Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 5 (Lima) menyatakan bahwa pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan : perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian. Perencanaan Pengelolaan WP3K
terdiri dari Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan
Rencana Aksi Pengelolaan (UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 7 ayat 1). Pemerintah
Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota menyusun rencana strategis WP-3-K yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Hal ini tertuang pada
peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 16/2008 pasal
5 ayat 1. Rencana Zonasi terdiri dari Rencana Zonasi (RZ) Provinsi, Rencana
Zonasi Kabupaten/Kota, Rencana Zonasi Rinci (RZR) Kabupaten/Kota. Pemerintah
Daerah wajib menyusun semua rencana sesuai dengan kewenangan masing-

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-1

LAPORAN PENDAHULUAN

masing (UU No. 27/2007 Pasal 7 Ayat 3). Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Provinsi atau disebut RZWP-3-K Provinsi adalah merupakan
arahan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
provinsi di lingkup wilayah provinsi yaitu 4 sampai dengan 12 mil.
Potensi sumber daya yang terkandung di wilayah pesisir, lautan dan
pulau-pulau kecil di Kabupaten Minahasa Utara luar biasa besar, bahkan
diperkirakan jauh lebih besar dibandingkan dengan potensi sumber daya yang
ada di wilayah daratan. Namun, pada kenyataannya pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
selama ini belum dilakukan secara optimal. Konsentrasi kegiatan pembangunan
yang terjadi selama ini lebih terfokus pada pemanfaatan dan pengelolaan
wilayah darat, yang menyebabkan terabaikannya pengembangan wilayah pesisir,
laut dan pulau-pulau kecil tersebut. Lebih terfokusnya kebijakan pemerintah
pada upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya di wilayah daratan
dapat terlihat seperti pada pembangunan sektor pertanian dalam rangka
swasembada pangan yang berorientasi pada upaya untuk mendorong
perkembangan pertanian tanaman pangan, maupun pada saat era industrialisasi
yang ditujukan untuk memacu pertumbuhan perekonomian nasional. Konsep
pengembangan wilayah yang diterapkan kurang menyentuh upaya pemanfaatan
dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari suatu ruang wilayah. Kondisi ini berakibat pada timbulnya
kesenjangan wilayah, yaitu antara wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan
wilayah daratan, baik kesenjangan dalam hal pembangunan fisik, sosial maupun
ekonomi.
Indikasi timbulnya kesenjangan tersebut antara lain tercermin dari relatif
rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah daratan. Indikasi
lainnya tercermin dari relatif kecilnya kontribusi sektor perikanan sebagai basis
sektor perekonomian masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dibandingkan
kontribusi sektor pertanian, industri dan perdagangan sebagai basis sektor
perekonomian masyarakat di wilayah daratan. Kondisi tersebut diperparah lagi
dengan terisolasinya, secara sosial maupun ekonomi masyarakat yang
menempati pulau-pulau kecil yang salahsatunya disebabkan oleh rendahnya
aksesibilitas (transportasi dan komunikasi) dan kondisi geografis, topografi,
hidrologi, geologi dan klimatologi yang kurang mendukung. Sebagai upaya
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, maka pemerintah
menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Proses pengelolaan

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-2

LAPORAN PENDAHULUAN

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimaksud, sebagaimana dijelaskan


dalam Pasal 5 UU RI Nomor 27 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa :
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi
manusia dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta
proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Selanjutnya perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil (PWP3K) tersebut, mencakup penyusunan ;
a) Rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RSWP3K).
b) Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).
c) Rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
(RPWP3K), dan
d) Rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
(RAPWP3K).
Penyusunan RSWP3K merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
rencana pembangunan jangka panjang daerah, sedangkan RZWP3K merupakan
arahan pemanfaatan ruang yang diselaraskan dan diserasikan dengan rencana
tata ruang wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten. Adapun tujuan rencana
zonasi adalah membagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ke dalam zona-zona
yang sesuai dengan peruntukan dan kegiatan yang bersifat saling mendukung
(compatible) serta memisahkannya dari kegiatan yang bersifat bertentangan
(incompatible). Rencana zonasi WP3K meliputi penetapan kawasan, zona dan
subzona serta arahan pemanfaatannya, yaitu kawasan pemanfaatan umum
(multiple use), kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu dan zona
alur (corridor zone).
RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) harus
mempertimbangkan 3 (tiga) prinsip keterpaduan sebagai berikut ;
1. Prinsip Pertama, yaitu keterpaduan antar ekosistem darat dan laut,
di mana harus mempertimbangkan berbagai dampak biofisik dan
sosial-ekonomi yang terkait antara ekosistem darat dan lautan,
karena merupakan satu kesatuan ekologi yang tidak bisa dipisahkan.
Hal ini berarti ancaman dan kerusakan terhadap ekosistem daratan
akan berimplikasi negatif terhadap ekosistem lautan, begitu pula
sebaliknya.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-3

