Anda di halaman 1dari 4

1.

Penegakan Diagnosis Hipertiroid


a. Anamnesis
Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama,
yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak
tampak. Tiroidal dapat berupa goiter karena hiperplasia kelenjar tiroid
dan hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.
Gejala hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas
simpatis yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak
tahan panas, keringat berlebih, berat badan menurun sementara nafsu
makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi
otot. Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati
dan infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya
(Amory, 2011).
Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada
hipertiroid perlu juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga
yang memiliki penyakit yang sama atau memiliki penyakit yang
berhubungan dengan autoimun (Amory, 2011).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada

pemeriksaan

fisik

dapat

terlihat

jelas

manifestasi

ekstratiroidal yang berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-80%


pasien yang ditandai dengan mata melotot, fissura paplebra melebar,
kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam
mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Pada manifestasi
tiroidal dapat ditemukan goiter difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu
badan meningkat, dan tremor (Amory, 2011).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau
FT41 (free thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi
anti tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH serum, test
penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine uptake) dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning) (Amory, 2011).

d. Gold Standard
Gold standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH dan
FT4 (Amory, 2011).

2. Terapi
a. Farmakologi
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid.
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang
dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme kerja
obat antitiroid bekerja dengan dua efek, yaitu efek intra dan
ekstratiroid. Berikut merupakan mekanisme masing-masing efek
(Palacios, 2012).
1) Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah

struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin


sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3
dan T4.
2) Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan
mekanisme aksi ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU).
Dosis

PTU

dimulai

degan

3x100-200

mg/hari

dan

metimazol/tiamazol 20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6


minggu pertama. Setelah itu dosis dapat diturunkan atau dinaikkan
sesuai respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis awal belum
memberikan perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan bertahap hingga
dosis maksimal, sementara jika dosis awal sudah memberi perbaikan
klinis maupun biokimia, dosis diturunkan hingga dosis terkecil PTU
50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat
mempertahankan keadaan eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas
normal. Pemilihan PTU dan metimazol dapat disesuaikan dengan
kondisi

klinis

penurunan

karena

segera

berdasarkan

hormon

tiroid

kemampuan

menghambat

di

PTU

perifer,

lebih

direkomendasikan (Palacios, 2012).


b. Non farmakologi
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi
untuk diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori
per hari baik dari makanan main dari suplemen, konsumsi protein
tinggi 100-125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk mengatasi proses
pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur,
serta mengurangi rokok, alkohol, dan kafein yang dapat meningkatkan
kadar metabolisme (Palacios, 2012).

Dapus:

Amory, JK., Irl BH. 2011. Hyperthyroidism from Autoimmune Thyroiditis in a


Man with Type 1 Diabetes Mellitus: a Case Report. Journal of Medical Case
Reports 2011, 5:277
Palacios, SS. Eider, PC. Juan, CG. 2012. Management of Subclinical
Hyperthyroidism. International Journal of Endocrinology and Metabolism
April 2012; 10(2): 490-496

Anda mungkin juga menyukai