Anda di halaman 1dari 20

(SGD 1)

MODUL 5

Step 1 :

1. Banjir : banjir perestiwa yang terjadi ketika aliran air yang belebihan
memendam daratan diakibatkan oleh volume air disuatu tempat seperti
sungai atau danau yang meluap.
2. Water borne disease : penyakit yang disebabkan oleh microorganisme
yang perantaranya adalah air.

3. Pencemaran: suatu keadaan dimana tidak sesuai dengan keadaan normal


(cendrung negatif)
Masuknya suatu zat polutan dalam lingkungan yang dapat mengganggu
seimbangan.
step 2 :
1.
2.
3.
4.

Apa definisi air bersih ?


Bagaimana cara penularan penyakit melalui air ?
Apa penyakit yang ditimbulkan akibat dari banjir ?
Apa langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah water borne
disease ?
5. Apakah peran dari suatu yankes untuk menangani munculnya water
borne disease ?
6. Apa saja syarat-syarat air bersih ?
7. Apa dampak dari banjir ?
8. Bagaimana cara mencegah banjir ?
9. Apa saja penyakit yang termasuk water borne disease dan jelaskan ?
10.Apa ciri-ciri air yang tercemar ?
11.Definisi water borne disease yang valid ?
12.Bagaimana cara menanggulangi water borne disease ?

Step 3 :
Banjir :
1. Apa dampak dari banjir ?
- Menimbulkan berbagai macam penyaki
- Merusak lingkungan
- Aktifitas kehidupan manusia terganggu
- Kehilangan harta benda, kehilngan nyawa dll.
- Sumber air bersih menjadi tercemar
- Terganggunya stabilitas pelayanan kesehatan.
- Timbulnya penyakit yang baru.

Kelangkaan hasil petani karena gagal panen


Transportasi terganggu
Spesies tidak sanggu menyerap banyak air
Dll

2. Bagaimana cara mencegah banjir ?


- Melakukan reboisasi
- Membuat serapan air
- Membuang sampah pada tempatnya
- Membersihkan saluran air
- Pemeliharaan sungai
- Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya banjir
Air :
1. Apa definisi air bersih?
- Kwalitas air yang memenuhi persyaratan
- Air yang dikatagorikan tidak hanya layak digunakan tetapi juga
layak dikonsumsi sesuai dengan syarat yang ditentukan menkes RI
- Air yang belum tercemar polutan
2. Bagaimana cara penularan penyakit melalui air ?
- Melalui oral dan kontak langsung dengan air
3. Apa saja syarat-syarat air bersih?
- Tidak berbau
- Tidak berwarna
- Tidak berasa
- Ph netral
- Mempunyai syarat fisik kimia, biologis.
4. Apa ciri-ciri air yang tercemar?
berbau
berwarna
- berasa
- Ph abnormal
- Terindikasi adanya microorganisme

Water borne disease :


1. Apa langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah water borne
disease?
- Pemasakan air sampai mendidih ( sampai matang )
- Melakukan 3m (menguras, menimbun, menutup)
- Penyuluhan tentang water borne disease
2. Apakah peran dari suatu yankes untuk menangani munculnya water
borne disease?

Memberikan pelayanan kuratif pada penderita


Memberikan penyuluhan bagi yang belum terkena (healt
promosion)
Melakukan penelitian kadar kebersihan air

3. Apa saja penyakit yang termasuk water borne disease dan jelaskan?
- infeksi : mikotik, diare, leptospira, DBD dll
- non infeksi : keracunan.
4. Definisi water borne disease yang valid?
5. Bagaimana cara menanggulangi water borne disease?
-

Menjaga kebersihan lingkungan.


Cara pembungan kotoran sampah dan limbah
Memberikan pertolongan secepat mungkin
Menjaga kebersihan air

Step 4 :

banjir

lingkungan

pencemar
an

kehidupan

Kualitas
air

kesehatan

Step 3

Water
borne
1. Apa definisi air bersih ?
disease

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih
adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan airminum.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38270/4/Chapter%20II.pdf
air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak.

Menurut Peraturan Menteri Kesehata RI Nomor : 41 6/Menkes/Per/IX/1990


2. Bagaimana cara penularan penyakit melalui air ?

In the vast majority of cases, people become infected when material contaminated by
faeces enters their mouth. One way this can happen is through drinking contaminated
water. This has been the cause of many dramatic outbreaks of faecal-oral diseases
such as cholera and typhoid. However, there are many other ways in which faecal
material can reach the mouth, for instance on the hands or on contaminated food. The
germs in the faeces can cause the diseases by even slight contact and transfer. One
gramme of human or animal waste (faeces) contains 10,000,000 viruses, 1,000,000
bacteria, 1,000 parasite cysts and 100 parasite eggs.

