Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

OKTOBER 2014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PERUBAHAN METABOLISME
PADA INFEKSI

OLEH :

IVANA YUSUF

PEMBIMBING :
Dr. Harakati Wangi, Sp.PD

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama

: Ivana Yusuf

Judul Referat : Perubahan Metabolisme Pada Infeksi


Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Oktober 2014

Pembimbing

( dr. Harakati Wangi, Sp.PD )

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sert
salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul Perubahan Metabolisme Pada
Infeksi sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami kesulitan
dalam mencari referensi.Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya
referat ini dapat terselesaikan.
Secara Khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam kepada
dr. Harakati Wangi,Sp.PD selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan
tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama penyusunan tugas
ini hingga selesai.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa dimasa yang akan datang. Saya
berharap sekiranya referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Makassar, Oktober 2014


Hormat Kami

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
II. PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. PENYAKIT INFEKSI ....................................................................................... 3
B. RANTAI INFEKSI ............................................................................................ 3
1. Agen Infeksi ................................................................................................. 4
2. Reservoir ...................................................................................................... 4
3. Portal exit .................................................................................................... 5
4. Cara Penularan ............................................................................................ 5
5. Portal Masuk ............................................................................................... 5
6. Daya Tahan Hospes ..................................................................................... 6
C. SAWAR PEJAMU TERHADAP INFEKSI ...................................................... 6
1. Kulit ............................................................................................................. 6
2. Saluran Urogenital ....................................................................................... 7
3. Saluran Nafas ............................................................................................... 7
4. Saluran Cerna ............................................................................................... 7
D. RESPON IMUNOLOGI TERHADAP .............................................................. 8
1. Infeksi Bakteri .............................................................................................. 8
2. Infeksi Virus................................................................................................. 10
3. Infeksi Parasit............................................................................................... 11

4. Infeksi Jamur ................................................................................................ 13


E. PERUBAHAN JARINGAN PADA INFEKSI .................................................. 14
1. Inflamasi Akut ............................................................................................. 14
2. Inflamasi Kronik .......................................................................................... 17
F. EFEK SISTEMIK PADA INFEKSI .................................................................. 18
G. TEKHNIK KHUSUS UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT INFEKSI

19

III. KESIMPULAN .................................................................................................. 20


DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam tubuh manusia terjadi serangkaian proses metabolisme dengan berbagai


zat gizi yang diperoleh dari makanan sebagai sumbernya. Bahan makanan utama seperti
karbohidrat, lemak dan protein akan dicerna dan diserap (digesti dan absorbsi) dalam
bentuk sederhana di traktus digestivus. Dan molekul sederhana akan diangkut oleh darah
ke berbagai sel/jaringan/organ untuk mengalami proses lebih lanjut.1
Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai communicable
disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata secara klinik (yaitu,tandatanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi,
keberadan dan pertumbuhan agen biologik patogenik pada organisme host individu.
Dalam hal tertentu, penyakit infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen
penginfeksi meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit multi-seluler dan protein
yang menyimpang yang dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab
epidemi penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi infeksi terjadi.2
Penularan patogen terjadi dengan berbagai cara yang meliputi kontak fisik,
makanan yang terkontaminasi, cairan tubuh, benda, inhalasi yang ada di udara atau
melalui organisme vektor. Penyakit infeksi yang sangat infektif ada kalanya disebut
menular dan dapat dengan mudah ditularkan melalui kontak dengan orang yang sakit.2
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam
tubuh yang menyebabkan sakit . Sedangkan menurut Smeltzer & Brenda, infeksi adalah
beberapa penyakit yang

