Anda di halaman 1dari 19

Case Report Session

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Wulan Prisilla
Amrina Rasyada
Cahyaningtyas
Anita Yulistiani
Regina Ivanovna
Mulfa Satria Asnel

1010311003
1010311004
1010313010
1010313041
1010313058
1010313109

Preseptor:
Dr. dr. Eva Decroli, Sp.PD-KEMD, FINASIM

Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2014

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.

Pengertian
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius,
suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan
tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk
menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik (KAD) ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD merupakan komplikasi akut
diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok.

2.

Epidemiologi
Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar 9-10%,
sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat
mencapai 25-50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai
KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar
glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada
pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang
tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok
usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relatif tetap/tidak berkurang dan angka
kematiannya juga belum menggembirakan. Mengingat 80% pasien KAD telah diketahui
menderita DM sebelumnya, upaya pencegahan sangat berperan dalam mencegah KAD dan
diagnosis dini KAD.

Tabel 1. Jumlah Kasus dan Angka Kematian Ketoasidosis Diabetik di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo

Tahun
1983-1984 (9 bulan)
1984-1988 (48 bulan)
1995 (12 bulan)
1997 (6 bulan)
1998-1999 (12 bulan)

3.

Jumlah Kasus
14
55
17
23
37

Angka Kematian (%)


13,4
40
18,7
51

Klasifikasi
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) diklasifikasikan menjadi empat yang masing-masing
menunjukkan tingkatan atau stadiumnya.
Tabel 2. Klasifikasi Ketoasidosis Diabetik
Stadium
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat Berat

4.

Macam, KAD
KAD ringan
Perkoma Diabetik
Koma Diabetik (KD)
KD Berat

pH Darah
7,30-7,35
7,20-7,30
6,90-7,20
<6,90

Bikarbonat Darah
15-20 mEq/l
12-15 mEq/l
8-12 mEq/l
< 8 mEq/l

Faktor Pencetus
Ada sekitar 20% paseien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.
Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor
pencetus ini penting untuk pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus
yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, mengehentikan, atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu
20% pasien KAD tidak ditemukan faktor pencetus.

5.

Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, ketokolamin, kortisol, dan hormone
pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi
glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat
bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD
dapat dkelompokkan menjadi dua bagian yaitu (gambar 1) :

Akibat hiperglikemia
Akibat ketosis

Gambar 1. Patofisiologi KAD


Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin,
mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibat lipolisis meningkat, sehingga
terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi
produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama
adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal kadar

3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting.
Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus
memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, member signal
untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen , menghambat lipolisis pada sel lemak
(menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta
mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif.
Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia,
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.

6.

Peranan Hormon

Peranan Insulin
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra regulasi

yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Defisiensi insulin
dapat disebabkan oelh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang
berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata
pada 3 organ, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan
metabolisme lemak dan karbohidrat (gambar 1).

Peranan Glukagon
Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan dalam

ketogenesis KAD. Glukagon mengahambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan


malonyl CoA adalah suatu penghambat cartnitine acyl transferase (CPT 1 dan 2) yang bekerja
pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian peningkatan glukagon
akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.
Pada pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah tidak teregulasi dengan baik, bila kadar
insulin rendah maka kadar glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi
kebalikan respons insulin pada sel-sel lemak dan hati.

Hormon kontra regulator insulin lain

Kadar epinefrin dan kortisol darah menngikat pada KAD. Hormon pertumbuhan (GH)
pada awal terapi KAD kadarnya kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan
pemberian insulin.
Keadaan stres sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan
menstimulasi pembentukan benda-benda keton, glukonoegenesis serta potensial sebagai pencetus
KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stress berkepanjangan.

7.

Gejala klinis
Gejala-gejala dari KAD berupa: (1) dehidrasi: kekeringan di mulut dan hilangnya
elastisitas kulit, (2) napas berbau kecut/asam, (3) mual-mual, muntah-muntah, dan rasa sakit di
perut, (4) napas berat, (5) tarikan napas meningkat, (6) merasa sangat lemah dan mengantuk.
Areataeus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri, dan
polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin,
demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada
KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan
gastroparesis-dilatasi lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi
sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan
kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alcohol).
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Walaupun faktor pencetusnya
adalah infeksi, kebanyakan pasien tidak mengalami demam.bila dijumpai nyeri abdomen perlu
dipikirkan kemungkinan kolesistisis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus.
Bila pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan KAD maka perlu dicari
kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirektal).

