Tutorial Minggu 4 4.2
Tutorial Minggu 4 4.2
2. Karakteristik
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 1 ).
o Prinsip asuransi sosial meliputi (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 19
ayat 1 ):
kegotongroyongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan
sakit, yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah
kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif
iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima
upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak
menerima upah
dikelola dengan prinsip nir-laba, artinya pengelolaan dana digunakan
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan
disimpan sebagai dana cadangan dan untuk peningkatan manfaat dan
kualitas layanan.
o Prinsip ekuitas (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 19 ayat 1 ) yaitu
kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang
tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini
diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar prosentase tertentu dari upah
bagi yang memiliki penghasilan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 1) dan
pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 17 ayat 4 ).
2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 19 ayat 2 ).
3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang
komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat
dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya
(managed care) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 1,2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal
25, Pasal 26 ).
3. Kelembagaan
1. Program jaminan kesehatan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial
yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 5 ayat 1 )
2. Organisasi, fungsi dan hubungan antar kelembagaan masih menunggu penetapan
RUU BPJS.
4. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1 ).
2. Penerima manfaat adalah peserta dan anggota keluarga (istri/suami yang sah, anak
kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah dan anak angkat yang sah) sebanyakbanyaknya lima orang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 2 ). Penerima manfaat
dapat diperluas kepada anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua dengan
membayar iuran tambahan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 3 ).
3. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan
program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi
peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau
mengalami cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi
peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat
1,2,3 ). Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat
dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan dari manfaat
jaminan pensiun.
4. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mengizinkan warga negara
asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No.
40 Tahun 2004 Pasal 1 angka 8 ).
b. Iuran
6.
7.
8.
9.
asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat
1 ).
Badan penyelenggara jaminan sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas
pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari sejak permintaan
pembayaran diterima (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 2).
Badan penyelenggara jaminan sosial dapat memberikan anggaran di muka kepada
rumah sakit untuk melayani peserta, mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya
penunjang dan biaya obat-obatan yang penggunaannya diatur sendiri oleh pemimpin
rumah sakit (metoda pembayaran prospektif) (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan
Pasal 24 ayat 2 ).
Badan penyelenggara jaminan sosial menjamin obat-obatan dan bahan medis habis
pakai dengan mempertimbangkan kebutuhan medik, ketersediaan, efektifitas dan
efisiensi obat atau bahan medis habis pakai sesuai ketentuan peraturan perundangan
(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 25 dan penjelasannya) .
Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, badan penyelenggara jaminan sosial
menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah
penyalahgunaan pelayanan kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 dan
penjelasannya ). Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan
pelayanan, peserta dikenakan urun biaya (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2) .
5. Peraturan Pelaksanaan
UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN mendelegasikan 4 aspek teknis penyelenggaraan
program jaminan kesehatan nasional untuk diatur dalam peraturan presiden. Keempat aspek
teknis tersebut adalah: 1) kepesertaan, 2) iuran, 3) paket manfaat, 4) pemberian pelayanan.
a. Kepesertaan
Ketentuan tentang kepesertaan yang harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden
mencakup:
1. Penahapan pendaftaran perusahaan dan pekerjanya kepada BPJS (Pendelegasian UU
No. 40 Tahun 2004 Pasal 13 ayat 2 )
2. Perpanjangan kepesertaan hingga 6 bulan pasca pemutusan hubungan kerja
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 1 )
3. Perpanjangan kepesertaan bagi pekerja yang tidak mendapatkan pekerjaan setelah 6
bulan pasca pemutusan hubungan kerja dan tidak mampu (Pendelegasian UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 21 ayat 3 )
4. Kepesertaan bagi peserta mengalami cacat total tetap dan tidak mampu
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 3)
b. Iuran
Ketentuan tentang iuran jaminan kesehatan yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden mencakup:
1. presentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 1 )
2. Besaran nominal iuran bagi peserta yang tidak menerima upah dan periode peninjauan
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 2 )
3. Besaran nominal iuran bagi penerima bantuan (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004
Pasal 27 ayat 3 )
4. Batas upah untuk penghitungan iuran peserta penerima upah (Pendelegasian UU No.
40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 4 )
5. proporsi iuran yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi
kerja (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 1 )
6. Besar tambahan iuran bagi penambahan anggota keluarga (Pendelegasian UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1 ).
