Anda di halaman 1dari 6

Tugas

Media, Seksualitas & Multikulturalisme

Oleh
Yokhanan Kristiono
090810179

Program PascaSarjana
Media dan Komunikasi
FISIP UNAIR
2009
Tugas Media & Multiculturalism

TATTOO DAN PIERCING, GAYA HIDUP KOMUNITAS URBAN

Saat ini, seni merajah tubuh atau tatto sangat digandrungi orang, terutama oleh kaum
remaja dan pemuda metropolitan. Banyak tattoo yang sebenarnya bersifat musiman
namun meninggalkan bekas seumur hidup cukup diminati, selain tatto melakukan
tindik (piercing) maupun implant (menanamkan sesuatu di bagian tubuh tertentu) juga
sangat marak dilakukan oleh banyak kalangan di masyarakat saat ini, bahkan para
artis atau public figure masyarakat banyak melakukan tattoo atau body piercing.
Tubuh, bagi sebagian orang, menjadi media tepat untuk berekspresi dan eksperimen.
Tak heran jika kemudian timbul aktivitas dekorasi seperti tattoo dan tindik. Dalam
perkembangannya, bagian yang ditindik pun tak cuma daun telinga atau hidung.
Mulai dari lidah, bibir, puting susu, hingga organ genital pun ditindik untuk dipasangi
anting-anting. Dari sini kemudian timbul istilah body piercing. Masyarakat kita akrab
menamai istilah ini dengan tindik. Body piercing sebenarnya sudah dikenal sejak 10
abad silam hampir di seluruh belahan dunia. Catatan sejarah menunjukkan, suku-suku
primitif melakukan tindik sebagai bagian ritual adat dan penunjuk identitas derajat
sosial.

Tattoo, Seni Purba yang Digandrungi Masyarakat Urban

Dalam kelompok masyarakat urban seperti sekarang ini, tidak sedikit masyarakat
yang merasa bahwa tato dan tindik adalah hal yang wajib dijauhi. Bahkan dalam
agama tertentu seni tato dianggap sebagai ritual pemujaan terhadap Lucifer. Tidak
jarang para penikmat seni tato dan tindik atau yang biasa disebut “kolektor” ini pun
mendapat pandangan negatif dari masyarakat umum karena penikmat seni tato dan
tindik kerap dianggap akrab dengan dunia kriminalitas.

Tatoo dan tindik menjadi sesuatu yang sangat diminati akhir-akhir ini, dengan
melibatkan manusia dari berbagai tingkatan usia, profesi, status sosial, latar belakang
dan bahkan tattoo dan tindik telah mempenetrasi tembok-tembok yang dahulu
memisahkan dan mengkotakkan umat manusia. Sejalan dengan perkembangan jaman,
tattoo dan tindik tidak lagi dipandang sebagai sesuatu hal yang mengerikan dan
berbahaya. Beberapa dekade yang lalu, tattoo dan tindik lebih banyak dikaitkan

2
Tugas Media & Multiculturalism

dengan kriminalitas, kejahatan ataupun berbagai kelompok geng yang tersebar


dimana-mana.

Hari ini semua telah berubah dan perubahan itu terjadi demikian cepatnya. Tattoo dan
tindik dipandang sebagai sebuah karya seni yang layak untuk dilestarikan, dijaga dan
bahkan dikembangkan. Artis, pengacara, dokter, mahasiswa, pelajar, ibu rumah
tangga, olahragawan dan bahkan pendeta sekalipun saat ini ramai-ramai memenuhi
tubuh mereka dengan tattoo dan tindik. Tattoo dan tindik kini dipandang setara
dengan berbagai perhiasan yang lazim dikenakkan oleh manusia untuk mempercantik
diri. Alasan untuk meningkatkan kepercaaan diri, terlihat lebih jantan dan sexy serta
kelihatan berwibawa menjadi hal-hal yang dikatakan, ketika ditanya alasan untuk
memiliki tattoo dan tindik.

