memperhatikan asas konservasi tanah dan air serta
mempertimbangkan luas dan jangka waktu; dan
f. percepatan rehabilitasi kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat
kerapatan tegakan rendah.
Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf b terdiri atas :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. tanaman hortikultura;
c. Perkebunan; dan
d. peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar
di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 53.453 (lima puluh tiga ribu empat
ratus lima pulu tiga) hektar yang terdiri atas :
a. irigasi teknis seluas kurang lebih 24.282 (dua puluh empat ribu dua ratus
delapan puluh dua) hektar;
b. irigasi setengah teknis seluas kurang lebih 14.666 (empat belas ribu enam ratus
enam puluh enam) hektar;
c. irigasi sederhana PU seluas kurang lebih 3.115 (tiga ribu seratus lima belas)
hektar;
d. irigasi non PU seluas kurang lebih 40 (empat puluh) hektar; dan
e. tadah hujan seluas kurang lebih 11.350 (sebelas ribu tiga ratus lima puluh)
hektar.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di
seluruh kecamatan dengan tanaman unggulan mangga, manggis, durian, sawo,
rambutan, semangka dan melon dengan luas kurang lebih 20.280 (dua puluh ribu
dua ratus delapan puluh) hektar;
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebar
di seluruh kecamatan dengan tanaman unggulan kelapa, kopi, jambu mete, jarak
33
pagar serta tembakau dengan luas wilayah kurang lebih 40.970 (empat puluh ribu
sembilan ratus tujuh puluh) hektar;
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di
seluruh kecamatan dengan komoditi unggulan sapi;
(6) Penetapan kawasan peruntukan lahan pertanian sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
(7) Rincian dan lokasi peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum sebagai lampiran II.9 yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf c meliputi:
a. perikanan tangkap;
b. perikanan budidaya; dan
c. pengolahan hasil perikanan.
(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. potensi perikanan tangkap di laut yang memanfaatkan potensi perairan di
sepanjang pantai Kecamatan Praya Barat Daya, Kecamatan Praya Barat,
Kecamatan Pujut dan Kecamatan Praya Timur sejauh 4 (empat) mil laut dari
garis pantai dengan tetap memperhatikan zona kawasan lindung serta zona
kawasan pariwisata;
b. potensi perikanan tangkap di perairan umum yang memanfaatkan potensi
waduk, sungai dan embung tersebar di seluruh kecamatan seluas kurang lebih
4.203 (empat ribu dua ratus tiga) hektar.
(3) Kawasan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas:
a. potensi perikanan budidaya air tawar terletak di seluruh kecamatan seluas
kurang lebih 8.819 (delapan ribu delapan ratus sembilan belas) hektar terdiri
dari kolam, mina padi dan karamba; dan
b. potensi perikanan budidaya air payau seluas kurang lebih 900 (sembilan ratus)
hektar terletak di Kecamatan Praya Timur meliputi Desa Bilelando dan Desa
Kidang, Kecamatan Praya Barat meliputi Desa Mekar Sari dan Desa Selong
Belanak, Kecamatan Praya Barat Daya meliputi Desa Montong Ajan dan
Kecamatan Pujut meliputi Desa Teruai, Desa Bangkat, Desa Pengengat dan Desa
Mertak dengan tetap memperhatikan zona kawasan lindung serta zona kawasan
pariwisata.
c. potensi perikanan budidaya laut seluas kurang lebih 2.620 (dua ribu enam ratus
dua puluh) hektar terletak Kecamatan Praya Timur, Kecamatan Praya Barat,
Kecamatan Praya Barat Daya dan Kecamatan Pujut terdiri dari budidaya rumput
laut, budidaya mutiara, budidaya kerang darah, budidaya teripang dan budidaya
ikan;
d. balai benih ikan (BBI) teletak di kelurahan Gerunung Kecamatan Praya, Desa
Pemepek Kecamatan Pringgarata, Desa Aik Bukak Kecamatan Batukliang Utara
dan Desa Bonjeruk Kecamatan Jonggat; dan
e. unit pembenihan rakyat (UPR) tersebar di Kecamatan Batukliang Utara,
Kecamatan Batukliang, Kecamatan Kopang, Kecamatan Pringgarata, Kecamatan
Jonggat dan Kecamatan Praya.
