Anda di halaman 1dari 26

Lab Ellektronika Inndustri

Sistem Kendali Inddustri

PRINSIP PENGEN
P
NDALIIAN
I.

SISTEM OPEN LO
OOP

m open looop memiliiki kekuraangan yaituu kontrolerr tidak tahhu output sebenarnya
s
a. Sistem open
o
Sistem
loop mengangggap bahwaa output akan
a
sesuaai dengan yang diinnginkan (seetpoint). A
Apabila teerjadi
ya faktor pengganggu
p
u, sistem open
o
loop tidak tahuu dan tidak bisa
penyiimpangan output karrena adany
mempperbaiki. Jadi sisteem open loop hannya cocokk diterapkkan pada aktuator dengan sifat
repeaatability daan reliabillity yang tinggi
t
sepeerti relay, motor bruushless dann motor sttepper. Naamun
demikkian sistem
m open looop masih banyak diteerapkan karrena mudaah dan sedeerhana.

n yang mennggunakann sistem pengendaliann open looop:


Berikkut adalah contoh meesin-mesin
1. Kontrol
K
Nu
umeris (M
Mesin CNC
C)

Iwan B Pratama

Tekniik Industri UAJY


U

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

2. Robot

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

Lab Ellektronika Inndustri

II.

Sistem Kendali Inddustri

SISTEM CLOSED
D LOOP

Pada sistem cllosed loopp, gerakan fisik darii actuatorr setiap saaat dibaca oleh senssor yang akan
diumppankan keembali ke controllerr untuk diibandingkaan dengann set pointt. Apabila set point dan
pembbacaan sennsor ada peerbedaan maka
m
akann ada errorr (kesalahan). Dalam
m hal ini ccontroller akan
berussaha meminnimalkan error.
e
Ketiika error = 0, maka output
o
akann sama denngan set pooint.

KRIITEREA
A PERFO
ORMANSI
bagai parameter teruukur yangg menginddikasikan seberapa baik
Kriterea perforrmansi addalah berb
p
nsi ada duaa yaitu: kriiterea perfo
formansi keetika
(buruuk) suatu sistem penggendalian. Kriterea performan
aktuaator yang dikontrol sedang beerbegerak (transientt) dan kettika aktuattor yang ddikontrol telah
t
berheenti (steadyy state).
y
dikonntrol ketikaa bergerakk dari posissi awal ke posisi setppoint
Lintaasan sebenaarnya dari variabel yang
(yangg baru) disebut tangggapan transsient. Conttoh sebuahh lengan roobot yang bergerak
b
ddari posisi awal
0
0
0 ke posisi berrikutnya 300 mempun
nyai tanggapan seperrti gambar berikut dii bawah.
Perinntah dari koontroler addalah meng
ggerakkann lengan roobot dari 00 ke 300 seeperti yangg digambaarkan
oleh garis putuus-putus. Perintah
P
ko
ontroler seeperti ini yaitu berggerak sekeetika dari pposisi awaal ke
posisi berikutnyya disebut dengan steep changee.
Gariss biru di gaambar baw
wah adalah
h lintasan dari
d tanggaapan lengaan robot seebenarnya. Garis linttasan
ini menunjukka
m
an tanggappan aktual dari lengaan robot terrhadap perrintah step change daari pengenndali.
Dan terlihat
t
bahhwa, tangggapan aktu
ual lengan robot
r
adalaah berbedaa dengan sttep changee.
Param
meter utam
ma perform
mansi adallah besaraan yang mengukur
m
s
seberapa
c
cepat
lengaan robot dapat
d
bergeerak dari pposisi awall ke posisii berikutnyya mengikkuti perintaah kontroleer. Parameeter ini dissebut
rise time
t
(T). T
Tentu saja lengan
l
rob
bot tidak biisa bergeraak sedemikkian cepat sehingga bbisa menggikuti
perubbahan sekeetika seperrti step ch
hange. Sehhingga risee time ini mengukurr seberapaa baik aktuuator
bergeerak. Rise time ditenntukan den
ngan menggukur wakttu yang diibutuhkan aktuator uuntuk berggerak
Iwan B Pratama

Tekniik Industri UAJY


U

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

dari posisi awal ke poisisi berikutnya sejauh dari 10% hingga 90%. Semakin kecil angka rise time
akan semakin baik sistem aktuator itu. Tentu rise time ideal adalah T = 0 detik.

Performansi transient yang lain adalah overshoot. Overshoot adalah simpangan maksimum dari
aktuator dari posisi berikutnya yang dikehendaki dimana seharusnya aktuator berhenti. Overshoot
terjadi karena sekali aktuator menggerakkan beban maka beban akan mempunyai momentum
sehingga ketika kontroler memerintahkan berhenti masih terdapat momentum sehingga beban
menyimpang dari posisi yang seharusnya dia berhenti. Nilai parameter overshoot semakin kecil
akan semakin baik performansi sistem kendali itu. Tetapi overshoot dan rise time adalah dua hal
yang bertentangan. Jika rise time diperkecil biasanya akan menyebabkan overshoot meningkat.
Demikian sebaliknya overshoot bisa diperkecil jika rise time diperbesar. Disini perlu adanya
kompromi pada kedua parameter tersebut.
Parameter ketiga adalah settling time (TS). Settling time adalah waktu yang diperlukan bagi sistem
kendali untuk mencapai setpoint dan diam disekitar (umumnya 2 - 5%) dari setpoint. Ketiga
parameter adalah saling terkait. Mengubah satu parameter akan membawa konsekuensi pada
parameter lainnya.
Parameter ke-4 adalah steady state error (ESS). Steady state error adalah error (simpangan) dari
sistem kendali dari posisi setpoint yang dituju (seharusnya) setelah osilasi berhenti (diam). Steady
state error terjadi karena adanya gesekan, beban, akurasi sensor dan sistem feedback dll. Dengan
sistem kendali yang canggih bisa dibuat steady state error praktis = 0.

1. PENGENDALIAN ON-OFF
a. Two Point Control (Pengendalian Dua Titik)
Two point control (kendali On-Off) adalah sistem paling sederhana dari feedback control. Sistem
ini bekerja dengan mengatur aktuator agar menghidupkan variabel yang dikontrol secara penuh
(ON) atau mematikan sama sekali (OFF). Ketika aktuator di-off, variabel yang dikontrol akan
kembali ke suatu keadaan awal.