disebabkan oleh pertumbuhan organisme patogenik dalam

tubuh.2 Sedangkan dari kepustakaan lain menunjukkan bahwa Infeksi artinya adalah
masuknya dan multiplikasi kuman infeksi dalam tubuh. Gejala penyakit infeksi sangat
bervariasi antara individu satu dengan yang lain, tergantung pada berbagai faktor tubuh
penderita.3 Pada beberapa penyakit infeksi dapat terjadi beberapa perubahan metabolism
dalam tubuh, baik metabolism dari zat-zat gizi, maupun dari respon imun tubuh tertentu
dalam melawan patogen yang masuk, yang akan dibahas dalam bab selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENYAKIT INFEKSI
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit yang menakutkan karena agen
infeksi dapat mengankibatkan penyakit pada individu yang sebelumnya sehat menjadi
sakit dalam kurun waktu yang singkat.3 Infeksi artinya masuknya dan multiplikasi
kuman infeksi dalam tubuh.3 Pada infeksi sub klinis, tidak tampak gejala klinis, tetapi
tubuh menunjukkan adanya respon terhadap kuman, dan biasanya melalui
pembentukan antibodi.3 Infeksi klinis terjadi bila infeksi tersebut mengakibatkan
kerusakan jaringan3 Penyakit infeksi pada umumnya akut, yang berakhir cepat
dengan penyembuhan sempurna atau malah kematian.3
Gejala penyakit infeksi sangat bervariasi antara individu satu dengan yang
lain. Tergantung pada berbagai faktor dalam tubuh penderita. Umumnya, proses
infeksi terjadi ditempat masuknya agen, misalnya faringitis streptokokus. Kadangkadang kuman dapat masuk aliran limfe atau pembuluh darah dan menyebar ke
seluruh tubuh.3
Penyakit infeksi pada umumnya akan memacu respon imun tubuh. Respon
ini dapat berupa imunitas humoral maupun seluler dan biasanya menguntungkan
sebab dapat memberikan kekebalan terhadap serangan infeksi yang sama dikemudian
hari.3 Imunitas terhadap infeksi virus tertentu bisa seumur hidup, sedangkan imunitas
terhadap bakteri atau jamur pada umumnya hanya sementara.3

B. RANTAI INFEKSI

Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar


berbagai faktor yang saling mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal
of exit, cara penularan, portal of entry dan host atau penjamu yang rentan.4

1. Agen Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain
bakteri,

virus, jamur dan protozoa.4 Mikroorganisme dikulit bisa

merupakan flora transient maupun resident. Mikroorganisme transient


normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak
dikulit. Organisme transient melekat pada kulit saat seseorang kontak
dengan objek atau orang lain dalam aktivitas normal.4 Organisme ini siap
ditularkan kecuali dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan
mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan detergen
biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme
dapat menyebabkan infeksi tergantung

pada: jumlah mikroorganisme,

virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk


dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dalam host/pejamu.4

2. Reservoir
Adalah tempat dimana mikroorganisme pathogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak.4 Yang bisa berkembang sebagai reservoir
adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain.
Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, terutama dikulit, mukosa,
cairan atau drainase.4 Adanya mikroorganisme pathogen dalam tubuh tidak
selalu menyebabkan penyakit pada hostnya.4 Sehingga reservoir yang
didalamnya terdapat mikroorganisme pathogen bisa menyebabkan orang
lain bisa menjadi sakit (carier). Kuman dapat hidup dan berkembang biak
dalam reservoir jika karakteristik reservoirnya cocok dengan kuman.
Karakteristik tersebut adalah air, suhu, ph, udara dan pencahayaan.4

3. Portal exit
Mikroorganisme yang hidup didalam reservoir harus menemukan
jalan keluar untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum

menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari


reservoirnya.4 Jika reservoirnya manusia, kuman dapat keluar melalui
saluran pencernaan, pernafasan, perkemihan, genetalia, kulit, membrane
mukosa yang rusak serta darah.4

4. Cara Penularan
Kuman dapat berpindah atau menular ke orang lain dengan berbagai
cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau
darahnya. Kontak tidak langsung melalui jarum atau balutan bekas luka
penderita, peralatan yang terkontaminasi, makanan yang diolah tidak tepat,
melalui vector nyamuk atau lalat.4

5. Portal Masuk

Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam


tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman
infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal
masuk.4 Mikroba dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama
dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh
memperbesar kesempatan pathogen masuk kedalam tubuh.4
6. Daya tahan Hospes

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen


infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu
terhadap pathogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan
mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai
individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman
yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terafi
medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.4

