L. BAB III - POPPY
L. BAB III - POPPY
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
61
62
pengalaman informan yang dikaji secara holistik sehingga menghasilkan analisis
yang menyeluruh dan terintegrasi. Melalui pendekatan kualitatif, peneliti
berupaya memahami obyek penelitian secara emic yaitu dari sudut pandang
nelayan dengan menjelaskan fenomena yang terjadi di lokasi penelitian dalam
kaitannya dengan keberadaan mereka dan bagaimana adaptasi mereka terhadap
lingkungan perbatasan dalam menghadapi kesulitan hidup di Desa Sei Pancang,
Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur.
Metode deskriptif analitik memiliki tujuan untuk mengumpulkan
informasi yang penting secara teoritik guna memahami aktifitas dan tingkah laku
nelayan di dalam penelitian ini. Peneliti memberikan informasi yang penting
secara teoritik dan menganalisis bagaimana proses adaptasi mereka terhadap
lingkungannya. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini
maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan ke lapangan,
pelaksanaan penelitian dalam rangka mengumpulkan data melalui observasi,
dokumentasi dan wawancara kepada informan, serta melakukan penulisan hasil
penelitian.
63
pengamatan. Informasi kehidupan nelayan di kawasan perbatasan antara Indonesia
dengan Malaysia diberikan oleh informan melalui serangkaian dialog, baik
terstruktur maupun tidak, sesuai dengan instrumen penelitian yang telah dibuat
oleh peneliti.
Penentuan informan dilakukan secara purposive yaitu penetapan informan
menggunakan berbagai pertimbangan sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti
menetapkan informan kunci terlebih dahulu untuk memperoleh informasi yang
diperlukan tentang nelayan di Desa Sei Pancang. Informan kunci yaitu orang yang
dianggap memiliki pengetahuan dan mampu menyampaikan informasi yang
dipandangnya dapat menambah atau berguna dan memahami apa yang sedang
terjadi (Patton, 2006:159). Informan kunci dalam penelitian ini adalah 1) Bupati
Nunukan Periode 2006-2011; 2) Kepala Bappeda Kabupaten Nunukan; 3) Camat
Sebatik Induk (sebelum Sebatik Induk dimekarkan menjadi tiga kecamatanan,
yaitu Sebatik, Sebatik Timur, dan Sebatik Utara); dan 4) Kepala UPT Sebatik.
Sebelum menentukan informan, peneliti berkunjung ke Kantor Bupati
Nunukan guna mendapatkan surat ijin penelitian di lokasi penelitian. Setelah
mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dari kepala daerah setempat,
peneliti selanjutnya menemui Kepala Bapedda Kabupaten Nunukan untuk
memperoleh tambahan data secara umum, selain data sekunder. Penentuan
informan dilanjutkan dengan menemui Camat Sebatik Induk karena pada saat
awal ke lapangan, Desa Sei Pancang masih masuk ke dalam wilayah administrasi
Kecamatan Sebatik Induk. Pada saat proses penulisan disertasi ini, Desa Sei
Pancang menjadi bagian dari Kecamatan Sebatik Utara karena Kecamatan Sebatik
64
Induk dimekarkan menjadi Kecamatan Sebatik Tengah, Sebatik Timur dan Sebatik
Utara. Berdasarkan wawancara dengan informan kunci tersebut diperoleh
informasi secara umum mengenai kehidupan sosial-budaya komunitas nelayan
yang hidup di perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia, khususnya yaitu
Desa Sei Pancang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Camat Sebatik Induk
maka peneliti dianjurkan untuk mewawancarai Kepala UPT Balai Penyuluh
Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Kecamatan Sebatik Induk. Pada saat itu
peneliti hanya dapat mewawancarai staf dari kantor tersebut yang bertugas di
Desa Sei Pancang. Berdasarkan informasi dari staf penyuluh perkebunan,
pertanian dan perikanan tersebut maka diperoleh beberapa informan yang dapat
memberi informasi lebih detail mengenai kehidupan nelayan dan startegi adaptasi
mereka dalam meningkatkan perekonomian keluarga dan mempertahankan
keberadaan mereka di kawasan perbatasan dalam menghadapi kesulitan hidup
terutama dalam kegiatan kenelayanan.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari : nelayan musiman (juragan) dan
sawi (anak buah kapal atau ABK), nelayan harian, pengumpul dan toke. Kriteria
ini diperoleh setelah mengetahui karakteristik nelayan yang ada di Desa Sei
Pancang dari informan kunci. Jumlah informan ditentukan secara purposif
berdasarkan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kecukupan
data penelitian dengan memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh peneliti,
seperti keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Berdasarkan pertimbangan tersebut
maka diperoleh informan kunci dengan kriteria dan
65
Nelayan Sebatik (HKNS) dan 1 orang tokoh pengusaha; (2) Aparat pemerintah
daerah, dalam hal ini pihak yang terlibat dalam pengembangan perikanan di Desa
Sei Pancang kawasan perbatasan Kabupaten Nunukan sebanyak 4 orang, yakni
Kepala UPT Perikanan Sebatik, Kepala Seksi PMD, Pendata Perikanan, dan Staf
Kecamatan Sebatik Barat; (3) Komandan Rayon Militer Sebatik; (4) Satu orang
sesepuh nelayan; (5) Nelayan musiman atau Juragan sebanyak 3 orang; dan (6)
sawi atau n anak buah kapal sebanyak 3 orang; (7) toke dari Kota Tawau sebanyak
2 orang; (8) seorang tokoh wanita Sebatik; dan (9) seorang pengumpul. Jumlah
informan dalam penelitian ini sebanyak 22 orang. Semua informan merupakan
penduduk Desa Sei Pancang.
Informasi dari tokoh masyarakat berupa riwayat Desa Sei Pancang
sejak tahun 1960-an hingga kini. Selain asal mula desa, informasi yang
diberikan juga berkaitan denga religi masyarakat nelayan Desa Sei Pancang,
orientasi melaut, nelayan harian dan musiman di Desa Sei Pancang. Informasi
yang didapat dari penyuluh perikanan dan nelayan Desa Sei Pancang berkaitan
dengan aktivitas kenelayanan dan teknologi kenelayanan di Desa Sei Pancang,
meliputi teknologi alat tangkap, hubungan kerja, bagi hasil, struktur dalam
masyarakat nelayan, peran-peran badan negara dan swasta dalam usaha
nelayan, dan etnisitas yang disandang oleh kaum nelayan. Lebih lanjut,
penyuluh perikanan menyarankan untuk melakukan penelitian lebih dalam
pada keluarga nelayan, baik juragan maupun sawi. Sebanyak 6 keluarga
nelayan, yaitu 3 orang dari juragan dan 3 orang sawi menjadi informan dalam
penelitian ini.
66
Kemudian, petugas penyuluh perikanan menyarankan juga untuk
melakukan pengambilan data kepada penduduk yang bukan nelayan yang
terkait dengan aktivitas kenelayanan. Seorang pengumpul ikan di Desa Sei
Pancang
dijadikan
informan
untuk
mendapatkan
informasi
mengenai
pendistribusian hasil tangkapan. Pengumpul ikan tersebut merupakan satusatunya pengumpul ikan yang berada di Desa Sei Pancang, dengan area kerja
meliputi Kecamatan Sebatik Utara dan Timur. Intisari dari informasi yang
diperoleh dari pengumpul ikan, juragan, penyuluh perikanan, dan nelayan
mengarahkan
pengambilan
data
kepada
pemberi
modal
(toke)
3.3
1)
67
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan keberadaan nelayan di
kawasan perbatasan dan adaptasi komunitas nelayan.
2)
68
informasi atau penjelasan dalam bahasa setempat yaitu bahasa Bugis dan
bahasa Melayu dialek Melayu - Malaysia yang terkadang tidak dimengerti
oleh peneliti. Hal ini dapat diatasi dengan cara meminta kepada nelayan
untuk mau memberikan penjelasan kembali dalam yang dimengerti oelh
peneliti yaitu dalam bahasa Indonesia.
(2) Wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara dalam penelitian
bertujuan untuk mengumpulkan keterangan-keterangan lisan dengan cara
bertanya langsung kepada informan berkaitan dengan masalah penelitian
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mendukung analisis
penelitian.
Hasil wawancara dengan Bupati Nunukan diperoleh informasi
bahwa terdapat strategi pembangunan di wilayah Pulau Sebatik. Bupati
Nunukan kemudian memberikan rekomendasi kepada peneliti untuk
mewawancarai Kepala Bappeda Kabupaten Nunukan. Kepala Bappeda
Kabupaten Nunukan secara garis besar menjelaskan kondisi sosial
masyarakat Pulau Sebatik, diantaranya mengenai proses pembangunan di
Pulau Sebatik, pelayanan publik, dan juga etnisitas penduduk Pulau
Sebatik. Berdasar pada penuturan Kepala Bappeda diperoleh informasi
bahwa etnik Bugis adalah etnik mayoritas penduduk di Kabupaten
Nunukan, termasuk juga di Desa Sei Pancang, Pulau Sebatik. Peneliti
kemudian diarahkan oleh Kepala Bappeda untuk menemui Camat Sebatik
Induk agar memperoleh informasi lebih lanjut.
69
Camat Sebatik Induk memberikan informasi yang bersifat umum
mengenai kondisi lokasi penelitian. Informasi yang diberikan oleh Camat
Sebatik Induk sejalan dengan apa yang telah dijelaskan oleh Bupati
Nunukan maupun Kepala Bappeda Nunukan. Lebih lanjut, Camat Sebatik
Induk menyarakan kepada peneliti untuk memperoleh informasi lebih
dalam kepada pihak-pihak yang terkait dengan kehidupan nelayan Desa
Sei Pancang, yaitu kepada Kepala UPT Perikanan, Penyuluh Perikanan,
Ketua HNSI, Tokoh Masyarakat, dan beberapa nelayan Desa Sei Pancang.
Peneliti kemudian melakukan wawancara lebih dalam kepada
nelayan dengan tujuan memperoleh data yang benar-benar diperlukan
dalam mengkaji masalah penelitian. Pada saat awal mewawancarai
nelayan diketahui bahwa karakteristik nelayan di Desa Sei Pancang terdiri
dari nelayan musiman dan nelayan harian. Karakteristik nelayan ini
dibedakan berdasarkan waktu melaut. Selain itu, sawi, pengumpul dan
toke juga menjadi informan dalam penelitian ini. Data semakin jelas
setelah peneliti melakukan wawancara kepada nelayan musiman dan
nelayan harian ternyata diperoleh informasi bahwa terdapat perbedaan
startegi adaptasi mereka dalam menghadapi kesulitan hidup di kawasan
perbatasan. Nelayan harian tidak langsung menjual kepada toke di Kota
Tawau, melainkan menjualnya secara langsung ke pasar terdekat atau
kepada tetangga atau kerabatnya. Selain itu, peneliti juga mewawancarai
pihak pengumpul yang bermukim relatif jauh di luar Desa Sei Pancang,
tepatnya di Desa Setabu, Kecamatan Sebatik Barat. Upaya ini dilakukan
70
untuk mendapatkan informasi mengenai sistem distribusi hasil tangkapan
nelayan di Desa Sei Pancang. Untuk menunjang data dan juga sebagai
penguat informasi, peneliti juga mewawancarai tokoh perempuan Sebatik.
Tokoh perempuan ini, tidak bermukim di Desa Sei Pancang, melainkan di
Desa Sei Nyamuk. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
umum mengenai aktivitas isteri-isteri nelayan dari perspektif perempuan.
Dalam konteks perbatasan dan kaitannya dengan pertahanan
negara, peneliti perlu mendapat informasi dari pihak yang ahli dalam hal
tersebut. Peneliti juga melakukan wawancara kepada pakar perbatasan dari
Universitas Mulawarman. Pakar tersebut memberikan sejumlah informasi
secara umum mengenai realita yang terjadi di Sebatik, khususnya di Desa
Sei Pancang terutama dalam hal interaksi lintas negara.
Pada wawancara berikutnya,
71
turun-temurun telah melakukan aktivitas lintas perbatasan negara melalui
jalur laut yang illegal yaitu tidak melalui pos lintas batas.
