PX Lab
PX Lab
TUGAS INDIVIDU
Disusun oleh
Adelaine Ratih Kusumaangharumi
125070207131004
K3LN
1. IVA TEST
A. DEFINISI
Asam asetat atau dikenal dengan asam cuka berguna mendeteksi dini kanker serviks
secara mudah dan murah. Metode ini sudah dikenalkan sejak 1925 oleh Hans Hinselman dari
Jerman, tetapi baru diterapkan sekitar tahun 2005. Cara ini selain mudah dan murah, juga
memiliki keakuratan sangat tinggi dalam mendeteksi lesi atau luka prakanker, yaitu
mencapai 90 persen. Deteksi dini ini tidak harus dilakukan oleh dokter, tetapi bisa
dipraktikkan oleh tenaga terlatih seperti bidan di puskesmas. Dan dalam waktu sekitar 60
detik sudah dapat dilihat jika ada kelainan, yaitu munculnya plak putih pada serviks. Plak
putih ini bisa diwaspadai sebagai luka prakanker. IVA (inspeksi visual dengan asam asetat)
(Bertiani, 2009).
IVA Test merupakan metode sederhana pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara
melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan
larutan asam asetat 385%. Perubahan warna pada serviks dapat menunjukkan serviks
normal (merah homogen) atau lesi pra kanker (bercak putih) (Handayani, dkk, 2012).
IVA Test adalah metode baru deteksi dini kanker leher rahim dengan mengoleskan asam
asetat (cuka) ke dalam leher rahim. Bila terdapat lesi kanker, maka akan terjadi perubahan
warna menjadi agak keputihan pada leher rahim yang diperiksa. Metode tersebut memiliki
sejumlah keunggulan dibandingkan dengan Pap Smear yang selama ini lebih populer (Zhali,
2012).
B. TUJUAN
Menurut YKI Jatim (2012), adapun tujuan dari dilakukannya IVA Test antara lain:
1. Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini
terhadap kasus-kasus yang ditemukan
2. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim
C. JADWAL PEMERIKSAAN
Menurut YKI Jatim (2012), program skrining yang direkomendasikan oleh WHO yakni:
1. Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun. Kalau fasilitas
memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. Kalau fasilitas tersedia
lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun.
2. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
3. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki
dampak yang cukup signifikan. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil
positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negative (-) adalah 5 tahun.
D. INDIKASI
Menurut YKI Jatim (2012), adapun syarat-syarat untuk dilakukannya IVA Test antara lain:
1. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
2. Tidak sedang datang bulan/haid
3. Tidak sedang hamil
4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
E. PERSIAPAN ALAT
1. Sarung tangan / Handscoen
2. Spekulum cocor bebek
3. Tampon tang
4. Kom kecil
5. Lidi kapas
6. Asam asetat 3-5% dalam botol
7. Kapas DTT dalam kom
8. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
9. Selimut
10. Lampu sorot
11. Tempat sampah medis dan non medis
F. PROSEDUR
1. Memberi penjelasan pada ibu atas tindakan yang akan dilakukan
2. Menjaga privasi pasien
3. Menyiapkan alat yang diperlukan
4. Menyiapkan ibu dengan posisi lithotomi pada tempat tidur ginekologi
5. Mengatur lampu sorot ke arah vagina ibu
6. Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dengan cuci tangan tujuh langkah
dan mengeringkan dengan handuk bersih
7. Menggunakan sarung tangan steril
8. Melakukan vulva hygiene dengan kapas DTT
G. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa (HPHT, paritas, penggunaan alat kontrasepsi) klien
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
c. Dokumentasi
2. PAP SMEAR
A. DEFINISI
Pap smear berasal dari kata papanicolaou, yaitu seorang ahli dokter Yunani bernama
George N. Papanicolaou, yang merancang metode mewarnai pulasan sampel sel-sel untuk
diperiksa. Dokter ini yang merancang metode tes Pap smear sekitar 50 tahun yang lalu
pada tahun 1943. Dasar pemeriksaan ini adalah mempelajari sel -sel yang terlepas dari
selaput lendir leher rahim. Papsmear mudah dilakukan dan tidak menimbulkan rasa sakit
(Smart, 2010)
Pap Smear atau Pap Test adalah sebuah tes spesifik yang digunakan dan ditujukan
untuk mendeteksi dini kanker leher rahim/ kanker serviks. Pap Smear adalah sebuah
metode pemeriksaan cairan lendir serviks dengan menggunakan spatula atau semacam
sikat dinding sel endoserviks dan ekstoserviks diambil untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan di bawah mikroskop (Handayani, dkk, 2012)
B. TUJUAN
Tujuan tes pap smear menurut Sukaca (2009) adalah:
a. Mencoba menemukan sel-sel yang tidak normal dan dapat berkembang menjadi kanker
serviks.