C. SAWAR PEJAMU TERHADAP INFEKSI


Sawar pejamu terhadap infeksi mencegah akses mikroba ke tubuh serta
penyebaran selanjutnya keseluruh jaringan. Sawar pertama adalah permukaan kulit
dan mukosa yang utuh serta sekresi yang dihasilkannya. Sawar ini merupakan
pertahanan yang kuat terhadap sebagian besar infeksi.5
1. Kulit
Kulit manusia secara normal dihuni oleh beragam spesies bakteri dan
jamur, termasuk beberapa yang oportunistik, seperti S. epidermidis dan C.
Albicans. Lapisan kulit luar yang padat dan berkeratin serta mengandung mikroba
secara terus-menerus diperbaharui dan dilepaskan. pH kulit yang rendah dan
adanya asam lemak juga menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi kulit yang
basah lebih permeable terhadap mikroorganisme.5,6
Virus papilloma manusia (HPV), penyebab kutil genital dan Treponema
Pallidum penyebab sifilis keduanya menembus kulit yang hangat lembab sewaktu
hubungan kelamin.5 Infeksi superfisial pada stratum korneum epidermis pada
S.aureus (impetigo) semuanya diperparah oleh oleh pana dan kelembapan. Larva
skistosoma yang dilepaskan siput air tawar menembus kulit orang yang berenang
dengan mengeluarkan kolagenase, elastase, dan enzim lain yang melarutkan
matriks ekstrasel.5

2. Saluran Urogenital
Urine dapat menunjang pertumbuhan banyak bakteri, saluran kemih dalam
keadaan normal steril karena dibilas beberapa kali sehari.5,6 Dan pada wanita
sering mengalami infeksi saluran kemih 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
laki-laki, karena jarak antara kandung kemih dan kulit yang dipenuhi oleh bakteri
adalah 5 cm pada perempuan dibandingkan dengan 20cm pada laki-laki.5

3. Saluran Nafas
Mikroba besar terperangkap di lapisan mukosiliaris yang melapisi hidung
dan saluran napas atas.5 Mikroorganisme terperangkap di mucus yang dikeluarkan
oleh sel goblet dan kemudian diangkut oleh gerakan silia ke bagian belakang
tenggorokan tempat mikroorgnisme tersebut ditelan atau dikeluarkan.6 Organisme
yang lebih kecil daripada 5m berjalan secara langsung ke alveoli, tempat
organisme tersebut difagositosis oleh makrofag alveolus atau neutrophil yang
direkrut ke paru oleh berbagai sitokin.5

4. Saluran Cerna
Sebagian besar pathogen saluran cerna ditularkan melalui makanan atau
minuman yang tercemar bahan feses. Oleh karena itu pembuangan kotoran ynag
sesuai sanitasi, meminum air bersih, mencuci tangan dan memasak makanan
dengan benar dapat mengurangi pajanan. Sistem pertahanan normal terhadap
pathogen yang tertelan antara lain adalah : cairan lambung yang asam, lapisan
mucus kental yang menutupi usus, enzim litik pancreas dan deterjen empedu dan
sekresi antibody immunoglobulin A.5,6
Bakteri enteropatogen menimbulkan penyakit pencernaan melalui
berbagai mekanisme, (1) sewaktu tumbuh dalam makanan yang tercemar, strain
stafilokokkus tertentu mengeluarkan enterotoksin kuat yang apabila tertelan
menyebabkan gejala keracunan makanan, (2) V. cholera dan E. coli toksigenik
berkembang biak di dalam lapisan mucus yang menutupi epitel usus dan
mengeluarkan eksotoksin yang menyebabkan epitel usus akan mengeluarkan
cairan encer berlebihan (diare), (3) Shigella, Salmonella, dan Campylobacter
menginvasi dan merusak

mukosa dan lamina propria usus sehingga terjadi

ulserasi, peradangan, dan perdarahan yang secara klinis tampak seperti disentri,
(4) S. thypi menembus mukosa yang rusak melalui bercak peyeri dan kelenjar
getah bening mesenterium untuk masuk ke aliran darah dan menyebabkan infeksi
sistemik.5

Gambar 1 : Portal masuk & penyebaran infeksi dalam tubuh5

D. RESPON IMUNOLOGI TERHADAP


1. Infeksi Bakteri
Bakteri dari luar yang masuk tubuh (jalur eksogen) akan segera diserang
sistem imun non spesifik berupa fagosit, komplemen, APP atau dinetralkan
antibodi spesifik yang sudah ada dalam darah.Antibodi dan komplemen dapat
juga berperan sebagai