LAPORAN PENDAHULUAN

2. Prinsip Kedua, yaitu keterpaduan antar sektor dan atau stakeholder,


karena berbagai sektor yang terkait dengan pengelolaan perairan
pesisir tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dalam melakukan
aktivitasnya, apalagi perairan pesisir merupakan pusat pemanfaatan
dan kegiatan dari berbagai sektor yang berhubungan dengan daratan
maupun lautan, seperti jasa transportasi laut, industri galangan kapal,
perikanan, pertambangan, pariwisata, kehutanan, pertanian, dan
industri manufaktur di daratan. Sehingga dibutuhkan kerjasama dan
koordinasi untuk menghindari arogansi masing-masing sektor dalam
mengimplementasikan
program
pembangunannya.
Selain
itu stakeholder terkait seperti pihak pemerintah, swasta, akademisi,
LSM dan masyarakat perlu diakomodir bersama-sama dalam
penentuan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan
perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil untuk penyamaan
persepsi.
3. Prinsip Ketiga, yaitu Keterpaduan antar level pemerintahan, baik
pusat, provinsi maupun antar kabupaten/kota, di mana harus ada
komunikasi 2 arah dan kerjasama yang harmonis antar level
pemerintahan, agar tidak terjadi kesalahan dan ketidakakuratan
dalam melakukan perencanaan dan pengimplementasian berbagai
program pembangunan.
Sungguh merupakan langkah yang tepat untuk melaksanakan rencana
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan adanya RZWP3K diharapkan
akan tercipta keterpaduan/integrasi perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil dan wilayah darat secara harmonis, selaras dan seimbang serta
terdapat suatu jaringan/kisi-kisi spasial di atas lingkungan pesisir dan laut yang
memisahkan pemanfaatan sumber daya yang saling bertentangan dan
menentukan kegiatan-kegiatan yang dilarang dan diizinkan untuk setiap zona
peruntukan dalam rangka menciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhankebutuhan pembangunan dan konservasi.
1.2
MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN
1.2.1 Maksud
Untuk menentukan suatu Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil Kabupaten Minahasa Utara yang sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil
berfungsi sebagai untuk :

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-4

LAPORAN PENDAHULUAN

1) Menetukan kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan


strategis nasional tertentu dan rencana alur.
2) Penyusunan rencana zonasi wiloayah pesisir dan pulau-pulau kecil
mengikuti dan memadukan rencana pemerintah dan pemerintah daerah
dengan memperhatikan kawasan, zona, dan alur laut.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
kecil Kabupaten Minahasa Utara ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya akibat adanya
pengunaan ruang yang mutulisme dan kompleksitas pemangku
kepentingan.
2) Sebagai panduan pemanfaatan jangka panjang, pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya di dalam wilayah rencana.
3) Sebagai alat untuk menetapkan arahan pemanfaatan untuk setiap bagian
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan merumuskan kerangka
manajemen, yang merupakan acuan dalam implementasi rencana
pengelolaan.
4) Beberapa aspek tujuan rencana zonasi yaitu memberikan perlindungan
bagi habitat kritis, ekosistem dan proses ekologi, memisahkan kegiatan
manusia yang saling bertentangan, melindungi kualitas budaya dan
kualitas alam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mencadangkan
wilayah sesuai untuk pemanfatan budidaya serta meminimumkan
dampak dari penggunaan terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang sensitif secara ekologi dan melestarikan beberapa wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil dalam keadaan alamiah.
1.2.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau kecil Kabupaten Minahasa Utara ini adalah sebagai berikut :
1) Terumusnya aspek-aspek zonasi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
Kabupaten Minahasa Utara yang memenuhi persyaratan teknis serta
didukung oleh proses perencanaan yang berbasis kepada masyarakat.
Dalam hal perencanaan, diharapkan akan tersusunya rencana zonasi
Pesisir dan Pulau-pulau kecil Kabupaten Minahasa Utara, sedangkan
dalam proses perencanaan yang berbasiskan masyarakat diharapkan akan
dihasilkan :

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-5

LAPORAN PENDAHULUAN

a) Perencanaan yang didasarkan kepada aspirasi atau keinginan


masyarakat luas serta didukung oleh kegiatan penelitian lapangan.
b) Peningkatan kepedulian stakeholder terhadap potensi dan
permasalahan yang terdapat di kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Minahasa Utara.
c) Adanya hubungan atau komunikasi diantara perencanaan dengan
berbagai sektor kegiatan serta masyarakat.
2) Adanya peningkatan pemahaman tentang sumberdaya wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Kabupaten Minahasa Utara melalui kegiatan
sosialisasi.
Terciptan keseimbangan pembangunan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
Kabupaten Minahasa Utara melaui penerapan bentuk pengelolaan insentifdisentif penataan ruang.
1.3

RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup dalam penyusunan RZWP3K ini digunakan agar wilayah
dari RZWP3K tidak melebar dan sesuai dengan KAK. Ruang lingkup wilayah dalam
RZWP3K Minahasa Utara adalah wilayah pesisir dan pulau pulau kecil di
Minahasa Utara. Profil wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdapat di
Kabupaten Minahasa Utara,secara administrasi termasuk ke dalam cakupan 4
(empat) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Wori, Kecamatan Likupang Barat,
Kecamatan Likupang Timur dan Kecamatan Kema. Wilayah pesisir tersebut
memiliki panjang hampir mencapai 88.13 Km, dimana 74.66 Km membentuk
satu kesatuan yang membentang mulai dari Kecamatan Wori, Kecamatan
Likupang Barat dan Kecamatan Likupang Timur, sedang sepanjang 13.47 Km
berlokasi di wilayah Kecamatan Kema. Sementara untuk pulau pulau kecil yaitu
Pulau Mantehage, Pulau Nain, Pulau Gangga, Pulau Kinobahutan, Pulau Talise,
Pulau Bangka.
Wilayah Penyusunan Rencana Zonasi ini mencakup wilayah pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil Kabupaten Minahasa Utara dengan mengacu kepada
batasan wilayah pesisir dan laut sesuai Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jo. UU No. 1 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yakni meliputi daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 4 (empat) mil laut (batas pengelolaan
Kabupaten) diukur dari garis pantai.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-6

LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 1.1
Wilayah Administrasi Minahasa Utara

1.4

OUTPUT YANG DIHASILKAN


Berikut merupakan output yang akan dihasilkan dalam Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil di Pesisir Minahasa Utara :
1) Peta-peta analisis
2) Peta-peta pemanfaatan eksisiting
3) Peta-peta arahan rencana pemanfaatan
4) Dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kabupaten Minahasa Utara.
Laporan Pendahuluan
Laporan Antara
Laporan Draf Akhir
Laporan Akhir
Album Peta
5) Ranperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K) Kabupaten Minahasa Utara.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-7

LAPORAN PENDAHULUAN

1.5

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

1.5.1 Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan dalam proyek penyusunan RZWP3K ada 3
pendekatan. Pendekatan tersebut adalah Pertama, penyusunan RZWP3K
menserasikan dan mensinkronkan kebijakan pembangunan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
pendekatan kedua yaitu penyusunan RZWP3K mempertimbangkan kearifan
lokal, aspirasi dan partisipasi masyarakat dan kondisi sosial budaya yang
berkembang di Kabupaten Minahasa Utara. Pendekatan yang ketiga adalah
dengan melalui kajian keilmuan yang dilandasi oleh data yang akurat yang
diambil melalui serangkaian survey baik untuk pengambilan data primer maupun
data sekunder.
1.5.1.1 Pendekatan Perencanaan
A.
Pendekatan Rational Comprehensive
Pendekatan Rasional Menyeluruh adalah Pendekatan yang secara
konseptual dan analitis mencakup pertimbangan perencanaan yang luas. Di
dalam pertimbangan tsb tercakup berbagai unsur/subsistem yang membentuk
suatu sistem secara menyeluruh. Pertimbangan ini termasuk pula hal yang
berkaitan dengan rangkaian tindakan pelaksanaan serta berbagai pengaruhnya
thd usaha pengembangan.
Biasanya pendekatan ini digunakan pada perencanaan Jangka panjang
(20 tahunan) substansinya meliputi semua aspek dan mempunyai tujuan banyak.
Produk perencanaan rasional mencakup seluruh aspek pembangunan, jadi
permasalahan yang ditinjau tidak dilihat secara terpisah tetapi dalam suatu
kesatuan, baik internal maupun eksternal. Walaupun tidak akan merealisasikan
semua unsur/ subsistem, tapi lingkup perencanaannya sudah merinci seluruh
aspek dalam suatu kaitan yang terpadu.
Berikut merupakan ciri ciri utama dari pendekatan Rational Menyeluruh :
1. Dilandasi oleh kebijakan umum yang merumuskan tujuan yang ingin
dicapai sebagai suatu kesatuan yang utuh
2. Didasari oleh seperangkat spesifikasi tujuan yang lengkap, menyeluruh,
dan terpadu
3. Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi yang lengkap,
andal, dan rinci.
4. Peramalannya ditujukan untuk tujuan jangka panjang.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-8

LAPORAN PENDAHULUAN

Salah satu tahap penting dalam pendekatan rasional menyeluruh adalah


tahapan pendekatan kebijakan. Penyusunan RZWP3K ini akan berusaha untuk
melihat kebijakan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan daerah. RZWP3K Kabupaten Minahasa Utara ini akan
menjadi bagian yang terpadu dengan proses perencanaan wilayah pesisir secara
keseluruhan termasuk di tingkat Provinsi. Kepulauan Riau. Dalam penyusunan
RZWP3K ini, salah satu kebijakan yang menjadi landasan adalah UU Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Undang-undang ini menyebutkan bahwa
RZWP3K diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota
yang dalam penyusunan ini adalah RTRW Kepulauan Riau dan RTRW Kabupaten
Minahasa Utara. Hal-hal tersebut tersebut menjadi acuan dalam menyusun
konsep dan fokus utama muatan RZWP3K yang akan disusun. Secara lebih jelas
dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2008 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan
bahwa pemerintah daerah Provinsi atau kabupaten/kota menyusun RZWP3K
dengan memperhatikan:
RSWP3K (Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil) provinsi atau
kabupaten/kota;
a. Alokasi ruang untuk akses publik;
b. Alokasi ruang untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya dengan
tetap memperhatikan kepemilikan serta penguasaan sumber daya di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan RTRW provinsi
dan/atau RTRW kabupaten/kota;
d. Integrasi ekosistem darat dan laut;
e. Keseimbangan antara perlindungan dan pemanfaatan berbagai jenis
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, jasa lingkungan, dan fungsi
ekosistem dalam satu bentang alam ekologis (bioekoregion);
f. Perencanaan pembangunan lainnya seperti Rencana Tata Ruang
Hutan/Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata (RIPP), Kawasan Rawan Bencana, Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP), prasarana perhubungan laut, kawasan
pemukiman, dan kawasan pertambangan.
Dalam penyusunan RZWP3K Kabupaten Minahasa Utara perlu
memperhatikan RTRW Nasional, RTRW Provinsi Sulawesi Utara, dan RTRW