b. Alat untuk mendeteksi adanya gejala pra kanker leher rahim bagi seseorang yang belum
menderita kanker.
c. Untuk mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel kanker leher rahim.
d. Mengetahui tingkat berapa keganasan serviks.
C. MANFAAT
Manfaat pap smear menurut Lestadi 2009 yaitu:
1. Evaluasi sitohormonal.
Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat dievaluasi melalui pemeriksaan pap
smear yang bahan pemeriksaanya adalah secret vagina yang berasal dari dinding lateral
vagina sepertiga bagian atas.
2. Mendiagnosis peradangan
Peradangan pada vagina dan servik pada umumnya dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan pap smear . Baik peradangan akutmaupun kronis. Sebagian besar akan
memberi gambaranperubahan sel yang khas pada sediaan pap smear sesuai dengan
D. JADWAL PEMERIKSAAN
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang
tinggi aktifitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak
mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri, berikut ini adalah wanita-wanita sasaran
tes pap smear (Sukaca, 2009) yaitu:
1. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum menikah
namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.
2. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HIV atau kutil kelamin.
F. PROSEDUR
Langkah-langkah Pengambilan pap smear (Romauli dan Vindari, 2011) yaitu:
1. Persiapan pasien
-
Menyiapkan lingkungan sekitar klien, tempat tidur ginekologi dan lampu sorot.
2. Persiapan Alat
3. Pelaksanaan
-
Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan metode tujuh langkah
dan mengeringkan dengan handuk kering dan bersih.
Masukkan spatula ayre kedalam mulut rahim, dengan ujung spatula yang
berbentuk lonjong, hapus sekret dari seluruh permukaan porsio serviks dengan
sedikit tekanan dengan mengerakkan spatel ayre searah jarum jam, diputar
melingkar 360o.
Ulaskan sekret yang telah diperoleh pada kaca object glass secukupnya, jangan
terlalu tebal dan jangan terlalu tipis.
Fiksasi Basah
Fiksasi basah dibuat setelah sediaan diambil, sewaktu sekret masih segar
dimasukkan kedalam alkohol 95%. Setelah difiksasi selama 30 menit, sediaan
dapat diangkat dan dikeringkan serta dikirim dalam keadaan kering terfiksasi
atau dapat pula sediaan dikirim dalam keadaan terendam cairan fiksasi
didalam botol.
Fiksasi Kering
Fiksasi kering dibuat setelah sediaan selesai diambil, sewaktu sekret masih
seger disemprotkan cytocrep atau hair spray pada object glass yang
mengandung asupan sekret tersebut dengan jarak 10-15 cm dari kaca objek
glass, sebanyak 2-4 kali semprotkan. Kemudian keringkan sediaan dengan
membiarkannya diudara terbuka selama 5-10 menit. Setelah kering sediaan
siap dikirimkan ke laboratorium sitologi untuk diperiksa bersamaan dengan
formulir permintaan.
Bersihkan porsio dan dinding vagina dengan kasa steril dengan menggunakan
tampon tang.
Rapikan ibu dan rendam alat-alat dan melepaskan sarung tangan (merendam
dalam larutan clorin 0,5%).
Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan metode tujuh langkah.
G. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa (HPHT, penggunaan alat kontrasepsi) klien
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Posta. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi
3. HCG
A. DEFINISI
Human Chorionic Gonadotropin (HCg) adalah hormon yang dihasilkan oleh
sinsitiotrofoblas sejak hari 7-9 setelah ovulasi atau saat terbentuknya blastokis. Sehingga
dapat memperthankan korpus luteum gravidarum sampai plasenta terbentuk. Pada
kehamilan HCG timbul dalam darah dan urine saat 14 hari sampai 26 hari setelah konsepsi
dan konsentrasi memuncak pada kira-kira 8 minggu. Kenaikan konsetrasinya sebanding
dengan bertambahnya jaringan plasenta . Setelah trimester pertama kehamilan, produksi
HCG menurun.
HCG tidak ditemukan pada wanita yang tidak hamil, pada kematian janin atatu
setelah 3-4 hari pascapartum. HCG terdapat 2 bentuk :
1. Alfa HCg dibentuk oleh plasenta dengan susunan asam amino 92
2. Beta HCg dibetuk oleh jaringan ginjal dan janin, jumlahya tidak tinggi sehingga
tidak terdeteksi saat pemeriksaan
B. FUNGSI
Fungsi HCg dapat dijabarkan sbb :
1. Saat permulaan kehamilan korpus luteum sampai tumbuh plasenta dengan lengkap
2. HCg pada janin laki masuk ke sirkulasi darah janin sehingga merangsang pengeluaran
testosterone dari sel Leydig
3. HCg merangsang dikeluarkannya relaksin dari desidua sehingga dapat menimbulkan
relaksasi otot rahim dan vasodilatasi pembuluh darah
4. Sifat rangsangan HCg dapat bertindak sebgai LH, TSH dan FSH, tetapi tertekan karena
tingginya konsentrasi hormone steroid seperti esterogen dan progesterone
C. TUJUAN
1. Untuk menentukan apakah klien hamil
2. Untuk mendeteksi aborsi yang mengancam atau kematian janin
4. Tempat urin
5. Sampel urin
6. Spuit
7. Alcohol swab
8. Tourniquet
9. Vacumtainer
E. PROSEDUR
1. Lakukan uji kehamilan 2 minggu (tidak lebih cepat dari 5 hari) setelah pertama kali tidak
menstruasi. Terdapat beberapa alat penentu kehamilan yang dijual bebas untuk uji
kehamilan imunologik
2. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan
SERUM
3. Lakukan uji kehamilan tidak lebih cepat dari 5 hari setelah pertama kali terlambat
menstruasi
4. Kumpulkan 3-5 ml darah vena dalam tabung bertutup merah. Cegah terjadi hemolisis.
URINE
5. Klien harus puasa cairan selama 8-12 jam, tidak ada pembatasan asupan makanan
6. Ambil specimen urine pada pagi hari (60 ml) dengan berat jenis 1,010 ke laboratorium
dengan segera. Pengumpulan urine 24 jam juga dapat diinstruksikan
7. Instruksikan klien untuk mengikuti petunjuk ketika menggunakan alat penentu
kehamilan yang dijual bebas
8. Hindari kontaminasi darah dalam urine karena dapat terjadi temuan positif palsu
F. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa (HPHT, penggunaan alat kontrasepsi) klien
b. Berikan pilihan pemeriksaan yang dapat dilakukan (serum/urine)
c. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
d. Berikan edukasi prosedur pengambilan sampel mandiri
e. Informed consent
f.
Menyiapkan klien
4. TORCH
A. DEFINISI
TORCH adalah singakatan Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan
Herpes simpleks. Uji ini merupakan suatu uji skrining untuk mendeteksi organisme tersebut
pada ibu dan bayi. Selama kehamilan, infeksi TORCH dapat menembus sawar plasenta dan
dapat menyebabkan malformasi congenital ringan atau berat, aborsi atau lahir mati. Efek
berbahaya dari organisme tersebut terjadi selama kehamilan trimester pertama. Pada masa
prenatal, uji skrining TORCH hanya dilakukan jika dicurigai terjadi infeksi TORCH, seperti
rubella.