Sebuah riset di Amerika mengatakan bahwa 15% atau setara dengan 39 juta jiwa dari
total penduduk Amerika memiliki tattoo dan tindik. Hal yang luar biasa adalah ketika
dinyatakan bahwa seseroang akan melakukan tattoo dan tindik pertama kali di usia
mereka yang ke-16! Belum lagi fakta yang berbicara bahwa 60% yang memiliki tattoo
dan tindik adalah berjenis kelamin perempuan! Lebih aneh lagi, saat ini bahkan
sebuah boneka Barbie pun sudah memiliki tattoo. Tattoo dan tindik dikemas dengan
sedemikian rupa, sehingga menarik minat yang besar dari banyak orang. Keren,
manis, lucu, imut, menjadi identik dengan berbagai bentuk dan macam tattoo dan
tindik. Sangat mengerankan karena orang-orang kemudian seperti melupakan
kengerian yang dahulu melekat pada dua hal ini.

Sementara di sisi lain, kendati ditentang namun kedua jenis seni purba ini masih tetap
menempati posisi tersendiri dalam beberapa kelompok pecinta seni tato dan tindik.
Karena termarjinalkan, tidak heran jika para penikmat seni purba ini, kemudian
muncul dan tumbuh menjadi kelompok eksklusif. Dari eksklusifitas para kolektor
inilah membuat tidak sedikit anak muda yang kemudian mulai tertarik dan
mencobanya.

Dari merekalah tattoo kemudian mulai dianggap sebagai gaya hidup, karena selain
sebagai simbol sebuah komunitas atau geng tertentu, tattoo juga dipercaya dapat
mempercantik dan menambah rasa percaya diri seseorang. Ekslusifitas inilah yang

3
Tugas Media & Multiculturalism

kemudian membuat anggota komunitas para penikmat seni purba ini mulai bertambah
banyak. Ini terlihat dari makin maraknya studio-studio tattoo dan piercing di
Indonesia khususnya kota-kota besar dan urban seperti Denpasar-Bali, Yogyakarta,
Surabaya, Jakarta, dan kota besar lainnya. Selain itu, dari komunitas ini pula lahirlah
sebuah media komunitas para penikmat seni purba. Dulu tattoo identik dengan
preman, gali, bromocorah, dan golongan yang kerap bertindak kriminal. Namun,
tattoo dan piercing bagi sebagian masyarakat bukan barang aneh. Aksi menggores
tubuh ini begitu popular, bahkan sudah dianggap lifestyle atau gaya hidup.

Perkembangan gaya hidup dan perubahan struktural modernitas saling terhubung


melalui reflektivitas institusional: ”karena ’keterbukaan’ (openness) kehidupan sosial
masa kini, pluralisasi konteks tindakan dan aneka ragam ’otoritas’, pilihan gaya
hidup semakin penting dalam penyusunan identitas diri dan aktivitas keseharian.
Identitas diri adalah suatu proyek yang diwujudkan, yang dipahami oleh para individu
dengan cara-cara pendirian mereka sendiri, dan cara-cara menceritakan mengenai
identitas personal dan biografi mereka.1

Dalam abad gaya hidup, penampilan adalah segalanya. Perhatian terhadap urusan
penampilan sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah. Penampilan diri justru
mengalami estetisisasi, ”estetisisasi kehidupan sehari-hari.”2 Dan, bahkan tubuh/diri
(body/self) pun justru mengalami estetisisasi tubuh.3 Tubuh/diri dan kehidupan sehari-
hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya hidup. ”Kamu bergaya maka
kamu ada!”

1
Anthony Giddens, Modernity and Self-Identity: Self and Society in the Late Modern Age
(Cambridge: Polity Press, 1991), hal 5

2
gagasan yang diajukan Mike Featherstone dalam consumer culture and postmodernism (London:
Sage, 1991)

3
Bryan S. Turner, The Body and Society: Explorations in Social Theory (Oxford: Basil Blackwell,
1984)

4
Tugas Media & Multiculturalism

KOMUNITAS TATTOO DAN PIERCING DI INDONESIA

Gaya hidup modernitas dan identitas diri dalam masyarakat saat ini tumbuh dengan
pesat, dan masing-masing bertumbuh dalam kelompok-kelompok atau membemtuk
komunitas tersendiri. Bahkan komunitas-komunitas tersebut mempunyai media yang
khusus mengapresisasikan kelompok atau komunitasnya. Di Bali misalnya, telah lahir
Magic Ink, sebuah terbitan yang dibagi-bagikan secara cuma-cuma tidak hanya
kepada para penikmat seni tattoo dan piercing ini, tetapi juga kepada masyarakat luas.