8.

Diagnosis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas,
status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus
dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga
penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.

Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia


hiperosmolar nenketotik. Proses HHS biasanya berkembang selama beberapa hari minggu,
sedangkan evolusi episode DKA akut pada diabetes tipe 1 atau bahkan pada diabetes tipe 2
cenderung jauh lebih pendek. Meskipun gejala diabetes yang kurang terkontrol mungkin tampak
dalam beberapa hari, perubahan metabolik khas ketoasidosis biasanya berkembang dalam jangka
waktu yang singkat (biasanya <24 jam). Umumnya penampakan seluruh

gejala

dapat

tampak

atau berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD
sebelumnya. Gambaran klinis klasik meliputi riwayat poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, muntah,
dehidrasi, lemah, dan perubahan status mental. Temuan fisik mungkin termasuk turgor kulit buruk,
respirasi Kussmaul takikardia, dan hipotensi. Status mental dapat bervariasi dari kewaspadaan penuh
untuk kelesuan yang mendalam atau koma. Tanda-tanda neurologis fokal (hemianopia dan hemiparesis)
dan kejang (fokal atau umum) juga dapat terjadi. Meskipun infeksi adalah faktor pencetus umumnya,
pasien dapat normothermic atau bahkan hipotermia terutama karena vasodilatasi perifer. Hipotermia berat
adalah tanda prognosis yang buruk Mual, muntah, nyeri perut difus sering pada pasien dengan DKA (>
50%), tetapi jarang terjadi di HHS (33). Perhatian harus diambil dengan pasien yang mengeluh sakit perut
pada presentasi karena gejala dapat berupa hasil dari DKA atau indikasi penyebab pencetus dari DKA,
khususnya pada pasien yang lebih muda.

Pemeriksaan laboratorium yang penting dan mudah untuk segera dilakukan setelah
dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan
glucose sticks dan pemeriksaan urin dengan mengunakan urine strip untuk melihat secara
kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan laboratorium
lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi kadar HCO3,
anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksan kadar AcAc dan laktat serta 3HB.
Tjokroprawiro memberikan kriteria diagnosis untuk Ketoasidosis Diabetikum sebagai
berikut:
1. Klinis

: poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernapasan Kussmaul (dalam dan

frekuens), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu sampai koma.
2. Darah

: hiperglikemia lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500 mg/dl). Bikarbonat

kurang dari 20 mEq/l (dan pH < 7,35)


3. Urine : glukosuria dan ketonuria

9.

Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
1) Penggantian cairan dan garam yang hilang
2) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
3) Mengatasi stres sebagai pencetus KAD
4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta
penyesuaian pengobatan.
Pengobatan KAD tidak terlalu rumit, ada 6 hal yang perlu diberikan: 5 diantaranya ialah:
cairan, garam ,insulin, kalium dan glukosa. Sedangkan yang terakhir terapi sangat menentukan
adalah asuhan keperawatan. Di sini diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD
teratasi dan stabil.

Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan
perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada
jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai
protokol.
Tujuannya ialah untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon
kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan
larutan yang mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).

Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi
yang memadai. Pemberian insulin akan ,menurunkan hormon glukagon sehingga dapat
menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak,
pelepasan asam amino dari jaringan otot, dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh
jaringan. Tujuan pemberian insulin ini bukan hanya untuk mencapai kadar glukosa
normal tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu bila kadar glukosa
kurang dari 200 mg% insulin diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia diberikan

cairan yang mengandung glukosa sampai asupan kalori oral pulih kembali.
Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Hiperkalemia yang fatal
sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat. Bila

pada elektro kardiogram ditemukan gelombang T ya ng tinggi, pemberian cairan dan


insulin dapat segera mengatsi keaadan hiperkalemia tersebut.

Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah
akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi
penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg%/ jam. Bila kadar glukosa mencapai
kurang dari 200 mg% maka dapat dimulai infus yang mengandung glukosa.
Perlu ditekankan tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan kadar glukosa

tapi untuk menekan ketogenesis.

Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama
beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD
yang berat. Hal ini disebabkan karena pemberian bikarbonat dapat :
o

Menurunkan pH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas


bikarbonat

menimbulkan efek negatif pada disosiasi oksigen di jaringan

hipertonis dan kelebihan natrium

meningkatkan insiden hipokalemia

gangguan fungsi serebral

terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto


Saat ini bikarbonat diberikan bila pH kurang dari 7,1 namun

walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang


mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Disamping hal tersebut diatas pengobatan umum tak kalah
penting yaitu :
1. antibiotik yang adekuat
2. oksigen bila tekanan O2 kurang dari 80 mmHg

3. heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (lebih dari 380
mOsm/liter)

10.

Pencegahan
Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan
kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada system
pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif terutama pada
saat penyandang DM mengalami sakit akut (misalnya batuk pilek, diare, demam, luka).
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa-masa
sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan keton urin sendiri. Di sinilah
pentingnya edukator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama pada keadaan
sulit.

11.

Prognosis
Prognosis baik selama terapi adekuat dan selama tidak ada penyakit lain yang fatal
(sepsis, syok septik, infark miokard akut, thrombosis serebral, dll).

BAB II
LAPORAN KASUS
DISKUSI
Diagnosa ketoasidosis diabetikum ini ditegakkan dari pemeriksaan fisik dan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan adanya penurunan kesadaran sejak 9 jam sebelum masuk RS
yang terjadi mendadak. Adanya riwayat batuk, nyeri saat BAK dan BAB tidak lancar.
Didapatkan juga adanya riwayat penurunan berat badan, sering merasa lapar, haus, dan
buang air kecil. Dari pmeriksaan fisik didapatkan adanya pernafasan kusmaull, takikardi,
hipotensi, turgor kulit menurun, serta ronki pada bagian apeks paru. Dari laboratorium
didapatkan adanya leukositosis dan hiperglikemia. Hal ini sesuai dengan literatur yang
mengatakan bahwa gejala klinis KAD terjadi secara cepat (<24 jam). Pada pasien ini
faktor pencetus yang mengakibatkan muculnya KAD adalah pneumoni dan ISK, Seperti
pada literautr yang mengatakan bahwa pencetus tersering adanya KAD adalah ISK dan
pneumoni.

Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 14 tahun di HCU Penyakit Dalam RSUP dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 28 September 2014 dengan:
Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
-

Penurunan kesadaran sejak 9 jam sebelum masuk RS. Sebelum penurunan kesadaran
pasien tampak gelisah. Penurunan kesadaran terjadi secara mendadak, disertai sesak
napas, dan pasien tampak bernapas cepat dan dalam.
Batuk sejak 5 hari yang lalu, tidak berdahak, tidak berdarah. Batuk disertai sesak nafas.
Sesak nafas tidak dipengaruhi aktifitas. Sesak nafas tidak dipengaruhi cuaca dan
makanan.
Nyeri sebelum BAK sejak 10 hari yang lalu, nyeri disertai rasa panas pada saat buang air
kecil.
BAB tidak lancar sejak 12 hari yang lalu, merasakan perut penuh dan sesak. Perut sakit
ketika ditekan.
Demam sejak 15 hari yang lalu, demam tidak tinggi, terus menerus, tidak disertai
menggigil dan berkeringat.

