C. BAB 1
C. BAB 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kualitas pelayanan pendidikan
sederajat maupun tingkat SMP atau sederajat. Dalam kondisi seperti ini sangat
sulit diharapkan guru secara maksimal mentransfer ilmu kepada siswa. Ujungnya
siswa tidak dapat memperoleh pelayanan maksimal dalam proses belajarmengajar.
Selain perbandingan jumlah antara guru dan siswa yang kurang
berimbang sebagaimana digambarkan di atas, kenyataan lainnya yang juga dapat
diketengahkan sebagai gambaran indikasi rendahnya tingkat pelayanan
pendidikan dasar di Kabupaten Donggala, adalah kenyataan banyaknya guru
yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang ditempuhnya
selama ini. Sebetulnya hal ini terjadi sebagai akibat dari kurangnya guru,
sehingga guru yang ada dimaksimalkan pemanfaatannya sungguhpun ia harus
mengajar mata pelajaran yang bukan menjadi kompetensinya. Dengan kondisi
seperti ini sudah barang tentu guru bersangkutan kurang dapat secara maksimal
memberikan ilmu pengetahuan kepada siswanya mengingat yang bersangkutan
sesungguhnya tidak memiliki kompetensi untuk mengajarkan hal itu. Kondisi
seperti ini terjadi, terutama di wilayah perdesaan, khususnya di wilayah-wilayah
terpencil.
Ironisnya di wilayah perkotaan Kabupaten Donggala, terutama di Ibu
Kota kabupaten Donggala, jumlah guru pada berbagai sekolah, berlebih.
Sehingga terjadi perbandingan jumlah guru dengan jumlah siswa, juga kurang
berimbang, akan tetapi perbandingan jumlah guru kelihatannya lebih banyak.
Hal ini berarti, para guru lebih memilih tinggal dan bekerja di sekolah-sekolah
perkotaan jika dibandingkan bekerja diperdesaan, khususnya di wilayah-wilayah
wilayah terpencil. Dalam konteks ini negara seolah pilih kasih dalam
memberikan
pelayanan
pendidikan
dasar.
Padahal,
pemerintah
harus
gambaran
yang
dikemukakan
di
atas,
tidaklah
mengherankan jika banyak Anak Usia Sekolah (AUS) 7-12 thn yang tidak
bersekolah, ataupun tatkala tamat SD mereka tidak melanjutkan ke tingkat SMP.
Artinya Anak Usia Sekolah 13-15 tahun tidak melanjutkan ke tingkat SMP.
Sebagai konsekwensi dari semua itu, tidaklah mengherankan jika Angka
Partisipasi Kasar (APK) baik Anak Usia Sekolah (AUS) 7-12 thn maupun Anak
Usia Sekolah (AUS) 13-15 thn, menurut laporan Pusat Statistik Balitbang
Tabel 1.1
Angka Partispasi Kasar (APK) Tingkat SMP Provinsi Sulawesi Tengah
No.
Kabupaten/Kota
Penduduk
Jumlah
Jumlah
13-15 thn
siswa
siswa
APK APM
%
13-15 th
Kota Palu
180.061
19.800
15.180
109.63
84.05
Donggala
47.456
26.073
19.810
54.94
41.47
Bangkep
13.022
9.514
7.353
73.06
56.47
Poso
10.283
10.171
10.482
98.91
81.56
Banggai
10.198
17.006
13.300
88.58
69.28
Kabupaten Buol
9.277
9281
6.995
100,04
75.40
Tolitoli
14.293
11.442
9.095
80.05
63.63
Morowali
16.189
12.434
9.393
76.81
58.02
Parimo
22.950
21.268
16.061
92.67
69.98
Touna
6.248
5.721
4.381
91.57
70.12
Sumber Data pusat Statistik Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional RI, tahun 2010.
dengan berbagai alasan. Bila dilihat dari target nasional dalam rangka penuntasan
Wajib Belajar Pendidikan dasar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah sesuai
dengan Inpres No 5 Tahun 2006 tentang percepatan penuntasan wajar 9 tahun,
serta Peraturan pemerintah nomor 47 tahun 2008 tentang wajib belajar, yang
mengharapkan terwujudnya ketuntasan Wajib Belajar 9 tahun yang bermutu pada
tahun 2009, yang salah satu indicator ketuntasannya adalah bila APK SMP
mencapai minimal 80 s.d. 85 %, maka dapat dipastikan pemerintah Kabupaten
Donggala tidak dapat memenuhinya.