Fig. 1. Faecal-oral routes of disease transmission

Faecal-oral routes of disease transmission


In Nepal, the main routes of transmission are
1. Dirty/contaminated hands
2. Contaminated water
3. The practice of defecating in the open
4. Uncovered food/drinking water
Other possible transmission routes include contaminated soil, or contamination by insects or
animals
In general, contaminated food is the single most common way in which people become
infected. There are a number of ways in which food can become contaminated

1. Via dirty hands


2. Via dirty cooking utensils or plates or mugs
3. Via dirty cloths, towels etc.
4. Via flies
5. Food may be contaminated before it even reaches the kitchen, or may become
contaminated if it is left for a long time after being cooked.
http://www.irc.nl/page/8904

Transmission
Water borne diseases spread by contamination of drinking water systems with the urine and
faeces of infected animal or people.
This is likely to occur where public and private drinking water systems get their water from
surface waters (rain, creeks, rivers, lakes etc.), which can be contaminated by infected
animals or people. Runoff from landfills, septic fields, sewer pipes, residential or industrial
developments can also sometimes contaminate surface water.
This has been the cause of many dramatic outbreaks of faecal-oral diseases such as cholera
and typhoid. However, there are many other ways in which faecal material can reach the
mouth, for instance on the hands or on contaminated food. In general, contaminated food is
the single most common way in which people become infected.

The germs in the faeces can cause the diseases by even slight contact and transfer. This
contamination may occur due to floodwaters, water runoff from landfills, septic fields, and
sewer pipes.
The following picture shows the faecal-oral routes of diseases transmission.

The only way to break the continued transmission is to improve the peoples hygienic
behaviour and to provide them with certain basic needs: drinking water, washing and bathing
facilities and sanitation. Malaria transmission is facilitated when large numbers of people
sleep outdoors during hot weather, or sleep in houses that have no protection against invading
mosquitoes. Malaria mosquitoes, tropical black flies, and bilharzias snails can all be
controlled with efficient drainage because they all depend on water to complete their life
cycles.
http://www.lenntech.com/library/diseases/diseases/waterbornediseases.htm#ixzz2puaq3NhK
3. Apa penyakit yang ditimbulkan akibat dari banjir ?

1. Penyakit diare. Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat,


khususnya sumber air minum dari sumur dangkal akan banyak ikut tercemar. Saat
banjir biasanya juga akan terjadi pengungsian, di mana fasilitas dan sarana serba
terbatas, termasuk ketersediaan air bersih. Semua itulah yang bisa menjadi penyebab
terjadinya penyakit diare.
Langkah antisipasinya, katanya, masyarakat disarankan untuk membiasakan cuci
tangan dengan sabun setiap akan makan atau minum serta sehabis buang hajat.
Selalu biasakan merebus air minum hingga mendidih setiap hari, menjaga kebersihan
lingkungan, dan hindari tumpukan sampah disekitar tempat tinggal.
2. Demam berdarah. Pada musim hujan banyak sampah, seperti kaleng bekas, ban bekas, serta
tempat-tempat tertentu terisi air, dan terjadi genangan untuk beberapa waktu. Genangan air itulah
akhirnya menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti, nyamuk penular penyakit
demam berdarah.

Masyarakat harus ikut berpartisipasi secara aktif melalui gerakan 3M (mengubur


kaleng-kaleng bekas, menguras tempat penampungan air secara teratur, dan menutup
tempat penyimpanan air dengan rapat). Selain itu, segera bawa keluarga ke sarana kesehatan,
bila ada yang sakit dengan gejala panas tinggi.

3. Penyakit leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang disebut


leptospira. Di Indonesia hewan penular terutama adalah tikus melalui kotoran dan air kencingnya.
Pada musim hujan terutama saat banjir, tikus-tikus yang tinggal di liang tanah akan keluar
menyelamatkan diri dan berkeliaran di sekitar manusia. Akhirnya, kotoran dan air kencingnya akan
bercampur dengan air banjir.
Seseorang yang memiliki luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur
dengan kotoran/kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, maka orang tersebut berpotensi
dapat terinfeksi dan jatuh sakit.

Selalu menjaga kebersihan, hindari bermain air saat terjadi banjir, terutama bila ada
luka. Gunakan pelindung, misalnya sepatu, bila terpaksa harus ke daerah banjir.
Segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit
kepala, dan menggigil.

4. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab ini dapat berupa bakteri,
virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama berupa batuk dan demam, mungkin
juga disertai sesak napas, nyeri dada, dan lainnya.
Atasi dengan istirahat dan pengobatan simtomatis sesuai gejala. Selain itu, cegah
penularan pada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika batuk dan
tidak meludah sembarangan.
5. Penyakit kulit yang dapat berupa infeksi, alergi, atau bentuk lain. Kalau musim
banjir maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Tempat
berkumpulnya banyak orang, misalnya di tempat pengungsian korban banjir, juga berperan dalam
penularan infeksi kulit.