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Contoh penerapan kendali On-Off adalah pada sistem pemanas tungku dengan termokopel sebagai
sensor suhu. Diagram sistem kontrol tampak seperti gambar di atas. SP (set point) adalah besaran,
dalam hal ini suhu, yang diinginkan. Aktuator yang dipakai adalah elemen pemanas. CV (control
variable) adalah variabel yang dikontrol, dalam hal ini suhu.
Misalnya suhu diluar tungku adalah 500F maka kondisi awal untuk waktu yang lama suhu di dalam
tungku juga akan sama dengan suhu luar. Keadaan awal ini disebut sebagai rest state. Sistem
pemanas diinginkan untuk mengatur agar suhu di dalam tungku adalah stabil di suhu 700F. Ketika
kemudian sistem kendali dihidupkan, sistem sensor akan membandingkan suhu dalam tungku (awal
= 500F) terhadap suhu yang diinginkan (setpoint) sebesar 700F. Karena suhu tungku dan suhu
setpoint tidak sama maka kontroler akan menghidupkan secara penuh sistem elemen pemanas (ON).
Suhu di dalam tungku kemudian secara perlahan akan naik. Pada saat awal kenaikan suhu dalam
tungku akan cepat tetapi perlahan kenaikan itu akan mengecil. Hal ini karena saat awal perbedaan
suhu di dalam dan di luar tungku tidak begitu besar sehingga pembuangan panas keluar tungku juga
relatif kecil. Tetapi saat suhu di dalam tungku cukup tinggi, perbedaan suhu dengan luar juga
semakin besar sehingga pembuangan panas juga semakin besar. Hal ini menyebabkan kenaikan
suhu menjadi semakin pelan ketika suhu makin panas.

Setelah suhu mencapai titik cut-off (misalnya, 720F), kontroler akan mematikan elemen pemanas.
Kemudian suhu dalam tungku perlahan akan turun karena panas terbuang ke sekitar atau luar
tungku. Suhu akan turun terus hingga mencapai titik cut-on (misalnya, 680F), dimana kontroler akan
menghidupkan elemen pemanas lagi.
Demikian seterusnya, kontroler akan meng-ON dan OFF elemen pemanas sehingga suhu akan
bergerak turun dan naik disekitar suhu setpoint. Gambar b memperlihatkan jika cut-off dan cut-on
diubah menjadi cut-off = 710F dan cut-on = 690F. Terlihat bahwa fluktuasi suhu menjadi lebih kecil
yaitu berkisar dari 690F hingga 710F. Pemberian nilai cut-off dan cut-on yang semakin mendekati
setpoint akan membuat kisaran suhu menjadi sempit sehingga semakin bagus karena semakin
mendekati suhu stabil sesuai set-point. Tetapi nilai cut-on dan cut-off yang semakin sempit
membuat semakin cepat terjadi ON dan OFF (Tcyc , siklus semakin cepat). Tcyc yang terlalu tinggi
sering tidak diinginkan karena bisa membuat sistem ON-OFF elemen pemanas cepat rusak atau
elemen pemanasnya sendiri cepat rusak.
Pengendalian ON-OFF dengan demikian hanya bisa diterapkan pada sistem yang berreaksi secara
relatif pelan/lambat seperti pada sistem kendali suhu, atau sistem gerak dengan kecepatan lambat.
b. Three Position Control (Pengendalian Tiga Posisi)
Pengendalian tiga posisi mirip seperti pengendalian dua posisi kecuali bahwa terdapat tiga posisi
yang dikendalikan. Tidak seperti sistem kendali di atas yang hanya ON dan OFF tetapi sistem ini
menambahkan satu posisi lagi. Sistem kendali tiga posisi sering diaplikasikan untuk kendali : majuoff-mundur, kanan-off-kiri, naik-off-turun, panas-off-dingin dan seterusnya.
Contoh penerapan adalah pada sistem platform terapung untuk pengeboran minyak di laut. Sistem
platform harus tetap berada diposisi lurus terhadap kepala mata bor yang sedang membor tanah.
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Platform disyaratkan agar tidak bergeser lebih dari 5ft dari posisi tengah agar pipa tidak patah. Dua
kipas yang digerakkan motor A dan B digunakan untuk mengatur gerakan ke timur dan barat (East
dan West). Sedang gerakan lain ke utara dan selatan dikerjakan motor lain yang berkerja dengan
cara yang sama.
Motor A akan hidup jika platform bergeser ke barat lebih dari 5ft dan akan mendorongnya kembali
ke tengah. Dan motor B akan hidup jika platform bergerser ke timur lebih dari 5ft dan akan
mendorongnya kembali ke tengah.

Sistem pengendalian cenderung membuat variabel yang dikontrol (posisi platform) berosilasi ke
timur dan ke barat terhadap titik tengah. Penentuan kekuatan motor dan gangguan angin sangat
menentukan performansi sistem kendali ini. Motor yang terlalu kuat menyebabkan performansi
seperti gambar c. Sedang motor yang terlalu lemah (tenaga dorong angin lebih kuat dari tenaga
motor) menyebabkan performansi seperti gambar d.

2. PENGENDALIAN PROPORSIONAL
Pada sistem pengendalian proporsional, aktuator menggunakan suatu gaya koreksi yang sebanding
(proposrsioanal) dengan besarnya error. Atau dinyatakan secara matematis:

dengan

OutputP
KP
E

= output dari sistem kontroler proporsional (gaya koreksi)


= konstanta proporsional sistem (Gain)
= error, yaitu perbedaan antara nilai seharusnya dari variabel yang dikontrol
dengan kondisi sebenarnya.