(4) Kawasan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. kawasan pengolahan hasil perikanan skala mikro dan kecil tersebar di seluruh
kecamatan;
34
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf
e terdiri atas kawasan industri mikro, kecil, menengah dan besar.
(2) Kawasan industri mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi
kawasan agroindustri dan kerajinan rumah tangga yang terdapat di seluruh
kecamatan
(3) Pengembangan Kawasan industri menengah dan besar diarahkan di Kecamatan
Praya Tengah, Kecamatan Praya Timur, Kecamatan Pujut dan Kecamatan Janapria.
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf f meliputi :
35
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf g meliputi permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan yang
tersebar di seluruh kecamatan.
(2) Pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada daerah datar sampai bergelombang dengan kelerengan lahan 0% 25%, bukan kawasan lindung, bukan kawasan rawan bencana, aksesibilitas baik
dan tersedia air bersih yang cukup.
(3) Kawasan permukiman skala besar diarahkan di Kawasan Perkotaan Praya dan
sekitarnya.
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf
i terdiri atas :
a. kawasan pusat pemerintahan;
b. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. kawasan pertahanan dan keamanan negara.
(2) Kawasan pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diarahkan di Kawasan Perkotaan Praya.
(3) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi : kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdapat di Kecamatan
Praya Barat, Kecamatan Praya Timur dan Kecamatan Pujut.
(4) Rincian pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
lampiran II.12 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
36
(5) Kawasan pertahanan keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c meliputi:
a. kodim Lombok Tengah di Kecamatan Praya;
b. koramil terletak di kecamatan praya, kopang, pringgarata, pujut, dan janapria;
c. posramil terletak di kecamatan jonggat, praya tengah, praya timur, batukliang,
batukliang utara, dan praya barat daya;
d. pos angkatan laut terletak di Kecamatan Praya Timur, Pujut, Praya Barat dan
Praya Barat Daya.
e. rencana pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan darat, laut dan
udara dilakukan sesuai dengan kebijakan nasional dan peraturan perundangan.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 34
Bagian Kedua
Kawasan Strategis Kabupaten
37
Pasal 36
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
38
Pasal 37
(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten mengacu pada rencana struktur ruang, dan
pola ruang wilayah Kabupaten.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
(1) Program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan selama 20
(dua puluh) tahun dengan Indikasi Program Utama tahunan pada lima tahun
pertama.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja kabupaten, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, investasi swasta dan/atau
kerjasama pendanaan.
(3) Kerjasama pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Rincian Indikasi Program Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
sebagai Lampiran III yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
BAB VIII
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)
huruf a, digunakan sebagai acuan bagi penyusunan peraturan zonasi oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem nasional;
39
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Perkotaan Kabupaten
Pasal 41
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem perkotaan Kabupaten sebagaimana
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
40
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Kabupaten
Pasal 42
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) meliputi : peraturan zonasi untuk
sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem
jaringan transportasi udara.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. ketentuan peraturan zonasi jaringan jalan; dan
b. ketentuan peraturan zonasi terminal.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a mencakup :
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan nasional, jalan provinsi dan jalan
kabupaten ditentukan berdasarkan arahan rencana pola ruang;
b. lebar minimal ruang manfaat jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija), ruang
pengawasan jalan (ruwasja) dan garis sempadan bangunan (GSB) untuk tiap
ruas jalan ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku berdasakan status, fungsi
dan kondisi setiap ruas jaringan jalan di lapangan;
c. pelarangan kegiatan dan pemanfaatan ruang pada rumaja, rumija dan ruwasja
yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan;
d. pengaturan persimpangan sebidang baik dengan bundaran, Alat Pengaturan
Isyarat Lampu Lalulintas (APILL) maupun non APILL;
e. pengaturan persimpangan tidak sebidang baik dengan jalan layang (overpass)
dan jalan melintang dibawah jalan lain (underpass) pada kawasan padat lalu
lintas yang sudah tidak dapat lagi diatasi dengan manajemen lalu lintas, setelah
melalui kajian ekonomi, teknis dan budaya;
f. kewajiban melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) sebagai
persyaratan izin mendirikan bangunan tertentu bagi pemanfaatan ruang di
sepanjang sisi jalan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas; dan
g. bangunan tertentu sebagaimana dimaksud huruf f diatur dalam Peraturan
