Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental dan
kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi, sehingga individu tersebut merasa puas dan
mampu (Rasmun, 2001). Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana
keadaan sebelum sakit, beberapa pasein meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan
berkomunikasi dan mengenali realitas.
Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penurunan produktifitas maka pada pasien yang
dirawat inap dilakukan upaya rehabilitasi sebelum klien dipulangkan dari Rumah Sakit. Tujuannya
untuk mencapai perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya, penyaluran dalam pekerjaan dengan
kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan socials ehingga bisa
berfungsi

sebagai

anggota

masyarakat

yang

mandiri

dan

berguna

(Nasution,2006).

Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh multiprofesi yang terdiri dari dokter, perawat, psikologi,
sosial worker serta okupasi therapist yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Dokter
memberikan terapi somatik, psikolog melakukan pemilahan klien berdasarkan hasil psikotest,
kemampuan serta minat klien, social worker menjadi penghubung antara klien dengan keluarga dan
lingkungan serta okupasi terapis memberikan terapi kerja bagi pasien. Perawat sendiri mempunyai
peran yang sangat penting dalam pelaksanaan rehabilitasi baik dalam tahap persiapan, pelaksanaan
maupun pengawasan. Sebagai sebuah team, perawat memberi peran yang sangat penting dalam
mengkoordinasikan berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota team sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai antara klien dan team kesehatan sehingga rehabilitasi berjalan sesuai tujuan yang
diharapkan menurut para perawat sistem dan budaya kerja yang ada tidak memungkinkan untuk
melaksanakan peran tersebut, sehingga perawat mengerjakan tugas multiprofesi sekaligus dari mulai
dokter, psikolog sosial worker, tenaga gizi sampai tenaga pertanian. Berdasarkan fenomena tersebut
peneliti merasa tertarik untuk melihat peran perawat dalam psikofarmaka.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
2. Jenis terapi somatik pada klien gangguan jiwa antara lain:
a. Pengikatan / Pengekangan
b. Isolasi
c. Terapi Kejang Listrik
d. Fototerapi
e. Terapi deprivasi tidur

Pengekangan Fisik
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik, seperti manset
utk pergelangan tangan & pergelangan kaki, serta seperai pengekang, begitu pula isolasi,
yaitu dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt keluar atas
kemauannya sendiri.
Pengekangan Mekanik
Jenis pengekangan mekanik adalah:
a. Camisoles (jaket pengekang)
b. Pengekang dgn manset utk pergelangan tangan
c. Pengekangan dgn manset untuk pergelangan kaki.
d. Pengekangan dengan seprei.
Indikasi pengekangan yaitu:
a. Perilaku amuk
b. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
c. Ancaman terhadap infegritas fisik
d. Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal

Pengekangan dengan Seprei Basah dan Dingin

Pasien dapat diimobilisasi dgn membalutnya seperti mummi dalam lapisan seprei dan
selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas seprei yang telah direndam dalam air es. Walaupun
mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenangkan.
Isolasi
Isolasi adalah menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidak dapat keluar
dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari
penempatan dalam ruangan yg tertutup, tapi tidak terkunci sampai pada penempatan dlm
ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg dibatasi, &
pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat. Penggunaan kain terpal
kurang dpt diterima & hanya digunakan untuk melindungi pasien atau orang lain.

Indikasi penggunaan:
a. Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien atau orang lain dan
tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengekangan yang longgar,
seperti kontak interpersonal atau pengobatan
b. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.
Kontraindikasi adalah:
a. Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
b. Risiko tinggi untuk bunuh diri
c. Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
d. Hukuman.

Terapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran lintrik melalui elektorode yang dipasang
pada satu atau dua "temples." Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang
bervariasi pada tiap pasien tergantung ; pada masalah pasien dan respons terapeutik sesuai
hasil pengkajian selama tindakan. Rentang jumlah yang paling umum dilakukan pada pasien
dengan gangguan afektif antara enam sampai 12 kali, sedangkan pada pasien skizofrenia
biasanya diberikan sampai 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu atau setiap
beberapa hari, walaupun sebenarnya bisa diberikan lebih jarang atau lebih sering.

Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi
merupakan kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi - kondisi klien yang kontra indikasi
tersebut adalah:
a. Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
b. Kehatnilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
c. Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur
tulang.
d. Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
e. Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
Indikasi penggunaan adalah:
a. Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau pada pasien
yang tidak dapat menggunakan obat
b. Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap obat
c. Pasien dengan buttuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan untuk dapat
mencapai efek terapeutik
d. Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek terapi
pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok janiung, dan selama kehamilan

FOTO TERAPI
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien
biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien
berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau
diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga ditentukan
oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang
diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi dengan
kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien
membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi
dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.

A. Indikasi :
Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan cuaca
(seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan atau musim dingin(winter)
di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yg bisa mencetuskan depresi pd beberapa org.

B. Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang pd kondisi
biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang sistem
neurotransmiter serotonin & dopamin yg berperanan pd depresi.

C. Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala, cepat
terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari hidung dan
sinus.

TERAPI DEPRIVASI TIDUR


Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan cara
mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi
mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam.
Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
A. Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
B. Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin yang
berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.
C. Efek Samping :
Klien yg didiagnosa mengalami gang. efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini dpt
mengalami gejala mania.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan
yang ditujukan pada kondisi fisik klien.

Anda mungkin juga menyukai