Contoh penerapan kontrol proporsional pada robot lengan dengan aktuator menggunakan motor
listrik lewat suatu mekanisme gear. Potensiometer digunakan untuk membaca output.
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Hasil pembacaan posisi output berupa process variable (PV) yang diumpankan kembali ke input.
Bagian pembanding (comparator) pada kontroler akan membandingkan PV terhadap SP dimana
selisihnya berupa error. Jadi,

E = SP PV
dengan

E = Error
SP = Set Point
PV = Process Variable

Terlihat dari persamaan bahwa output akan sebanding dengan konstanta proporsi terhadap
Output ini akan menghidupkan motor yang akan memutar lengan sehingga error akan makin
Error yang mengecil juga kemudian akan mengecilkan output sehingga arus listrik
menghidupkan motor ikut mengecil. Pada suatu titik dimana error (juga arus) cukup kecil
lengan tidak lagi mampu bergerak.

error.
kecil.
yang
maka

Contoh:
Motor penggerak lengan saat awal berada di posisi 00. Diinginkan untuk menggerakkan lengan ke
posisi 300. Diketahui gain dari sistem kontrol adalah KP = 2 cm.gr/derajat. Terangkan tanggapan
kontroler sistem ini?
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Jawab:
Saat awal posisi 00 dan diinginkan pindah ke posisi 300. Error saat awal adalah = 300 00 = 300.
Maka output = KP.E = 2 cm.gr/der x 300 = 60 cm.gr
Ini berarti motor diumpani output yang terbesar untuk menghasilkan torsi terkuat 60 cm.gr yang
menyebabkan lengan bergerak dengan cepat.
Ketika lengan bergerak, error yang dihasilkan mengecil jadi output mengecil sehingga torsi motor
juga mengecil. Pada posisi 100,
E
= SP PV
= 300 100 = 200
= 2 cm.gr/der x 200 = 40 cm.gr
Out
= KP.E
Lengan bergerak melambat, dan ketika posisi naik terus, error juga semakin kecil hingga ketika
posisi 300 dengan gerakan yang semakin lambat maka error = SP PV = 300 300 = 00, sehingga
Output = 0 dan motor penggerak lengan kemudian berhenti. Tanggapan itu seperti terlihat pada
gambar di atas.
Karena koreksi proporsional terhadap error maka masuk akal bahwa jika error besar diinginkan
untuk bergerak dengan cepat menuju ke posisi setpoint. Dan ketika posisi setpoint semakin didekati
maka error juga akan berkurang sehingga koreksi juga mengecil dimana gerakan lengan juga
semakin pelan untuk menghindari overshoot.
Misalkan keadaan awal adalah 300 dan posisi berikutnya yang diinginkan adalah 00, maka error =
00 300 = -300 dan output = -60 cm.gr. Nilai negatif harus dimengerti oleh kontroler bahwa motor
perlu diputar dengan torsi 60 cm.gr. tetapi dengan arah berlawanan. Sehingga tanda negatif
diartikan dengan mengubah polaritas tegangan ke motor untuk membalik arah putaran.
Masalah Error Steady State
Kontrol proporsional menjadi dasar dari sebagian besar sistem pengendalian. Namun demikian
kendali proporsional mempunyai masalah dasar yaitu error steady state. Dalam praktek, kontrol
proporsional tidak bisa menghasilkan error = SP PV = 0 karena ketika error semakin kecil, output
menjadi sedemikian kecil sehingga sebelum sampai ke SP, motor tidak mampu lagi menggerakkan
lengan karena adanya gaya gesek, perubahan titik beban atau gangguan lain.
1. Gaya gesek
Gaya gesek selalu muncul pada sistem mekanis. Gaya gesek akan selalu melawan gaya
penyebab gerak. Gaya gesek adalah rugi gaya yang mengurangi gaya penggerak. Benda
belumlah akan bergerak apabila gaya penggerak belum bisa melampui besarnya gaya gesek.
Dengan demikian akan timbul suatu daerah dimana benda sudah akan berhenti lebih dulu ketika
gaya penggerak mengecil sehingga menyamai gaya gesek tetapi benda belum bergerak ketika
gaya penggerak yang mulai diberikan belum melampui gaya gesek.
Daerah ini akan berada di kedua
sisi setpoint yang sering disebut
dead band atau dead zone.
Cara untuk mengurangi masalah
gaya gesek adalah dengan
memberikan gain yang cukup
besar pada kontroler. Dengan gain
cukup besar maka error lebih kecil
seperti terlihat pada gambar
berikut. Namun hati-hati, jika gain
terlalu besar akan menyebabkan
osilasi atau cenderung mudah
berosilasi.

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

2. Gaya gravitasi
Gaya gravitasi juga berpengaruh pada lengan. Ketika bergerak naik, gaya gravitasi akan
mengurangi torsi motor tetapi ketika lengan bergerak turun, gaya gravitasi akan menambah torsi
pada motor.
Satu cara untuk menghilangkan pengaruh gravitasi adalah dengan menambahkan suatu nilai
tetap kepada output yang disebut bias. Rumusan untuk kontrol proporsional dengan bias akan
menjadi,

OutputP = KPE + bias


Perhatikan bahwa bias adalah input tambahan dan bukan menjadi bagian kontroler itu sendiri.
Contoh penerapan bias seperti terlihat pada gambar di bawah.

Kontroler Proporsional Analog


Kontroler proporsional analog biasanya dibangun memakai op-amp (operational amplifier).
Sebagai contoh adalah kontroler untuk mengatur aliran fluida melalui pipa pada 6 gal/menit. Sistem
kendali terdiri dari
1. Valve pengatur aliran yang digerakkan listrik
2. Sensor aliran
3. Kontroler analog

Valve diatur dengan tegangan antara 0 5V, dimana 0V berarti valve menutup penuh dan 5V
berarti valve terbuka penuh. Sensor aliran memberikan output tegangan antara 0 5V dimana ini
berkaitan dengan aliran dari 0 10 gal/menit. Sistem kontroler didesain agar output sensor
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

menyimpang sebesar 2,5V atau (50%) dari jangkauannya dimana aliran dalam pipa mulai dari
mati penuh hingga mengalir penuh. Atau dikatakan, sistem mempunyai proportional band sebesar
50%. Nilai proportional band kemudian bisa konversikan dan dinyatakan menjadi gain sehingga
%
%

Rangkaian kontroler adalah seperti gambar di atas. U1 membentuk penguat selisih (differential
amplifier) yang akan mengurangi input SP terhadap output sensor (PV). Output U1 adalah tegangan
error. Untuk mendapatkan aliran sebesar 6 gal/menit maka dari transfer function sensor didapatkan
bahwa SP adalah 3V, sbb
Setpoint = 6 gal/men 5V 10 gal/men

= 3V

U2 adalah penguat penjumlah terbalik (inverted summing amplifier) dengan faktor penguatan 2 kali.
U2 akan menjumlah error dengan input bias menjadi E + bias. Penguatan amplifier adalah 2 kali
untuk memberikan proportional gain = 2. Ouput U2 akan mempunyai polaritas tegangan terbalik
(negatif) sehingga diperlukan U3 untuk mengembalikan polaritas tegangan menjadi benar.

