dipenduduk muda.
Di Indonesia faktor utama yang menentukan laju pertumbuhan penduduk
adalah fertilitas dan mortalitas. Dari sisi fertilitas hasil SDKI menunjukan Total
Fertility Rate (TFR) mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 4.1 anak per
wanita usia subur berdasarkan Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia (SPI )
1987 menjadi 3 anak per wanita usia subur SDKI 1991 dan terus menurun menjadi
2,9 SDKI 1994 dan 2,8 SDKI 1997. Semenjak SDKI 2002/2003, SDKI 2007 dan SDKI
2012 angka kelahiran total Indonesia stagnan pada angka 2,6 anak per wanita
(BPS). Di sisi
usia subur di Indonesia terus menurun dari 3,2 tahun 1987 menjadi 2,65 pada
tahun 2012.
Berkaitan dengan angka kelahiran total, jika di lihat angka fertilitas per kelompok
umur (ASFR) dari tahun 2007 dan tahun 2012 dapat di lihat dalam gambar 1.2
berikut
Gambar 1.2 Tren Fertilitas Per Kelompok Umur Kota dan Desa
SDKI 2007 dan 2012
Desa
Kot
a
Sumber
: SDKI 2007 dan 2012
Dari gambar 1.2 di atas telihat bahwa angka fertilitas per kelompok umur pada
daerah perkotaan mencapai puncak pada kelompok umur 25-29 tahun
sedangkan di daerah pedesaan fertilitas mencapai puncak pada kelompok umur
20-24 tahun. Khusus untuk daerah perkotaan, hasil SDKI 2012 menunjukan
bahwa terjadi peningkatan angka kelahiran hampir di semua kelompok umur
dibandingkan dengan kelompok umur yang sama pada tahun 2007. Pada
kelompok umur 15-19 tahun di desa maupun di kota terjadi peningkatan
fertilitas, hal ini mengindikasikan meningkatnya jumlah perkawinan pada
kelompok umur 15-19 tahun dan lebih muda.
Sementara itu untuk pemakaian kontrasepsi pada pasangan usia subur, rata rata
pemakaian kontrasepsi semenjak tahun 2002 sampai 2012 peningkatannya tidak
signifikan. Untuk cara modern hasil SDKI 2002/2003 CPR adalah 56,7%, tahun
2007 meningkat 0,7 % menjadi 57,4% dan tahun 2012 menjadi 57,9% atau
hanya meningkat 0,5%.
Tren Contraceptive Prevalence Rate SDKI 1991- 2012
2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah peserta KB
baru /PB (juta)
7,1
7,2
7,3
7,5
7,6
Jumlah peserta KB
baru miskin/KPS dan
KS-I (juta)
3,75
3,80
3,89
3,9
7
4,05
2
.
3
.
Jumlah peserta KB
aktif/PA (juta)
26,7
27,5
28,2
29,
0
29,8
Jumlah peserta KB
aktif miskin/KPS dan
KS-I (juta)
11,9
12,2
12,5
12,
8
13,1
Jumlah peserta KB
baru mandiri (juta)
3,4
3,4
3,4
3,5
3,6
Sumber: SP 1961 -
TFR stagnan, unmet need masih tinggi dan CPR meningkat sedikit
Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa Total Fertility Rate (TFR) masih stagnan pada
posisi 2,6, tetapi apabila dibandingkan dengan rata-rata jumlah anak yang
diinginkan, rata-rata responden masih menunjukan jumlah yang cukup tinggi
yaitu 2,65. Keadaan ini menunjukan masih kurangnya kesadaran masyarakat
untuk ber-KB. Unmet need juga masih menunjukan progress yang kurang
menggembirakan, dimana SDKI 2012 menunjukan angka Unmet need masih
berkisar 8,5. Terkait dengan CPR, menunjukan sedikit peningkatan dari 61,4
untuk semua cara dan 57,4 untuk cara modern pada tahun 2007, menjadi 61,9
(semua cara) dan 57,9 (cara modern)pada tahun 2012.
Manajemen program KKB belum berjalan secara optimal (catur bava utama)
Sasaran dalam dokumen RPJMN dan RKP belum jelas, direncanakan pada Tahun
Anggaran 2013 akan dilaksanakan review, analisis dan evaluasi RPJMN 20102014 dari sisi kesesuaian Program dan Kegiatan serta capaian Program
menjelang akhir periode RPJMN. Terutama terkait dengan fokus RPJMN
(Memperkuat jangkauan dan layanan di 23.500 Klinik KB), harus dilihat kembali
bagaimana intervensi-intervensi yang telah dilakukan dan apa intervensi yang
harus dikembangkan dalam RPJMN 2015-2019. Sehingga diharapkan dapat
menjadi bahan acuan bagi persiapan penyusunan RPJMN 2015-2019 berikutnya.