Untuk mempererat sesama anggota komunitas penikmat seni tato dan tindik ini,
Magic Ink, telah beberapa kali menggelar acara rutin seperti “Tattoo chill out” dan
“ink nite”. Tujuannya tentu saja sebagai media komunikasi dan sosialisasi antar
sesama penikmat seni tato dan tindik dengan masyarakat luas.

Bahkan pada salah satu situs citizen journalism http://www.inilah.com, ada


pemberitaan mengenai pameran tattoo yang diselenggarakan di Singapura dan
komunitas tattoo Indonesia mengikuti pameran tersebut. Acara yang bertajuk The
Singapore Tattoo Show diselenggarakan oleh Singapore Tourism Board dan Utopia
Studio yang berlangsung pada 9-11 Januari 2009. Dalam acara internasional yang
baru pertama kali diselenggarakan ini kegiatan utamanya antara lain Live Tattooing,
Tattoo Contest, Lucky Draws, Trade Seminars, dan Live Performance.

Perhelatan ini diikuti oleh lebih dari seratus seniman tatto dari 22 negara (empat
benua: Amerika, Eropa, Asia dan Australia) termasuk di antaranya dari Indonesia
yang akan diwakili Buckbucks Tattoo, Brisik Tattoo, Duff Tattoo, Black Dragon
Tattoo dan Indonesia Subcultura yang masuk dalam Indonesian Tattoo Foundation.

Masih banyak lagi media komunikasi yang menjadi mediasi tattoo dan piercing,
bahkan di salah satu situs Studio Tattoo dan Piercing Kent Tattoo (http://www.kent-
tattoo.com) menampilkan salah satu liputan artikel di media cetak koran Media
Indonesia yang bicara tentang body piercing. Pada situs tersebut juga menampilkan
banyak media televisi lokal dan nasional yang juga meliput dan menayangkan berita
tentang komunitas tattoo dan piercing.

5
Tugas Media & Multiculturalism

DAFTAR PUSTAKA
1. Anthony Giddens, Modernity and Self-Identity: Self and Society in the Late
Modern Age, Cambridge: Polity Press, 1991, hal 5
2. Mike Featherstone, Consumer Culture and Postmodernism, London: Sage,
1991
3. Bryan S. Turner, The Body and Society: Explorations in Social Theory,
Oxford: Basil Blackwell, 1984
4. David Chaney, Lifestyle, Yogyakarta & Bandung: Jalasutra, 2009
5. Gentry Amalo, Tato, Seni Purba yang Digandrungi Masyarakat Urban,
(http://selebzone.com/2009/01/20/tato-seni-purba-yang-digandrungi-
masyarakat-urban.html), akses tgl 09 Nopember 2009
6. Samuel Karwur, A Silent killer,
(http://charismaindonesia.com/?charisma=artikel&id=23), akses tgl 10
Nopember 2009
7. YAN/Hardjuno Pramundito dan Binsar Rahadian, Tindik dan Aktualisasi Diri,
Liputan6.com, Jakarta,
(http://berita.liputan6.com/progsus/200504/99152/class=%27vidico%27),
akses tgl 10 Nopember 2009
8. Budaya Tattoo, http://www.magicwave.org/content-id/magic-
ink/news/budaya-tattoo/45-48-33.html, akses tgl 11 Nopember 2009
9. Ulin Yusron, Indonesia Ikuti Pameran Tatto,
(http://www.inilah.com/berita/citizen-journalism/2009/01/08/74174/indonesia-
ikuti-pameran-tatto/), akses tgl 10 Nopember 2009
10. Situs Studio Tattoo dan Piercing Kent Tattoo, (http://www.kent-tattoo.com),
akses tgl 11 Nopember 2009

Anda mungkin juga menyukai