3. PENGENDALIAN INTEGRAL
Pengendalian integral dimaksudkan untuk mengurangi error steady state bahkan menjadikan nol.
Kontrol integral akan mengembalikan gaya yang sebanding dengan jumlahan semua error diwaktu
lampau dikalikan waktu. Secara matematis dinyatakan sbb

OutputI = KI KP (E t)
di mana

KI
KP
E
t

= konstanta penguatan (gain) integral, sering dinyatakan sbg 1/TI


= konstanta penguatan (gain) proporsional
= error
= waktu

Kunci dari kontrol integral adalah penjumlahan error dikali waktu. Jika pada saat steady state terjadi
error, pada saat-saat permulaan error x waktu x gain masih cukup kecil sehingga output yang
dihasilkan masih belum mampu untuk memberikan gaya gerak. Tetapi seiiring berjalannya waktu,
output akan meningkat terus hingga pada suatu saat telah cukup untuk memberikan gaya balik yang
akan menghilangkan error pada steady state. Gambar di bawah menjelaskan pengaruh kontrol
integral yang bisa menghilangkan error steady state.
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

10

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Adanya kontrol integral juga akan menghilangkan adanya gangguan karena gaya gesek dan gaya
gravitasi. Namun demikian penambahan kontrol integral harus cukup hati-hati karena akan
menambahkan overshoot dan cenderung mudah berosilasi sehingga menurunkan kestabilan sistem
secara keseluruhan. Tanggapan kontrol integral relatif lambat karena membutuh waktu untuk
membuatnya menjadi berpengeruh.

4. PENGENDALIAN DERIVATIF
Pengendalian derivatif dimaksudkan untuk mengatasi masalah overshoot. Kontrol derivatif akan
menghasilkan pengereman, yaitu memperlambat variabel yang dikontrol sesaat sebelum
mencapai posisi yang dituju. Bentuk matematis dari kontrol derivatif adalah sbb:

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

11

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

dimana

KD
KP
E
t

= konstanta penguatan derivatif (gain) sering dinyatakan sbg TD


= konstanta penguatan proprsional (gain)
= error
= waktu

Kunci dari kontrol derivatif adalah


yaitu laju perubahan error per satuan waktu atau kemiringan

kurva error. Gambar berikut memberikan contoh gerakan process variable (PV) dan pengaruhnya
pada output kontrol derivatif.

Gambar (a) adalah posisi gerakan dari awal 00 ke posisi yang dituju 300. Daerah kurva dibagi
menjadi 2 yaitu daerah AB dan daerah BC. Di daerah AB, kemiringan kurva posisi naik yang
menghasilkan slop positif seperti terlihat digambar (b). Dan di daerah BC, kemiringan kurva posisi
turun yang menghasilkan slop negatif seperti terlihat di gambar (b). Slop positif akan menghasilkan
output derivatif yang positif juga yang disebut dorongan gerakan (boosting). Sebaliknya slop negatif
akan menghasilkan output derivatif negatif juga yang disebut pengereman gerakan (braking) seperti
terlihat di gambar (c).
Adanya boosting akan mendorong gerakan output dipercepat disaat awal gerakan. Setelah gerakan
mendekati posisi yang dituju, efek braking akan mengerem gerakan untuk segera berhenti dan
mencegah overshoot. Pengaruh keseluruhan kontrol derivatif adalah mempercepat tanggapan sistem
kendali, mencegah overshoot dan cenderung mengecilkan error steady state.

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

12

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

5. PENGENDALIAN PID
Pengendalian PID (Proportional + Integral + Derivatif) adalah gabungan ketiga sistem kontrol.
Pondasi kontrol PID adalah kendali proporsional. Penambahan kontrol integral akan mengecilkan
error steady state yang menjadi kekurangan kontrol proposional. Kelemahan yang muncul pada
kontrol integral kemudian diatasi dengan menambahkan kendali derivatif yang menghasilkan
tanggapan sistem yang meningkat tetapi mencegah overshoot dan cenderung mengurangi error
steady state. Persamaan kontrol PID adalah sbb:

Atau

Sedang bentuk tradisional persamaan kontrol PID adalah

1. KONTROLER PID ANALOG


Kontroler PID bisa dibangun dari rangkaian op-amp seperti gambar di bawah. U1 adalah penguat
selisih (differential) yang menyediakan error = SP PV. U2, U3 dan U4 masing-masing adalah
faktor gain dari bagian proporsional, integral dan derivatif. U5 adalah penguat jumlah yang akan
menjumlahkan output P, I dan D. Besarnya konstanta gain untuk masing-masing P, I dan D diatur
dengan resistor R1, R2 dan R3.

Rangkaian di atas secara eksak mengimplementasikan persamaan kontrol PID. Namun dalam
praktek, op-amp mempunyai batas atas dan bawah operasi. Jika dalam pengoperasian, batas itu
dilampui maka op-amp tidak lagi bekerja secara tidak linear sehingga menghasilkan kesalahan
proses kontrol yang disebut saturasi. Kondisi ini bisa terjadi pada sistem dengan sinyal error yang
relatif besar atau sinyal error yang berubah relatif cepat. Sinyal error yang relatif besar bisa
menyebabkan op-amp integrator tersaturasi sedang perubahan sinyal error yang cepat sekali bisa

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

13

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

menyebabkan op-amp derivatif tersaturasi. Jika saturasi terjadi, output akan didominasi oleh sinyal
ini sehingga menyebabkan kondisi yang tidak stabil.
Keadaan saturasi di bagian P jika error yang terjadi sangat besar (SP jauh dari PV). Error yang besar
bisa menghasilkan output P yang tidak lagi linear atau tersaturasi. Keadaan ini mendorong aktuator
untuk digerakkan secara penuh secepat mungkin. Tetapi karena sistem sering tidak akan mungkin
mengikuti kecepatan input SP. Keadaan ini menimbulkan akumulasi error terhadap waktu yang
semakin besar. Pengaruh ini membuat kontrol I menjadi ikut tersaturasi. Bahkan setelah beberapa
saat, output P menjadi kembali normal sedang output I masih tersaturasi. Kondisi ini membuat
terjadinya overshoot. Kondisi sering diatasi dengan memutus output I dulu jika tersaturasi.
Masalah lain dari kontrol I bahwa integrator akan menjumlahkan error x waktu secara terus
menerus bahkan sejak awal. Ini cenderung akan terus menaikkan output I sehingga bisa terjadi
saturasi. Ini sering diatasi dengan menghilangkan (melupakan) error diwaktu lampau yang lama
dengan cara sedikit membocorkan tegangan C1 lewat resistor RC.
Masalah yang dihadapi pada kontrol D adalah bahwa input SP sering berubah secara mendadak
(step change). Perubahan mendadak menyebabkan slop error yang besar sekali sehingga bisa
membuat op-amp D menjadi tersaturasi. Untuk mengatasi ini, sering memodifikasi kontroler dengan
mengambil feedback untuk bagian D berdasar perubahan nilai PV bukan error. Ini didasarkan pada
kenyataan bahwa PV (temperatur, gerakan, dll) tidak akan berubah secara mendadak meskipun SP
berubah mendadak. Dengan ini, persamaan menjadi berubah sbb:

Sistem kontroler perlu untuk memperhatikan permadalahan di atas. Namun karena performansi
sistem kontrol sulit untuk diprediksi maka kontroler perlu ditest untuk mengatur kembali konstantakonstanta gain, batasan operasi sinyal dll.

2. KONTROLER PID DIGITAL


Kontroler PID bisa dibangun dengan rangkaian digital berbasis komputer atau mikrokontroler.
Dalam hal ini operasi kontroler diimplementasikan dengan software. Dengan cara ini sistem kontrol
secara mudah dan cepat untuk diubah bahkan disaat akhir ketika sistem akan bermasalah. Software
akan melakukan serangkaian operasi seperti persamaan kontrol PID.

Pertama software menerima input setpoint (SP)


dan process variable (PV). Selanjutnya dengan
dua input itu, software melakukan hitungan
seperti persamaan di atas untuk menghasilkan
output yang digunakan untuk menggerakkan
aktuator.
Implementasi penghitungan ada 3 term, yaitu
bagian P, I dan D dari persamaan. Bagian P
mudah saja karena di dalam kurung hanya ada
satu variabel E.
Term 2 adalah bagian I berupa
. Term
itu adalah pendekatan sebagai luas area dibawah
kurva dikalikan konstanta gain KI. Sehingga
persamaan itu adalah
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

14

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

= KIE1T + KIE2T + KIE3T + .

Yang mudah saja dikerjakan dengan software karena hanya penjumlahan error yang dikalikan
dengan konstanta. Flowchart penghitungan seperti gambar berikut

Term 3 adalah bagian derivatif yaitu

Implementasi program juga mudah saja karena hanya mengurangi error baru dengan error lama
yang dikalikan konstanta gain dan hasilnya dibagi dengan konstanta waktu interval. Flowchart
berikut adalah penghitungan term derivatif,

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

15

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Secara keseluruhan, program menjalankan iterasi sebagai barikut:


1. Baca set point (SP) dan process variable (PV)
2. Hitung tiap term proporsional, integral dan derivatif dan jumlahkan
3. Kalikan dengan konstanta gain proporsional untuk menghasilkan output PID
4. Kirim output ke aktuator
Flowchart keseluruhan pembuatan software adalah sebagai barikut:

3. KESTABILAN
Kestabilan sistem kendali adalah keadaan dimana variabel yang dikontrol akan berada dan diam
pada posisi set point. Sedang sistem yang tidak stabil adalah jika output variabel cenderung untuk
tidak menetap pada suatu nilai tertentu tapi terus berubah ubah atau disebut berosilasi. Sering sistem
yang tidak stabil memberikan output yang berosilasi semakin besar sehingga menimbulkan saturasi.

Penyebab utama sistem menjadi tidak stabil adalah adanya ketigalan fase (phase lag) oleh dead time
atau backlash karena adanya selisih waktu ketika sinyal koreksi dihasilkan terhadap waktu tanggap
sistem aktuator. Sistem closed loop menerapkan feedback negatif artinya kontroler selalu
mendorong sistem ke posisi eksak yang berlawan arah dengan perubahan error.
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

16

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Jika sistem berosilasi, maka gaya gerak dari kontroler seharusnya ketinggalan fase sebesar 1800
karena ketinggalan fase 1800 adalah arah yang berlawanan.

Positif Feedback
Feedback positif terjadi jika output kontroler adalah satu fase dengan gerakan variabel yang
dikontrol. Sehingga, seharusnya output kontroler memberikan gaya koreksi tetapi kontroler malah
menambahkan gaya gerak pada varibel yang dikontrol. Pada feedback positif, error = SP + PV.
Adanya ketinggalan fase bisa membuat sistem dengan feedback nagatif menjadi sistem feedback
positif yaitu ketika fase respon aktual tertinggal 1800 dari output kontroler. Jika terjadi positif
feedback akan membuat sistem berosilasi atau bahkan saturasi. Oleh karenanya, untuk sistem yang
berosilasi, konstanta gain harus dibuat kurang dari 1 untuk membuatnya menjadi stabil.

Bode Plot
Bode plot adalah garfik yang membantu untuk menentukan apakah sistem stabil atau tidak. Bode
plot adalah dua kurva dengan skala horisontal sama yaitu frekuensi (dlm radian/detik).
Kurva atas menggambarkan
kurva gain terhadap frekuensi
pada kondisi open loop. Kurva
bawah menggambarkan phase
lag atau ketinggalan fase
terhadap frekuensi.
Dari kurva terlihat bahwa
sistem akan stabil karena pada
ketinggalan fase 1800, gain
kurang dari 1, tepatnya 0,3.
Dua hal penentu kestabilan
sistem: gain margin dan phase
margin. Gain margin adalah
daerah gain aman mulai gain 1
ke gain yang menyebabkan
ketinggalan fase 1800. Gain
margin = 1 0,3 = 0,7.
Phase margin adalah daerah
fase aman yang diambil dari
fase saat gain 1 ke ketinggalan
fase 1800. Phase margin =
1800 1100 = 700.