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-9

LAPORAN PENDAHULUAN

Kabupaten Minahasa Utara. Selain itu juga kebijakan kebijakan lainnya yang
terkait agar menjadi satu keselarasan dan tidak terjadi tumpang tindih kebijakan
dalam perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil Kabupaten
Minahasa Utara.
Pendekatan
Kebijakan,
yaitu
mempertimbangkan
kebijakan
pembangunan dibidang kelautan dan perikanan yang mencakup aspekaspek berikut :
a) Aspek kewilayahan, yaitu untuk menjamin penyediaan lahan perairan
yang sesuai bagi pengembangan sektor kelautan dan perikanan melalui
peningkatan kualitas penataan ruang laut, pesisir dan pulau- pulau kecil.
b) Aspek ekologis, yaitu untuk menjamin terwujudnya ekosistem pesisir dan
laut yang sehat dan produktif yang dapat mendukung keberlanjutan
penyediaan sumberdaya perikanan melalui peningkatan kualitas
ekosistem pesisir dan laut.
c) Aspek hukum, yaitu untuk menyiapkan produk hukum di bidang tata
ruang dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mampu
mendukung pengembangan komoditi perikanan.
d) Aspek sosial ekonomi, yaitu untuk memberdayakan masyarakat pelaku
usaha di bidang pengembangan sumberdaya perikanan dan kelautan,
sehingga mampu dan memiliki kapasitas untuk melakukan usahanya
secara baik melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dan
pemberdayaan sosial budaya masyarakat pesisir.
B.

Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)


Salah satu pendekatan pembangunan yang dilakukan untuk pengelolaan
lingkungan hidup adalah pembangunan berkelanjutan. Istilah pembangunan
berkelanjutan telah memasuki perbendaharaan kata para ahli serta masyarakat
setelah diterbitkannya laporan mengenai pembangunan dan lingkungan serta
sumberdaya alam. Laporan ini diterbitkan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan
Hidup dan Pembangunan - PBB (UN World Commission on Environment and
Development - WCED) yang diketuai oleh Harlem Brundtland, dalam laporan
tersebut didefinisikan istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
Pembangunan berkelanjutan adalah Pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang
akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Lebih jauh, dikatakan bahwa
pada tingkat yang minimum, pembangunan berkelanjutan tidak boleh
membahayakan sistem alam yang mendukung semua kehidupan di muka bumi.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-10

LAPORAN PENDAHULUAN

Pembangunan berkelanjutan sebagai suatu paradigma pembangunan baru yang


menyepakati suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu terhadap
pembangunan, yang menggabungkan sekaligus tiga pilar pembangunan, yaitu
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan
hidup.
SOSIAL
Bearable

Equitable
Sustainable

LINGKUNGAN

Viable

EKONOMI

Gambar 4.1
Skema Pembangunan Berkelanjutan

Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas), disebutkan bahwa


dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang
ketiga, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan
pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem
ekonomi kerakyatan, maka kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya:
1. Mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang
tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan
dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;
2. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari
perusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan;
3. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara
bertahap;
4. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat lokal;
5. Menerapkan secara efektif penggunaan indikator untuk mengetahui
keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
6. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan
kawasan konservasi baru di wilayah tertentu; dan
7. Mengikutsertakan
masyarakat
dalam
rangka
menanggulangi
permasalahan lingkungan global.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-11

LAPORAN PENDAHULUAN

C.

Pendekatan Partisipatif
Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang
berkitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro, 1995). Theodorson dalam
Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari,
partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau
warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau
keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif
ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat
diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk
mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau
profesinya sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya
partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan.
Menurut konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan
atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini,
tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan
(Berlo, 1961).
Partisipasi masyarakat menjadi amat penting dalam proses perencanaan
karena masyarakat merupakan subjek dan objek. Pembangunan fisik dan
ekonomi tidak selalu bisa diterima atau dinikmati oleh masyarakat baik
perkotaan maupun pedesaan. Pembangunan fisik dan ekonomi tidak selalu
diiringi oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat baik perkotaan maupun
pedesaan. Pembangunan fisik dan ekonomi sering diiringi dengan konflik
kepentingan ( masyarakat menjadi obyek dalam pembangunan).
a)
Kualitas Partisipasi Masyarakat dipengaruhi oleh :
1. Tingkat partisipasi adalah seberapa besar kualitas peran
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
2. Bentuk keterwakilan adalah apakah masyarakat memberikan
langsung pendapat atau suaranya atau dengan diwakilkan
pada yang diberi hak, baik secara individu maupun kelompok.
b)
Tipologi Tangga Partisipasi Arnstein
Sherry Arnstein adalah yang pertama kali mendefinisikan strategi
partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara
masyarakat (komunitas) dengan badan pemerintah (agency).
Dengan pernyataannya bahwa partisipasi masyarakat identik
dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen
power), Arnstein menggunakan metafora tangga partisipasi
dimana tiap anak tangga mewakili strategi partisipasi yang