Bupati.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. penyediaan fasilitas pendukung terminal seperti tempat parkir, tempat antri
penumpang, tempat tunggu penumpang, fasilitas kesehatan, fasilitas makan
minum, fasilitas peribadatan dan lainnya;
41
42
43
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan irigasi kabupaten
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi dan
pengelolaan limbah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 meliputi :
a. pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran
manusia dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem terpusat agar
tidak mencemari daerah tangkapan air;
b. pembuatan pengolahan Air Limbah Domestik dengan sistem komunal terutama di
kawasan permukiman;
c. sistem pengolahan limbah domestik dan non domestik pada kawasan dapat berupa
Instalasi Pengolahan Air Limbah sistem konvensional atau ilmiah dan pada
bangunan tinggi berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan teknologi modern;
d. Pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan oleh penghasil limbah B3 dan atau
pemerintah sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup serta petunjuk peraturan perundang-undangan yang berlaku,
Jika tidak mampu dapat menyerahkan kepada pihak lain yang memiliki teknologi
untuk itu; dan
44
45
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sempadan pantai sebagaimana
46
Pasal 50 huruf d meliputi peraturan zonasi untuk Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu
Pengetahuan dan Kawasan Konservasi Perairan Lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. melarang aktivitas yang dapat merusak atau terganggunya kondisi dan
karakteristik kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan (termasuk kawasan
cagar budaya terbangun), dan mengatur pengelolaannya;
b. pengamanan dan menjaga pelestarian dari berbagai bentuk ancaman baik oleh
kegiatan manusia maupun alam; dan
c. pemerintah daerah mengumumkan kepada seluruh pelaku pembangunan
tentang lokasi dan luas kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Konservasi Perairan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan bahwa dalam zona ini tidak
diperkenankan kegiatan pembangunan kecuali penelitian dan pendidikan serta
aktivitas-aktivitas yang bersifat apresiatif seperti wisata alam dengan batasanbatasan antara lain tidak diperkenankan melakukan konstruksi, pemungutan biota
dan aktivitas yang bersifat ekstraktif lainnya.
Pasal 55
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Rawan Bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat e meliputi : peraturan zonasi untuk Kawasan Rawan
Bencana Banjir, Kawasan Rawan Gempa Bumi, Kawasan Rawan Bencana Tanah
Longsor, Kawasan Rawan Bencana Gelombang Pasang, Kawasan Rawan Bencana
Gunung Merapi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Rawan Banjir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. penetapan batas luasan genangan banjir;
b. ketersediaan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
c. kesesuaian struktur bangunan dengan kondisi fisik wilayah;
d. pengaturan daerah sempadan sungai, danau dan waduk;
e. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan
fasilitas umum penting lainnya; dan
f. sistem jaringan drainase dan daerah resapan air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Rawan Gempa Bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. mengembangkan bangunan dengan menggunakan bahan-bahan serta disain
tahan gempa; dan
b. pengembangan manajemen informasi atau deteksi dini bencana sebagai upaya
pencegahan bencana.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Rawan Tanah Longsor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan
tingkat kerawanan;
b. ketersediaan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
47
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya Kabupaten
Pasal 56
48
1. kegiatan pemungutan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu;
2. kegiatan pengembangan jasa lingkungan.
f.
g.
49
50
Pasal 60
51
Pasal 63
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan Jasa dan Perdagangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf h meliputi :
a. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;
b. tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
c. lokasi strategis dan kemudahan pencapaian dari seluruh penjuru kota, dapat
dilengkapi dengan sarana penunjang kegiatan komersil dan kegiatan pengunjung;
dan
d. peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
disesuaikan dengan sasaran konsumen yang akan dilayani.
Pasal 65
(1) Ketentuan
52
Peraturan zona peruntukan di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Daerah.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Paragraf 1
Umum
Pasal 67
Ketentuan Perizinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b
merupakan proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum kegiatan
pemanfaatan ruang dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang, mencakup izin prinsip, izin alih fungsi lahan, izin lokasi,
izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT), izin mendirikan bangunan, dan izin
lainnya.
Pasal 68
(1) Segala bentuk kegiatan dan pembangunan prasarana harus memperoleh
ijin
pemanfaatan ruang yang mengacu pada Peraturan Daerah Tentang RTRW
kabupaten.
(2) Setiap orang atau badan hukum yang memerlukan tanah dalam rangka penanaman
modal wajib memperoleh ijin pemanfaatan ruang dari Bupati.