Uji skrining TORCH lebih sering dilakukan jika dicurigai terjadi infeksi congenital pada
bayi pada awal kehamilan. Dugaan terhadap infeksi TORCH dibuktikan melalui pemeriksaan
darah dengan pengukuran titer (takaran konsentrasi) IgG, IgM, atau keduanya . Karena data
pemeriksaan TORCH tidak selalu akurat, kadang dokter minta pemeriksaan ulang di
laboratorium yang berbeda, sebab bisa terjadi ketidaksamaan hasil pemeriksaan.
B. TUJUAN
Untuk mendeteksi keberadaan infeksi TORCH pada bayi baru lahir dan ibu.
D. PROSEDUR
1. Kumpulkan 7 ml darah vena dalam tabung bertutup merah
2. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan
3. Perangkat TORCH: ikuti petunjuk yang ada pada perangkat tersebut
E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
5. HORMON TEST
A. DEFINISI
Pemeriksaan hormone berguna untuk menetukan fungsi organ seksual dan
reproduksi. Pemeriksaan hormone dipengaruhi oleh berbagai factor dan harus dilakukan
pada saat yang tepat. Pemeriksaan hormon reproduksi diperlukan sekali dalam menilai
kelainan semenjak lahir, prepubertas, pubertas, dewasa sampai menopause, dan dari saat
tidak mempunyai keturunan sampai telah hamil, serta setelah melahirkan pun perlu
pemeriksaan hormonal ini (Anwar, 2005).
Estradiol
Estrogen yang ditemukan pada waita yang tidak hamil yang berselang
selingan dengan siklus menstruasi
Estrio
Estrogen yang diproduksi oleh plasenta dan diukur pada wanita paling tidak
selama kehamilan 9 minggu
Estron
Estrogen yang diukur pada wanita yang telah mengalami menopause dan
pria serta wanita yang dicurigai menderita kanker testis, kanker ovary atau
tumor kelenjar adrenal
B. TUJUAN
1. Menentukan kematangan seksual dan fertilitas
2. Membantu diagnosis disfungsi gonad seperti pubertas prekoks atau terlambat,
amonore dan infertilitas
3. Menentukan kesejahteraan janin
4. Membantu diagnosis tumor yang diketahui mensekresi estrogen
Spuit
2.
Alcohol swab
3.
Tourniquet
4.
5.
D. PROSEDUR
1.
Persiapan pasien
a. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini membantu menentukan apakah
sekresi hormone perempuan normal dan uji ini dapat diulang selama
berbagai fase daur haid
b. Beri tahukan bahwa pasien tidak perlu membatas makanan dan minuman
c. Beritahukan pasien bahwa uji ini memerlukan sampel darah, jelaskan
kapan dan siapa yang melakukan pungsi vena
d. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa tidak nyaman akibat
tusukan jarum dan turniket
e. Hentikan semua steroid dan hormone-hormon yang ebrdasarkan steroid,
sebagaiaman diminta. Bila obat-obat ini harus diteruskanl, catat pada
lembar formulir laboratorium
2.
E. PERAN PERAWAT
1.
Pre-prosedur
Intra-prosedure
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3.
Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi
B. TUJUAN
1. Menilai fungsi korpus luteum sebagai bagian pemeriksaan infertilitas
2. Mengevaluasi fungsi plasenta selama kehamilan
D. PROSEDUR
1. Persiapan Pasien
a. Jelaskan pasien bahwa uji ini membantu menentukan sekresi hormone seks
perempuan normal
b. Beritahukan pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan atau
minuman
c. Beritahukan pasien bahwa uji ini memerlukan sampel darah, jelaskan kapan
dan siapa yang melakukan pungsi vena.
d. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa tidak nyaman akibat
tusukan jarum dan turniket
e. Beritahu bahwa uji ini dapat diulangi pada waktu tertentu yang bertepatan
dengan fase daur haidnya atau dengan setiap kunjungan prenatal
f.