Selain itu juga perlu melihat kembali ruang lingkup BKKBN yang sementara ini
dirasa hanya fokus pada aspek fertilitas saja, sementara komponen/aspek
pengendalian penduduk juga meliputi penurunan fertilitas dan mortalitas serta
pengarahan mobilitas, kemudian terkait dengan hal ini, diharapkan dapat segera
disusun pengembangan konsep Program pengendalian penduduk dari sisi
kualitas.
Terkait dengan Program pengendalian penduduk, sampai saat ini dirasa bahwa
operasionalisasi kebijakan pengendalian penduduk belum jelas, dan hasil kajian
dampak kependudukan belum tersosialisasi dengan optimal dan belum menjadi
rekomendasi kebijakan, sehingga Kedeputian Pengendalian Penduduk perlu
segera merumuskan konsep pengembangan Program dan Kegiatannya untuk
dapat dicantumkan kedalam RPJMN 2015-2019.
Demand and supply, sistem pengendalian lapangan dan dukungan advokasi di
lini lapangan
Dari sisi penyerasian dan harmonisasi Kebijakan Program, masih terdapat
beberapa kebijakan bidang KKB yang belum sinergi baik dari aspek kuantitas,
kualitas, mapun mobilitas, antara pusat dan daerah, serta antar-sektor
pembangunan lainya. Segera perlu diadakan kajian kembali baik dari sisi
sinergitas program dan kegiatan baik antar kedeputian maupun antar komponen
Pusat, sehingga dapat terwujud linkage yang jelas baik ditingkat Pusat sampai
dengan Perwakilan BKKBN Provinsi.
Terkait dengan ketersediaan kualitas data dan informasi, data sensus penduduk
dan survei lainya, serta data sektoral KKB sudah cukup memadai, namun dirasa
masih perlu mengoptimalkan data adminduk (registrasi vital). Diharapkan
dengan merumuskan kembali struktur dan model pengembangan data adminduk
(registrasi vital) serta peningkatan kualitas data internal BKKBN, maka
kebutuhan akan data yang dapat dipertanggung jawabkan dapat segera
terpenuhi.
Kemudian dari sisi advokasi, selama ini pengembangan advokasi Program KKB
masih terfokus dilevel Pusat, sehingga mulai tahun anggaran 2013 telah diambil
kebijakan untuk peningkatan advokasi di level Kabupaten dan Kota (lini
lapangan). BKKBN telah berkomitmen untuk peningkatan program ini dilini
lapangan dengan merealokasi anggaran Advokasi Pusat ke Perwakilan BKKBN
Provinsi. Untuk kedepan diharapkan agar kegiatan-kegiatan advokasi lini
lapangan dapat lebih dikembangankan (dari sisi kreatifitas, kualitas dan
kuantitas).
Sistem Pengendalian Program (data dan informasi)
Terkait dengan Sub sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi, Sub
sistem pencatatan dan pelaporan pengendalian lapangan, serta Sub sistem
pendataan keluarga/Mutasi Data Keluarga, perlu dilakukan evaluasi kembali,
terutama dari sisi sistem pengendalian program KKB yang saat ini dianggap
belum sesuai dengan kondisi desentralisasi. Flow arus informasi dan model
pengendalian program KKB terutama di tingkat Kabupaten dan Kota masih
mengalami banyak kendala, sehingga perlu segera dirumuskan bagaimana
sistem pengendalian lini lapangan yang efektif dan efisien terutama di era
desentralisasi ini.
Kemudian dari sisi penguatan petugas RR, yang sering menjadi kendala saat ini
adalah masalah Kuantitas dan kualitas petugas RR rendah, perlu dikaji
bagaimana hasil pelatihan-pelatihan RR yang telah dikembangkan dan
dilaksanakan dari tahun 2010 2012, distribusi tenaga pengelola RR dilapangan,
dan bagaimana signifikansinya terhadap kualitas data dan informasi yang
didapat dari lini lapangan.