opsonin. Menurut sifat

patologik

mikroorganisme

dibagi

negatif,

dapat

menjadi

Gram

dinding sel,
Gram

Positif,

microbacterium dan spirochaet. Permukaan bakteri dapat pula dilapisi kapsul


yang protektif.. protein dan polisakarida yang ada dalam struktur tersebut dapat
merangsang sistem imun humoral tubuh untuk membentuk antibodi. Diluar
membrane plasma, bakteri memiliki dinding sel yang terdiri atas mukopeptide
yang disebut peptidoglikan.7
Antibody merupakan komponen imun protektif utama terhadap infeksi
banteri ekstraseluler yang berfungsi untuk menyingkirkan mikroba dan
menetralkan toksinnya. Dimana CD4+ Th1 mengaktifkan makrofag (DTH) yang
memproduksi IFN- dan sel CD8VCTL yang memacu pembunuhan mikroba.
Sedangkan efektor imunitas non spesifik terhadap bakteri intraseluler adalah
fagosit dan NK (Natural Killer). Fagosit menelan dan mencoba menghancurkan

mikroba tersebut, namun mikroba dapat resisten terhadap efek degradasi fagosit.
Dan sel NK akan memproduksi IFN- yang kembali megaktifkan makrofag dan
meningkatkan daya membunuh dan memakan bakteri. Sehingga sel NK
memberikan respon dini dan akan terjadi interaksi antara sel NK dan makrofag.7

Gambar 2 : Mekanisme infeksi bakteri7

Gambar 3 : Respon imun Humoral dan spesifik terhadap infeksi bakteri7

2. Infeksi Virus
Virus merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas potongan DNA
atau RNA yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respon imun
terhadap protein virus melibatkan sel B dan sel T. antigen virus menginduksi
antibodi dapat menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang spesifik merupakan
imunitas paling efisien pada imunitas proteksi terhadap virus. 7
Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik terhadap virus adalah mencegah
infeksi. Efektor yang berperan adan IFN tipe I dan sel NK dan yang membunuh
sel terinfeksi. IFN tipe I mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel
sekitarnya, sedangkan sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis
virus.7
Selain itu virus juga dapat menghindarkan diri dari pengawasan sistem
imun melalui berbagai mekanisme, yaitu : virus mengubah antigen, menghambat
presentasi antigen, memproduksi molekul yang mencegah imunitas nonspesifik
dan spesifik.7
Pada infeksi virus hepatitis B pada pejamu imunokompromais tidak
menimbulkan sakit, namun subyek terinfeksi menjadi karier yang dapat
menularkan infeksi ke subyek yang sehat. Hati penderita dengan hepatitis akut
dan kronik aktif mengandung sejumlah besar sel CD8+/CTL yang MHC-1
dependen dan virus hepatitis spesifik yang diisolasi dari jaringan biopsi dan
dibiakkan invitro.7
Infeksi persisten oleh beberapa jenis virus seperti hepatitis B, akan
membentuk kompleks imun dalam sirkulasi yang terdiri atas antigen virus dan
antibodi spesifik. Komppleks tersebut diendapkan pada dinding pembuluh darah
dan menimbulkan vaskulitis sistemik.7

Gambar 4 : Imunitas humoral dan seluler pada infeksi virus7


3. Infeksi Parasit
Parasit merupakan organisme yang berlindung dalam atau di organisme
dan mendapatkan keuntungan dari pejamu. Golongan parasit berupa protozoa
(malaria, tripanasoma, toksoplasma, leismania, dan amuba), cacing, ektoparasit
(kutu, tungau) menunjukkan angka morbiditas dan mortalitas yang bermakna
terutama dinegara-negara yang sedang berkembang.7
Parasit berinteraksi dengan pejamu dalam berbagai cara seperti simbiosis
mutualisme. Banyak parasite mepunyai siklus hidup kompleks yang sebagian
terjadi di dalam tubuh manusia. Kebanyakan infeksi parasite bersifat kronis yang
disebabkan oleh imunitas non spesifik lemah dan kemampuan parasite untuk
bertahan hidup terhadap imunitas spesifik.7
Meskipun berbagai protozoa dan cacing mengaktifkan imunitas nospesifik
melalui mekanisme yang berbeda, mikroba tersebut biasanya dapat tetap hidup
dan berkembang biak dalam pejamu oleh karena dapat beradaptasi dan menjadi
resisten terhadap sistem imun pejamu. Respon imun nonspesifik utama terhadap
protozoa adalah fagositosis, tetapi banyak parasite tersebut resisten terhadap efek
bakterisidal makrofag, bahkan beberapa diantaranya dapat hidup dalam
makrofag.7
Pada infeksi cacing pada umumnya lebih kompleks oleh karena pathogen
lebih bessar dan tidak bias ditelan oleh fagosit. Peranan terhadap banyak infeksi
cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+