(3) Pelaksanaan prosedur izin pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh instansi yang
berwenang dengan mempertimbangkan rekomendasi BKPRD.
Paragraf 2
Izin Prinsip
53
Pasal 69
(1) Izin alih fungsi lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 adalah ijin yang
diberikan kepada orang atau badan hukum untuk mengubah peruntukan lahan
dari budidaya non terbangun menjadi budidaya terbangun sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
(2) alih fungsi lahan diperlukan pada lokasi yang belum memiliki rencana tata ruang
rinci dan peraturan zonasi, dan dilakukan sebelum atau bersamaan dengan proses
izin lokasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai alih fungsi lahan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
Paragraf 4
Izin Lokasi
Pasal 71
(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 adalah ijin yang diberikan
kepada orang atau badan hukum untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas
tanah/menggunakan tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin lokasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Paragraf 5
Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah
Pasal 72
(1) Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
adalah izin yang diberikan kepada pengusaha untuk kegiatan pemanfaatan ruang
dengan kriteria batasan luasan tanah lebih dari 5.000 (lima ribu) m2.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penggunaan pemanfaatan tanah diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 6
Izin Mendirikan Bangunan
Pasal 73
(1) Izin Mendirikan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 adalah
54
izin yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai
dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin mendirikan bangunan diatur lebih lanjut
Peraturan Bupati.
Paragraf 7
Izin Lainnya
Pasal 74
(1) Izin lainnya terkait pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
adalah ketentuan izin usaha pertambangan, perkebunan, pariwisata, industri,
perdagangan dan pengembangan sektoral lainnya, yang disyaratkan sesuai
peraturan perundangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin usaha pengembangan sektoral akan
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 75
(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pemberian
insentif dan pengenaan disinsentif;
(2) Ketentuan insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan Ketentuan disinsentif dikenakan
terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi
keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan;
(3) Ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada pengembang
kawasan dan kepada masyarakat ;
(4) ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif di Kabupaten, dilakukan
oleh bupati yang teknis pelaksanaannya melalui satuan kerja perangkat daerah
Kabupaten yang membidangi penataan ruang.
Pasal 76
55
Pasal 77
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 huruf c dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemberian insentif dan disinsentif diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 78
Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d meliputi :
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Pasal 79
(1) Bentuk pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Struktur Ruang Dan Pola
56
terhadap bentuk pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati;
(5) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada dalam 78 yang dikenakan terhadap
bentuk pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 80
BAB IX
PERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat
Paragraf 1
Hak Masyarakat
Pasal 81
57
baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun
temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung
lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta
dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.
Paragraf 3
Peran Masyarakat
Pasal 84
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 85
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf a pada tahap
perencanaan tata ruang dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
a. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 86
58
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung
dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan kepada
bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 89
Pasal 90
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kelembagaan
(1) Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama
antarsektor atau antardaerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah;
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 91
(1) Selain oleh Penyidik Umum, Penyidikan atas pelanggaran dalam Peraturan Daerah
ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah;
(2) PPNS di lingkungan pemerintah daerah pengangkatannya dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan penyidikan diatur seseuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
59
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 92
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan yang berkaitan
dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah diterbitkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah diterbitkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1. Untuk izin yang belum dilaksankan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Paraturan Daerah ini;
2. Untuk izin yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundang
undangan; dan
3. Untuk izin yang sudah dilaksankan pembangunannya dan dapat dibuktikan
bahwa izin tersebut diperoleh sesui dengan prosedur yang benar serta tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin
tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c. Pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peratiran Daerah ini, akan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;
d. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketenuan Peraturan Daerah ini, agar
dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
Pasal 93
(1) Kawasan lindung yang difungsikan untuk kegiatan budidaya secara bertahap
dikembalikan fungsinya sebagai kawasan lindung setelah ijin kegiatan budidaya habis
masa berlakunya.
(2) Perubahan status dan/atau fungsi kawasan hutan, kawasan lahan pertanian pangan
berkelanjutan harus mematuhi ketentuan peraturan perundangan.
BAB XII
KETENTUAN LAIN - LAIN
Pasal 94
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar, perubahan batas teritorial negara, dan /atau perubahan batas wilayah
yang ditetapkan dengan undang undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Lombok
Tengah dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.