Penurunan berat badan dirasakan sejak 1 bulan terakhir, tanpa diketahui penyebabnya.
Porsi dan frekuensi makan bertambah dari sebelumnya, menjadi 4 kali sehari. Pasien
sering merasa lapar dan haus. Pasien sering buang air kecil terutama malam hari.
Pasien saat demam pernah dibawa ke bidan dan diberikan 2 macam obat minum, yaitu
paracetamol dan CTM. Demam berkurang namun tetap muncul.
Awalnya, pasien dibawa ke RSUD Pasaman dengan penurunan kesadaran, diberikan
cairan lalu dirujuk ke RSUP DR. M. Djamil Padang.
Riwayat sering pingsan disangkal.
Riwayat luka yang lama sembuh disangkal.
Riwayat menggunakan jamu dan obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal.
Riwayat mata kabur dan sering kesemutan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


-

Riwayat hipertensi disangkal


Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui

Riwayat Penyakit Keluarga:


-

Tidak ada keluarga pasien yang menderita DM


Ayah pasien meninggal karena stroke dan hipertensi.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Status Perkawinan:


-

Pasien sudah tidak sekolah lagi sejak usia 11 tahun karena tidak ada keinginan untuk
sekolah dari pasien.
Rutinitas pasien sehari-hari di rumah hanya memasak, membereskan rumah, mencuci
baju, dsb.
Riwayat menstruasi normal. Pasien menstruasi saat usia 13 tahun, lama menstruasi 4-6
hari dan ganti pembalut sebanyak 2-3x sehari.

Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran

: sopor

Keadaan umum

: Berat

Tekanan darah

: 90/40 mmHg

Frekuensi nadi

: 108 x/menit, teratur, pengisian cukup

Frekuensi nafas

: 32x/menit, pernafasan kusmaul

Suhu

: 37,60c

BB

: 35 kg

TB

: 150 cm

BMI

: 15,56 kg/m2

BBI

: 45 kg

Ikterus

: (-)

Edema

: (-)

Anemia

: (+)

Kulit

: Turgor menurun

Kelenjar Getah Bening: tidak terdapat pembesaran


Kepala

: normocephal, tidak ada kelainan tulang tengkorak

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut.

Mata

: konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, reflex cahaya (+/+)

Telinga

: aurikula tidak ada kelainan,


Liang telinga: sekret (-), darah (-)
Membran timpani: utuh, refleks cahaya (+)

Hidung

: cavum nasi simetris, deviasi septum tidak ada, polip nasi (-)

Tenggorokan

: arkus faring: debris (-), hiperemis (-)


uvula di tengah
tonsil: T2/T2, hiperemis (-), debris (-)

Gigi dan mulut

: caries (-), candidiasis oral (-), atrofi papil lidah (-), hipertrofi ginggiva (-)

Leher

: JVP 5-2 cmH20


Kelenjar tiroid tidak membesar

Thoraks
Paru depan

Inspeksi

: Simetris kanan = kiri, saat statis maupun dinamis

Palpasi

: fremitus sulit dinilai

Perkusi

: sonor kanan = kiri


batas pekak hepar RIC V

Auskultasi

: bronkovesikuler, Rhonki basah halus pada RIC 2, wheezing (-)

Paru belakang
Inspeksi

: Simetris kanan = kiri, saat statis maupun dinamis

Palpasi

: fremitus sulit dinilai

Perkusi

: sonor kanan = kiri


batas peranjakan paru 1 jari

Auskultasi
Jantung

: bronkovesikuler, Rh (+), wheezing (-)


:

Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: Batas jantung kanan: LSD, atas RIC II, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi

: irama teratur, M1>M2, P2<A2, Bising (-)

Abdomen

Inspeksi

: perut tidak membuncit, venektasi (-), kolateral (-)

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Punggung

: nyeri ketok dan nyeri tekan CVA tidak bisa dinilai

Alat kelamin

: dalam batas normal

Anggota gerak
sulit dinilai.

: reflex fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-), edema (-/-), sensibilitas

Pembuluh darah

Pulsasi
A. Temporalis
A. Carotis
A. Brachialis
A. Radialis
A. Femoralis
A. Poplitea
A. Tibialis Posterior
A. Dorsalis Pedis

Dextra
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Pemeriksaan Umum :
Laboratorium
Hemoglobin

: 11,8 gr/dl

Leukosit

: 19.800/mm3

Hematokrit

: 36%

Trombosit

: 377.000/mm3

GDS

: 695 mg/dl

Daftar masalah
1.
2.
3.
4.