6. Penyakit saluran cerna lain, misalnya demam tifoid. Faktor kebersihan makanan
memegang peranan penting, karena itu selalu perhatikan kebersihan makanan yang
akan dikonsumsi.
7. Perburukan penyakit kronik yang mungkin memang sudah diderita. Musim
hujan dan banjir yang berkepanjangan, bisa menyebabkan daya tahan tubuh
berkurang.
http://m.kabar24.com/health/read/20130117/6/129816/7-macampenyakit-akibat-banjir-harus-anda-waspadai
4. Apa langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah water borne
disease ?

1. Diare. Penyakit Diare sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu (personal
hygiene). Pada musim hujan dengan curah hujan yang tinggi, potensi banjir
meningkat. Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya
sumber air minum dari sumur dangkal, akan ikut tercemar. Di samping itu, pada saat
banjir biasanya akan terjadi pengungsian dengan fasilitas dan sarana serba terbatas,
termasuk ketersediaan air bersih. Itu semua menjadi potensial menimbulkan penyakit
diare disertai penularan yang cepat.
Langkah antisipasi: masyarakat diingatkan untuk tetap waspada dan menghindari
serangan penyakit diare dengan cara, pertama, membiasakan cuci tangan dengan
sabun setiap akan makan atau minum serta sehabis buang hajat. Kedua, membiasakan
merebus air minum hingga mendidih setiap hari. Ketiga, menjaga kebersihan
lingkungan, hindari tumpukan sampah di sekitar tempat tinggal. Keempat,
hubungi segera petugas kesehatan terdekat bila ada gejala-gejala diare.
2. Demam berdarah. Pada saat musim hujan, biasanya akan terjadi peningkatan
tempat perindukan nyamuk aedes aegypti, yaitu nyamuk penular penyakit demam
berdarah. Hal ini dikarenakan pada saat musim hujan, banyak sampah seperti kaleng
bekas, ban bekas, dan tempat-tempat tertentu terisi air dan terjadi genangan selama
beberapa waktu. Genangan air itulah yang akhirnya menjadi tempat berkembang biak
nyamuk tersebut. Dengan meningkatnya populasi nyamuk sebagai penular penyakit,
risiko terjadinya penularan juga semakin meningkat.

Langkah antisipasi: Masyarakat ikut berpartisipasi secara aktif melalui gerakan 3 M,


yaitu mengubur kaleng-kaleng bekas, menguras tempat penampungan air secara
teratur, dan menutup tempat penyimpanan air dengan rapat. Selain itu, masyarakat
diharapkan segera membawa anggota keluarganya ke sarana kesehatan bila ada yang
sakit dengan gejala panas tinggi tanpa sebab yang jelas, disertai adanya tanda-tanda
pendarahan.
3. Penyakit leptospirosis. Penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang
disebut leptospira. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis karena
ditularkan melalui hewan atau binatang. Di Indonesia, hewan penular terutama adalah
tikus, melalui kotoran dan air kencingnya. Pada musim hujan, terutama saat banjir,
tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan ikut keluar menyelamatkan diri.
Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia sehingga kotoran dan air
kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut. Seseorang yang memiliki luka,
kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran
atau kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, berpotensi terinfeksi dan
jatuh sakit.
Langkah antisipasi: Untuk menghindari timbulnya penyakit leptospirosis, masyarakat
diimbau untuk melakukan langkah-langkah antisipasi sebagai berikut: Pertama,
menekan populasi dan hindari adanya tikus yang berkeliaran di sekitar tempat tinggal,
dengan selalu menjaga kebersihan. Kedua, hindari bermain air saat terjadi banjir,
terutama bila memiliki luka. Ketiga, gunakan pelindung, misalnya sepatu, bila
terpaksa harus masuk daerah banjir. Keempat, segera berobat ke sarana kesehatan bila
sakit punya gejala panas tiba-tiba, sakit kepala, dan menggigil.
4. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab ISPA dapat berupa bakteri,
virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam.
Jika berat, maka dapat atau mungkin disertai sesak napas, nyeri dada, dan lain-lain.
Penanganannya: Istirahat; pengobatan simtomatis sesuai gejala, dan mungkin
diperlukan pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab; meningkatkan daya tahan
tubuh; dan mencegah penularan terhadap orang sekitar (misalnya dengan menutup
mulut ketika batuk, tidak meludah sembarangan). Faktor berkumpulnya banyak orang
misalnya di tempat pengungsian korban banjirjuga berperan dalam penularan
ISPA.
http://health.kompas.com/read/2012/04/05/04414216/Waspadai.7.Peny
akit.Ini.Saat.Banjir
5. Apakah peran dari suatu yankes untuk menangani munculnya water
borne disease ?

Strategi Penanganan
Pada 23 September 2012, Irak mengalami wabah kolera. WHO bersama
UNICEF dan UNAMI membantu Departemen Kesehatan Irak dengan
beberapa cara dan rekomendasi untuk menghindari wabah ini terjadi di masa
yang akan datang. Terdapat beberapa cara yang bisa diadopsi untuk

penanganan waterborne disease di Indonesia khususnya di Provinsi Maluku


Utara misalnya:
1. Koordinasi
Pada kasus Irak dilakukan penguatan sistem pengawasan epidemiologi untuk
penyakit menular dan koordinasi kesehatan di tingkat departemen untuk
melihat setiap peningkatan kasus diare yang tidak semestinya. Pada Provinsi
Maluku Utara (Malut) dapat ditingkatkan koordinasi dari tingkat Puskesmas
sampai Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seluruh Provinsi Malut dan
selanjutnya ke Dinkes Provinsi Malut agar kejadian kasus waterborne disease
dapat terlaporkan secepatnya sehingga memungkinkan penanganan sedini
mungkin.
2. Strategi Pencegahan
Pada kasus Irak dilakukan promosi kebersihan (menargetkan klorinasi pada
perairan dalam negeri, mencuci tangan, melakukan desinfeksi kakus dan
tangki air di sekolah, informasi dan komunikasi tentang kolera), meningkatkan
kadar klorinasi air di semua sumber dengan pemantauan yang ketat pada
sumber distribusi dan tingkat distribusi sabun rumah tangga, dan oralit,
peningkatan truk air yang mengandung klor. Klorinasi adalah pembubuhan
klor aktif untuk membunuh mikroorganisme. Sumber klor yang biasa
digunakan adalah kaporit [Ca(OCl)2].
Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan berubah menjadi asam hipoklorit
(HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan. HOCl dan ion
OCl- bersifat sangat reaktif terhadap berbagai komponen sel bakteri.
Selanjutnya HOCl dan ion OCl- disebut sebagai klor aktif (Rosyidi, 2010)
Pada Provinsi Malut dapat dilakukan cara tersebut di tingkat provinsi untuk
mencegah terjadinya waterborne disease. Klorinasi perairan di provinsi ini
sebaiknya difokuskan di tingkat rumah tangga, mengingat persentase rumah
tangga di Maluku Utara yang menggunakan sumber air minum dari ledeng
relatif masih rendah yakni 21,27 persen, bahkan di Kabupaten Halmahera
Tengah dan Halmahera Timur belum mencapai 1 persen sehingga sebagian
besar masih menggunakan air sumur. Selain itu, kadar klor yang akan
diberikan juga harus diperhatikan karena menurut Sururi, dkk., (2008),
desinfeksi dengan menggunakan klor berpotensi menghasilkan Trihalometan

(THMs) yang disebabkan oleh adanya reaksi antara senyawa senyawa


organik berhalogen dalam air baku dengan klor. Selain itu, ada dampak
negatif

lain

dari

aplikasi

klor

terhadap

kesehatan

manusia

seperti

mengganggu indera pembau dalam beberapa waktu, Iritasi membran


mukosa, Iritasi pada sistem pernafasan, Sakit dada, sulit bernapas, muntah,
dan batuk, bahkan letal.
Selain itu menurut Cortes dkk., (2011) dalam jurnal mereka yang berjudul
Rotavirus Vaccine and Health Care Utilization for Diarrhea in U.S. Children
mengatakan bahwa tingkat diare terkait rawat inap dan kunjungan rawat jalan
antara anak-anak AS di bawah 5 tahun menurun selama kedua musim
rotavirus (tahun 2007-2008 dan 2008-2009) setelah pengenalan dari
pentavalent rotavirus vaccine (RV5). Temuan bahwa pengurangan yang lebih
besar selama bulan-bulan ketika prevalensi rotavirus tinggi (Januari Juli)
dan bahwa tingkat rawat inap akibat infeksi rotavirus mengalami penurunan
sebesar 60% sampai 75%. Secara nasional, diperkirakan bahwa sekitar
65.000 diare terkait rawat inap itu dicegah selama periode 2007-2009,
sehingga adanya pengurangan $ 278.000.000 dalam biaya pengobatan.
Langkah pencegahan waterborne disease dengan vaksinasi rotavirus seperti
yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya dapat diterapkan di Provinsi
Maluku Utara. Hal ini karena di Provinsi Malut juga pada bulan Januari Juni
merupakan bulan dimana prevalensi diare akibat rotavirus pada anak tinggi.
Hal ini dapat dilihat dari laporan Kompas.com (2009) bahwa di Kota Ternate
Malut terjadi KLB diare pada anak, yang dilihat dari angka anak penderita
diare yang masuk rumah sakit sudah lebih dari 40 orang. Sehingga, vaksinasi
rotavirus pada anak (balita) di Provinsi Malut mungkin dapat mengurangi
kejadian diare khususnya pada bulan dimana prevalensi diare tinggi seperti
yang dilakukan di Amerika Serikat.
3. Strategi Kuratif
Pada kasus Irak dilakukan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari pusat
perawatan kolera dan Poin Rehidrasi Oral, dan sistem rujukan untuk pasien.
Pada Provinsi Malut dapat dilakukan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari
pemerintah pusat yang bisa diwujudkan dengan koordinasi yang baik ke

pusat, dan sistem rujukan ke rumah sakit yang lebih maju (RSUP misalnya)
dibanding rumah sakit yang ada di Malut.
Selain

dengan

mengadopsi

ketiga

langkah

yang

dilakukan

dalam

penanganan kasus waterborne disease di Irak dan di Amerika Serikat tadi,


Pemerintah Provinsi Malut (khususnya Dinas Kesehatan) juga dapat
mensosialisasikan First Steps for Managing an Outbreak of Acute Diarroea
(Langkah langkah pertama dalam menangani wabah Diare) yang diterbitkan
oleh World Health Organization (WHO). Karena dengan mensosialisasikan
langkah langkah tersebut, masyarakat dapat memahami apa yang harus
dilakukan dalam menghadapi Kasus Luar Biasa (KLB) waterborne disease.

Dec
7

Makalah: Strategi Penanganan Waterborne


Disease (Diare) di Provinsi Maluku Utara
Strategi Penanganan Waterborne Disease (Diare) di Provinsi
Maluku Utara

Oleh:

Yohannes W. Saleky

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar mahluk hidup, sehingga penyediaan air yang aman
untuk kesehatan sangatlah penting. Namun terkadang air yang disediakan untuk keperluan
konsumsi sehari hari dapat menyebabkan penyakit karena air yang dikonsumsi sudah
terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen yang berbahaya. Hal inilah yang disebut
waterborne disease.
Terdapat beberapa istilah untuk keterkaitan air dengan penyakit, misalnya
Waterborne Diseases (infeksi melalui suplai air minum: cholera, diare, typus), Water-washed
Diseases (infeksi karena kurang nya sarana air untuk personal higiene: E.coli; salmonella),
Water-vectored Diseases (infeksi karena insects yang bergantung pada air: malaria, demam
berdarah), Water-based Diseases (infeksi melalui hewan air: guinea worm disease).
Di Indonesia, di daerah daerah yang sering terjadi banjir seperti Jakarta, sering
terjadi waterborne disease. Hal ini karena biasanya setelah terjadi banjir,, akses untuk
mendapatkan air bersih menjadi sulit karena sebagian besar sumber air sudah
terkontaminasi. Namun tak menutup kemungkinan juga untuk daerah daerah yang tidak
terjadi banjir, karena waterborne disease juga bisa terjadi akibat sanitasi yang kurang
memadai. Maluku Utara misalnya, provinsi yang terletak di bagian Indonesia Timur ini juga
sering terjadi waterborn disesase, terutama diare. Kompas.com (2009) memberitakan
bahwa pada bulan Juni lebih dari 40 anak penderita diare yang dirawat di RSUD Chasan
Boesoeri Ternate (belum termasuk penderita di RS lain seperti RS Ananda, RS Dharma Ibu,
RS Islam Ternate), sehingga jika ditotal dari semua rumah sakit maka penderita diare
jumlahnya sangat besar. Penyebab munculnya penyakit diare di Kota Ternate tersebut
belum diketahui secara pasti, namun mengacu pada kejadian sebelumnya penyakit itu
diduga disebabkan oleh lingkungan yang kurang bersih.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka masalah yang diangkat adalah strategi seperti
apakah yang dibutuhkan untuk menangani dan mencegah Kasus Luar Biasa (KLB)
waterborne disease di Provinsi Maluku Utara tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Pembaca mampu memahami tentang waterborn disease;
2. Pembaca mampu memahami apa yang harus dilakukan untuk menghindari waterborne
disease;
3. Makalah ini dapat menjadi strategi untuk menangani masalah waterborn disease di Provinsi
Malut maupun tempat lain.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Maluku Utara
Luas wilayah Maluku Utara sebesar 145.801,10 km2 dimana 45.069,66 km2
merupakan daratan. Karena berada pada wilayah Waktu Indonesia Timur (WIT), Wilayah
Maluku Utara memiliki perbedaan waktu 2 jam lebih cepat dari Jakarta. Suhu udara rata-rata
di Maluku Utara tahun 2009 berkisar antara 23,1C sampai dengan 32,6C. Berdasarkan
data hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010), jumlah penduduk Maluku Utara sebanyak
1.035,5 ribu jiwa, terdiri dari 529,65 ribu laki-laki dan 505,83 ribu perempuan. Jumlah
penduduk tertinggi ada di Kabupaten Halmahera Selatan yaitu 198,03 ribu jiwa, dan yang
terendah ada di Halmahera Tengah yaitu 42,74 ribu jiwa (statistik daerah provinsi maluku
utara 2010).
Fasilitas kesehatan di Maluku Utara terdiri dari 18 rumah sakit dimana 9
diantaranya berada di Kota Ternate; dan terdapat sebanyak 96 puskesmas. Jumlah
puskesmas ini belum cukup memenuhi target tersedianya fasilitas puskesmas untuk setiap
kecamatan, mengingat jumlah kecamatan di Maluku Utara tercatat sebanyak 112
kecamatan. Oleh sebab itu, di Maluku Utara terdapat puskesmas pembantu sebanyak 226
unit yang menyebar hampir merata di semua kabupaten/kota (statistik daerah provinsi
maluku utara 2010).
Persentase rumah tangga di Maluku Utara yang menggunakan sumber air minum
dari ledeng relatif masih rendah yakni 21,27 persen. Persentase tertinggi terdapat di Ternate
yakni sebesar 70,25 persen. Halmahera Tengah dan Halmahera Timur bahkan belum
mencapai 1 persen. Hal ini dikarenakan di kedua kabupaten ini belum tersedia fasilitas
PDAM (statistik daerah provinsi maluku utara 2010).

B. Strategi Penanganan
Pada 23 September 2012, Irak mengalami wabah kolera. WHO bersama UNICEF
dan UNAMI membantu Departemen Kesehatan Irak dengan beberapa cara dan
rekomendasi untuk menghindari wabah ini terjadi di masa yang akan datang. Terdapat
beberapa cara yang bisa diadopsi untuk penanganan waterborne disease di Indonesia
khususnya di Provinsi Maluku Utara misalnya:
1. Koordinasi
Pada kasus Irak dilakukan penguatan sistem pengawasan epidemiologi untuk penyakit
menular dan koordinasi kesehatan di tingkat departemen untuk melihat setiap peningkatan
kasus diare yang tidak semestinya. Pada Provinsi Maluku Utara (Malut) dapat ditingkatkan
koordinasi dari tingkat Puskesmas sampai Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seluruh
Provinsi Malut dan selanjutnya ke Dinkes Provinsi Malut agar kejadian kasus waterborne
disease dapat terlaporkan secepatnya sehingga memungkinkan penanganan sedini
mungkin.
2. Strategi Pencegahan
Pada kasus Irak dilakukan promosi kebersihan (menargetkan klorinasi pada perairan
dalam negeri, mencuci tangan, melakukan desinfeksi kakus dan tangki air di sekolah,
informasi dan komunikasi tentang kolera), meningkatkan kadar klorinasi air di semua
sumber dengan pemantauan yang ketat pada sumber distribusi dan tingkat distribusi sabun
rumah tangga, dan oralit, peningkatan truk air yang mengandung klor. Klorinasi adalah
pembubuhan klor aktif untuk membunuh mikroorganisme. Sumber klor yang biasa
digunakan adalah kaporit [Ca(OCl)2].
Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan
ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan. HOCl dan ion OCl- bersifat sangat
reaktif terhadap berbagai komponen sel bakteri. Selanjutnya HOCl dan ion OCl- disebut
sebagai klor aktif (Rosyidi, 2010)
Pada Provinsi Malut dapat dilakukan cara tersebut di tingkat provinsi untuk mencegah
terjadinya waterborne disease. Klorinasi perairan di provinsi ini sebaiknya difokuskan di
tingkat rumah tangga, mengingat persentase rumah tangga di Maluku Utara yang
menggunakan sumber air minum dari ledeng relatif masih rendah yakni 21,27 persen,
bahkan di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur belum mencapai 1 persen
sehingga sebagian besar masih menggunakan air sumur. Selain itu, kadar klor yang akan
diberikan juga harus diperhatikan karena menurut Sururi, dkk., (2008), desinfeksi dengan
menggunakan klor berpotensi menghasilkan Trihalometan (THMs) yang disebabkan oleh

adanya reaksi antara senyawa senyawa organik berhalogen dalam air baku dengan klor.
Selain itu, ada dampak negatif lain dari aplikasi klor terhadap kesehatan manusia seperti
mengganggu indera pembau dalam beberapa waktu, Iritasi membran mukosa, Iritasi pada
sistem pernafasan, Sakit dada, sulit bernapas, muntah, dan batuk, bahkan letal.
Selain itu menurut Cortes dkk., (2011) dalam jurnal mereka yang berjudul Rotavirus
Vaccine and Health Care Utilization for Diarrhea in U.S. Children mengatakan bahwa tingkat
diare terkait rawat inap dan kunjungan rawat jalan antara anak-anak AS di bawah 5 tahun
menurun selama kedua musim rotavirus (tahun 2007-2008 dan 2008-2009) setelah
pengenalan dari pentavalent rotavirus vaccine (RV5). Temuan bahwa pengurangan yang
lebih besar selama bulan-bulan ketika prevalensi rotavirus tinggi (Januari Juli) dan bahwa
tingkat rawat inap akibat infeksi rotavirus mengalami penurunan sebesar 60% sampai 75%.
Secara nasional, diperkirakan bahwa sekitar 65.000 diare terkait rawat inap itu dicegah
selama periode 2007-2009, sehingga adanya pengurangan $ 278.000.000 dalam biaya
pengobatan.
Langkah pencegahan waterborne disease dengan vaksinasi rotavirus seperti yang
dijelaskan pada paragraf sebelumnya dapat diterapkan di Provinsi Maluku Utara. Hal ini
karena di Provinsi Malut juga pada bulan Januari Juni merupakan bulan dimana prevalensi
diare akibat rotavirus pada anak tinggi. Hal ini dapat dilihat dari laporan Kompas.com (2009)
bahwa di Kota Ternate Malut terjadi KLB diare pada anak, yang dilihat dari angka anak
penderita diare yang masuk rumah sakit sudah lebih dari 40 orang. Sehingga, vaksinasi
rotavirus pada anak (balita) di Provinsi Malut mungkin dapat mengurangi kejadian diare
khususnya pada bulan dimana prevalensi diare tinggi seperti yang dilakukan di Amerika
Serikat.
3. Strategi Kuratif
Pada kasus Irak dilakukan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari pusat perawatan
kolera dan Poin Rehidrasi Oral, dan sistem rujukan untuk pasien. Pada Provinsi Malut dapat
dilakukan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari pemerintah pusat yang bisa diwujudkan
dengan koordinasi yang baik ke pusat, dan sistem rujukan ke rumah sakit yang lebih maju
(RSUP misalnya) dibanding rumah sakit yang ada di Malut.

Selain dengan mengadopsi ketiga langkah yang dilakukan dalam penanganan kasus
waterborne disease di Irak dan di Amerika Serikat tadi, Pemerintah Provinsi Malut
(khususnya Dinas Kesehatan) juga dapat mensosialisasikan First Steps for Managing an
Outbreak of Acute Diarroea (Langkah langkah pertama dalam menangani wabah Diare)
yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO). Karena dengan mensosialisasikan
langkah langkah tersebut, masyarakat dapat memahami apa yang harus dilakukan dalam
menghadapi Kasus Luar Biasa (KLB) waterborne disease.

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Strategi dalam penanganan KLB waterborne dosease di Provinsi Maluku Utara
adalah dengan:
1. Koordinasi yang baik di antara instansi terkait;
2. Preventif dengan klorinasi air, mencuci tangan, melakukan desinfeksi kakus dan tangki air di
sekolah, informasi dan komunikasi tentang waterborne disease, dan vaksinasi rotavirus
3.

pada anak (balita); dan


Kuratif dengan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari pemerintah pusat yang bisa
diwujudkan dengan koordinasi yang baik ke pusat, dan sistem rujukan ke rumah sakit yang
lebih maju (RSUP misalnya) dibanding rumah sakit yang ada di Malut.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka penulis memberikan dua rekomendasi,
yaitu:
1.

Jagalah kebersihan diri dan lingkungan sehingga terbebas dari berbagai macam
mikroorganisme patogen. Mulailah dari yang paling sederhana, misalnya mencuci tangan

sebelum dan sesudah makan, ke WC, dan sebagainya;


2. Lakukan klorinasi air yang tepat pada setiap sumber air yang digunakan oleh masyarakat
serta vaksinasi rotavirus pada balita. Langkah preventif lebih bermanfaat karena selain
dapat mencegah terjadinya penyakit, juga dapat menghemat anggara
Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. 2010. Statistik Daerah Maluku Utara.
http://www.batukar.info/system/files/Statistik.Maluku.Utara.Tahun.2010

(diakses

pada

tanggal 16 November 2012).

6. Apa saja syarat-syarat air bersih ?


Syarat fisik, antara lain: air harus bersih dan tidak keruh, tidak
berwarna, tidak berasa, tidak berbau, suhu tidak berbeda lebih dari
3 oC dari suhu udara dan tidak meninggalkan endapan. Syarat
kimiawi, antara lain: tidak mengandung bahan kimiawi yang

mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimiawi yang


berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 8,5. Syarat
mikrobiologi, antara lain: tidak mengandung kuman-kuman penyakit
seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab
penyakit (Depkes RI, 2002).
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-330-1942326539-bab
%20i.pdf
7. Apa dampak dari banjir ?
Beberapa dampak adanya banjir, yaitu sebagai berikut:
1. mendatangkan kerugian yang berupa harta, benda, dan mungkin
saja jiwa
2. merusak sarana dan prasarana umum, misalnya jalan raya yang
rusak, jembatan hancur, dan lain sebagainya
3. jika menerjang areal pertanian akan menyebabkan gagal panen
4. masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih
5. daerah pemukiman penduduk yang terkena banjir akan menjadi
mudah sebagai media penyakit perut dan penyakit kulit.
http://matakristal.com/penyebab-banjir-dampak-banjir-dan-upayapencegahan-banjir/
8. Bagaimana cara mencegah banjir ?
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
banjir di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Membuang sampah pada tempatnya.
2. Membersihkan, selokan atau parit dekat rumah dari sampah
sehingga aliran air menjadi lancar.
3. Melakukan penghijauan di lahan-lahan kosong sebagai daerah
resapan air.
4. Melakukan penghijauan di hutan-hutan yang gundul (reboisasi).
http://airminum.globalmuliaperkasa.com/2011/12/upaya-yang-dapatdilakukan-untuk.html
9. Apa saja penyakit yang termasuk water borne disease dan jelaskan ?

Typhoid fever
(i) Fever, increasing gradually; (ii)Abdominal discomfort, bloating, constipation; (iii)
Weakness; (iv) Diarrhoea.
Giardia
(i) Blood in the urine; (ii) Pain in lower belly and between the legs; (iii) After a long
time the kidneys may become badly damaged causing general swelling and death.
Dysentery
(i) Watery diarrhoea, often with blood; (ii) Stomach cramps; (iii) Fever(iv) Liver may
become enlarged and painful (after some days)
Cholera
(i) Diarrhoea (rice water stool); (ii) Vomiting; (iii)Dehydration.

Diarrhoea
(Diarrhoea can be caused by a variety of pathogens and can vary in severity.
Particularly severe diarrhoea has the following characteristics)
(i) Sudden onset; (ii) Explosive watery diarrhoea; (iii) Blood and mucus in the faeces;
(iv) Some fever; (v) Dehydration may cause death.
Hepatitis
(i) Yellow urine; (ii) Vomiting; (iii) White stools; (iv) Enlarged liver; (v) Swelling of
body and foot
http://www.irc.nl/page/8904
10.Apa ciri-ciri air yang tercemar ?

Adapun beberapa indikator bahwa air sungai telah tercemar adalah sebagai berikut:
a. Adanya perubahan suhu air. Air yang panas apabila langsung dibuang ke
lingkungan akan mengganggu kehidupan hewan air dan mikroorganisme lainnya.
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen. Air normal yang memenuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai berkisar pH berkisar antara 6,5 7,5.
c. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. Air dalam keadaan normal dan bersih
pada umumnya tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih, tetapi hal itu
tidak berlaku mutlak, seringkali zat-zat beracun justru terdapat pada bahan buangan
industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air. Timbulnya bau pada air
lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya
pencemaran. Apabila air memiliki rasa berarti telah terjadi penambahan material pada
air dan mengubah konsentrasi ion Hidrogen dan pH air.
d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. Bahan buangan yang berbentuk padat,
sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air besama koloidal,
sehingga menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar
matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan fotosintesis.
e. Adanya mikroorganisme. Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi
bahan buangan dari limbah industri ataupun domestik. Bila bahan buangan yang harus
didegradasi cukup banyak, maka mikroorganisme akan ikut berkembangbiak. Pada
perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba
patogen ikut berkembangbiak pula.
f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Zat radioaktif dari berbagai kegiatan
dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani
dengan benar, baik efek langsung maupun efek tertunda.
www.indonesian-publichealth.com
11.Definisi water borne disease yang valid ?
Waterborne diseases are caused by a variety of microorganisms,
biotoxins, and toxic contaminants, which lead to devastating illnesses
such as cholera, schistosomiasis and other gastrointestinal problems.
http://www.niehs.nih.gov/research/programs/geh/climatechange/health
_impacts/waterborne_diseases/

Waterborn disease adalah penyakit yang disebabkan oleh air minum


yang terkontaminasi mikrorganisme patogen
http://hpm.fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/sesi_4_waterborne
%20diseases.pdf

12.Bagaimana cara menanggulangi water borne disease ?

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab ISPA dapat berupa bakteri,
virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam.
Jika berat, maka dapat atau mungkin disertai sesak napas, nyeri dada, dan lain-lain.
Penanganannya: Istirahat; pengobatan simtomatis sesuai gejala, dan mungkin
diperlukan pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab; meningkatkan daya tahan
tubuh; dan mencegah penularan terhadap orang sekitar (misalnya dengan menutup
mulut ketika batuk, tidak meludah sembarangan). Faktor berkumpulnya banyak orang
misalnya di tempat pengungsian korban banjirjuga berperan dalam penularan
ISPA.
http://health.kompas.com/read/2012/04/05/04414216/Waspadai.7.Peny
akit.Ini.Saat.Banjir

Anda mungkin juga menyukai