2. Prosedur
a. Lakukan pungsi vena, dan kumpulkan sampel dalam tabung heparin 7 ml
b. Tekan tempat pungsi vena sampai perdarahan berhenti
c. Tangani sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis
d. Penuhi tabung pengumpul. Lalu balikkan perlahan-lahan paling sedikit 10
kali untuk mencampur sampel dan antikoagulan dengan benar
e. Tuliskan tanggal daur haid terakhir dan fase daur haidnya pada lembar
formulir laboratorium. Bila
kehamilannya
pasien sedang
hamil, tuliskan
bulan
f.
Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan kompres hangat.
E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien
Progesteron: tahap siklus menstruasi, sedang hamil, menopause, alat
kontrasepsi, terpapar radiasi
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi
B. TUJUAN
1. Mempermudah diagnosis banding prekoksitos seksual lelaki pada anak laki-laki
di bawah usia 10 tahun (pubertas prekoks sejati harus dibedakan dengan
pubertas prekoks palsu)
2. Membantu diagnosis banding hipogonadisme (hiponadisme primer harus
dibedakan dengan hipogonadisme sekunder)
3. Mengevaluasi invertilitas lelaki atau disfungsi seksual lain.
4. Mengevaluasi hirsutisme dan virilisasi pada perempuan (Kowalah, 2010).
D. PROSEDUR
1. Persiapan Pasien
a. Jelaskan pada pasien bahwa uji ini membantu menentukan apakah sekresi
hormone seks lelakinya mencukupi
b. Beritahukan pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan atau
minuman
c. Beritahukan pasien bahwa uji ini memerlukan sampel darah, jelaskan kapan
dan siapa yang melakukan pungsi vena.
d. Jelaskan kepada pasien bahwa ia dapat merasa tidak nyaman akibat
tusukan jarum dan turniket, tetapi pengumpulan sampel hanya memakan
waktu beberapa menit.
2. Prosedur Dan Perawatan Pasca Uji
a. Lakukan pungsi vena. Kumpulkan sampel serum dalam tabung activator
bekuan 7 ml
b. Bila akan mengumpulkan plasma, gunakan tabung berheparin
c. Tangani sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis. Kemudian
kirimkan sampel ke laboratorium segera
d.
e. Catat usia, jenis kelamin pasien, dan riwayat terapi hormone pada formulir
laboratorium
f.
g. Bila timbul hematom pada tempat pungsi vena, berikan kompres hangat.
E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien
Testosteron: obesitas, hipertiroid, hipertiroid, penggunaan kortikosteroid
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien
c. Melakukan prosedur
d. Menjaga teknik aseptik
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi
6. SPERM TEST
A. DEFINISI
Analisis Sperma adalah suatu pemeriksaan yang penting untuk menilai fungsi organ
reproduksi pria (untuk mengetahui apakah seorang pria fertil atau infertil). Semen harus
diperiksa dari seluruh ejakulat. Karena itu mengambilnya dari tubuh harus dengan
masturbasi atau coitus interuptus (bersetubuh dan waktu ejakulasi, persetubuhan
dihentikan dan mani ditampung semua). Ada juga bersetubuh dengan menggunakan
kondom khusus. Sebelum melakukan pemeriksaan disarankan untuk berpuasa bersetubuh
(abstinensi) terbaik sekitar 3-5 hari. Pemeriksaan semen terbaik selambatnya sejam sesudah
ejakulasi. Persiapan pasien untuk tes yaitu pasien tidak boleh mengalami ejakulasi baik
melalui aktivitas seksual, masturbasi ataupun pengeluaran sperma pada saat mimpi dalam
waktu 5 hari sebelum pemeriksaan karena akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas
sperma.
