Anda di halaman 1dari 3

Teknologi Upgraded Brown Coal (UBC) untuk Meningkatkan Kualitas

Batubara Kalori Rendah


UBC merupakan proses peningkatan nilai kalori batubara kalori rendah melalui penurunan
kadar air lembab dalam batubara. Air yang terkandung dalam batubara terdiri dari air bebas
(free moisture) dan air lembab (inherent moisture). Air bebas adalah air yang terikat secara
mekanik dengan batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler yang mempunyai
tekanan uap normal. Adapun air lembab adalah air terikat secara fisik pada struktur pori-pori
bagian dalam batubara dan mempunyai tekanan uap yang lebih rendah daripada tekanan
normal. Kandungan air dalam batubara baik air bebas maupun air lembab merupakan faktor
yang merugikan karena memberikan pengaruh yang negatif terhadap proses pembakarannya.
Penurunan kadar air dalam batubara, dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan
panas. Pengeringan cara mekanik efektif untuk mengurangi kadar air bebas dalam batubara
basah, sedangkan penurunan kadar air lembab harus dilakukan dengan cara pemanasan atau
penguapan.
Proses UBC merupakan salah satu cara penghilangan kadar air dalam batubara melalui proses
penguapan (evaporasi). Dibandingkan dengan teknologi upgrading lainnya, seperti hot water
drying (HWD) atau steam drying (SD) yang dilakukan pada temperatur diatas 275oC dan
tekanan yang cukup tinggi 5.500 kpa (Baker,dkk.,1986), proses UBC sangat sederhana
karena temperature dan tekanan yang digunakan lebih rendah, yaitu 150 160 oC dengan
tekanan 350 Kpa. Dengan rendahnya temperatur dan tekanan, pengeluaran tar dari batu bara
belum sempurna, karenya perlu ditambahkan zat aditif sebagai penutup permukaan batubara
seperti kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), minyak residu, dan lain-lain. Untuk
proses UBC sebagai aditif digunakan low sulfur wax residue (LSWR) yang merupakan
senyawa organik yang beberapa sifat kimianya mempunyai kesamaan dengan batubara.
Denagn kesamaan sifat kimia tersebut, residu yang masuk kedalam pori-pori batubara akan
kering kemudian bersatu denagan batubara. Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat
menempel pada waktu yang cukup lama sehingga batubara dapat disimpan di tempat terbuka
untuk jangka waktu yang cukup lama (Couch, 1990)

Salah satu alternative batubara produk proses UBC adalah dalam bentuk slurry atau disebut
juga dengan coal water mixture (CWM) atau coal water fuel (CWF) yang mempunyai
viskositas yang ekivalen denagn minyak berat.

Hasil penelitian pada pilot plant UBC dengan kapasitas 5 ton/hari, yang dibangun dan
beroperasi di Palimanan Cirebon sejak tahun 2003 dengan commissioning menggunakan
batubara Binungan, Kalimantan Timur (Umar,dkk.,2003) menunjukkan bahwa karakteristik
batubara kalori rendah anatar satu daerah dengan daerah lainnya berbeda, sehingga perlakuan
dalam proses UBC harus berbeda pula. Hali ini ditunjukkan dengan perbedaan hasil evaluasi
unjuk kerja peralatan proses UBC, terutama pada slurry dewatering, decanter (pemisahan
batubara-minyak) dan pengeringan batubara. Penelitian dengan batubara Samarangau,
Kalimantan Timur, diketahui bahaa kecepatan umpan dan temperatur proses mempengaruhi
kualitas batubara hasil proses. Kecepatan umpan 100 kg/jam, temperatur 160 oC dan tekanan
300 Kpa memberikan hasil yang terbaik dengan persen penurunan kadar air terbesar, yaitu
94,80%. Pada kondisi ini nilai kalor dari 4657 kal/gr naik menjadi 6632 kal/gr atau persen
kenaikan 40,6 % (Umar,dkk.,2005)

TEKNOLOGI PEMBUATAN DAN PEMBAKARAN COAL WATER


MIXTURE DARI BATUBARA HASIL PROSES UPGRADED
BROWN COAL
Pemanfaatan batubara dalam bentuk coal water mixture (CWM) atau coal water fuel (CWF)
merupakan suatu hal yang menarik karena sifat alirnya yang tergolong bersifat cairan (fluida)
yang memungkinkan pemanfaatan batubara dalam bentuk cair sebagai pengganti bahan bakar
minyak terutama minyak berat di kilang-kilang minyak atau industri lainnya yang biasa
mengunakan minyak berat sebagai bahan bakar untuk pengolahan produk.
CWM atau CWF merupakan suatu material yang sama, yaitu campuran antara batubara
dengan air dalam perbandingan tertentu menghasilakan suspensi kental yang homogen dan
stabil selama penyimpanan, pengangkutan, dan pembakaran, walaupun beberapa peneliti
beranggapan bahwa CWM lebih ditujukan untuk mengatasi masalah transportasi sementara
CWF lebih khusus ditujukan sebagai bahan bakar langsung.
CWM biasanya dibuat dari batubara bituminous, karena batubara jenis ini biasanya
mempunyai kadar air bawaan yang rendah dan sifat permukaan yang hidrofibik, yaitu sifat
tidak menyukai air. CWF dapat pula dibuat dari batubara peringkat rendah namun harus
melalui proses upgrading terlebih dahulu sehingga kadar air bawaan dalam batubara tersebut
menjadi rendah.
Salah satu metode proses upgrading yang terbukti menguntungkan adalah upgraded brown
coal (UBC). Pilot plant UBC di Palimanan, Cirebon dengan kapasitas 5 ton/jam telah
dibangun dan beroperasi sejak tahun 2003 bekerjasama dengan JCOAL Jepang. Untuk
memudahkan dalam transportasi, produk pilot plant UBC dibuat briket. Sebagai alternatif
lain, produk UBC dapat juga dalam bentuk slurrit (CWM) yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar langsung.
Pembuatan CWM cukup sederhana. Namun karena ada perbedaan berat jenis antara batubara
dan air, maka batubara cenderung untuk memisah membentuk endapan dalam CWM. Karena
itu perlu ditambahkan bahan aditif, baik sebagai dispersan (pengubah sifat permukaan) agar
batubara terdispersi dengan baik dengan air maupun sebagai penstabil. Selain itu, CWM juga

harus mudah untuk dialirkan dan dibakar dengan nyala api yang mantap dan suhu yang
tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa batubara hasil proses UBC dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan CWM. Hal ini ditunjukkan dengan konsentrasi batubara yang cukup
tinggi yaitu 59,48% dengan aditif PSS dan S-194. sedangkan pembakaran CWM yang terbaik
dengan suhu nyala api yang paling tinggi, yaitu 951,2o C dicapai pada konsentrasi batubara
50% dengan ukuran butir 100 mesh.

Anda mungkin juga menyukai