Peneliti dalam melakukan wawancara menggunakan alat perekam
agar dapat merekam seluruh informasi yang diberikan oleh para informan.
Secara teknis, pada saat melakukan wawancara mendalam peneliti
mengajukan pertanyaan secara lisan dengan cara bertatap muka secara
langsung kepada informan guna mendapatkan data yang lebih dalam, utuh,
dan rinci sebagai konfirmasi atas informasi yang diperoleh peneliti selama
melakukan pengamatan, sekaligus melengkapi hal-hal yang tidak
tertangkap oleh indera pengamatan peneliti saat melakukan observasi di
lingkungan nelayan Desa Sei Pancang.
3.4
72
telah peneliti tetapkan sebelumnya; data yang dikumpulkan sangat banyak,
namum tidak semua data dimasukkan. Data residu tidak dihilangkan melainkan
disimpan dengan maksud dapat digunakan untuk menunjang penelitian lain yang
relevan dengan data residu; (3) Mengolah data berdasarkan keterkaitan antar
komponen dan satuan gejala dalam konteks fokus masalah adaptasi nelayan Desa
Sei Pancang; dan (4) Mendeskripsikan secara keseluruhan dengan sistematis
mengenai keterkaitan antar satuan gejala yang berkenaan dengan adaptasi nelayan
Desa Sei Pancang.
Pemilihan analisis data ini telah menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal yang masih bersifat sementara dan terus berkembang
setelah peneliti berada di lapangan. Hipotesis yang muncul dari penelitian atas
nelayan Desa Sei Pancang terus dipertajam sehingga menjangkau makna budaya
yang disandang oleh nelayan Desa Sei Pancang. Cara analisis ini menghasilkan
data yang didapat lebih lengkap, mendalam, dan bermakna sehingga tujuan
penelitian tercapai.
73
lakukakan pada berbagai tahap penelitian di lapangan dan pada saat melakukan
analisis data. Prosedur ini tentu memakan waktu, tetapi dapat memberikan makna
yang lebih mendalam dari suatu hasil penelitian.
Bentuk utuh yang dihasilkan dari penelitian ini adalah deskripsi tentang
adaptasi nelayan di kawasan perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia beserta
dinamika kehidupan yang terjadi di dalamnya. Uraian yang bersifat deskriptif
memiliki tujuan untuk mengungkap realitas sosial yang sedemikian kompleks.
Penggolongan atau klasifikasi digunakan dengan tujuan untuk menyederhanakan
realitas sosial yang sangat kompleks agar dapat dianalisis.
74
pada umumnya; (2) merujuk pada konsep antropologi mengenai daerah
kebudayaan, Desa Sei Pancang, Pulau Sebatik dan Kabupaten Nunukan
merupakan salah satu contoh daerah kebudayaan yang tidak terikat atau tidak
berkaitan dengan daerah administratif; (3) merujuk pada aspek kebudayaan,
bahasa yang berkembang di lokasi penelitian adalah bahasa Bugis yang biasa
diucapkan sehari-hari dan sering bercampur dengan bahasa Melayu dialek Melayu
- Malaysia; dan (4) Selain itu, nelayan Desa Sei Pancang merupakan tempat
bermukim nelayan di wilayah perbatasan. Mereka cenderung melakukan mobilitas
ke Kota Tawau sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang diperlukan
berkaitan dengan aspek-aspek yang akan diteliti sehingga dapat menjawab
masalah penelitian.
Tabel 3.2
Jadwal Penelitian
Tahun
Waktu
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Uraian
Kegiatan
2010
2011
2012
2013
Bulan
6 7 8 9
10
11
12
10
11
12
10
11
12
Menyusun
Usulan
Penelitian (UP)
Konsultasi
dan
Bimbingan UP
Seminar UP (SUP)
Sandwich Like Program
di Monash University
Australia
Revisi Naskah UP
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Menyusun Draft Naskah
Disertasi
Konsultasi
dan
Bimbingan
Telaahan Oponen Ahli
Konsultasi dan Revisi
Hasil Telaahan
Ujian Naskah Disertasi
(UND)
Konsultasi
dan
Bimbingan
Revisi
Naskah Disertasi
Ujian Disertasi (UD)
76