Anda di halaman 1dari 28

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Reproductive System

TUGAS INDIVIDU

LABORATORY USED IN REPRODUCTIVE SYSTEM

Disusun oleh
Adelaine Ratih Kusumaangharumi
125070207131004
K3LN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

1. IVA TEST

A. DEFINISI
Asam asetat atau dikenal dengan asam cuka berguna mendeteksi dini kanker serviks
secara mudah dan murah. Metode ini sudah dikenalkan sejak 1925 oleh Hans Hinselman dari
Jerman, tetapi baru diterapkan sekitar tahun 2005. Cara ini selain mudah dan murah, juga
memiliki keakuratan sangat tinggi dalam mendeteksi lesi atau luka prakanker, yaitu
mencapai 90 persen. Deteksi dini ini tidak harus dilakukan oleh dokter, tetapi bisa
dipraktikkan oleh tenaga terlatih seperti bidan di puskesmas. Dan dalam waktu sekitar 60
detik sudah dapat dilihat jika ada kelainan, yaitu munculnya plak putih pada serviks. Plak
putih ini bisa diwaspadai sebagai luka prakanker. IVA (inspeksi visual dengan asam asetat)
(Bertiani, 2009).
IVA Test merupakan metode sederhana pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara
melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan
larutan asam asetat 385%. Perubahan warna pada serviks dapat menunjukkan serviks
normal (merah homogen) atau lesi pra kanker (bercak putih) (Handayani, dkk, 2012).
IVA Test adalah metode baru deteksi dini kanker leher rahim dengan mengoleskan asam
asetat (cuka) ke dalam leher rahim. Bila terdapat lesi kanker, maka akan terjadi perubahan
warna menjadi agak keputihan pada leher rahim yang diperiksa. Metode tersebut memiliki
sejumlah keunggulan dibandingkan dengan Pap Smear yang selama ini lebih populer (Zhali,
2012).

B. TUJUAN
Menurut YKI Jatim (2012), adapun tujuan dari dilakukannya IVA Test antara lain:
1. Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini
terhadap kasus-kasus yang ditemukan
2. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim

C. JADWAL PEMERIKSAAN
Menurut YKI Jatim (2012), program skrining yang direkomendasikan oleh WHO yakni:
1. Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun. Kalau fasilitas
memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. Kalau fasilitas tersedia
lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun.
2. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.

3. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki
dampak yang cukup signifikan. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil
positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negative (-) adalah 5 tahun.

D. INDIKASI
Menurut YKI Jatim (2012), adapun syarat-syarat untuk dilakukannya IVA Test antara lain:
1. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
2. Tidak sedang datang bulan/haid
3. Tidak sedang hamil
4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

E. PERSIAPAN ALAT
1. Sarung tangan / Handscoen
2. Spekulum cocor bebek
3. Tampon tang
4. Kom kecil
5. Lidi kapas
6. Asam asetat 3-5% dalam botol
7. Kapas DTT dalam kom
8. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
9. Selimut
10. Lampu sorot
11. Tempat sampah medis dan non medis

F. PROSEDUR
1. Memberi penjelasan pada ibu atas tindakan yang akan dilakukan
2. Menjaga privasi pasien
3. Menyiapkan alat yang diperlukan
4. Menyiapkan ibu dengan posisi lithotomi pada tempat tidur ginekologi
5. Mengatur lampu sorot ke arah vagina ibu
6. Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dengan cuci tangan tujuh langkah
dan mengeringkan dengan handuk bersih
7. Menggunakan sarung tangan steril
8. Melakukan vulva hygiene dengan kapas DTT

9. Memasukkan spekulum ke dalam vagina


a. Tangan kiri membuka labia minora, spekulum dipegang dengan tangan kanan, dalam
keadaan tertutup kemudian masukkan ujungnya ke dalam introitus
b. Putar kembali spekulum 45 ke bawah sehingga menjadi melintang dalam vagina
kemudian didorong masuk lebih dalam ke arah forniks posterior sampai puncak
vagina
c. Buka spekulum pada tangkainya secara perlahan-lahan dan atur sampai porsio
terlihat dengan jelas.
d. Kunci spekulum dengan mengencangkan bautnya kemudian ganti dengan tangan kiri
yang memegang speculum
10. Memasukkan lidi kapas yang telah diberi asam asetat 3-5% ke dalam vagina sampai
menyentuh porsio
11. Mengoleskan lidi kapas ke seluruh permukaan porsio, lihat hasilnya
12. Membersihkan porsio dengan kasa steril menggunakan tampon tang
13. Mengeluarkan spekulum dari vagina
14. Merapikan ibu dan merendam alat dalam larutan klorin 0,5%
15. Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir
16. Beritahu hasilnya dan beritahu rencana selanjutnya dengan jelas dan lengkap

G. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa (HPHT, paritas, penggunaan alat kontrasepsi) klien
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
c. Dokumentasi

2. PAP SMEAR
A. DEFINISI
Pap smear berasal dari kata papanicolaou, yaitu seorang ahli dokter Yunani bernama
George N. Papanicolaou, yang merancang metode mewarnai pulasan sampel sel-sel untuk
diperiksa. Dokter ini yang merancang metode tes Pap smear sekitar 50 tahun yang lalu
pada tahun 1943. Dasar pemeriksaan ini adalah mempelajari sel -sel yang terlepas dari
selaput lendir leher rahim. Papsmear mudah dilakukan dan tidak menimbulkan rasa sakit
(Smart, 2010)
Pap Smear atau Pap Test adalah sebuah tes spesifik yang digunakan dan ditujukan
untuk mendeteksi dini kanker leher rahim/ kanker serviks. Pap Smear adalah sebuah
metode pemeriksaan cairan lendir serviks dengan menggunakan spatula atau semacam
sikat dinding sel endoserviks dan ekstoserviks diambil untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan di bawah mikroskop (Handayani, dkk, 2012)

B. TUJUAN
Tujuan tes pap smear menurut Sukaca (2009) adalah:
a. Mencoba menemukan sel-sel yang tidak normal dan dapat berkembang menjadi kanker
serviks.
b. Alat untuk mendeteksi adanya gejala pra kanker leher rahim bagi seseorang yang belum
menderita kanker.
c. Untuk mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel kanker leher rahim.
d. Mengetahui tingkat berapa keganasan serviks.

C. MANFAAT
Manfaat pap smear menurut Lestadi 2009 yaitu:
1. Evaluasi sitohormonal.
Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat dievaluasi melalui pemeriksaan pap
smear yang bahan pemeriksaanya adalah secret vagina yang berasal dari dinding lateral
vagina sepertiga bagian atas.
2. Mendiagnosis peradangan
Peradangan pada vagina dan servik pada umumnya dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan pap smear . Baik peradangan akutmaupun kronis. Sebagian besar akan
memberi gambaranperubahan sel yang khas pada sediaan pap smear sesuai dengan

organisme penyebabnya. Walaupun kadang-kadang ada pula organisme yang tidak


menimbulkan reaksi yang khas pada sediaan pap smear.
3. Identifikasi organisme penyebab peradangan
Dalam vagina ditemukan beberapa macam organisme/kuman yang sebagian
merupakan flora normal vagina yang bermanfaat bagi organ tersebut. Pada umumnya
organisme penyebab peradangan pada vagina dan serviks, sulit diidentifikasi dengan
pap smear, sehingga berdasarkan perubahan yang ada pada sel tersebut, dapat
diperkirakan organisme penyebabnya.
4. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini
atau lanjut (karsinoma/invasif) pap smear paling banyak dikenal dan digunakan adalah
sebagai alat pemeriksaan untuk mendiagnosis lesi prakanker atau kanker leher
rahim.Pap smaer yang semula dinyatakan hanya sebagai alat skrining deteksi kanker
mulut rahim, kini telah diakui sebagai alat diagnostik prakanker dan kanker leher rahim
yang ampuh dengan ketepatan diagnostik yang tinggi, yaitu 96% terapi didiagnostik
sitologi tidak dapat mengantikan diagnostik histopatologik sebagai alat pemasti
diagnosis. Hal itu berarti setiap diagnosik sitologi kanker leher rahim harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan histopatologi jaringan biobsi leher rahim, sebelum dilakukan
tindakan sebelumya.
5. Memantau hasil terapi
Memantau hasil terapi hormonal, misalnya infertilitas atau gangguan endokrin.
Memantau hasil terapi radiasi pada kasus kanker leher rahim yang telah diobati dengan
radiasi, memantau adanya kekambuhan pada kasus kanker yang telah dioperasi,
memantau hasil terapi lesi prakanker atau kanker leher rahim yang telah diobati dengan
elekrokauter kriosurgeri, atau konisasi.

D. JADWAL PEMERIKSAAN
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang
tinggi aktifitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak
mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri, berikut ini adalah wanita-wanita sasaran
tes pap smear (Sukaca, 2009) yaitu:
1. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum menikah
namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.
2. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HIV atau kutil kelamin.

3. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun.


4. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
5. Pap tes setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60 tahun.
6. Sesudah 2 kali pap tes (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa wanita resiko
tinggi harus lebih sering menjalankan pap smear.
7. Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal sesering mungkin setelah
penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker serviks

E. ALAT DAN BAHAN


1. Handscoon steril
2. Kain Penutup
3. Spekulum bivalve (cocor bebek)
4. Spatula Ayre
5. Lidi kapas
6. Kaca objek yang telah diberi tanda atau label
7. Alcohol 95%
8. Cytocrep atau hair spray
9. Tampon tang
10. Kasa steril
11. Baskom berisi larutan klorin 0,5%
12. Tempat sampah
13. Lampu sorot (pencahayaan yang cukup)

F. PROSEDUR
Langkah-langkah Pengambilan pap smear (Romauli dan Vindari, 2011) yaitu:
1. Persiapan pasien
-

Melakukan informent concent.

Menyiapkan lingkungan sekitar klien, tempat tidur ginekologi dan lampu sorot.

Menganjurkan klien membuka pakaian bagian bawah.

Menganjurkan klien berbaring ditempat tidur ginekologi dengan posisi litotomi.

2. Persiapan Alat
3. Pelaksanaan
-

Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan metode tujuh langkah
dan mengeringkan dengan handuk kering dan bersih.

Menggunakan handscoon steril.

Melakukan vulva higiene.

Memperhatikan vulva dan vagina apakah ada tanda-tanda infeksi.

Memasang speculum dalam vagina.

Masukkan spatula ayre kedalam mulut rahim, dengan ujung spatula yang
berbentuk lonjong, hapus sekret dari seluruh permukaan porsio serviks dengan
sedikit tekanan dengan mengerakkan spatel ayre searah jarum jam, diputar
melingkar 360o.

Ulaskan sekret yang telah diperoleh pada kaca object glass secukupnya, jangan
terlalu tebal dan jangan terlalu tipis.

Fiksasi segera sediaan yang telah dibuat dengan cara

Fiksasi Basah
Fiksasi basah dibuat setelah sediaan diambil, sewaktu sekret masih segar
dimasukkan kedalam alkohol 95%. Setelah difiksasi selama 30 menit, sediaan
dapat diangkat dan dikeringkan serta dikirim dalam keadaan kering terfiksasi
atau dapat pula sediaan dikirim dalam keadaan terendam cairan fiksasi
didalam botol.

Fiksasi Kering
Fiksasi kering dibuat setelah sediaan selesai diambil, sewaktu sekret masih
seger disemprotkan cytocrep atau hair spray pada object glass yang
mengandung asupan sekret tersebut dengan jarak 10-15 cm dari kaca objek
glass, sebanyak 2-4 kali semprotkan. Kemudian keringkan sediaan dengan
membiarkannya diudara terbuka selama 5-10 menit. Setelah kering sediaan
siap dikirimkan ke laboratorium sitologi untuk diperiksa bersamaan dengan
formulir permintaan.

Bersihkan porsio dan dinding vagina dengan kasa steril dengan menggunakan
tampon tang.

Keluarkan speculum dari vagina secara perlahan-lahan.

Beritahu ibu bahwa pemeriksaan telah selesai dilakukan.

Rapikan ibu dan rendam alat-alat dan melepaskan sarung tangan (merendam
dalam larutan clorin 0,5%).

Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan metode tujuh langkah.

Temui klien kembali.

Mencatat hasil tindakan dalam status

G. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa (HPHT, penggunaan alat kontrasepsi) klien
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Posta. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi

3. HCG

A. DEFINISI
Human Chorionic Gonadotropin (HCg) adalah hormon yang dihasilkan oleh
sinsitiotrofoblas sejak hari 7-9 setelah ovulasi atau saat terbentuknya blastokis. Sehingga
dapat memperthankan korpus luteum gravidarum sampai plasenta terbentuk. Pada
kehamilan HCG timbul dalam darah dan urine saat 14 hari sampai 26 hari setelah konsepsi
dan konsentrasi memuncak pada kira-kira 8 minggu. Kenaikan konsetrasinya sebanding
dengan bertambahnya jaringan plasenta . Setelah trimester pertama kehamilan, produksi
HCG menurun.
HCG tidak ditemukan pada wanita yang tidak hamil, pada kematian janin atatu
setelah 3-4 hari pascapartum. HCG terdapat 2 bentuk :
1. Alfa HCg dibentuk oleh plasenta dengan susunan asam amino 92
2. Beta HCg dibetuk oleh jaringan ginjal dan janin, jumlahya tidak tinggi sehingga
tidak terdeteksi saat pemeriksaan

B. FUNGSI
Fungsi HCg dapat dijabarkan sbb :
1. Saat permulaan kehamilan korpus luteum sampai tumbuh plasenta dengan lengkap
2. HCg pada janin laki masuk ke sirkulasi darah janin sehingga merangsang pengeluaran
testosterone dari sel Leydig
3. HCg merangsang dikeluarkannya relaksin dari desidua sehingga dapat menimbulkan
relaksasi otot rahim dan vasodilatasi pembuluh darah
4. Sifat rangsangan HCg dapat bertindak sebgai LH, TSH dan FSH, tetapi tertekan karena
tingginya konsentrasi hormone steroid seperti esterogen dan progesterone

C. TUJUAN
1. Untuk menentukan apakah klien hamil
2. Untuk mendeteksi aborsi yang mengancam atau kematian janin

D. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Strip Test
2. Air
3. Tissue