D.FAKTOR FAKTOR PENYEBAB MASALAH
Penekanan RPJMN 2010-2014 (RPJM 1 dan 2)
Penekanan RKP tahun 2009 2013
E. DAN KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Secara umum, permasalahan yang dihadapi dalam program KKB adalah kegiatan
di tingkat lapangan kurang berjalan dengan semestinya, permasalahan yang
dihadapi dalam program dan kegiatan KKB di tingkat lini lapangan antara lain
disebabkan beberapa hal; dari sisi perencanaan, tahun 2010-2011 merupakan
masa transisi restrukturisasi program, dan tahun 2012 merupakan program dan
kegiatan yang sudah inline antara RPJMN-Renstra dan RKP-Renja KL; dari sisi
strategi teknis, pelaksanaan pelayanan KB di lapangan masih kurang optimal
(hanya mengandalkan kegiatan momentun, sementara kegiatan rutin kurang
optimal); dari sisi kualitas dan kuantitas tenaga pengelola di lapangan, masih
kurangnya tenaga lapangan KB dan kurangnya komitmen Pemerintah Daerah
dalam menggerakan kembali tenaga lapangan dan pelayanan KB; demikian pula
dukungan pendataan yang akuntabel belum berjalan dengan optimal.
Analisis SWOT:
Dari sisi kekuatan, masih ada peluang dari BKKBN, terutama terkait dengan
dukungan alokasi anggaran BKKBN yang meningkat pada tahun 2009-2012. Dari
sekitar Rp. 1.19M pada tahun 2009 dan Rp. 1.23M pada tahun 2010, menjadi Rp.
2.52M pada tahun 2011, dan terus meningkat sehingga menjadi Rp. 2.6M pada
tahun 2013. Selain itu juga dari sisi dukungan alat obat kontrasepsi (alokon) &
sarana pelayanan KB memadai, dukungan peningkatan kualitas provider
pelayanan KB cukup tinggi, dan didukung juga dengan pengelolaan manajemen
program KKB yang menggunakan menggunakan tool Balanced Score Card (BSC).
Akan tetapi masih ada kekurangan, yang dapat dianggap sebagai kelemahan
dari BKKBN, diantaranya; penggunaan anggaran APBN belum efektif, dalam arti
masih belum mengoptimalkan kegiatan-kegiatan di lini lapangan dan
penggerakan sektor lapangan baik dari sisi operasional (teknis) maupun dari sisi
pengembangan kualitas data dan informasi di lapangan; bahan advokasi dan KIE
belum memenuhi secara kuantitas dan kualitas sehingga perlu adanya inovasi
baru terutama peningkatan advokasi dan KIE di lini lapangan; kebijakan masih
bersifat umum, dan belum menyesuaikan dengan kondisi kewilayahan; kegiatan
yang bersifat mendukung penggerakan dan pembinaan peserta KB dirasa masih
belum proposional; dan selain itu dirasa masih kurangnya sinergitas antar
Program, sehingga dari sisi teknis pelaksanaan kegiatan belum optimal.
Adapun peluang BKKBN masih cukup kuat, dimana perlu mengoptimalkan
peluang melalui UU no. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga. Dari sisi pembiayaan, BKKBN mempunyai peluang
untuk mengembangkan kegiatan di lapangan dengan adanya dukungan Dana
Alokasi Khusus bidang KB (DAK), sehingga diharapkan Pemerintah Daerah
(Kabupaten dan kota) dapat meningkatkan dukungan terhadap Program KKB
diwilayahnya. Peluang yang cukup kuat terdapat pada program SJSN BPJS
terutama untuk meningkatkan pelayanan KB yang lebih berkualitas, untuk hal ini
perlu disikapi secara serius terutama dalam pemikiran pola pembiayaan program
KB melalui SJSN. Kemudian peluang lain yang cukup kuat terletak pada dukungan
kerjasama dengan pihak-pihak lain, terutama LSOM, organisasi profesi dan
swasta yang selama ini telah berjalan dengan baik.
Kemudian tantangan-tantangan kedepan yang perlu disikapi lebih lanjut adalah
terkait dengan pengembangan program KKB dilini lapangan, antara lain dengan
pelaksanaan SPM Program KB belum optimal di setiap Kabupaten dan Kota, rasio
dan distribusi PLKB terhadap desa yang semakin mengkhawatirkan, dan yang
terkahir belum semua daerah melaksanakan diskresi untuk menambah/membuat
program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan daerah, yang nomenklaturnya
belum terdapat dalam Lampiran A.VII Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
Sehingga penganggaran program KKB di daerah relatif sangat kecil terhadap
total pagu APBD.
Rekomendasi Kebijakan dan Strategi
Perlu segera dilakukan perumusan kebijakan guna memperkuat strategi BKKBN
baik dari sisi demand, supply, maupun penguatan manajemen. Dari sisi demand
creation atau penggerakan berbasis masyarakat yang berdasar pada segmentasi
pasar, diantaranya: