Anda di halaman 1dari 10

Herpes zoster

Defenisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut, yang mempunyai sifat khas yaitu vesikel-vesikel yang
tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik kulit sesuai dermatom akibat infeksi
varisela-zoster laten yang timbul lagi.

Epidemiologi
Virus ini ditemukan pada tahun 1995, dengan manusia sebagai satu-satunya reservoir. Tidak
terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras. Penyakit ini sangat menular dengan attack rate
90% terhadap orang yang rentan. Insidensinya berkisar antara 65-86% dengan masa
penularan 24-48 jam sebelum lesi kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul.
Secara keseluruhan, insidens dari herpes zoster adalah 215 per 100.000 orang per tahun.
Sekitar 75% kasus terjadi pada umur di atas 45 tahun, insidens akan meningkat pada
penderita dengan system imun rendah. Terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula
ditemukan pada usia 1- 4 tahun dan 10-14 tahun. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens
herpes zoster adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua. 11.000 kasus
diperlukan perawatan di rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya.
.

Etiopatogenesis
Penyebab herpes zoster adalah virus varicela zoster (VZV), kelompok virus herpes berukuran
140-200 nm dan berinti DNA. Herpes zoster hampir selalu terjadi pada seseorang yang
sebelumnya telah menderita varisela. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan
transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke
ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut
saraf sensorik di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Dalam ganglion
ini, virus memasuki masa laten dan disini tidak infeksios dan tidak mengadakan multiplikasi
lagi, virus ini dorman atau berdiam, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya. Tetapi
ketika reaktivasi, virus bereplikasi dan bermigrasi sepanjang saraf ke kulit sehingga
menghasilkan rasa nyeri dan terbentuk lesi kulit. Penyebaran lesi di kulit diketahui
disebabkan oleh adanya protein ORF47 kinase yang berguna pada proses replikasi virus.
Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti keadaan tubuh yang
lemah meliputi malnutrisi, usia lanjut, stres emosional yang berat, seseorang yang sedang
dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika
virus ini menyerang ganglion anterior, maka menimbulkan gejala gangguan motorik.

Herpes Zoster
Varicela Zoster Virus (VZV)
Ganglion Posterior Susunan Saraf Tepi Dan Ganglion Kranialis
Daya Tahan Tubuh Menurun
Reaktivasi Virus
Bereplikasi Dan Bermigrasi Sepanjang Saraf Sesuai Dermatom
Ke Kulit
lesi zoster

Gambar 1. Patogenesis infeksi herpes zoster (Sumber: medscape.com)

Gejala klinis
Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodormal sistemik yaitu demam, pusing dan
malese, gejala prodormal lokal yaitu nyeri otot tulang, gatal, pegal dan sebagainya. Setelah
itu timbul eritema dalam waktu singkat menjadi papula dan vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel berisi cairan yang jernih kemudian
menjadi keruh dan menjadi pustul dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah disebut
herpes zoster hemoragik. Dapat timbul infeksi sekunder menimbulkan ulkus dengan
penyembuhan berupa sikatriks.

Gambar 2.

Masa tunas 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru timbul seminggu, masa resolusi 1-2
minggu. Terdapat pembesaran KBG regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan
bersifat dermatomal. Kelainan pada muka karena gangguan nervus trigeminus (dengan
gangguan ganglion giseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).
Herpes zoster oftalmikus terjadi karena infeksi cabang pertama nervus trigeminus sehingga
menimbulkan kelainan pada mata, cabang kedua dan ketiga menimbulkan kelainan kulit pada
daerah persarafannya.

Gambar 3. Gambaran klinis herpes zoster oftalmikus (Sumber: Fitzpatrick)

Sindrom ramsay hunt terjadi karena gangguan nervus fasialis dan otikus menimbulkan gejala
paralisis otot muka, kelainan kulit yang sesuai tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea serta gangguan pengecapan.
Herpes zoster abortif ditandai dengan vesikel dan eritem dan berlangsung singkat. Herpes
zoster generalisata ditandai dengan vesikel yang solitar dan umbilikalis, unilateral dan
menyebar secara generalisata.

Komplikasi
Penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang
disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau usia lanjut dapat disertai
komplikasi.
a. Neuralgia pascaherpetika terdiri dari rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh, nyeri berlangsung
sampai bulan bahkan bertahun-tahun, biasanya dijumpai pada pasien herpes zoster
diatas 40 tahun. Presentasinya 10-15 %, makin tua makin tinggi presentasinya.
b. Komplikasi herpes zoster oftalmikus diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis,
uveitis, korioretinitis dan neurutis optik.
c. Paralisis motorik terdapat pada 1-5 % kasus yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis
timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Paralisis terjadi di muka,

diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Infeksi juga dapat
menjalar ke paru, hepar dan otak. Umumnya akan sembuh spontan.