Selain hal yang dikemukakan di atas, pelayanan pendidikan dasar di
Kabupaten Donggala juga sulit dilaksanakan dengan baik disebabkan kurangnya
komitmen pemerintah daerah dalam hal penyediaan anggaran pendidikan. Dari
tahun ke tahun anggaran pendidikan yang dialokasikan tidak pernah mencapai
angka 20 % dari APBD. Padahal UUD 1945 mengamanatkan alokasi anggaran
pendidikan minimal 20 %,
Anggaran
pendidikan yang kecil itu harus dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan semua
jenjang pendikan, yaitu jenjang pendidikan TK (124 sekolah),
pendidikan SD
(329 sekolah), pendidikan SMP (78 sekolah), dan SMA (22 Sekolah). Dapat
dibayangkan betapa kecilnya anggaran untuk tiap sekolah yang dialokasikan oleh
Pemerintah Kabupaten Donggala.
Selanjutnya, lemahnya kapasitas aparat pemerintah dalam memberikan
pelayanan pendidikan juga dapat dilihat dari kebiasaan aparat untuk dilayani,
padahal mestinya merekalah yang menjadi pelayan masyarakat. Menurut
penuturan pengelola sekolah, seringkali aparat Dinas Pendidikan Kabupaten
(DAK) bidang pendidikan tahun 2007 dan 2008, tidak terlaksana sebagaimana
mestinya, dimana penanggung-jawab kegiatan dan bendahara kegiatan tersebut
terjerat oleh kasus hukum. Hal ini mengindikasikan penyelenggara administrasi di
wilayah tersebut masih berwatak koruptif. Hal ini terjadi sebagai akibat lemahnya
pengawasan dan kekurang-mampuan pemerintah daerah menciptakan strategi dan
standarisasi kebijakan satuan biaya pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan.
Padahal sesungguhnya sinergitas pemerintah daerah (birokrasi), masyarakat, dan
aktor-aktor lainnya merupakan kekuatan yang mendasar dalam mendukung
optimalisasi penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah.
Dalam pada itu pada sisi yang lain, kepemimpinan diyakini sebagai salah
satu faktor kunci dalam kehidupan organisasi, termasuk pada sektor publik. Thoha
(2004: 17) menyatakan, bahwa suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal
sebagian besar ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Dalam pandangan Thoha,
begitu pentingnya masalah kepemimpinan ini,
10
pemimpin
Dinas
Pendidikan
Kabupaten
Donggala
11
dimaknai oleh para aparat untuk dijadikan sebagai pengetahuan dan pemahaman
untuk selanjutnya ditunaikan dalam melakukan tugas pelayanan pendidikan dasar.
Hasil observasi yang dilakukan selama penelitian pendahuluan menunjukkan,
pemimpin dengan memberikan perintah secara persuasif dan aparat diharapkan
mau menerima tantangan, khususnya dalam upaya mencapai pelayanan
pendidikan dasar yang berkualitas, belum sepenuhnya mampu menggerakkan para
aparat bekerja sesuai harapan pemimpin.
Fakta yang menyertai penerapan kepemimpinan transformasional yang
dikemukakan di atas dapat dipandang sebagai fenomena yang menarik diketahui
dalam hubungannya dengan upaya lembaga ini mewujudkan pelayanan
pendidikan dasar yang berkualitas.
Berdasarkan rangkaian uraian sebagaimana dikemukakan di atas
menunjukkan, masih banyak masalah menyangkut pelayanan pendidikan dasar
di Kabupaten Donggala. Hal itu memberi
melakukan
mengetahui
penelitian,
terutama
untuk
hubungan
antara
diwujudkan.
12
13
dapat
14
kepemimpinan
yang
15
mengkaji
lebih
jauh
tentang
kepemimpinan,
khususnya
kualitas
pelayanan pendidikan dasar dengan menganalisis lebih jauh variabelveriabel lain, ataupun fokus dan lokus penelitian yang lebih luas.