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

17

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

4. PENALAAN KONTROLER PID


Penalaan adalah menentukan nilai konstanta gain KP, KI dan KD. Awalnya nilai itu ditentukan
kemudian dijalankan pada hardware atau simulasi komputer dan tanggapan sistem kontroler
dievaluasi untuk mengatur nilai-nilai gain. Langkah itu dikerjalan terus secara berulang-ulang
hingga didapatkan suatu tanggapan sistem kendali yang diinginkan. Proses iterasi ini disebut
penalaan (tuning).
Untuk membuat sistem stabil pada semua keadaan, modifikasi tertentu pada persamaan PID
maungkin perlu dilakukan. Ada banyak metode dalam menala kontroler PID namun yang sering
digunakan adalah metoda yang dikemukakan oleh Zieler dan Nichols yang disebut metode siklus
kontinyu (continuous cycle) dan metode reaksi kurva (reaction-curve).
Metode Continous Cycle
Metode siklus kontinyu bisa diterapkan jika tidak ada kerugian/kerusakan sistem aktuator ketika
sistem menjadi berosilasi. Metode ini menghasilkan tanggapan yang cepat, dimana input fungsi
berundak (step function) akan menyebabkan sedikit overshoot dan kemudian diam/stabil secara
cepat. Prosedur penalaan adalah sebagai berikut:
1. Tetapkan KP = 1, KI = 0 dan KD = 0 kemudian jalankan sistem kontroler.
2. Dengan kontrol manual, atus sistem hingga beroperasi di pertengahan jangkauannya.
Kemudian naikkan KP sementara memberikan sedikit gangguan pada set point (process
variable) hingga sistem berosilasi dengan amplitudo konstan. Catat nilai KP dan TC.

3. Dengan dasar nilai KP dan TC hitung nilai-nilai berikut:

0.6
4. Dengan nilai dari step 3 jalankan sistem kontroler dan perhatikan mungkin masih perlu ada
perubahan nilai gain lagi. Menaikkan nilai KP membuat sistem semakin kaku (stiffer) dan
respon yang makin cepat. Menaikkan nilai KI akan mempercepat sistem masuk ke nol (zero)
error steady state. Dan menaikkan nilai KD akan mengecilkan overshoot. Tetapi ingat nilainilai gain itu tidak berdiri sendiri. Mengubah satu gain akan berpengerauh pada performansi
lainnya. Karena itu penalaan dilakukan secara iteratif untuk membuat perubahan nilai gain
yang semakin kecil dan kecil hingga respon yang diinginkan tercapai (seperti gambar sisi
kanan di atas).
Metode Reaction-Curve
Metode rekasi kurva tidak perlu mengatur sistem kontroler hingga berosilasi tetapi dengan
memutuskan sistem input pada kontroler. Setelah itu diberikan input secara manual hingga output
aktuator menghasilkan fungsi berundak (step change) kecil. Kemudian respon sistem, dari output
sensor, digunakan untuk menghitung KP, KI dan KD. Dalam pengujian ini aktuator, proses operasi
dan sensor sendiri semua aktif/beroperasi. Karena pengujian ini sistem kontroler menjadi sistem
open loop, maka sistem kontroler haruslah sistem yang sudah diketahui stabil.
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

18

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Cara penalaan dengan merangkai switch ke input kontroler. Secara manual diberikan input dengan
menghubungkan switch untuk menghasilkan step function input ke aktuator. Output sensor (process
variable) kemudian direkam dan umumnya hasil respon seperti terlihat di gambar kanan di atas.
Sumbu vertikal adalah jangkauan process variable dalam persen. Prosedur penalaan adalah sebagai
berikut:
1. Gambar garis tangen ke bagian naik dari kurva respon. Garis ini mendefinisikan lag time (L)
dan rise time (T). Lag time adalah waktu tunda antara output kontroler dan respon controlled
variable.

2. Hitung slop kurva (N)


3. Hitung konstanta PID
.

dengan CV = persentase perubahan step dari controlled variable (output kontroler)

0.5
Contoh
Suatu sistem kendali PID akan ditala dengan metode reaksi kurva. Sistem telah dinyalakan dan
process variable telah mencapai steady state di posisi tengah jangkauannya. Kemudian kontroler
diubah ke mode manual dan diarahkan agar memberikan output step change kecil. Output sensor
kemudian juga telah direkam. Gambar berikut adalah grafik sinyal step dari kontroler (CV) dan
tanggapan sistem (PV).

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

19

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Jawab
Gambar atas kiri menunjukkan bahwa CV berubah dari 30% ke 40% jadi CV = 10%. Dan dari
gambar kanan di atas, L = 0,2 detik, T = 0,9 detik dan PV berubah dari 35% ke 42% sehingga PV
= 7%. Slop kurva,
7%

7,8%/
0,9
Parameter PID dihitung sbb
1.2
1
2
0,5

1.2 10%
7,8%/ 0,2
1
2 0,2

7,7

2,5/

0,5 0,2

0,1

Nilai parameter ini kemudian digunakan untuk setting awal kontroler. Berikutnya dilakukan proses
iterasi lagi dari atas hingga tercapai respon sistem kontroler seperti yang dikehendaki.

SAMPLING RATE
Dalam sistem kendali digital, sampling rate berarti berapa kali dalam satu detik kontroler membaca
output sensor dan mengeluarkan output baru bagi aktuaktor. Secara umum, sampling rate juga
menentukan kecepatan respon sistem. Artinya sampling rate yang rendah berarti respon sistem
kendali yang rendah. Teori Shannon mengatakan bahwa sampling rate minimal 2 kali frekuensi
tertinggi yang dimonitor jika tidak maka akan terjadi aliasing karena koleksi sample data tidak
cukup untuk membentuk kembali sinyal aslinya.
Dalam sistem digital hampir selalu digunakan modul ADC (Analog to Digital Converter). ADC
memerlukan waktu untuk mengkonversi sinyal analog ke data digital. Contoh berikut adalah
hitungan sederhana pengaruh sampling rate pada sistem kendali berbasis mikrokontroler.
Contoh
Suatu sistem kendali berbasis mikrokontroler menggunakan clock 12MHz. Sistem menggunakan
ADC 8 bit yang membutuhkan 100s waktu konversi. Program di mikrokontroler mempunyai 155
instruksi dimana satu instruksi membutuhkan 12 clock untuk mengerjakannya. Jika konversi ADC
tidak overlap dengan proses mikrokontroler hitung maksimum sampling rate sistem dan berapa
frekuensi maksimum sistem. Dengan pertanyaan sama, jika konversi ADC overlap dengan proses
mikrokontroler?