Pemeriksaan
1. Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.
2. Pemeriksaan cairan vesicular atau material bropsi dengan mikroskop elektron.
3. Tes serologic
Salah satu metode serologik yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi VZV di
dasarkan pada pemeriksaan serum akut dan konvalesens yaitu IgM dan IgG.
Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Reaktivasi
VZV memacu IgM yang terkadang sulit dibedakan dengan kehadiran IgM pada
infeksi primer. Salah satu kepentingan pemeriksaan antibodi IgG adalah untuk
mengetahui status imun seseorang, dimana riwayat penyakit varicelanya tidak jelas.
Pemeriksaan IgG mempunyai kepentingan klinis, guna mengetahui antibodi pasif atau
pernah mendapat vaksin aktif terhadap varicela. Keberadaan IgG, pada dasarnya
merupakan petanda dari infeksi laten terkecuali pasien telah menerima antibodi pasif
dari immunoglobulin. Teknik lain adalah dengan menggunakan fluorescent-antibodi
membrane antigen assay, pemeriksaan ini dapat mendeteksi antibodi yang terikat
pada sel yang terinfeksi oleh VZV. Tes ini sangat sensitif dan spesifik, hampir serupa
dengan pemeriksaan enzyme immunoassay atau imunoblotting. Pemeriksaan
serologik lain yang mendukung adalah lateks aglutinasi, untuk mengetahui status
imunitas terhadap VZV.

Gambar 4. Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant multinuklear (a); sedangkan pada
imunofluoresensi direk pendaran warna hijau mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster (b)

Diagnosis banding
1. Herpes simpleks
Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya infeksi awal HHV
asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV yang simptomatik berupa varicella. HHV
akan laten di neuron atau sel limfoid, mengalami reaktivasi jika sisstem imun tidak
adekuat. Infeksi herpes simpleks umumnya melalui kontak langsung kulit dan mukosa,
jarang yang menyebar melalui aerosol. Untuk herpes simpleks sendiri (HSV), bentuknya
pada umumnya atipik berbentuk plakat eritematosa, maupun erosi kecil.
Herpes primer umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak khas, berupa vesikel serta
limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan
mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul, membaik dalam 3-4 hari kemudian.

Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang sering ditemukan di
wajah dan bibir serta jarang di mukosa; serta HSV-2 yang sering bermanifestasi sebagai
gingivostomatitis, vulvovaginitis, uretritis dan cenderung ditransmisikan secara seksual.
Erupsi yang berbentuk zosteriform dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada
umumnya jarang terjadi.
2. Nyeri yang merupakan gejala prodormal lokal sering salah diagnosis dengan penyakit
reumatik maupun angina pektoris, jika terdapat di daerah setinggi jantung.

Pengobatan

Istirahat
Untuk mengurangi neuralgia diberikan analgetik
Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder yaitu
dengan bedak salisil 2 %. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Jika terjadi infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik lokal misalnya salep kloramfenikol 2 %
Pengobatan spesifik belum ada. Beberapa penulis menganjurkan vitamin B, suntikan
hipofisis 0,5 1 cc/hari, antibiotik spektrum luas misalnya kloramfenikol, tetrasiklin
untuk mengurangi infeksi sekunder. Untuk mengurangi neuralgia pascaherpetika
dapat diberikan kortikosteroid seperti prednison dan deksametason.
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat komplikasinya. Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah
agen antiviral yang telah diakui untuk penanganan terhadap infeksi varicella.
Nukleotida ini telah menggantikan vidarabin dan IFN-a, yang merupakan antivirus
pertama yang diketahui memiliki efek klinis untuk mengatasi infeksi primer dan
rekurens dari VZV.
Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu dengan timidin kinase dari virus, obat
ini cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila tersensitisasi dengan sel yang
terinfeksi VZV atau yang telah memiliki enzim virus. Setelah terjadi penggabungan
antara asiklovir dengan timidine kinase, maka selular kinase akan memetabolisme
monofosfat menjadi trifosfat yang bersifat kompetitif inhibitor dan menjadi rantai
terminasi DNA virus polimerase. Konsentrasi yang biasanya diperlukan untuk
menginhibisi VZV adalah sekitar 1 hingga 2 mg/ml. Obat lainnya adalah famsiklovir
yang merupakan diasetil, 6-deoksi ester penciclovir, yang merupakan analog dari
guanosin nukleotida. Metabolisme dari obat ini dimulai dari uptake di sel usus dan
diselesaikan di hati. Cara kerjanya serupa dengan asiklovir. Valasiklovir adalah
asiklovir dengan derivat valin ester yang memungkinkan absorbsi secara oral lebih
baik dari asiklovir biasa, valasiklovir berubah kembali menjadi asiklovir pada saat
proses absorbsi dan memiliki cara kerja yang sama terhadap VZV dengan derivat
asiklovir biasa
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7
hari. Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih
tinggi. Jika lesi baru masih menetap, obat-obat tersebut masih dapat diteruskan dan
dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.

Prognosis
Umumnya baik. pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan
perawatan secara dini.

Laporan kasus
Identitas

Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
Suku bangsa

: Tn. A
: 62 thn
: Laki-laki
:: Tukang ojek
: SMP
: Islam
: Jawa

Anamnesis
Keluhan utama: Timbul bentol-bentol pada pada leher kanan sejak 3 hari yang lalu
Keluhan tambahan: demam dan pusing
Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poliklinik kulit RS Dr Sitanala dengan keluhan timbul


bentol-bentol berisi cairan bening pada leher kanan sejak 3 hari yang lalu. Bentolbentol ini tidak terasa gatal. Menurut pasien bentol-bentol tersebut awalnya hanya
merah pada kulit tetapi dalam waktu singkat berubah menjadi bentol yang berisi
cairan bening bergerombol. Bentol-bentol tersebut berukuran sebesar jarum pentul
sampai sebesar biji jagung, permukaannya rata tetapi ada yang telah pecah sehingga
terlihat ada yang mengering dan menjadi kasar. Keluhan tersebut sangat menganggu
bagi pasien, sehingga membuat pasien tidak nyaman, gelisah dan sering kesakitan,
serta sangat mengganggu aktivitas pasien. Pasien juga mengeluh demam yang timbul
sebelum bentol-bentol tersebut muncul dan terasa pusing. Keluhan ini belum pernah
diobati sebelumnya.

Pasien pernah mengalami cacar waktu kecil. Pasien menyangkal ada riwayat
alergi. Pasien juga menyangkal sebelumnya kontak dengan zat iritan di lokasi kulit
tersebut. Dalam keluarga tidak ada yang mempunyai keluhan sama

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami cacar waktu kecil.


Riwayat alergi pada makanan dan obat-obatan : disangkal.
Riwayat penyakit keluarga: di keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang
sama. Riwayat sakit gula/ kencing manis: disangkal.
Pemeriksaan fisik

Status Generalis

Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Berat badan
: Tidak Diperiksa
Tinggi Badan
: Tidak Diperiksa
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba membesar.

Tanda Vital :

Tekanan Darah
Suhu
Nadi
Pernafasan

Rambut
: TAK
Mulut dan gigi geligi : TAK
Mata
: TAK
Telinga
: TAK
Hidung dan tenggorokan : TAK
Leher
: KGB tidak teraba membesar dan terdapat bentol-bentol
sebelah kanan

Jantung dan Paru

: Tidak diperiksa

Hepar dan lien

: Tidak diperiksa

: Tidak Diperiksa
: Tidak Diperiksa
: Tidak Diperiksa
: Tidak Diperiksa

Kepala:

Toraks:

Abdomen:

Ekstremitas : TAK
STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi
: leher kanan
Distribusi : Regional
Bentuk
: Bulat dan berbatas tegas.
Ukuran
: Miliar dan Lentikular
Efloresensi: Eritema, vesikel, krusta, edema

Resume

Seorang pasien laki-laki, umur 62 tahun datang ke poli kulit dengan keluhan
timbul bentol-bentol pada leher kanan sejak 3 hari yang lalu. Bentol ini tidak terasa
gatal. Awalnya hanya merah pada kulit tetapi dalam waktu singkat berubah menjadi
bentol padat kemudian berubah menjadi bentol yang berisi cairan bening dan
bergerombol, berukuran sebesar jarum pentul sampai sebesar biji jagung,

permukaannya rata tetapi ada yang telah pecah sehingga terlihat mengering dan
menjadi kasar . Pasien tidak nyaman, gelisah dan sering kesakitan, serta sangat
mengganggu aktivitas pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Status generalis : Tak

Status dermatologis : eritema, vesikel, krusta, edem. Vesikel berbentuk bulat dan
berbatas tegas. Berukuran miliar dan Lentikular, sirkumskrip dan penyebaran regional
Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan

Diagnosis Kerja : Herpes Zoster


Diagnosis Banding :
1. Herpes simpleks
2. Nyeri yang merupakan gejala prodormal lokal sering salah diagnosis dengan penyakit
reumatik maupun angina pektoris, jika terdapat di daerah setinggi jantung.
Penatalaksanaan :
Non medikamentosa :

Istirahat
Jangan menggaruk lesi tersebut sehingga mencegah infeksi sekunder

Medikamentosa :

Untuk mengurangi neuralgia diberikan analgetik


Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder yaitu
dengan bedak salisil 2 %. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Jika terjadi infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik lokal misalnya salep kloramfenikol 2 %
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat komplikasinya. Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir

Prognosis :
Umumnya baik. pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan
perawatan secara dini.

Lampiran foto

Herpes zoster pada daerah leher kanan

Anda mungkin juga menyukai