yang melepas Il-4 dan Il-5. Il-4 merangsang produksi IgE dan Il-5 merangsang
perkembangan dan aktivasi eosinophil. IgE yang berikatan dengan permukaan
cacing diikat eosinophil. Selanjutnya eosinophil diaktifkan dan mensekresi granul
enzim yang menghancurkan parasit.7
Eosinophil lebih efektif dibandingkan leukosit lain karena eosinophil
emngandung granul yang lebih toksik dibanding enzim proteolitik dan
ROI(Reactive Enzym Intermediete) yang diproduksi neutrophil dan makrofag.
Parasit yang masuk ke dalam lumen saluran cerna, pertama dirusak oleh IgG, IgE
dan juga ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity). Sitokin yang dilepas sel
T yang dipacu antigen spesifik merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi
bahan mukus yang menyelubungi cacing yang dirusak. Hal itu memungkinkan
cacing dapat dikeluarkan dari tubuh melalui peningkatan gerakan usus yang
diinduksi mediator sel mast seperti LTD4 (Leukotrien D)dan diare akibat
pencegahan absorbsi antrium yang tergantung glukosa oleh histamin dan
prostaglandin asal sel mast.7

Gambar 5 : respon imun terhadap cacing7

4. Infeksi Jamur
Jamu

radalah

organisme

eukariotik,

tidak

mengandug

klorofil.

Kebanyakan jamur tidak berbahaya, namun sebagian kecil spesies jamur dapat
menimbulkan penyakit pada manusia yang disebut mikosis. Penyakit tersebut,
bervariasi antara relatif infeksi superfisial biasa sampai penyakit sistemik, yang
membahayakan biasanya pada pejamu yang imunodefisien. Spesies jamur terdiri
atas molds, yeast dan fungi yang lebih tinggi. Fungi memiliki struktur dinding sel
kompleks yang terutama terdiri atas kitin polisakarida, glukan, dan manan. Jamur
mempunyai 2 bentuk, ragi (yeast) yang uniseluler dan kapang (mold) yang
tumbuh bercabang disebut hife. Yang paling patogenik adalah genus aspergilus
dan genera dimorfik kriptokok dan histoplasma yang tumbuh sebagai jamur dalam
alam atau sel dalam biakan tetapi dapat tumbuh bercabang dalam jaringan
manusia.7
Resistensi alamiah terhadap infeksi jamur pathogen tergantung pada
fagosit. Meskipun dapat terjadi pembunuhan intraseluler, jamur terbanyak
diserang ekstraseluler oleh karena ukurannya besar. Neutrophil merupakan sel
terefektif, terutama terhadap candida dan aspergilus. Jamur juga merangsang
produksi sitokin seperti IL-1dan TNF- yang meningkatkan ekspresi molekul
adhesi di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrophil ke tempat
infeksi.7
Sawar fisik kulit dan membrane mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan
sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor imunitas nonspesifik
terhadap jamur adalah neutrophil dan makrofag. Penderita dengan neutropenia
sangat rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrophil diduga melepas bahan
fungisidal seperti ROI san enzim lisozom serta memakan jamur untuk dibunuh
intraseluler.7
Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, tidak mampu membatasi
pertumbuhan jamur pathogen. CMI (Cell Mediated Imunity) merupakan efektor
imunitas spesifik utama terhadap infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum, parasite
intraseluler fakultatif hidup dalam makrofag dan dieleminasi oleh efektor seluler
sama yang efektif terhadap bakteri intraseluler.7

E. PERUBAHAN JARINGAN PADA INFEKSI


Jaringan yang terinfeksi akan mengalami perubahan patologis akibat
kerusakan seluler yang ditimbulkan oleh agen infeksi tersebut, respon inflamsi dan
respon imun. Respon radang dan respon imun bertujuan untuk menginaktifkan atau
menetralkan agen tersebut. Respon tubuh inilah yang menyebabkan berbagai gejala
klinik yang yang bias karena infeksi itu sendiri atau akibat kerusakan dan bahkan
kematian jaringan tersebut.3 Bagaimana respon tubuh terhadap infeksi tergantung
pada beberapa faktor, yang terpenting diantaranya adalah tempat kuman infeksi
bermultiplikasi di dalam jaringan.3 Perubahan ini timbul sebagai respon inflamasi
yang terjadi pada tubuh. Terdiri atas :

1. Inflamasi Akut
Inflamasi akut merupakan respon segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk
mengirimkan jejas yang dirangsang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas.8
Sesampainya ditempat jejas, leukosit membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan
memulai proses penguraian jaringan nekrotik. Proses ini memiliki dua komponen utama ;
a. Perubahan vaskular, dimana terjadi perubahan pada kaliber pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) sehingga timbul gejala panas
dan kemerahan. Kemudian terjadi perubahan struktural yang memungkinkan protein
plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular) sehingga
tekanan onkotik ekstravaskuler meningkat disertai peningkatan tekanan hidrostatik
intravaskuler akibat vasodilatsi dan terjadi penimbunan cairan di interstitial yang
disebut edema.9
b. Berbagai kejadian yang terjadi pada sel; emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi dan
akumulasinya di fokus jejas.9
Secara klinis radang akut dirandai lima tanda utama, yakni : rubor (kemerahan),
kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan function laesa (kehilangan
fungsi). Empat tanda yang pertama dikemukakan oleh Celcus dan yang kelima
ditambahkan oleh Virchow. Rubor dan kalor disebabkan oleh meningkatnya aliran darah
ke tempat radang, pembengkakan disebabkan oleh akumulasi cairan, nyeri disebabkan

oleh pelepasan zat-zat kimia yang merangsang ujung-ujung saraf dan functio laesa
disebabkan oleh gabungan beberapa faktor tersebut.9 Tanda-tanda ini semuanya terjadi
bila radang akut mengenai permukaan tubuh, tetapi tidak semua tanda-tanda ini akan
tampak bila radang akut mengenai organ-organ dalam, misalnya radang akut pada paru
(pneumonia) tidak menyebabkan nyeri jika radang tidak mengenai pleura parietalis.
Beberapa istilah yang digunakan berkaitan dengan radang akut, yaitu :9
a. Eksudasi yairu keluarnya cairan, protein dan sel darah dari pembuluh darah ke jaringan
interstitial atau rongga tubuh.
b. Eksudat yaitu cairan radang ekstravaskuler dengan konsentrasi protein tinggi, bnayak
debris seluler, terjadi akibat perubahan permeabilitas pembuluh darah kecil pada tempat
jejas.
c. Transudate adalah cairan dengan kandungan protein rendah (kebanyakan albumin), berat
jenis kurang dari 1,012. Biasanya terjadi karena ultrafiltasi plasma akibat tekanan
hidrostatik yang meningkat dengan permeabilitas endotel yang normal.
d. Edema adalah kelebihan cairan baik eksudat maupun transudate pada jaringan interstitial.
e. Pus adalah eksudat yang purulent, kaya akan leukosit (terutama neutrophil) dan debris sel
parenkim.

PERISTIWA YANG TERJADI PADA SEL


Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa urutan terjadi ekstravasasi leukosit dari lumen
pembuluh darah ke ruang ekstravaskuler dibagi menjadi (1) marginasi dan rolling, (2) adhesi dan
transmigrasi antar sel endotel, dan (3) migrasi pada jaringan interstitial terhadap suatu rangsang
kemotaktik.8,9
a. Marginasi dan rolling, dimana dalam keadaan normal sel-sel darah terletak dibagian
sentral sedang cairan plasma berada diperifer (dekat endotel). Akibat aliran darah yang
melambat pada radang, menyebabkan sel-sel darah putih menuju ke perifer sepanjang
permukaan endotel (marginasi). Masing-masing leukosit akan berbaris sambil
menggelinding pada permukaan endotel (rolling), akhirnya berhenti pada satu tempat.

Leukosit ini akan membentuk pseudopodi pada pertemuan antar dua sel endotel
(junctional) dan menembus membrane basal sehingga keluar ke ruang ekstra vaskular.8,9
b. Adhesi dan transmigrasi, leukosit akhirnya melekat kuat pada permukaan endotel
(adhesi) seblum merayap di antara sel endotel dan melewati membrane basalis masuk ke
ruang ekstravaskuler (diapedesis). Akibat adhesi kuat ini diperantarai oleh molekul
superfamily immunoglobulin pada sel endotel yang berinteraksi dengan integrin yang
muncul pada permukaan sel leukosit. Diapedesis leukosit terjadi secara menonjol di
venula pembuluh darah sistemik. Setelah adhesi kuat terjadi pada permukaan endotel,
leukosit bertransmigrasi terutama dengan merembes diantara sel pada intracellular
junction. Pada sebagian besar inflamasi akut, neutrophil menonjol pada 6-12 jam pertama
dan digantikan oleh monosit pada 24-48 jam berikutnya.8,9
c. Kemotaksis dan aktivasi, leukosit bergerak kearah jejas karena adanya kemoatraktan.
Kemoatraktan dapat merupakan substansi eksogen (produk bakteri seperti peptide dan
lipid) maupun endogen

(komplemen C5a, leukotriene B4 dan sitokin IL-8). Ikatan

kemoatraktan pada reseptor spesifik membrane sel leukosit menyebabkan aktivasi


fosfolipase C yang diperantarai protein-G. fosfolipase C menghidrolisis fosfatidilinositol
bifosfat (PIP2) membrane plasma menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat
(IP3). IP3 akan merangsang pengeluaran kalsium dari penyimpanana intrasel dan
masuknya kalsium ekstraseluler sehingga terjadi peningkatan kalsium sitosol yang
merangsang elemen kontraktil untuk gerakan sel menuju ke tempat jejas.8,9
d. Fagositosis dan degranulasi. Fagositosis dan elaborasi enzim degradatif merupakan dua
manfaat utama dari adanya leukosit yang direkrut dari tempat inflamasi. Terdiri atas
langkah utama yaitu : (1) pengenalan dan perlekatan partikel, (2) penelanan, (3)
pembunuhan dan degradasi material yang ditelan. Pengenalan dan perlekatan leukosit
pada sebagian besar mikroorganisme difasilitasi oleh protein serum yang disebut opsonin.
Pengikatan partikel teropsonisasi memicu penelanan, dan pada fase akhir adalah
pembunuhan dan degradasi. Pembunuhan mikroba sebagian besar oleh spesien oksigen
reaktif (ROS).8,9

2. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik dianggap sebagai inflamsi memanjang (berminggu-minggu)
hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun) dan terjadi inflamasi aktif, jejas jaringan,
dan penyembuhan secara serentak. Pada inflamasi kronik ditandai dengan: infiltrasi selsel mononuclear yaitu makrofag, limfosit dan sel plasma. Destruksi jaringan diatur oleh
sel radang, dan repair (perbaikan) dimana melibatkan proliferasi pembuluh darah baru.8

F. EFEK SISTEMIK PADA INFEKSI


Setiap orang yang menderita penyakit virus berat telah mengalami efek
sistemik inflamasi yang disebut reaksi fase akut. Demam hanya salah satu dari
berbagai efek sistemik inflamasi yang nyata, sedangkan efek lainnya yaitu
peningkatan somnolen, malaise, anoreksia, degradasi protein otot skelet yang
dipercepat, hipotensi. Sitokin IL-1, IL-6, dan TNF merupakan mediator reaksi fase
akut yang penting.8 TNF dan IL-1 bekerja pada pusat pengatur suhu hypothalamus
melalui produksi PGE local untuk menginduksi demam. Il-6 menginduksi hepatik
berupa protein plasma yang terbanyak yaitu fibrinogen, peningkatan kadar fibrinogen
yang menyebabkan eritrosit lebih mudah beraglutinasi sehingga menjelaskan
mengapa inflamasi akan disertai laju endap darah meningkat.8
Leukositosis merupakan gambaran umum reaksi radang, khususnya yang di
induksi oleh bakteri. Jumlah leukosit secara khusus meningkat sampai 15.000 atau
20.000 sel/L.8 Leukositosis awalnya terjadi karena pelepasan sel dari sum-sum
tulang (IL-1 dan TNF).8 Sebagian besar infeksi bakteri menginklusi peningkatan sel
polimorfonuklear (neutrofilia) yang relative selektif, sementara infeksi parasite secara
khusus akan menginduksi eosinophilia.8 Virus tertentu, seperti mononucleosis
infeksiosa, gondongan (Mumps), dan rubella menimbulkan peningkatan selektif pada
limfosit (limfositosis). Namun demikian sebagain besar infeksi virus, riketsia,
protozoa serta jenis infeksi bakteri tertentu (demam tifoid), disertai dengan penurunan
jumlah sel darah putih dalam sirkulasi (leukopeni).8