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-12

LAPORAN PENDAHULUAN

berbeda yang didasarkan pada distribusi kekuasaan. Ada 7 tangga


partisipasi menurut Arnstein :
1. Manipulasi (manipulation). Pada tangga partisipasi ini bisa
diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog; tujuan
sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik
atau menyembuhkan partisipan (masyarakat tidak tahu
sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum).
2. Terapi (therapy). Pada level ini telah ada komunikasi namun
bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya
satu arah.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai
derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan
kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya,
tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan
jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan
oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini
memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan
perubahan dalam masyarakat.
3. Informasi (information). Pada jenjang ini komunikasi sudah
mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak
ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada
masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan
melakukan tangapan balik (feed back).
4. Konsultasi (consultation). Pada tangga partisipasi ini
komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat
partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah
ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa
aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada
jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun
perubahan akan terjadi.
5. Penentraman (placation). Pada level ini komunikasi telah
berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan
saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun
pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai
kelayakan dan keberadaan usulan tersebut.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-13

LAPORAN PENDAHULUAN

6.

7.

8.

Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang


sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki
pengaruh dalam proses pengambilan keputusan.
Kemitraan (partnership). Pada tangga partisipasi ini,
pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar.
Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara
masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi.
Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk
proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk
bernegosiasiai dan melakukan kesepakatan.
Pendelegasian kekuasaan (delegated power). Ini berarti
bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada
masyarakat
untuk
mengurus
sendiri
beberapa
kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki
kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap keberhasilan program.
Pengendalian warga (citizen control). Dalam tangga partisipasi
ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan
untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan
tanpa campur tangan pemerintah.

Sumber : Arnstein, 1969

Gambar 4.2
Tangga Partisipasi

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-14

LAPORAN PENDAHULUAN

1.5.1.2 Tahapan Pekerjaan


Tahapan Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
antara lain :
1.
Tahap Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan harus memiliki kualitas dan kuantitas.
a.
Kualitas :
Skala
Akurasi Geometri
Kedetailan Data dan Kedalaman Data
Kemutakhiran Data
Kelengkapan Atribut
b.
Kuantitasnya berupa Kelengkapan Data Sekunder berjumlah
12 Dataset yang dapat dilihat pada Permen Kp No.34/2014
Pasal 22 Ayat 3
2.

Survey Instansi dan Lapangan


Tahap survey instansi merupakan tahapan survey untuk
memperoleh data terkait. Sementara survey lapangan berfungsi
sebagai verifikasi data sekunder dan Pengumpulan data primer
yang belum tersedia.

3.

Identifikasi Potensi Wilayah


Data diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan peta-peta
tematik. Pengolahan data meliputi: Konversi data non spasial ke
data spasial, Standarisasi format dan kelengkapan data serta
Perbaikan data. Analisis data yang dilakukan adalah: Interpolasi
spasial/pemodelan ruang, Pemodelan matematis, Simbolisasi dan
penyajian hasil analisis menjadi peta-peta tematik.
Deskripsi potensi sumberdaya wp3k digunakan untuk mengetahui
potensi sumberdaya eksisting seperti potensi sebaran ikan,
potensi ekosistem pesisir, potensi pariwisata, potensi
pertambangan. Sementara Deskripsi pemanfaatan sumberdaya
wp3k dilakukan dengan Identifikasi terhadap kegiatan
pemanfaatan sumberdaya di masa lalu dan eksisting yang terdiri
dari rona-rona dan fasilitas yang terkait dengan pemanfaatan SDA
(penangkapan
ikan,
budidaya
perairan,
pertanian,
penambangan,wisata, habitat cagar alam laut, kapabilitas

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-15

LAPORAN PENDAHULUAN

sumberdaya), pelabuhan, lokasi-lokasi industri, lokasi-lokasi


pemukiman dan perkotaan, serta fasilitas wisata.
4.
5.

Penyusunan Dokumen Awal


Konsultasi Publik I
Tahapan Konsultasi publik merupakan tahapan yang memberi
ruang dan kesempatan untuk masyarakat dan stakeholder terkait
di Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Minahasa Utara menyampaikan
aspirasinya mengenai perencanaan. Serta memberikan kritik dan
saran atas perencanaan yang tengah dilakukan. Konsultasi publik
dalam proyek ini dilakukan 2 kali. Yakni pada tahapan penyusunan
dokumen awal serta pada penyusunan dokumen antara.

6.

Usulan Alokasi Ruang


Penyelarasan, penyerasian dan penyeimbangan tersebut
dilakukan melalui tiga (3) cara berikut ini:
Menyelaraskan/ mengadopsi pola ruang dan struktur ruang
daratan pesisir RTRW ke dalam RZWP-3-K
Menyerasikan alokasi ruang perairan pesisir dan pulau-pulau
kecil dalam RZWP-3-K yang bersinggungan dengan pola ruang
dalam RTRW
Menyeimbangkan/memadukan rencana Pemerintah dan
Pemerintah Daerah ke dalam alokasi ruang perairan pesisir
dalam RZWP-3-K.
Peraturan pemanfaatan ruang meliputi :
1. Ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang pada zona/sub zona
Jenis, definisi, lokasi & deskripsi alokasi ruang
Ketentuan kegiatan yang boleh, dilarang & yang boleh
dengan ijin
Ketentuan prasarana minimum
Ketentuan khusus sesuai kebutuhan
2. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang zona/sub zona
Instrumen perijinan
Insentif disinsentif
Sanksi

7.
8.