4. Tempat urin
5. Sampel urin
6. Spuit
7. Alcohol swab
8. Tourniquet
9. Vacumtainer

E. PROSEDUR
1. Lakukan uji kehamilan 2 minggu (tidak lebih cepat dari 5 hari) setelah pertama kali tidak
menstruasi. Terdapat beberapa alat penentu kehamilan yang dijual bebas untuk uji
kehamilan imunologik
2. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan
SERUM
3. Lakukan uji kehamilan tidak lebih cepat dari 5 hari setelah pertama kali terlambat
menstruasi
4. Kumpulkan 3-5 ml darah vena dalam tabung bertutup merah. Cegah terjadi hemolisis.
URINE
5. Klien harus puasa cairan selama 8-12 jam, tidak ada pembatasan asupan makanan
6. Ambil specimen urine pada pagi hari (60 ml) dengan berat jenis 1,010 ke laboratorium
dengan segera. Pengumpulan urine 24 jam juga dapat diinstruksikan
7. Instruksikan klien untuk mengikuti petunjuk ketika menggunakan alat penentu
kehamilan yang dijual bebas
8. Hindari kontaminasi darah dalam urine karena dapat terjadi temuan positif palsu

F. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa (HPHT, penggunaan alat kontrasepsi) klien
b. Berikan pilihan pemeriksaan yang dapat dilakukan (serum/urine)
c. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
d. Berikan edukasi prosedur pengambilan sampel mandiri
e. Informed consent
f.

Menyiapkan klien

g. Menyiapkan alat dan bahan

2. Intra-prosedur, pada prosedur pengambilan sample darah vena


a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur (pengambilan darah vena)
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi

4. TORCH

A. DEFINISI
TORCH adalah singakatan Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan
Herpes simpleks. Uji ini merupakan suatu uji skrining untuk mendeteksi organisme tersebut
pada ibu dan bayi. Selama kehamilan, infeksi TORCH dapat menembus sawar plasenta dan
dapat menyebabkan malformasi congenital ringan atau berat, aborsi atau lahir mati. Efek
berbahaya dari organisme tersebut terjadi selama kehamilan trimester pertama. Pada masa
prenatal, uji skrining TORCH hanya dilakukan jika dicurigai terjadi infeksi TORCH, seperti
rubella.
Uji skrining TORCH lebih sering dilakukan jika dicurigai terjadi infeksi congenital pada
bayi pada awal kehamilan. Dugaan terhadap infeksi TORCH dibuktikan melalui pemeriksaan
darah dengan pengukuran titer (takaran konsentrasi) IgG, IgM, atau keduanya . Karena data
pemeriksaan TORCH tidak selalu akurat, kadang dokter minta pemeriksaan ulang di
laboratorium yang berbeda, sebab bisa terjadi ketidaksamaan hasil pemeriksaan.

B. TUJUAN
Untuk mendeteksi keberadaan infeksi TORCH pada bayi baru lahir dan ibu.

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Spuit 10 cc
2. Alcohol swab
3. Tourniquet
4. Vacumtainer
5. TORCH set

D. PROSEDUR
1. Kumpulkan 7 ml darah vena dalam tabung bertutup merah
2. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan
3. Perangkat TORCH: ikuti petunjuk yang ada pada perangkat tersebut

E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur

a. Melakukan anamnesa klien (kaji riwayat infeksi sebelumnya, kondisi lingkungan


tempat tinggal, adanya hewan peliharaan)
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedure
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur (pengambilan darah vena)
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi

5. HORMON TEST

A. DEFINISI
Pemeriksaan hormone berguna untuk menetukan fungsi organ seksual dan
reproduksi. Pemeriksaan hormone dipengaruhi oleh berbagai factor dan harus dilakukan
pada saat yang tepat. Pemeriksaan hormon reproduksi diperlukan sekali dalam menilai
kelainan semenjak lahir, prepubertas, pubertas, dewasa sampai menopause, dan dari saat
tidak mempunyai keturunan sampai telah hamil, serta setelah melahirkan pun perlu
pemeriksaan hormonal ini (Anwar, 2005).

5.1 HORMON ESTROGEN


A. DEFINISI
Estrogen dan progesterone disekresi oleh ovarium.Hormone ini berperan
untuk perkembangan ciri seksual sekunder perempuan dan untuk menstruasi
normal. Pada wanita normal, estrogen banyak diproduksi oleh folikel selama proses
ovulasi dan korpus luteum selama keharmilan. Ada 3 tipe hormone estrogen yaitu :

Estradiol
Estrogen yang ditemukan pada waita yang tidak hamil yang berselang
selingan dengan siklus menstruasi

Estrio
Estrogen yang diproduksi oleh plasenta dan diukur pada wanita paling tidak
selama kehamilan 9 minggu

Estron
Estrogen yang diukur pada wanita yang telah mengalami menopause dan
pria serta wanita yang dicurigai menderita kanker testis, kanker ovary atau
tumor kelenjar adrenal

B. TUJUAN
1. Menentukan kematangan seksual dan fertilitas
2. Membantu diagnosis disfungsi gonad seperti pubertas prekoks atau terlambat,
amonore dan infertilitas
3. Menentukan kesejahteraan janin
4. Membantu diagnosis tumor yang diketahui mensekresi estrogen

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1.

Spuit

2.

Alcohol swab

3.

Tourniquet

4.

Tabung activator bekuan 10 ml

5.

Air hangat dan waslap

D. PROSEDUR
1.

Persiapan pasien
a. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini membantu menentukan apakah
sekresi hormone perempuan normal dan uji ini dapat diulang selama
berbagai fase daur haid
b. Beri tahukan bahwa pasien tidak perlu membatas makanan dan minuman
c. Beritahukan pasien bahwa uji ini memerlukan sampel darah, jelaskan
kapan dan siapa yang melakukan pungsi vena
d. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa tidak nyaman akibat
tusukan jarum dan turniket
e. Hentikan semua steroid dan hormone-hormon yang ebrdasarkan steroid,
sebagaiaman diminta. Bila obat-obat ini harus diteruskanl, catat pada
lembar formulir laboratorium

2.

Prosedur dan Perawatan Pre-porsedur


a. Prosedur dan perawatan pasca uji dapat sedikit berbeda bergantung
apakah yang diukur plasma atau serum
b. Lakukan pungsi vena, dan kumpulkan sampel dalam tabung activator
bekuan 10 ml
c. Bila pasien dalam fase pramenopause, catat daur haidnya pada lembar
formulir laboratorium
d. Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti
e. Bila timbul hematom pada daerah pungsi vena, berikan kompres hangat
f.

Beritahu kepada pasien bahwa ia dapat minum kembali obat-obatan yang


dihentikan sebelum uji

E. PERAN PERAWAT
1.

Pre-prosedur

a. Melakukan anamnesa klien


Estrogen: tahap siklus menstruasi, sedang hamil, menopause, alat
kontrasepsi, terpapar radiasi
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2.

Intra-prosedure
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik

3.

Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi

5.2 HORMON PROGESTERONE


A. DEFINISI
Progesterone adalah suatu hormone steroid ovarium yang disekresikan oleh
korpus luteum, menyebabkan penebalan dan perkembangan sekresi endometrium
sebagai persiapan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Dengan demikian,
kadar progesterone memuncak selama fase midluteal daur haid. Bila tidak terjadi
implantasi, progesterone (dan estrogen) turun secara tajam dan mulai terjadi haid 2
hari kemudian.
Radioimmunoassay ini merupakan analisis kuantitatif kadar progesterone
plasma dan menyediakan informasi, yang handal tentang fungsi korpus luteum
dalam pemeriksaan fertilitas serta fungsi plasenta pada kehamilan. Dianjurkan
pemeriksaan serial (Kowalah, 2010).

B. TUJUAN
1. Menilai fungsi korpus luteum sebagai bagian pemeriksaan infertilitas
2. Mengevaluasi fungsi plasenta selama kehamilan

3. Membantu memastikan ovulasi.


4. Hasil uji mendukung pembacaan suhu tubuh basal.

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Spuit
2. Alcohol swab
3. Tourniquet
4. Tabung Heparin 7 ml
5. Air hangat dan waslap

D. PROSEDUR
1. Persiapan Pasien
a. Jelaskan pasien bahwa uji ini membantu menentukan sekresi hormone seks
perempuan normal
b. Beritahukan pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan atau
minuman
c. Beritahukan pasien bahwa uji ini memerlukan sampel darah, jelaskan kapan
dan siapa yang melakukan pungsi vena.
d. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa tidak nyaman akibat
tusukan jarum dan turniket
e. Beritahu bahwa uji ini dapat diulangi pada waktu tertentu yang bertepatan
dengan fase daur haidnya atau dengan setiap kunjungan prenatal
f.

Periksa riwayat pasien apakah ia sedang minum obat yang dapat


mengganggu hasil uji, termasuk estrogen dan progesterone. Catat temuan
ini pada lembar formulir laboratorium.

2. Prosedur
a. Lakukan pungsi vena, dan kumpulkan sampel dalam tabung heparin 7 ml
b. Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti
c. Tangani sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis
d. Penuhi tabung pengumpul. Lalu balikkan perlahan-lahan paling sedikit 10
kali untuk mencampur sampel dan antikoagulan dengan benar
e. Tuliskan tanggal daur haid terakhir dan fase daur haidnya pada lembar
formulir laboratorium. Bila
kehamilannya

pasien sedang

hamil, tuliskan

bulan

f.

Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan kompres hangat.

g. Kirim sampel ke laboratorium segera.

E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien
Progesteron: tahap siklus menstruasi, sedang hamil, menopause, alat
kontrasepsi, terpapar radiasi
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi

5.3 HORMON TESTOSTERONE


A. DEFINISI
Tes pengukuran testosterone mengukur tingkat testosterone dalam darah.
Testosterone menginduksi pubertas pada laki-laki dan memelihara ciri seksual
sekunder laki-laki. Kadar testosterone prapubertas rendah. Pembentukan
testosterone mulai meningkat saat permulaan pubertas dan terus meningkat
selama masa dewasa. Pembentukannya mulai menurun pada usia kira-kira 40 tahun
dan perlahan-lahan turun sampai kira-kira seperlima kadar puncak pada usia 80
tahun. Pada perempuan, kelenjar adrenal dan ovarium mensekresi sejumlah kecil
testosteron (Kowalah, 2010).

B. TUJUAN
1. Mempermudah diagnosis banding prekoksitos seksual lelaki pada anak laki-laki
di bawah usia 10 tahun (pubertas prekoks sejati harus dibedakan dengan
pubertas prekoks palsu)
2. Membantu diagnosis banding hipogonadisme (hiponadisme primer harus
dibedakan dengan hipogonadisme sekunder)
3. Mengevaluasi invertilitas lelaki atau disfungsi seksual lain.
4. Mengevaluasi hirsutisme dan virilisasi pada perempuan (Kowalah, 2010).

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Spuit
2. Alcohol swab
3. Tourniquet
4. Tabung activator bekuan 7 ml (serum)
5. Tabung heparin (plasma)
6. Air hangat dan waslap

D. PROSEDUR
1. Persiapan Pasien
a. Jelaskan pada pasien bahwa uji ini membantu menentukan apakah sekresi
hormone seks lelakinya mencukupi
b. Beritahukan pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan atau
minuman
c. Beritahukan pasien bahwa uji ini memerlukan sampel darah, jelaskan kapan
dan siapa yang melakukan pungsi vena.
d. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa tidak nyaman akibat
tusukan jarum dan turniket, tetapi pengumpulan sampel hanya memakan
waktu beberapa menit.
2. Prosedur Dan Perawatan Pasca Uji
a. Lakukan pungsi vena. Kumpulkan sampel serum dalam tabung activator
bekuan 7 ml
b. Bila akan mengumpulkan plasma, gunakan tabung berheparin
c. Tangani sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis. Kemudian
kirimkan sampel ke laboratorium segera

d.

Sampel bersifat stabil dan tidak memerlukan pendinginan atau pengawet


selama 1 minggu. Sampel yang beku stabil selama paling sedikit 6 bulan.

e. Catat usia, jenis kelamin pasien, dan riwayat terapi hormone pada formulir
laboratorium
f.

Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti

g. Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan kompres hangat.

E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien
Testosteron: obesitas, hipertiroid, hipertiroid, penggunaan kortikosteroid
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi

6. SPERM TEST

A. DEFINISI
Analisis Sperma adalah suatu pemeriksaan yang penting untuk menilai fungsi organ
reproduksi pria (untuk mengetahui apakah seorang pria fertil atau infertil). Semen harus
diperiksa dari seluruh ejakulat. Karena itu mengambilnya dari tubuh harus dengan
masturbasi atau coitus interuptus (bersetubuh dan waktu ejakulasi, persetubuhan
dihentikan dan mani ditampung semua). Ada juga bersetubuh dengan menggunakan
kondom khusus. Sebelum melakukan pemeriksaan disarankan untuk berpuasa bersetubuh
(abstinensi) terbaik sekitar 3-5 hari. Pemeriksaan semen terbaik selambatnya sejam sesudah
ejakulasi. Persiapan pasien untuk tes yaitu pasien tidak boleh mengalami ejakulasi baik
melalui aktivitas seksual, masturbasi ataupun pengeluaran sperma pada saat mimpi dalam
waktu 5 hari sebelum pemeriksaan karena akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas
sperma.

B. TUJUAN
1. Untuk memeriksa hitung sperma.
2. Untuk menentukan apakah penurunan hitung sperma mungkin merupakan penyebab
infertilitas

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Wadah/pot dengan penutup (kondom)
2. Kertas Label
3. Gelas ukur 5 atau 10 ml
4. Kertas indicator
5. Mikroskop binokuler
6. Kamar Hitung Improved Neubauer
7. Pipet Leukosit
8. Aquadestilata
9. Minyak Imersi
10. Objective dan Cover Glass
11. Gelas Bejana
12. Bahan pemeriksaan : Cairan Sperma

D. PROSEDUR
1. Memperoleh Sampel :
a. Pasien diminta selama 3 5 hari tidak melakukan kegiatan sexual
b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya pagi hari
c. Jarak dengan laboratorium sedekat mungkin
d. Air mani ditampung di dalam gelas atau plastik bermulut lebar (sebelumnya
dibersihkan dan dikringkan terlebih dahulu) dan diberi label yang tertulis: Nama,
Waktu (Jam) pengeluaran air mani dicatat serta segera diantar ke laboratorium
2. Pemeriksaan Makroskopis :
a. Terhadap volume, warna, pH, kekeruhan dan kentalnya air mani
b. Hitung (ukur) volume air mani dengan memindahkan ejakulat ke dalam gelas ukur 5
atau 10m dan volume baru dapat diukur setelah mani mencair
c. Catat warna dan kekeruhan air mani
d. Celupkan kertas indikator ke dalam wadah yang berisi air mani dan cocokkan de
ngan skala war pH kemudian catat pH nya.
3. Pemeriksaan Mikroskopis:
Uji Motilitas :
1. Teteskan air mani sebanyak 1 tetes yang sudah mencair di atas objective glass dan
tutup dengan cover glass
2. Pemeriksaan dilakukan dengan lensa objektif 40 X
3. Perhatikan berapa % spermatozoa yang bergerak aktif dan hitung pula waktu yang
sudah berlalu sejak saat ejakulasi, karena semakin banyak waktu lewat semakin
berkurang motilitas spermatozoa Berkurangnya motolitas banyak dipengaruhi oleh
cara menyimpan sampel
4. Campurlah sedikit air mani dengan larutan Eosin 0,5% dalam air, untuk membedakan spermatozoa yang tidak bergerak aktif dari yang mati. Untuk spermatozoa yang
mati akan memberi warna kemerah-merahan dan yang non-aktif saja tidak
berwarna
Jumlah Spermatozoa :
1. Menghitung spermatozoa dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer
dan teteskanlah air mani dengan pipet leukosit
2. Untuk mengencerkan dapat digunakan aquadestilata, isilah pipet leukosit dengan
air mani yang sudah mencair dengan aquadest sampai garis bertanda 0,5 dan
kemudian aquadest sampai garis bertanda 11

3. Hitunglah spermatozoa dalam kamar hitung Improved Neubauer pada permukaan


seluas 1 mm2 Jumlah yang dihitung dikalikan 200.000 untuk mendapatkan jumlah
spermatozoa dalam 1 ml mani
4. Pemeriksaan jumlah spermatozoa perlu disarankan untuk dilakukan hitung ulang
pada lain waktu karena kualitas air mani seseorang akan berbeda-beda dari satu
waktu ke waktu yang lain
Morfologi :
1. Buatlah apusan air mani seperti membuat apusan darah tepi biarkan mengering
pada hawa udara
2. Kemudian lakukan fiksasi dengan metilalkohol (methanol) selama 5 menit
3. Selanjutnya diwarnai dengan Reagen Giemsa/Wright atau lainnya
4. Periksalah morfologi spermatozoa dengan perbesaran 100 X menggunakan minyak
Imersi (kepala dan ekor spermatozoa)
5. Hitung % kelainan (abnormal) bentuk kepala (terlalu besar, terlalu kecil, terlalu
memanjang, inti terpecah dsb) dan bentuk ekor (tidak ada ekor, ada dua ekor, ekor
amat pendek dsb)
Jumlah Leukosit :
1. Hitunglah Leukosit yang ditemukan dalam kamar hitung Improved Neubauer seperti
hitung sel leukosit pada sediaan darah dan catat jumlah leukositnya

E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien (hubungan seksual terakhir)
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien (adanya nyeri)
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi

7. AMNIOCENTESIS

A. DEFINISI
Amniocentesis adalah tes khusus dengan mengambil cairan dari rongga amniotik
(amnion). Sel-sel yang terkandung dalam cairan tersebut bisa dianalisa dan ditumbuhkan
pada sebuah jaringan tertentu. Hasil tes tersebut akan memberikan informasi mengenai
cacat kromosom, jenis kelamin bayi, penyakit turunan, dan cacat saluran saraf (Charlish &
Davies, 2005).

B. TUJUAN
1. Untuk mengevaluasi kesehatan janin atau ibu
a. Insomunisasi Rhesus
b. Infeksi intra uterin
c. Cacat kelahiran
d. Perkembangan paru janin
e. Chorioamnionitis
2. Menilai maturasi janin
3. Untuk diagnosis prenatal kelainan congenital
4. Amniocentesis juga dilakukan untuk mengetahui apakah janin Rh-positif ketika ibu
memiliki faktor Rh, serta untuk mengetahui peningkatan bilirubin pada usia kehamilan
20 minggu, yang mengindikasikan bahwa sel darah janin telah diserang oleh antibodi
ibu.

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Larutan antiseptic
2. Jarum jarum spinal dan stilus ukuran 18, 20, 22
3. Spuit 10cc
4. Spuit 2cc
5. Lidokain
6. Jarum ukuran 25, 21
7. Handuk dan duk lobang steril
8. Ice pack
9. Vial spesimen bersih dan berwarna coklat

D. PROSEDUR
1. Pasien akan menandatangani formulir persetujuan.
2. Pasien harus memiliki kandung kemih yang kosong.
3. Posisikan pasien dengan posisi supine.
4. Situs penyisipan dibersihkan dengan antiseptik dan dikelilingi dengan duk bolong steril.
5. Situs penyisipan disuntik dengan bius lokal.
6. Gel konduktif ditempatkan pada perut ibu.
7. Sebuah monitor janin ditempatkan pada perut ibu untuk memantau janin selama
prosedur.
8. Tanda-tanda vital sang ibu dipantau selama prosedur.
9. Cairan untuk rasio lesitin-sfingomielin (L/S) ditempatkan kedalam sebuah tabung reaksi
yang dikelilingi dengan es dan cairan untuk analisis spektrofotometri ditempatkan dalam
sebuah botol coklat untuk melindunginya dari sinar matahari langsung
10. Penyedia layanan kesehatan melakukan USG janin untuk memandu penyisipan jarum
spuit 10 cc.
11. Sebuah jarum dilewatkan melalui perut ke dalam rahim. Jarum di cabut dan dimasukkan
kembali jika janin bergerak mendekati jarum. (jika darah teraspirasi, jarum mungkin
berada di dalam uterus, plasenta, atau janin. Agar jarum sampai pada rongga amnion,
rotasi jarum 1800 jika diperlukan untuk memperoleh aliran bebas cairan amnion. Pada
mulanya cairan sanguineus sering jernih dalam 30 sampai 60 detik
12. Dua sendok makan cairan ketuban diambil naik dari jarum ke jarum suntik.
13. Jarum di cabut
14. Sebuah perban mencakup situs penyisipan jarum

E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien, meliputi:
-

Pasien tidak melakukan aktifitas berarti selama 24 jam sebelum tes.

Pasien tidak melakukan hubungan intim selama 24 jam sebelum tes.

b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan


c. Jelaskan yang akan dirasakan selama prosedur
d. Informed consent
e. Menyiapkan alat dan bahan

f.

Menyiapkan klienPastikan kandung kemih dalam keadaan kosong sebelum dilakukan


prosedur.

2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien (supine)
c. Memantau TTV klien
d. Menemani klien saat prosedur dilakukan
e. Minta klien melakukan relaksasi dengan bernafas secara pelan dan tenang agar otot
abdomen relaks.
3. Post-prosedur
a. Minta pasien untuk segera menghubungi perawatan jika pada area injeksi keluar
cairan atau darah, bengkak dan kemerahan. Serta jika ibu mengalami demam, sakit
atau kram pada area abdomen
b. Evaluasi respon klien
c. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
d. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
e. Dokumentasi

DAFTAR PUSTAKA
ACCP. 2003. Cervical cancer prevention: Fact sheet. Natural history of cervical cancer: even
infrequent screening of older women saves lives. April, 2003 Anwar, Ruswana. Sintesis,
Fungsi dan Interpretasi Pemeriksaan Hormon Reproduksi. Disampaikan pada pertemuan
Fertilitas Endokrinologi Reproduksi bagian Obsgin RSHS/FKUP Bandung tanggal 7 Maret
2005
Keogh, Jim. 2010. Nursing Laboratory & Diagnostic Test Demystified A SelfTeaching Guide. United
States : The McGraw-Hill Companies
Kowalah, Jennifer P. 2010. Buku Pegangan Uji Diagnostik Edisi 3. Jakarta : EGC
Taber, Ben-Zion . 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC
Kee, Joyce Leverer. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta:ECG
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Tucker, S.M, et all .1998 . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi ,
Edisi V. Jakarta: ECG
ACOG Technical Bulletin : Cervical Cytology : Evaluation and Management of Abnormalities. No. 183,
Aug 1993.
Krebs, HB. Premalignant lesions of the cerviks. In : Copeland, U, Jarrel, JF. Text book of gynecology
2nd ed. Philadelphia : WB. Saunders Company; 2000, p.1238.
MIAC, J.L. Penuntun Diagnostik Praktis Sitologi Hormonal Apusan Pap. Bagian Sitologi Departemen
Patologi Anatomi RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. 1995
Nugroho, Taufan. 2012. Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi, Yogyakarta: Nuha Medika
Bertiani, Sukaca. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks (Leher Rahim). Yogyakarta: Genius
Printika
Rasjidi, 2012. Kanker Serviks dan Penanganannya. Yogyakarta: Nuha Medika
YKI Jatim. 2012. Deteksi kanker serviks dengan metode IVA. Online.

Anda mungkin juga menyukai