Gambar 6 : Mediator inflamasi pada infeksi5

G. TEKHNIK KHUSUS UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT INFEKSI


Beberapa agen infeksi atau produknya dapat secara langsung diamati pada
sediaan yang diwarnai H&E (missal badan inklusi yang dibentuk oleh CMV dan virus
herpes; gumpalan bakteri, yang biasanya berwarna biru; candida dan mucor, diantara
berbagai jamur; sebagian besar protozoa; dan semua cacing). Namun, banyak agen
infeksi hanya tampak setelah pemakaian pewarnaan khusus yang mengidentifikasi
organisme berdasarkan sifat tertentu dinding sel atau selubungnya (pewarnaan gram,
tahan asam, perak, musikarmin, dan giemsa)dan atau setelah pemberian label dengan
probe antibody spesifik. Apapun tekhnik pewarnaannya, organisme sebaiknya dicari
di tepi lesi yang sedang meluas dan bukan dibagian tengah, terutama bila terjadi
nekrosis. Karena tekhnik morfologik ini tidak dapat menentukan spesies organisme,
sensitivitas obat, atau mengidentifikasi karakteristik virulensi.6,7
Metode yang di dasarkan pada reaksi berantai polimerasi (PCR) digunakan
untuk identifikasi mikroba yang tumbuh lambat pada biakan (mycobacterium dan
CMV) atau sama sekali tidak dapat dibiakkan (HBV dan HCV).

BAB III
KESIMPULAN
Infeksi artinya masuknya dan multiplikasi kuman infeksi dalam tubuh. Infeksi
adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke dalam tubuh
manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan disebut
penyakit infeksi. Tergantung pada berbagai faktor dalam tubuh penderita. Penyakit
infeksi pada umumnya akan memacu respon imun tubuh. Respon ini dapat berupa
imunitas humoral maupun seluler dan biasanya menguntungkan sebab dapat memberikan
kekebalam terhadap serangan infeksi yang sama dikemudian hari.
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor
yang saling mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan,
portal of entry dan host atau penjamu yang rentan. Sawar pejamu terhadap infeksi
mencegah akses mikroba ke tubuh serta penyebaran selanjutnya keseluruh jaringan.
Sawar pertama adalah permukaan kulit dan mukosa yang utuh serta sekresi yang
dihasilkannya. Sawar ini merupakan pertahanan yang kuat terhadap sebagian besar
infeksi.
Jaringan yang terinfeksi akan mengalami perubahan patologis akibat kerusakan
seluler yang ditimbulkan oleh agen infeksi tersebut, respon inflamsi dan respon imun.
Respon inflamasi yang terjadi dapat akut yang ditandai dengan rubor, kalor, dolor,tumor
dan functio laesa serta pengaktifan mediator-mediator inflamasi seperti IL-1,IL-6,TNF.
Sedangkan pada respon inflamasi kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang polimorfonuklear
yaitu makrofag dan limfosit, destruksi jaringan serta adanya perbaikan pembuluh darah.
Peningkatan respon tubuh ini yang akan memberikan manifestasi klinik seperti demam,
leukositosis, leukopenia, neurofilia, eosinophilia.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Hashumal, Jangki, dr. Yustisia, Ika, dr. Ilhamuddin, dr. Biokimia dalam Mekanisme
Dasar Penyakit. Tim Pengajar BMD FK Universitas Hasanuddin, 2006 : 46-50
2. Anonim.

Penyakit

Infeksi.

PDF

URL

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31979/4/Chapter%20I.pdf diakses pada


tanggal 04 Oktober 2014
3. Arsyadi, Gunawan. Mekanisme Kerusakan Jaringan Pada Infeksi dalam Mekanisme
Dasar Penyakit. Tim Pengajar BMD FK Universitas Hassanuddin, 2006 : 121-128
4. Anonim.

Konsep

Dasar

Infeksi.

PDF

URL

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3pdf/0910712026/bab2.pdf diakses pada tanggal 04


Oktober 2014
5. Samuelson, John, MD, PhD,. Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam Buku Ajar Patologi
edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 350-359
6. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit edisi 5. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1999: 192-196
7. Baratawidjaya, Garna, Karnen,.Rengganis, Iris,. Imunologi Infeksi dalam Imunologi
Dasar edisi ke-9. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 401-447
8. Mitchel, N, Richad,.Cotran, S, Ramzi,. Inflamasi Akut dan kronik dalam Buku Ajar
Patologi edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 35-63
9. Sungowati, NK,. Radang Akut dalam Mekanisme Dasar Penyakit. Tim Pengajar BMD
FK Universitas Hasanuddin, 2006 : 83-87

Anda mungkin juga menyukai