Penyusunan Dokumen Antara


Konsultasi Publik 2

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-16

LAPORAN PENDAHULUAN

9.
10.

Penyusunan Dokumen Final


Tanggapan dan Saran

1.5.2 Metodologi

1.5.2.1 Metode Pengumpulan Data


Tahapan survey dalam proyek ini dilakukan dengan survey primer dan
survey sekunder. Survey primer merupakan metode pencarian data dan
informasi yang dilakukan secara langsung melalui responden di lapangan.
Metode ini dapat berupa observasi. Observasi merupakan pengumpulan data
dan informasi melalui pengamatan langsung guna mendapatkan data obyektif
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Survei sekunder merupakan metode pengumpulan data dari instansi
pemerintah maupun instansi terkait. Hasil yang diharapkan dari data sekunder ini
adalah berupa uraian, data angka, atau peta mengenai keadaan wilayah studi.
Selain itu survei sekunder juga didapat dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya.
Dalam Penyusunan RZWP3K, Data yang dikumpulkan dari survey primer dan
sekunder adalah data :
1) Terestrial;
Terestrial merupakan data yang terkait dengan permukaan tanah.
Contohnya adalah data Topografi, Kelerengan, dan Jenis Tanah.
2) Bathimetri;
Data Batimetri merupakan data kedalaman dan topografi bawah laut.
3) Geologi Dan Geomorfologi;
Data Geologi dan geomorfologi merupakan data yang digunakan untuk
menganalisis Substrat dasar laut.
4) Oseanografi;
Gelombang Laut, Arus Air Laut, Kecerahan Air Laut, Total Suspended Solid
(TSS), PH, Salinitas, COD, BOD, Ammonia (NH3-N)+, Nitrat (NO3-N), Nitrit,
Fosfat, Sebaran Klorofil, Sebaran Plankton, dan Sebaran Benthos.

5) Ekosistem Pesisir Dan Sumber Daya Ikan (Jenis Dan Kelimpahan Ikan);
Ekosistem Pesisir (Mangrove, terumbu karang, lamun), Daerah Potensi
Ikan Demersal, dan Daerah Potensi Ikan Pelagis yang terbagi atas :
a. Musim Barat
b. Musim Timur
c. Musim Peralihan
6) Penggunaan Lahan Dan Status Lahan;

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-17

LAPORAN PENDAHULUAN

7)
8)
9)
10)

Pemanfaatan Wilayah Laut Yang Telah Ada;


Sumber Daya Air;
Infrastruktur; meliputi infrastruktur eksisiting dan rencana
Sosial Dan Budaya;
Data Jumlah dan Kepadatan Penduduk
11) Ekonomi Wilayah; dan
12) Risiko Bencana Dan Pencemaran.
Berupa data mengenai Daerah rawan Bencana, Kerentanan Bencana,
Resiko Bencana, Sebaran Daerah Pencemaran.
Tahap pengumpulan data dalam pnyusunan RZWP3K Kabupaten
Minahasa Utara antara lain :
a) Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode
tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal
tertentu yang diamati. Banyaknya periode observasi yang perlu dilakukan
dan panjangnya waktu pada setiap periode observasi tergantung kepada
jenis data yang dikumpulkan. Apabila observasi itu akan dilakukan pada
sejumlah orang, dan hasil observasi itu akan digunakan untuk
mengadakan perbandingan antar orang-orang tersebut, maka
hendaknya observasi terhadap masing-masing orang dilakukan dalam
situasi yang relatif sama.
Sebelum observasi itu dilaksanakan, pengobservasi (observer) hendaknya
telah menetapkan terlebih dahulu aspek-aspek apa yang akan diobservasi
dari tingkah laku seseorang. Aspek-aspek tersebut hendaknya telah
dirumuskan secara operasional, sehingga tingkah laku yang akan dicatat
nanti dalam observasi hanyalah apa-apa yang telah dirumuskan tersebut.
Observasi yang dilakukan dalam proyek ini adalah observasi kondisi fisik
wilayah pesisir Kecamatan Kema, Kecamatan Wori, Kecamatan Likupang
Barat dan Kecamatan Likupang Timur dan 46 pulau pulau kecil di
Minahasa Utara.
b) Pengambilan sampel / groundcheck
Groundcheck merupakan pengecekan lapangan. Metode ini digunakan
untuk melakukan revisi hasil penafsiran awal dan untuk mengetahui
tingkat akurasi hasil penafsiran dari pengambilan sampel.
c) Pengukuran

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-18

LAPORAN PENDAHULUAN

d) Wawancara
Salah satu metode pengumpulan data adalah dengan jalan wawancara,
yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden. Responden yang dipilih adalah masyarakat berdomisili di
pesisir Minahasa Utara yang mengerti akan keadaan wilayah.
e) Focus group discussion (fgd) Masyarakat
Pada tahap ini konsultan akan membentuk forum bersama masyarakat
dimana masyarakat akan menuangkan aspirasi dan partisipasinya untuk
ikut menyusun rencana rencana yang mereka inginkan di Pesisir dan
Pulau pulau kecil Kabupaten Minahasa Utara.
1.5.2.2 Metode Analisis Data
Pada tahap ini, dilakukan identifikasi potensi wilayah berdasarkan hasil
survei lapangan yang telah dilaksanakan. Pendekatan metode analisis yang digunakan
dalam rangka penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(RZWP3K) Kabupaten Minahasa Utara ini, mencakup metode analisis sebagai berikut:

1.

Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan digunakan untuk melihat kedudukan wilayah
perencanaan dalam hal ini Kabupaten Minahasa Utara terhadap
kebijakan rencana tata ruangnasional dan provinsi, dan menyesuaikan
perencanaan yangdibuat dengan kebijakan pembangunan daerah,
dengan tujuan agartidak terjadi tumpang tindih kegiatan.Di samping itu,
analisis juga didasarkan pada kebijakan pembangunan nasional,
termasuk kebijakan geopolitik dan pertahanan keamanan.Hal-hal yang
harus ditelaah adalah :
a. Program-program pemerintah pusat dan provinsi terkait
pembangunan di wilayah pesisir.
b. Visi, misi, dan tujuan dan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir
Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Minahasa Utara.
c. Isu dan permasalahan yang berkembang di wilayah pesisir
Kabupaten Minahasa Utara.
d. RTRW Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Minahasa Utara.
e. Arahan pengembangan, struktur ruang, dan pola ruang dalam
RTRW Kepulauan Riau dan Kabupaten Minahasa Utara.
f. Analisis sistem perkotaan, kawasan, dan regional wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil yang berpengaruh terhadap Kabupaten

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-19

LAPORAN PENDAHULUAN

Minahasa Utara;
g. Analisis fungsi dan peran wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di
Kabupaten Minahasa Utara dilihat dari aspek ekonomi-sosialbudaya-politik, transportasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dalam pencapaian pembangunan nasional / regional secara umum.
h. Analisis sektor unggulan yang menjadi prime mover di Kabupaten
Minahasa Utara, kecamatan dan kelurahan/desa yang ada di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
2.

Analisis Kewilayahan
Analisis kewilayahan merupakan analisis untuk melihatkecenderungan
perkembangan kawasan di Kabupaten Minahasa Utaraberdasarkan
potensi fisik wilayah yang ada. Analisis kewilayahan akan dapat
mengeluarkanrekomendasi bagi skala pengembangan kawasan yang
diharapkandan arahnya. Analisis kewilayahan di sini juga mencakup
pada sistem permukiman dan sarana prasarana yang ada di
dalamnya.Analisis sistem permukiman bertujuan memahami kondisi,
jumlah, jenis, letak, ukuran, dan keterkaitan antar pusat-pusat
permukiman di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten
Minahasa Utara.

3.

Analisis Sosial Ekonomi


Analisis sosial ekonomi dilakukan untuk melihat kondisi sosial ekonomi
dan strukturnya di Kabupaten Minahasa Utara. Lingkup analisis sosial
ekonomi meliputi sebaran dan jumlah penduduk beserta proyeksinya di
masa yang akan datang, interaksi penduduk, sebaran potensi ekonomi,
basis ekonomi lokal, keterkaitan ekonomi dan skala ekonomi (produksi
dan pemasaran).
Analisis sosial ekonomi yang digunakan dalam rangka penyusunan
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K)
Kabupaten Minahasa Utara adalah:
a.

Analisis Ekonomi dan Sektor Unggulan di WP3K Kabupaten


Minahasa Utara
Analisis ekonomi dan sektor unggulan bertujuan memperoleh
informasi untuk mewujudkan ekonomi WP3K yang berkelanjutan
(sustainable) melalui keterkaitan ekonomi antar zonasi di dalam
Kabupaten Minahasa Utara, dan antar Kabupaten Minahasa Utara
dengan kabupaten lainnya, atau sistem ekonomi wilayah yang lebih

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-20

LAPORAN PENDAHULUAN

luas. Analisis difokuskan pada kecenderungan pertumbuhan


ekonomi WP3K, sektor-sektor ekonomi basis dan unggulan dan
potensi dan kendala pengembangan kegiatan perekonomian
WP3K.Analisis ekonomi WP3K di Kabupaten Minahasa Utara akan
meliputi:
Analisis mengenai ekonomi dasar WP3K di Kabupaten Minahasa
Utara
Analisis mengenai sektor-sektor unggulan WP3K di Kabupaten
Minahasa Utara
Analisis mengenai struktur ekonomi WP3K di Kabupaten
Minahasa Utara
Analisis mengenai peluang pertumbuhan ekonomi WP3K di
Kabupaten Minahasa Utara.
Analisis pergerakan barang dan jasa WP3K.
Analisis pola persebaran ekonomi WP3K dalam wilayah
Kabupaten Minahasa Utara.
Analisis mengenai potensi investasi WP3K di Kabupaten
Minahasa Utara.
Analisis kecenderungan pertumbuhan ekonomi
b. Analisis Demografi dan Kependudukan
Analisis demografi bertujuan untuk memperoleh gambaran
mengenai aspek-aspek kependudukan, terutama yang memiliki
pengaruh timbal balik dengan perkembangan sosial dan ekonomi,
analisis ini dilakukan pula dalam proyeksi 20 tahun ke depan.
Analisisdemografi ini merupakan masukan dalam penyusunan
rencana pengembangan sarana dan prasarana wilayah, rencana
penyebaran penduduk, dan rencana struktur dan pola ruang pada
WP3K. Analisis demografi WP3K Kabupaten Minahasa Utara akan
terdiri atas:
Analisis tingkat perkembangan penduduk.
Analisis mengenai pergerakan/mobilitas penduduk.
Analisis distribusi/kepadatan penduduk.
Analisis struktur umur dan
Analisis tingkat partisipasi angkatan kerja.
c.