c. Paket Manfaat
Ketentuan tentang paket manfaat jaminan kesehatan yang didelegasikan untuk diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Presiden mencakup:
1. Paket pelayanan kesehatan termasuk obat dan bahan medis yang ditanggung, dibatasi
atau tidak ditanggung (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 1 dan
Pasal 26 )
2. Besar urun biaya dan jenis-jenis pelayan yang dikenakan urun biaya (Pendelegasian
UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2 ).
d. Pemberian Pelayanan
Ketentuan tentang pemberian pelayanan jaminan kesehatan yang harus diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden mencakup:
1. Kompensasi wajib yang diberikan BPJS kepada peserta di daerah yang belum tersedia
fasilitas kesehatan yang memenuhi persyaratan untuk bekerjasama dengan BPJS
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3).
2. Kelas standar pelayanan di rumah sakit (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal
23 ayat 4 ).
BPJS
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN , Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah:
1. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal
1 angka 6)
2. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)
3. Pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat (1)
2. PEMBENTUKAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004, batas waktu paling lambat
untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS dengan UU No. 40
Tahun 2004 adalah tanggal 19 Oktober 2009, yaitu 5 tahun sejak UU No. 40 Tahun 2004
diundangkan.
Batas waktu penetapan UU tentang BPJS yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2004
tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah. RUU tentang BPJS tidak selesai dirumuskan.
DPR RI mengambil inisiatif menyelesaikan masalah ini melalui Program Legislasi Nasional
2010 untuk merancang RUU tentang BPJS. DPR telah menyampaikan RUU tentang BPJS
kepada Pemerintah pada 8 Oktober 2010 untuk dibahas bersama Pemerintah.
DPR RI dan Pemerintah mengakhiri pembahasan RUU tentang BPJS pada Sidang Paripurna
DPR RI tanggal 28 Oktober 2011. RUU tentang BPJS disetujui untuk disahkan menjadi
Undang-undang. DPR RI menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Presiden pada tanggal 7
November 2011. Pemerintah mengundangkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada
tanggal 25 November 2011.
Petikan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Pasal 5
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b
menyelenggarakan program:
a. jaminan kecelakaan kerja;
b. jaminan hari tua;
c. jaminan pensiun; dan
d. jaminan kematian.
Pembentukan RUU BPJS
3. TRANSFORMASI BPJS
1. PT ASKES (Persero)
o berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU
BPJS)
2. PT (Persero) JAMSOSTEK
o berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62
ayat (1) UU BPJS)
o BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli
2015, termasuk menerima peserta baru (Pasal 62 ayat (2) huruf d UU BPJS)
3. PT (Persero) ASABRI
o menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran
pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1)
UU BPJS)
4. PT TASPEN (Persero)
o menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke
BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
Proses selanjutnya adalah pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT (Persero) JAMSOSTEK
tanpa likuidasi. Sedangkan PT (Persero) ASABRI dan PT TASPEN (Persero) tidak secara
tegas ditentukan dalam UU BPJS.
rogram Jaminan Kecelakaan Kerja disingkat Program JKK adalah suatu program pemerintah
dan pemberi kerja dengan tujuan memberikan kepastian jaminan pelayanan dan santunan
apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan saat menuju, menunaikan dan selesai menunaikan
tugas pekerjaan dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Naskah
Akademik SJSN ).
2. Karakteristik
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial (UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 29 ayat 1 ).
3. Kelembagaan
1. Program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan oleh badan penyelenggara
jaminan sosial yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal
5 ayat 1 )
2. Organisasi, fungsi dan hubungan antar kelembagaan masih menunggu penetapan
RUU BPJS.
4. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran (UU No.
40 Tahun 2004 Pasal 30 ).
b. Iuran
1. Bagi pekerja penerima upah, iuran proporsional terhadap upah atau penghasilan dan
iuran seluruhnya ditanggung oleh pemberi kerja (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 34
ayat 1).
2. Bagi pekerja tidak menerima upah atau pekerja mandiri, besar iuran ditetapkan oleh
Pemerintah dalam jumlah nominal (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 34 ayat 2) ,
ketentuan lanjut mengenai iuran menunggu Peraturan Pemerintah.
3. Besar iuran jaminan kecelekaan kerja bagi pekerja penerima upah bervariasi untuk
setiap kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 34 ayat 3 ).
c. Manfaat dan Pemberian manfaat
1. Manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, dan uang tunai untuk
pekerja yang mengalami cacat tetap total atau meninggal dunia (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 31 ayat 1 dan 2 ).
2. Manfaat yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang
meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai tingkat kecacatan kebutuhan medis,
dan uang tunai untuk pekerja yang mengalami cacat tetap total atau meninggal dunia
(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 31 ayat 2 ).
5. Peraturan Pelaksanaan
UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN mendelegasikan 2 aspek teknis penyelenggaraan
program jaminan kecelakaan kerja untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kedua aspek
teknis tersebut adalah: 1) iuran, dan 2) manfaat
a. Iuran
Ketentuan tentang iuran jaminan kecelakaan yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah mencakup (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 34 ayat 2 dan 3 ):
1. Jumlah nominal iuran jaminan kecelakaan kerja bagi peserta yang tidak menerima
upah
2. Variasi iuran bagi kelompok-kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja
b. Manfaat
Ketentuan tentang iuran jaminan kecelakaan yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah mencakup (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 33 ):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2. Karakteristik
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan
wajib (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 35 ayat 1 dan penjelasannya).
o Prinsip asuransi sosial didasarkan pada mekanisme asuransi dengan
pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja
o Prinsip tabungan wajib didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan
hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya
2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai
apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia
(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 35 ayat 2).
3. Kepesertaan perorangan(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 36).
4. Manfaat berupa uang tunai dibayarkan sekaligus saat peserta memasuki usia pensiun,
meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal
37ayat 1).
3. Kelembagaan
1. Program jaminan hari tua diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial
yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 5 ayat 1).
2. Organisasi, fungsi dan hubungan antar kelembagaan masih menunggu penetapan
RUU BPJS.
4. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
Peserta jaminan hari tua adalah seseorang yang telah membayar iuran (UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 36).
b. Iuran
1. Bagi pekerja penerima upah, iuran proporsional terhadap upah atau penghasilan dan
iuran ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja (UU No. 40 Tahun 2004
Pasal 38 ayat 1).
2. Bagi pekerja tidak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal dan ditetapkan
oleh Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 38 ayat 2) , ketentuan lanjut mengenai
iuran menunggu Peraturan Pemerintah.
c. Manfaat dan Pemberian manfaat
1. Manfaat berupa uang tunai (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 37ayat 1)
2. Besar manfaat adalah seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil
pengembangannya (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 37ayat 2)
3. Pembayaran manfaat:
o dibayarkan sekaligus saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia
atau mengalami cacat total tetap (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 37ayat 1)
o Dapat diberikan sebagian setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun (UU
No. 40 Tahun 2004 Pasal 37ayat 3)
o Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima
manfaat jaminan hari tua
5. Peraturan Pelaksanaan
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN mendelegasikan 2 aspek teknis penyelenggaraan
program jaminan hari tua untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kedua aspek teknis
tersebut adalah: 1) iuran, dan 2) manfaat
a. Iuran
Ketentuan tentang iuran jaminan hari tua yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah mencakup:
1. presentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 38 ayat 2)
2. Jumlah nominal iuran jaminan hari tua bagi peserta yang tidak menerima upah
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 38 ayat 3)
b. Manfaat
Ketentuan tentang iuran jaminan hari tua yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah mencakup::
1. Pembayaran manfaat sebagian (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 33 ayat
3)
2. Ahli waris penerima manfaat (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 33 ayat 4)
Program Jaminan Pensiun disingkat Program JP adalah pembayaran berkala jangka panjang
sebagai substitusi dari penurunan/hilangnya penghasilan karena peserta mencapai usia tua
(pensiun), mengalami cacat total permanen, atau meninggal dunia (Naskah Akademik SJSN)
2. Karakteristik
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan
wajib dan manfaat pasti (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 39 ayat 1, Pasal 39 ayat 3 dan
penjelasannya)
o Pada dasarnya mekanisme jaminan pensiun berdasarkan asuransi sosial.
Prinsip tabungan wajib diberlakukan dengan pertimbangan untuk memberi
kesempatan kepada pekerja yang tidak memenuhi batas minimal jangka waktu
pembayaran iuran saat memasuki masa pensiun. Pekerja ini mendapatkan uang
tunai sebesar akumulasi iuran dan hasil pengembangannya saat berhenti
bekerja.
o Manfaat pasti adalah terdapat batas minimum dan maksimum manfaat yang
akan diterima peserta.
2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak
saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki uisa pensiun
atau mengalami cacat total tetap (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 39 ayat 2)
3. Kepesertaan perorangan(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 40)
4. Manfaat berupa uang tunai dibayarkan setiap bulan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41
ayat 1)
3. Kelembagaan
1. Program jaminan pensiun diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial
yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 5 ayat 1 ).
2. Organisasi, fungsi dan hubungan antar kelembagaan masih menunggu penetapan
RUU BPJS.
4. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 40 ).
b. Iuran
1. Bagi pekerja penerima upah, iuran proporsional terhadap upah atau penghasilan dan
iuran ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja (UU No. 40 Tahun 2004
Pasal 42 ayat 1).
2. Bagi pekerja tidak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal dan ditetapkan
oleh Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 42 ayat 1 ) , ketentuan lanjut
mengenai iuran menunggu Peraturan Pemerintah.
c. Manfaat dan Pemberian manfaat
1. Manfaat berupa uang tunai dibayarkan setiap bulan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41
ayat 1)
2. Penerima manfaat adalah:
o Peserta setelah pensiun hingga meninggal dunia (Pensiun Hari Tua) (UU No.
40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 1 huruf a )
o Peserta yang cacat akibat kecelakaan atau penyakit hingga meninggal dunia
(Pensiun cacat) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 1 huruf b )
o Janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi
(Pensiun janda/duda) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 1 huruf c )
o Anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23 tahun, bekerja, atau menikah
(Pensiun anak) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 1 huruf d )
o Orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai
peraturan perundangan (Pensiun orang tua) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41
ayat 1 huruf e )
3. Pembayaran manfaat dengan ketentuan sebagai berikut:
o Dibayarkan berkala setiap bulan setelah masa iur minimal 15 tahun (UU No.
40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 2 )
o Peserta telah mencapai usia pensiun (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 3 )
o Ahli waris tetap mendapatkan manfaat jaminan pensiun bila peserta meninggal
dunia sebelum mencapai usia pensiun atau belum memenuhi masa iur 15
tahun (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 4 )
o Dapat diberikan sebagian setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun (UU
No. 40 Tahun 2004 Pasal 37ayat 3 )
o Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima
manfaat jaminan hari tua
5. Peraturan Pelaksanaan
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN mendelegasikan 2 aspek teknis penyelenggaraan
program jaminan hari tua untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kedua aspek teknis
tersebut adalah: 1) iuran, dan 2) manfaat
a. Iuran
Ketentuan tentang iuran jaminan hari tua yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah mencakup:
1. presentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 38 ayat 2)
2. Jumlah nominal iuran jaminan hari tua bagi peserta yang tidak menerima upah
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 38 ayat 3 )
b. Manfaat
Ketentuan tentang iuran jaminan hari tua yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah mencakup:
1. Pembayaran manfaat sebagian (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 33 ayat 3
)
2. Ahli waris penerima manfaat (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 33 ayat 4 )
Program Jaminan Kematian disingkat Program JKM tidak dijelaskan secara tegas baik dalam
UU No. 40 Tahun 2004 maupun dalam naskah akademik.
Di dalam Naskah Akademik SJSN hanya dijelaskan santunan kematian, dengan definisi
sebagai berikut:
"Santunan Kematian adalah program jangka pendek sebagai pelengkap progam jaminan
hari tua, dibiayai dari iuran dan hasil pengelolaan dana santunan kematian, dan manfaat
diberikan kepada keluarga atau ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal dunia."
(Naskah Akademik UU No. 40 Tahun 2004)."
2. Karakteristik
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial (UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 43 ayat 1 ).
2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan
kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 43
ayat 2 ) .
3. Kepesertaan perorangan(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 44 ).
4. Manfaat berupa uang tunai dibayarkan sekaligus, (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 45
ayat 1 ).
3. Kelembagaan
1. Program jaminan kematian diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial
yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 5 ayat 1 ).
2. Organisasi, fungsi dan hubungan antar kelembagaan masih menunggu penetapan
RUU BPJS.
4. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran (UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 44 ).
b. Iuran
1. Bagi pekerja penerima upah, iuran proporsional terhadap upah atau penghasilan dan
iuran ditanggung oleh pemberi kerja (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 1 dan 2 ).
2. Bagi pekerja tidak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal, dibayar oleh
peserta dan ditetapkan oleh Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 3 ) ,
ketentuan lanjut mengenai iuran menunggu Peraturan Pemerintah.
c. Manfaat dan Pemberian manfaat
Manfaat berupa uang tunai dibayarkan sekaligus, selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah
klaim diterima dan disetujui BPJS (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 45 ayat 1 )
5. Peraturan Pelaksanaan
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN mendelegasikan 2 aspek teknis penyelenggaraan
program jaminan kematian untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kedua aspek teknis
tersebut adalah: 1) iuran, dan 2) manfaat
a. Iuran
Ketentuan tentang iuran jaminan kematian yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah mencakup:
1. Prosentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 1 dan 2)
2. Jumlah nominal iuran jaminan hari tua bagi peserta yang tidak menerima upah
(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 3)
b. Manfaat
Ketentuan tentang iuran jaminan kematian yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah mencakup besaran nominal manfaat (Pendelegasian UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 45 ayat 2)
Indonesia sudah mengikuti program ini. Semoga pada 1 Januari 2014 bangsa Indonesia bisa
mendapatkan pelayanan yang optimal.
Jaminan Kematian
Jaminan Kematian diselenggarakan berdasar asuransi sosial. Tujuannya adalah untuk
memberi kompensasi ketika peserta meninggal dunia kepada ahli warisnya. Iuran dibayar
oleh pemberi kerja sedangkan manfaat, berupa uang tunai, diberikan 3 hari setelah bukti
bukti diterima BPJS dalam jumlah nominal yang ditetapkan.
Peran Pemerintah Daerah
Penyelenggaraan program Jaminan Sosial, harus melibatkan Pemerintah Daerah. Hal ini juga
untuk dapat memenuhi ketentuan UU no 32/2004. Keterlibatan Pemerintah Daerah
diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan program jaminan sosial bagi penduduk di
daerah terkait agar sesuai dengan ketentuan UU No 40/2004, tetapi juga untuk memenuhi UU
No 32/2004. Hal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang akan diterbitkan untuk
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
Peran Pemerintah Daerah itu, antara lain adalah :
1. Pengawasan penyelenggaraan program SJSN, agar sesuai dengan ketentuan, misalnya
standar, kualitas dan tariff . Antara lain, pada tingkat daerah dapat dibentuk sebuah Badan
Pengawas SJSN Daerah.
2. Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, baik untuk penerima bantuan iuran
ataupun amsyarakat yang lain.
3. Penentuan peserta Penerima Bantuan Iuran.
4. Penyediaan / pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang, misalnya sarana kesehatan
5. Mengusulkan pemanfaatan / investasi dana SJSN di daerah terkait.
6. Saran / usul kebijakan penyelenggaraan SJSN.
Peserta PBI adalah masyarakat fakir miskin dan tidak mampu dimana preminya akan dibayar
oleh pemerintah. Sedangkan peserta bukan Penerima Bantuan Iur (nonPBI) adalah setiap
pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai
pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan
bukan pekerja (investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).
Untuk peserta non BPI, ada 3 kelas kremi yang bisa dipilih, yaitu untuk Kelas 1 dengan premi
Rp 59.500,00 per bulan, Kelas 2 dengan premi Rp 45.500,00 per bulan dan Kelas 3 dengan
premi Rp 25.500,00 per bulan. Untuk cara mendaftar anggota BPJS simak uraian di bawah
ini
6.
Bagi semua peserta Askes cukup mendatangi kantor BPJS dengan menyerahkan kartu Askes
untuk diganti dengan kartu BPJS dan otomatis sudah menjadi anggota BPJS.
Peserta dan kepesertaan Jaminan Kesehatan diatur dalam Bab II, mulai dari Pasal 2 sampai
dengan Pasal 9 Perpres Nomor 12 Tahun 2013.
Menurut Pasal 2 Perpres, Peserta Jaminanmeliputi:
a. Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
Penetapan Peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan,dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2012 tentang PBI Jaminan Kesehatan.
b. Bukan PBI Jaminan Kesehatan,yaitu orang yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas:
1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya;
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya;dan
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tidak membatasi jumlah anggota keluarga yang menjadi
Peserta Jaminan Kesehatan.
Ketentuan tersebut diatas berbeda dengan Pasal 20 ayat (1) UU SJSN yang menentukan
Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah. Kemudian pada ayat (2) ditentukan Anggota keluarga peserta
berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.
Pada ayat (3) ditentukan Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain
yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.
Dari Penjelasan ayat (3) dapat disimpulkan bahwa UU SJSN membatasi anggota keluarga
peserta yang berhak menerima manfaat jaminan kesehatan paling banyak 5(lima)orang yaitu
suami/istri dan paling banyak 3 (tiga) orang anak sah, karena anak ke empat dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua dapat diikutsertakan dengan menambah iuran.
Perlu ditambahkan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat(6) Perpres, warga Negara
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam bulan) termasuk dalam kelompok
Pekerja Penerima Upah dan Pekerja Bukan Penerima Upah.
Sedangkan Jaminan kesehatan bagi warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri,
menurut Pasal 4 ayat (7) Perpres diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.
RINCIAN KELOMPOK PESERTA
Rincian masing-masing kelompok Peserta Jaminan Kesehatan bukan PBI Jaminan Kesehatan
diatur dalam Pasal 4 Perpres,sebagai berikut.
Investor;
Pemberi Kerja;
penerima pensiun;
Veteran;
Perintis Kemerdekaan;dan
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu
membayar Iuran.
g. Perpres juga mengatur secara rinci siapa yang dimaksud dengan penerima
pensiun yang dikelompokkan ke dalam kelompok Peserta Bukan Pekerja.
Penerima pensiun terdiri atas:
a.
b.
c.
d.
e.
Perpres tidak menyebutkan secara ekplisit penerima pensiun pegawai swasta atau buruh yang
berhenti dengan hak pensiun.
Mungkin mereka dapat dikategorikan pada penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan
huruf c.
ANGGOTA KELUARGA PEKERJA PENERIMA UPAH
Anggota keluarga Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan dari Pekerja Penerima Upah,
menurut Pasal 5 ayat (1) Perpres meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
b. Anak kandung,anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan
criteria:
1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
2. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Perpres tidak mengatur siapa yang dimaksud dengan anggota keluarga dari Peserta Bukan
PBI dari Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja.
Pada ayat (2) ditentukan Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikut sertakan
anggota keluarganya yang lain.
Tidak ada penjelasan siapa yang dimaksud dengan anggota keluarganya yang lain.
Juga tidak ditentukan masalah penambahan iuran bagi Peserta yang ingin mengikut sertakan
anggota keluarganya yang lain,sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat(3) UU SJSN.
Mengenai siapa yang dimaksud dengan anggota keluarga yang lain dapat ditemukan dalam
Penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU SJSN sebagai berikut: Yang dimaksud dengan anggota
keluarga yang lain dalam ketentuan ini adalah anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan
mertua.
KEPESERTAAN WAJIB DAN PENTAHAPAN KEPESERTAAN
Menurut Pasal 6 ayat (1) Perpres, ditentukan bahwa kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat
wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk.
Pentahapan kepertaan Jaminan Kesehatan menurut ayat (2), dilakukan sebagai berikut:
a. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014 paling sedikit meliputi:
1. PBI Jaminan Kesehatan;
2. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan
anggota keluarganya;
3. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota
keluarganya;
4. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero(Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia dan anggota keluarganya;dan
5. Peserta Jaminan Pemeliharaan kesehatan Perusahaan Persero(Persero) Jaminan
Sosial tenaga Kerja(Jamsostek) dan anggota keluarganya.
Perpres tidak mencantumkan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Markas Besar TNI
sebagai Peserta Jaminan Kesehatan tahap pertama.
Juga tidak ada penjelasan apakah anggota TNI/Polri dan anggota keluarganya
sebagaimana dimaksud diatas adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2)
huruf b UU BPJS serta Peserta Jamsostek yang dimaksud diatas adalah Peserta yang
dialihkan sesuai dengan ketentuan Pasal 61 huruf a UU BPJS
b. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS
Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
Perpres tidak mengatur rincian kegiatan yang harus dilakukan oleh BPJS Kesehatan untuk
mencapai universal coverage pada tahun 2019.
Selain itu, juga tidak ada pendelegasian untuk penyususunanroad map menuju universal
coverage Jaminan Kesehatan.
PESERTA YANG MENGALAMI PHK DAN CACAT TOTAL TETAP
Menurut Pasal 7 ayat(1) Perpres, Peserta yang mengalami PHK tetap memperoleh hak
Manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran.
Pada ayat (2) ditentukan, Peserta yang terkena PHK dan telah bekerja kembali wajib
memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran.
Ketentuan ini menimbulkan persoalan, terutama yang berkaitan dengan ketentuan membayar
iuran. Apakah iuran dibayar oleh Peserta yang mengalami PHK dan telah bekerja kembali
atau iuran bagi mereka dibayar oleh Pemberi Kerja dan/atau Pekerja .
Dalam hal Peserta yang terkena PHK tidak bekerja kembali dan tidak mampu, berhak
menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan, demikian ditentukan pada ayat (3).
Kemudian Pasal 8 ayat (1) Perpres menentukan, Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan yang
mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, berhak menjadi Peserta PBI Jaminan
Kesehatan.
Pada ayat (2) ditentukan, penetapan cacat total tetap dilakukan oleh dokter yang berwenang.
Tidak jelas siapa yang dimaksud dengan dokter yang berwenang. Apakah dokter yang
merawatnya, atau dokter yang ditunjuk oleh BPJS Kesehatan atau oleh Menteri?
PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN
Perubahan status kepesertaan dari Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi bukan Peserta
PBI Jaminan Kesehatan, menurut Pasal 9 ayat (1) Perpres dilakukan melalui pendaftaran ke
BPJS Kesehatan dengan membayar iuran pertama.
Perubahan status kepesertaan sebagaiman tersebut diatas tidak mengakibatkan terputusnya
Manfaat Jaminan Kesehatan.
Ketentuan tersebut diatas secara teknis operasional belum jelas.
Paling tidak ada tiga hal yang memerlukan pengaturan yang rinci dan operasional.
Pertama, siapa atau instansi mana yang berwenang menentukan perubahan status kepesertaan
seseorang?
Kedua, bagaimana tata cara penilaiannya dan penghapusan namanya dari daftar kepesertaan
sebelumnya?
Ketiga, siapa yang melakukan pendaftaran dan membayar iuran pertama, apakah Peserta
yang bersangkutan atau Pemberi Kerja/dan atau Pekerja yang bersangkutan dalam hal yang
bersangkutan Pekerja Penerima Upah?
Perubahan status kepesertaan dari bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi Peserta PBI
Jaminan Kesehatan, menurut Pasal 9 ayat (3) Perpres dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Ada 24 indikator kesehatan yang digunakan dalam IPKM dengan nilai korelasi UHH yang
tertinggi. Indikator kesehatan tersebut adalah prevalensi balita gizi buruk dan kurang,
prevalensi balita sangat pendek dan pendek, prevalensi balita sangat kurus dan kurus,
prevalensi balita gemuk, prevalensi diare, prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi,
prevalensi gangguan mental, prevalensi asma, prevalensi penyakit gigi dan mulut, prevalensi
disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku
cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan persalinan
oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi lengkap, cakupan
penimbangan balita, ratio Dokter/Puskesmas, dan ratio bidan/desa.
Indikator sehat menurut WHO:
1. Berhubungan dengan status kesehatan masyarakat
Indikator komprehensif
Indikator spesifi
Indikator Kesehatan menurut Indonesia Sehat 2010 dari Depkes RI tahun 2003 terdiri
dari 3 indikator, yaitu:
Indikator Derajat Kesehatan yang merupakan hasil akhir, terdiri atas indikator angka-angka
mortalitas, angka-angka morbiditas, dan indikator status gizi
Indikator Hasil Antara, terdiri atas indikator keadaan lingkungan, indikator perilaku hidup
masyarakat, dan indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan
Indikator Proses dan Masukan, terdiri atas indikator pelayanan kesehatan, indikator sumber
daya kesehatan, dan indikator manajemen kesehatan serta indikator kontribusi sektorsektor terkait.