Asidosis metabolik
Syok sepsis
ISK
Konstipasi

Diagnosis Kerja

1. Ketoasidosis Diabetikum
2. Diabetes melitus tipe I, tidak terkontrol, normoweight
3. Syok sepsis ec bronkopneumonia duplex
Diagnosis Banding

1. Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM)


2. Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)
Terapi:
1. NGT Diet 1500 Kkal

Sinistra
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

2. O2 10 L, sungkup NRM
3. Kateter: balance cairan
4. Protokol KAD:
a. Rehidrasi
1 jam I : NaCl 0,9% 2L (loading)
1 jam II: NaCl 0,9% 1L
1 jam III: NaCl 0,9% 1L
1 jam IV: NaCl 0,9% 500mL
1 jam V: NaCl 0,9% 500mL
Lalu IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
b. Setelah rehidrasi, 1 jam kemudian berikan bolus insulin 10 unit
c. Drip insulin 50 unit dalam 50 cc NaCL 0,9% (syringe pump) mulai dengan
kecepatan 5cc/jam, lakukan pemeriksaan gula per jam.
Jika: GDS turun >10% turunkan 1 unit
GDS turun <10% naikkan 1 unit
GDS<250 mg/dl turunkan 1 unit
GDS 140-180 mg/dl pertahankan kecepatan
GDS<80 mg/dl stop 1 jam
GDS<200 mg/dl IVFD D5% 8jam/kolf
GDS<100 mg/dl IVFD D10% 8jam/kolf
Cek kalium per 6 jam, jika:
K<3,5: koreksi KCL 40 mg dalam 200cc NaCl
K<3,5-4,5: koreksi KCL 20 mg dalam 200cc NaCl
K<4,5-5,5: koreksi KCL 10 mg dalam 200cc NaCl
K>5: tidak ada koreksi KCL
5. Injeksi Ceftriakson 1 x 2 gram (iv)
6. Injeksi Ciprofloxacin 2 x 200 mg
7. Paracetamol 3 x 500 mg
8. Ambroxol syr 3 x 2 cth
9. Koreksi meylon 100 mg dalam 100 cc NaCl 0,9% (tetesan cepat)
Pemeriksaan Penunjang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Keton urin
Analisa gas darah
HbA1C
C-peptide
Profil lipid
Rontgen abdomen sentrasi pankreas
Rontgen thorax

Follow up

29/9/2014
S/ Penurunan kesadaran (+), demam (+), batuk-batuk (+)
O/

KU
Kesadaran
TD
Nadi Nafas Suhu
Berat Sopor
100/60 100x/i 28x/i 37,20c
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher

: JVP 5-2 cmH20

Paru

: bronkovesikuler +/+, Rh +/+ di basal kedua paru

Jantung

: Irama murni, regular

Abdomen

: Hepar dan lien tidak teraba

Extremitas

: Rf +/+, Rp -/-, edem -/-

Urinalisa

Keton

:+

Protein

:-

Leukosit

: 0-1/LPB

Eritrosit

: 0/LPB

Silinder

:-

Kristal

:-

Epitel

:-

Feses rutin

Makroskopis

A/

Mikroskopis

Warna

: coklat

Leukosit

: 0-1/LPB

Konsistensi

: padat

Eritrosit

: 0-1/LPB

Darah

:-

Amuba

:-

Lendir

:-

Telur cacing

:-

1. Ketoasidosis Diabetikum
2. Diabetes melitus tipe I, tidak terkontrol, normoweight
3. Syok sepsis ec bronkopneumonia duplex
Th/ Lanjutkan
P/
1. Keton urin
2. Analisa gas darah
3. HbA1C
4. C-peptide
5. Profil lipid
6. Rontgen abdomen sentrasi pankreas
7. Rontgen thorax
DAFTAR PUSTAKA
Misnadiarly,

2006,

Diabetes

Mellitus:

Gangren,

Ulcer,

Infeksi.

Mengenal

Gejala,

Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi, Pustaka Populer Obor, Jakarta.


Soewondo P, 2006, Ketoasidosis Diabetik, Dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
pp. 1874-1877.
Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, et al, 2007, Diabetes Mellitus, Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Airlangga RS Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya,
Airlangga University Press, Surabaya, pp. 29-76.

Anda mungkin juga menyukai