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

20

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Jawab a (konversi ADC tidak overlap dengan proses mikrokontroler)


Konversi ADC
= 100s
Mikrokontroler proses
= 155 instruksi x 12 clock/instruksi 121012 s = 155s
Waktu sampling
= 100s + 155s
= 255s
Frekuensi sampling
= 1/(255s)
= 3.921,6 Hz
Frek. Maks process variable = 3.921,6 Hz / 2
= 1.96 kHz
Jawab b (konversi ADC overlap dengan proses mikrokontroler)
Konversi ADC
= 100s
Mikrokontroler proses
= 155 instruksi x 12 clock/instruksi 121012 s = 155s
Waktu sampling
= 155s
= 155s
Frekuensi sampling
= 1/(155s)
= 6.451,6 Hz
Frek. Maks process variable = 6.451,6 Hz / 2
= 3.225 kHz
AUTOTUNING
Beberapa sistem kendali terutama berbasis mikrokontroler dan komputer bisa melakukan perubahan
sedikit-sedikit pada konstanta gain KP, KI dan KD untuk menyesuaikan dengan keadaan atau
perubahan. Karena sistem dirancang untuk bisa mengatur diri sepanjang kontroler beroperasi maka
proses ini disebut penalaan otomatis (autotuning). Oleh karena itu sistem kontroler yang
menggunakan autotuning disebut adaptive controller.

6. PENGENDALIAN PIP
Pengendalian PIP (Proportional + Integral + Preview) adalah gabungan sistem proporsional, integral
dan preview. Sistem menambahkan preview (lihat dimuka) yang akan melihat lebih dulu lintasan
atau jalur mana yang harus dilalui oleh controlled variable. Pengendalian PIP digunakan untuk
pengendalian agar lintasan gerakan selalu sesuai dengan yang diinginkan. Contoh pada robot las
(welding robot) yang selalu melakukan pengelasan pada suatu lintasan sesuai yang telah
diprogramkan atau sesuai lintasan yang akan dilalui. Persamaan matematis untuk kendali PIP adalah
sebagai berikut:

dimana

E
KP
KI
KF
PT
PT+1

= error = (SP PV)


= konstanta gain proporsional
= konstanta gain integral
= konstanta gain feedforward (umpan maju)
= posisi seharusnya saat T (sekarang)
= posisi seharusnya saat T+1 (berikutnya)
Perhatikan bagian
adalah sebanding (proporsional)
dengan selisih antara posisi
sekarang dengan posisi berikutnya.
Jika selisih itu besar, maka sistem
akan punya jarak yang panjang
untuk dilalui sehingga sistem perlu
mempercepat gerakan. Dan jika
selisihnya kecil atau nol, maka
gerakan akan melambat atau sistem
akan berhenti.
Pada setiap kasus, bagian feed
forward ditambahkan pada output
(persamaan) sedemikian rupa

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

21

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

controlled object (obyek yang dikendalikan) akan ditambahkan gaya gerak besar atau kecil
tergantung selisih posisi sekarang dengan posisi berikutnya.

7. PENGENDALIAN FUZZY LOGIC


Pengendalian fuzzy logic relatif baru. Fuzzy logic sangat berbeda dibanding dengan sistem kendali
yang diuraikan di atas. Pada sistem kendali tradisional (PID) bagaimanapun komplek sistem kontrol
selalu hanya diatur dengan satu persamaan matematis saja. PID selalu menggunakan error untuk
diproses sesuai algoritma dengan satu persamaan.
Fuzzy logic memodelkan proses kendali dengan meniru setelah orang berhasil menemukan solusi:
a. Menerapkan berbagai metodologi (rule) tergantung dari nilai stimulus. Jadi fuzzy logic
mempunyai beberapa respon dalam menanggapi situasi yang sama. Respon yang mana yang
dipilih tergantung dari stimulus saat itu.
b. Sering menggunakan lebih dari satu rule dari banyak rule yang ada pada saat yang sama.
Outputnya adalah berupa kombinasi dari rule-rule yang digunakan dengan pemberian bobot
yang berbeda bagi setiap rule tergantung dari stimulus saat itu.
c. Menerima ketidakakuratan tertentu agar sampai pada solusi yang bisa dikerjakan pada
masalah yang tidak bisa secara lengkap didefinisikan dengan waktu proses yang jauh lebih
singkat daripada harus sampai pada solusi eksak.
Fuzzy logic menirukan cara seperti seorang manusia yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan
akan mengendalikan sesuatu. Caranya dengan menerapkan satu set rule kendali yang sesuai dengan
situasi yang masing-masing mungkin bisa overlap atau bahkan kontradiktif.

Bagian controller fuzzy logic menggunakan pedoman set of rules (himpunan aturan) yang didapat
dari seorang ahli dan berpengalaman misalnya. Quantisizer mengambil data dari sensor (bisa lebih
dari satu sensor) dan mengubahnya menjadi ke bentuk logika kabur (fuzzy logic). Misalnya, data
dari sensor temperatur, quantisizer akan mengubah dari derajat ke bentuk predikat fuzzy (fuzzy
predicate) seperti brisk, cool, cold dan very cold. Output dari kendali fuzzy adalah sehimpunan
respon. Defuzzifier akan mengubah kembali output kontroler fuzzy ke sinyal bagi aktuator.
Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

22

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Fuzzy logic dikemukakan oleh Z.A. Ladeh dari Berkeley University tahun 1965, namun Jepang
yang mengembangkan dan menerapkan ke banyak hal. Fuzzy logic sekarang semakin banyak
diterapkan karena menawarkan banyak kelebihan dibandingkan kontroler tradisional seperti PID.
Fuzzy logic juga telah masuk ke sistem kendali peralatan rumah tangga seperti mesin cuci, AC,
kulkas dll.
SISTEM FUZZY LOGIC SATU INPUT
Untuk memahami bagaimana fuzzy logic bekerja, dicontohkan satu sistem kendali suhu ruangan
berikut. Sistem terdiri dari ruangan, pemanas gas, sensor temperatur dan kendali fuzzy logic. Aliran
gas mengalir ke pemanas diatur dengan knop. Knop mengatur dari posisi off hingga mengalir penuh
dengan 10 tahap skala. Kendali fuzzy akan membaca suhu dari sensor dan menggunakan set of rule
yang ada untuk mengatur knop naik atau turun. Sistem kendali fuzzy diinginkan untuk mengjaga
agar suhu ruangan stabil pada 700F.