B. TUJUAN
1. Untuk memeriksa hitung sperma.
2. Untuk menentukan apakah penurunan hitung sperma mungkin merupakan penyebab
infertilitas
D. PROSEDUR
1. Memperoleh Sampel :
a. Pasien diminta selama 3 5 hari tidak melakukan kegiatan sexual
b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya pagi hari
c. Jarak dengan laboratorium sedekat mungkin
d. Air mani ditampung di dalam gelas atau plastik bermulut lebar (sebelumnya
dibersihkan dan dikringkan terlebih dahulu) dan diberi label yang tertulis: Nama,
Waktu (Jam) pengeluaran air mani dicatat serta segera diantar ke laboratorium
2. Pemeriksaan Makroskopis :
a. Terhadap volume, warna, pH, kekeruhan dan kentalnya air mani
b. Hitung (ukur) volume air mani dengan memindahkan ejakulat ke dalam gelas ukur 5
atau 10m dan volume baru dapat diukur setelah mani mencair
c. Catat warna dan kekeruhan air mani
d. Celupkan kertas indikator ke dalam wadah yang berisi air mani dan cocokkan de
ngan skala war pH kemudian catat pH nya.
3. Pemeriksaan Mikroskopis:
Uji Motilitas :
1. Teteskan air mani sebanyak 1 tetes yang sudah mencair di atas objective glass dan
tutup dengan cover glass
2. Pemeriksaan dilakukan dengan lensa objektif 40 X
3. Perhatikan berapa % spermatozoa yang bergerak aktif dan hitung pula waktu yang
sudah berlalu sejak saat ejakulasi, karena semakin banyak waktu lewat semakin
berkurang motilitas spermatozoa Berkurangnya motolitas banyak dipengaruhi oleh
cara menyimpan sampel
4. Campurlah sedikit air mani dengan larutan Eosin 0,5% dalam air, untuk membedakan spermatozoa yang tidak bergerak aktif dari yang mati. Untuk spermatozoa yang
mati akan memberi warna kemerah-merahan dan yang non-aktif saja tidak
berwarna
Jumlah Spermatozoa :
1. Menghitung spermatozoa dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer
dan teteskanlah air mani dengan pipet leukosit
2. Untuk mengencerkan dapat digunakan aquadestilata, isilah pipet leukosit dengan
air mani yang sudah mencair dengan aquadest sampai garis bertanda 0,5 dan
kemudian aquadest sampai garis bertanda 11
E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien (hubungan seksual terakhir)
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Informed consent
d. Menyiapkan klien
e. Menyiapkan alat dan bahan
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
3. Post-prosedur
a. Evaluasi respon klien (adanya nyeri)
b. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
c. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
d. Dokumentasi
7. AMNIOCENTESIS
A. DEFINISI
Amniocentesis adalah tes khusus dengan mengambil cairan dari rongga amniotik
(amnion). Sel-sel yang terkandung dalam cairan tersebut bisa dianalisa dan ditumbuhkan
pada sebuah jaringan tertentu. Hasil tes tersebut akan memberikan informasi mengenai
cacat kromosom, jenis kelamin bayi, penyakit turunan, dan cacat saluran saraf (Charlish &
Davies, 2005).
B. TUJUAN
1. Untuk mengevaluasi kesehatan janin atau ibu
a. Insomunisasi Rhesus
b. Infeksi intra uterin
c. Cacat kelahiran
d. Perkembangan paru janin
e. Chorioamnionitis
2. Menilai maturasi janin
3. Untuk diagnosis prenatal kelainan congenital
4. Amniocentesis juga dilakukan untuk mengetahui apakah janin Rh-positif ketika ibu
memiliki faktor Rh, serta untuk mengetahui peningkatan bilirubin pada usia kehamilan
20 minggu, yang mengindikasikan bahwa sel darah janin telah diserang oleh antibodi
ibu.
D. PROSEDUR
1. Pasien akan menandatangani formulir persetujuan.
2. Pasien harus memiliki kandung kemih yang kosong.
3. Posisikan pasien dengan posisi supine.
4. Situs penyisipan dibersihkan dengan antiseptik dan dikelilingi dengan duk bolong steril.
5. Situs penyisipan disuntik dengan bius lokal.
6. Gel konduktif ditempatkan pada perut ibu.
7. Sebuah monitor janin ditempatkan pada perut ibu untuk memantau janin selama
prosedur.
8. Tanda-tanda vital sang ibu dipantau selama prosedur.
9. Cairan untuk rasio lesitin-sfingomielin (L/S) ditempatkan kedalam sebuah tabung reaksi
yang dikelilingi dengan es dan cairan untuk analisis spektrofotometri ditempatkan dalam
sebuah botol coklat untuk melindunginya dari sinar matahari langsung
10. Penyedia layanan kesehatan melakukan USG janin untuk memandu penyisipan jarum
spuit 10 cc.
11. Sebuah jarum dilewatkan melalui perut ke dalam rahim. Jarum di cabut dan dimasukkan
kembali jika janin bergerak mendekati jarum. (jika darah teraspirasi, jarum mungkin
berada di dalam uterus, plasenta, atau janin. Agar jarum sampai pada rongga amnion,
rotasi jarum 1800 jika diperlukan untuk memperoleh aliran bebas cairan amnion. Pada
mulanya cairan sanguineus sering jernih dalam 30 sampai 60 detik
12. Dua sendok makan cairan ketuban diambil naik dari jarum ke jarum suntik.
13. Jarum di cabut
14. Sebuah perban mencakup situs penyisipan jarum
E. PERAN PERAWAT
1. Pre-prosedur
a. Melakukan anamnesa klien, meliputi:
-
f.
2. Intra-prosedur
a. Menjaga privasi klien
b. Memposisikan klien (supine)
c. Memantau TTV klien
d. Menemani klien saat prosedur dilakukan
e. Minta klien melakukan relaksasi dengan bernafas secara pelan dan tenang agar otot
abdomen relaks.
3. Post-prosedur
a. Minta pasien untuk segera menghubungi perawatan jika pada area injeksi keluar
cairan atau darah, bengkak dan kemerahan. Serta jika ibu mengalami demam, sakit
atau kram pada area abdomen
b. Evaluasi respon klien
c. Mengantar sampel hasil pemeriksaan ke laboratorium
d. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang diperlukan
e. Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA
ACCP. 2003. Cervical cancer prevention: Fact sheet. Natural history of cervical cancer: even
infrequent screening of older women saves lives. April, 2003 Anwar, Ruswana. Sintesis,
Fungsi dan Interpretasi Pemeriksaan Hormon Reproduksi. Disampaikan pada pertemuan
Fertilitas Endokrinologi Reproduksi bagian Obsgin RSHS/FKUP Bandung tanggal 7 Maret
2005
Keogh, Jim. 2010. Nursing Laboratory & Diagnostic Test Demystified A SelfTeaching Guide. United
States : The McGraw-Hill Companies
Kowalah, Jennifer P. 2010. Buku Pegangan Uji Diagnostik Edisi 3. Jakarta : EGC
Taber, Ben-Zion . 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC
Kee, Joyce Leverer. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta:ECG
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Tucker, S.M, et all .1998 . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi ,
Edisi V. Jakarta: ECG
ACOG Technical Bulletin : Cervical Cytology : Evaluation and Management of Abnormalities. No. 183,
Aug 1993.
Krebs, HB. Premalignant lesions of the cerviks. In : Copeland, U, Jarrel, JF. Text book of gynecology
2nd ed. Philadelphia : WB. Saunders Company; 2000, p.1238.
MIAC, J.L. Penuntun Diagnostik Praktis Sitologi Hormonal Apusan Pap. Bagian Sitologi Departemen
Patologi Anatomi RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. 1995
Nugroho, Taufan. 2012. Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi, Yogyakarta: Nuha Medika
Bertiani, Sukaca. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks (Leher Rahim). Yogyakarta: Genius
Printika
Rasjidi, 2012. Kanker Serviks dan Penanganannya. Yogyakarta: Nuha Medika
YKI Jatim. 2012. Deteksi kanker serviks dengan metode IVA. Online.