Analisis Sosial Kemasyarakatan


Analisis sosial kemasyarakatan WP3K di Kabupaten Minahasa Utara,
meliputi:

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-21

LAPORAN PENDAHULUAN

Analisis adat-istiadat penduduk WP3K yang menghambat dan


mendukung pembangunan Kabupaten Minahasa Utara.
Analisis tingkat partisipasi/peran serta masyarakat WP3K dalam
pembangunan Kabupaten Minahasa Utara.
Analisis pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
Analisis kinerja tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas sosial.
d. Analisis Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia
Analisis mengenai kualitas sumber daya manusia pengelola
diperoleh dengan cara melakukan kajian deskriptif kualitatif
terhadap informasi dari kajian demografi. Masukan utama analisis
ini adalah kondisi tingkat pendidikan pada analisis
demografi.Analisis kelembagaan dilakukan untuk melihat
kelembagaan Kabupaten Minahasa Utara khususnya dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecilnya.Analisis
kelembagaan ini meliputi struktur kelembagaan kabupaten, struktur
kelembagaan masing-masing lembaga terkait pembangunan,
mekanisme koordinasi internal dan lintas kelembagaan dalam
pembangunan, kondisi SDM daerah yang meliputi kualitas maupun
kuantitas, serta kebutuhan pengembangannya.
4.

Analisis Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya


Analisis potensi dan pemanfaatan sumber daya ini untuk melihat
sumber daya yang terdapat pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Kabupaten Minahasa Utara dan bagaimana kondisi pemanfaatan yang
sudah dilakukan dari sumber daya tersebut.

5.

Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang


Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang merupakan analisis yangmelihat
pada potensi wilayah pesisir berdasarkan kriteria-kriteriateknis kegiatan
pemanfaatan ruang yang direncanakan. Analisis inimenggunakan
metode overlay peta dengan pembobotan untuk masing-masing
variabelfisik, sosial, ekonomi dan budaya berdasarkan kriteria kegiatan.
Dalam teknik analisis ini pertama kali disusun adalah matriks parameter
kesesuaiannya dan klasifikasinya berdasarkan pedoman penyusunan
RZWP3K Kabupaten yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan
Perikanan.Setelah disusun matriks kesesuaian maka peta-peta tematik

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-22

LAPORAN PENDAHULUAN

mengenai parameter-parameter tersebut dioverlay.


6. Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung
Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
sementara Analisis daya tampung wilayah adalah konsep yang
digunakan untuk memahami ambang batas kritis daya-dukung dengan
adanya asumsi bahwa ada suatu jumlah populasi yang terbatas yang
dapat didukung tanpa menurunkan derajat lingkungan yang alami
sehingga ekosistem dapat terpelihara.
Analisis daya dukung wilayah pesisir meliputi daya dukung :
a. Fisiklingkungan :
1. Geografi,
2. Geo-morfologi,
3. Hidrologi,
4. Eko-biologis
5. Hidrooseanografi
b. Daya dukung sosial,
c. Daya dukung ekonomi,
d. Daya dukung budaya dan
e. Daya dukung politik.
1.6

SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Pada sub bab ini akan membahas intisari masing masing bab.
Sistematika pembahasan yang tertuang didalam Dokumen Teknis Laporan antara
ini, disusun sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Berisikan Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Maksud, Tujuan dan
Sasaran, Pelingkupan yang meliputi Lingkup Kegiatan dan Lingkup
Wilayah, output yang dihasilkan serta Sistematika Pembahasan yang
digunakan. Berisikan pendekatan studi dan metodologi yang
digunakan. Dalam penyusunan rencana zonasi ini juga melibatkan dan
mempertimbangkan aspirasi masyarakat .
BAB II

: Tinjauan Kebijakan
Pada bab ini menguraikan mengenai sintesa dari kebijakan kebijakan
yang berkaitan dengan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil di
Minahasa Utara. Antara lain mengkaji mengenai RTRW Nasional RTRW

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-23

LAPORAN PENDAHULUAN

Sulawesi Utara, RTRW Minahasa Utara, Kebijakan kebijakan


mengenai perairan dan lainnya.
BAB III : Inventarisasi Data
Bab ini menjelaskan mengenai pencatatan dan pengumpulan data
data yang dikumpulkan dan digunakan dalam analisis RZWP3K
Minahsa Utara.
BAB IV : Proses Legitimasi Laporan RZWP3K Minahasa Utara
Dalam proses legitimasi laporan melalui tahapan Focus Group
Discussion (FGD), dan Konsultasi Publik.

PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA UTARA


Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BAPPELITBANG)

II-24

Anda mungkin juga menyukai