Untuk mempermudah, hanya digunakan tiga kondisi suhu: warm, medium dan cool. Masing kondisi
digambarkan digrafik berikut ini.
Daerah segitiga disebut membership
function atau fungsi keanggotaan yang
menyatakan daerah suhu dimana semua
anggotanya mempunyai kategori yang
sama.
Misalnya, kategori medium, yaitu
anggotanya semua suhu antara 600 hingga
800 walaupun paling benar pada 700.
Misal lagi, semua suhu kurang dari 660
adalah cool walaupun paling benar adalah
550.
Kategori cool, medium dan warm disebut
fuzzy set karena menyatakan jangkauan.
Fuzzy set biasanya overlap yang berarti
satu temperatur tertentu bisa menjadi
anggota di dua kategori.
Kontroler
fuzzy
beroperasi
pada
sehimpunan if-then rule. Dan misalnya
dibuat 3 rule:

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

23

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

a. Rule 1 : If suhu cool, then tambahkan gas


b. Rule 2 : If suhu medium, then gas OK
c. Rule 3 : If suhu warm, then turunkan gas
Berikutnya perlu mendefinisikan rule dan sebagai contoh seperti gambar di atas. Grafik itu
menceritakan bahwa, turunkan gas berarti memutar knop ke arah off dan bisa diskala mana saja
dari 1 hingga 5. Gas OK berarti tidak perlu memutar knop atau paling banyak memutar 1 skala
kekiri atau ke kanan. Tambahkan gas berarti memutar knop ke arah on yang bisa diskala 1 hingga
5. Dengan dua grafik di atas, fuzzy logic bisa beroperasi. Misalnya dilaporkan bahwa suhu ruang
adalah 640. Quantisizer akan menentukan bahwa suhu 640 adalah 20% cool dan 40% medium. Ini
berarti bahwa Rule 1 diaplikasikan 20%, Rule 2 diaplikasikan 40% dan Rule 3 diaplikasikan 0%.
Sekarang dapat dibuat grafik sebaga representasi operasi yang terlihat seperti gambar di bawah.
Output defuzzifier adalah menghitung
gabungan pernyataan yaitu Rule 1
(tambahkan gas) 20% benar dan Rule 2
(gas OK) 40% benar dan Rule 3 salah.
Jadi output defuzzifier adalah suatu titik
di skala dimana luas dikanan sama
dengan luas dikiri titik. Hasilnya adalah
titik 1,86.
Output defuzzifier = 1,86 yang berarti
memerintahkan aktuator untuk memutar
knop gas ke kanan 1,86 skala.

SISTEM FUZZY LOGIC DUA INPUT


Sistem kontrol fuzzy dua input akan sedikit lebih rumit. Untuk menjelaskan diambil kasus seperti
sistem kendali suhu ruang seperti di atas. Sebagai input kedua yaitu laju perubahan temperatur.
Sehingga sistem kendali mempunyai dua input: temperatur (T) dan laju perubahan temperatur (T).
Temperatur dikategorikan menjadi 3 yaitu: warm, medium dan cool. Perubahan temperatur juga
dikategorikan menjadi 3 yaitu: lowering, steady dan raising.
Kategori lowering didefinisikan apabila temperatur turun dengan laju 0,20 hingga 10 permenit. Dan
secara lengkap definisi kategori tersebut digrafikkan dengan segitiga. Tinggi segitiga menyatakan
tingkat kebenaran (probabilitas) dari 0 (0%) hingga 1 (100%).
Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan set of rule, misalnya dihasilkan sbb:
1. Rule 1 : Jika T = cool dan lowering, maka tambahkan gas dengan cepat
2. Rule 2 : Jika T = cool dan steady, maka tambahkan gas
3. Rule 3 : Jika T = cool dan raising, maka gas OK
4. Rule 4 : Jika T = medium dan lowering, maka tambahkan gas
5. Rule 5 : Jika T = medium dan steady, maka gas OK
6. Rule 6 : Jika T = medium dan raising, maka turunkan gas
7. Rule 7 : Jika T = warm dan lowering, maka gas OK
8. Rule 8 : Jika T = warm dan steady, maka turunkan gas
9. Rule 9 : Jika T = warm dan raising, maka turunkan gas dengan cepat
Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan output dari kategori di atas seperti menurunkan gas, gas
OK, menambahkan gas dll. Maing-masing kondisi output bisa berupa himpunan fuzzy seperti
contoh di sebelumnya atau berupa nilai diskrit tertentu. Untuk contoh kedua ini dipilih berupa nilai
diskrit seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah. Setiap posisi dalam tabel akan berhubungan
dengan satu rule dan berisi datu angka dari 0 hingga 5 yang berhubungan dengan jumlah skala
untuk memutar knop gas ke atas atau ke bawah.

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

24

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

Jadi jika suhu cool dan lowering, maka naikkan gas 5 skala (+5). Atau jika suhu cool dan steady,
maka naikkan gas 2 skala (+2) dan seterusnya lihat tabel di atas.
Operasi kontrol fuzzy adalah sebagai berikut: misal terbaca suhu ruang adalah 640 dan terdeteksi
bahwa suhu naik sekitar 0,60 per menit. Dari grafik di atas terlihat bahwa 640 berarti 20% cool dan
40% medium sedang kenaikan 0.60 per menit berarti 10% steady dan 50% raising. Kondisi ini akan
bersesuaian dengan 4 rule sbb:
1. Rule 2 : Jika T = cool dan steady, maka tambahkan gas
2. Rule 3 : Jika T = cool dan raising, maka gas OK
3. Rule 5 : Jika T = medium dan steady, maka gas OK
4. Rule 6 : Jika T = medium dan raising, maka turunkan gas
Menghitung
dimana
wi
Ai1
Ai2
Jadi

w2
w3
w5
w6

compatibility = wi = Ai1 Ai2

= 0,2 0,1
= 0,2 0,5
= 0,4 0,1
= 0,4 0,5

= 0,02
= 0,10
= 0,08
= 0,20

Kemudian dari tabel output dihitung


dimana
yi
= output suatu rule i
wi = compatibility rule i
Bi = nilai output dari tabel
Jadi

y2
y3
y5
y6

i = 1, 2,

= compatibility rule i
= probability input pertama
= probability input kedua

= 0,02 2
= 0,10 0
= 0,08 0
= 0,20 (-2)

yi = wi Bi

i = 1, 2,

= 0,04
=0
=0
= -0,40

Berikutnya menghitung output defuzzifier dengan rata-rata berbobot sbb:


Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

25

Lab Elektronika Industri

Sistem Kendali Industri

i = 1, 2,

Atau,
,

,
,

,
,

,
,

,
,

0,22

Jadi output kendali fuzzy logic akan memerintahkan untuk menurunkan gas sebesar 0,22 skala.

Iwan B Pratama

Teknik Industri UAJY

26

Anda mungkin juga menyukai