Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 1, November 2010

Kimia F-MIPA Unmul

ISSN 1693-5616

ISOLASI SENYAWA FENOLIK PADA FRAKSI METANOL-AIR DARI


UMBI TUMBUHAN SARANG SEMUT (Myrmecodia tuberose Jack)
ISOLATION OF PHENOLIC COMPOUND IN METHANOL-WATER
FRACTION FROM Myrmecodia tuberose Jack
Daniel
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Mulawarman
Jl. Barong Tongkok No.4 Kampus Gn. Kelua Samarinda. Telp. 0541-749152
Abstract
The Isolation of phenolic compound in methanol-water fraction from Myrmecodia tuberosa Jack that come
from Bulungan have been done. The air-dried powdered from corm of ant plant (Myrmecodia tuberosa Jack)
(250 gram) were extracted by methanol at room temperature
(27 oC) and fractioned with n-hexane then
ethyl acetate. Partition of phenolic compounds in Methanol-Water fraction was chromatographed on silica
gel column (3570 mesh) that eluted with Isocratic method and gave 10 fractions as a result, that fractions
were A, B, C, D, E, F, G, H, I dan J fraction. C; E; G and H (alliance fraction) gave the best spot partitioned
and the spot was not fluorescence. Purification of alliance fraction gave yellow-brown crystal with retention
factor 0.52 that eluted with methanol : ethyl acetat (8:2) whereas the retention factor in methanol 0.82 and
ethyl acetate 0,33. Infrared spectrum of alliance fraction shown absorption at value : 3351.83; 2945.33;
2833.04; 1741.00; 1451.60; 1215.67; 885.74 and 776.74 cm-1 with melting point 224 - 228oC. UV and
Visible spectrum of alliance fraction shown wavelength at value 263 and 334 nm. Phenolic compounds in
Methanol-Water fraction from the corm of ant plant (Myrmecodia tuberosa Jack) was predictioned as
phenolic compound of flavonoid group.
Keywords : Ant Plant (Myrmecodia tuberosa Jack), Phenolic, Isocratic , Flavonoid, Isolation,
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan suatu daerah yang memiliki
iklim tropis, sehingga memiliki keanekaragaman hayati
yang tersebar luas. Keanekaragaman yang ada ini sudah
dimanfaatkan dengan baik oleh nenek moyang kita.
Kebanyakan tumbuhan yang ada memiliki fungsi yang
sangat banyak. Ada yang berfungsi sebagai tanaman hias
atau sebagai obat-obatan (Suriawiria, 2000).
Keanekaragaman hayati ini menyebabkan suatu
keanekaragaman kandungan senyawa kimia pada
tumbuhan. Sehingga, banyak dari peneliti yang berminat
untuk lebih berkecimpung pada dunia ini. Keinginan
tersebut
diiringi
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memudahkan peneliti
untuk melakukan suatu penelitian (Efdi, 1999).
Penelitian dan percobaan ilmiah dibidang
farmakologi semakin mendapat perhatian. Upaya ini
penting mengingat semakin banyak jenis-jenis tumbuhan
yang punah akibat eksploitasi hutan untuk industri.
Disamping itu, penelitian bermanfaat untuk mencari
alternatif dalam hal pengadaan bahan baku obat, validasi
tumbuhan obat tradisional dan mencari senyawa baru
yang dapat dimanfaatkan sebagai obat (Efdi, 1999).
Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa
Jack) adalah tanaman epifit yang menempel di pohonpohon besar dimana batang bagian bawahnya
menggelembung berisi rongga-rongga yang dihuni oleh
semut tertentu. Populasi tumbuhan ini sangat banyak
ditemukan di hutan rimba terutama di daerah pedalaman
Kimia F-MIPA Unmul

Australia, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja,


Malaysia, Singapura, Flores, Maluku dan Kalimantan.
Spesies yang paling banyak ditemukan di Papua Nugini.
Di Kalimantan, jenis tumbuhan ini ditemukan di
pedalaman Kabupaten Bulungan yang biasanya
digunakan oleh masyarakat setempat sebagai obat
tradisional untuk menghilangkan pegal linu, sakit kepala,
asam urat, kolesterol, ambien, migren, sakit maag dan
berbagai sakit kanker (Subroto, 2006).
Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa
Jack) merupakan salah satu spesies dari famili
Rubiaceae. Rubiaceae mengandung senyawa metabolit
sekunder seperti iridoid, alkaloid, antrakuinon,
flavonoid, turunan fenol, triterpen dan diterpen (Silva
dkk, 2006). Sehingga banyak jenis tumbuhan yang
termasuk famili ini mempunyai nilai pengobatan dan
ekonomi yang penting seperti kina, kopi dan gambir
(Efdi, 1999).
Penelitian ini berdasarkan uji pendahuluan yang
telah dilakukan oleh Subroto (2006), peneliti Pusat
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI dan
Fujiana (2007), dimana terdapat senyawa fenolik pada
tumbuhan sarang semut (Mymecodia tuberosa Jack),
dimana sebagian besar senyawa fenolik mempunyai sifat
yang cenderung polar. Oleh karena itu perlu dilakukan
isolasi senyawa kimia khususnya fenolik pada fraksi
Metanol-Air dari umbi tumbuhan sarang semut
(Myrmecodia tuberosa Jack). Dari penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis fenolik yang terdapat

Daniel
Kimia F-MIPA Unmul

tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack).


Sedangkan maanfaat dari penelitian ini diharapkan
memberikan informasi tentang bagaimana cara
mengisolasi senyawa fenolik yang bersumber dari umbi
tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack)
pada fraksi Metanol-Air.
B. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah neraca analitik, botol besar 2500 mL, shaker bath,
pompa vakum, rotary evaporator, corong pisah, kolom
kromatografi, vial, plat kromatografi lapis tipis, alat-alat
gelas, Spektrofotometer UV, Spektrofotometer IR.
2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metanol, n-heksana, etil asetat, silika gel 60 (3570 mesh), FeCl3 1%, kertas saring, kapas, aluminium
foil, aquadest,sampel sarang semut (Myrmecodia
tuberosa Jack).
2.3. Prosedur Kerja
a. Uji Fenolik
Sebanyak
0,1
gram
ekstrak
ditambah
ditambahkan FeCl3 1% secara tetes pertetes, apabila
ekstrak menghasilkan warna hitam, hijau, merah, ungu,
biru yang kuat, itu menandakan adanya senyawa fenolik
(Harborne, 1987).
b. Ekstraksi dan Fraksinasi Fenolik
Ekstraksi senyawa fenolik yang terdapat dalam
tumbuhan dengan cara sampel sarang semut
(Myrmecodia tuberosa Jack) yang telah dihaluskan
sebanyak 250 gram dimaserasi yaitu direndam dengan
menggunakan pelarut methanol 3 x 1000 mL dan
disimpan ditempat yang terlindung cahaya matahari
sambil sekalikali dikocok. Maserasi dilakukan kembali
beberapa kali sampai diperoleh larutan yang tidak
berwarna lagi yang menandakan hasil yang negatif
terhadap fenolik. Hasil maserasi disaring dan dipekatkan
dengan rotary evaporator.
Selanjutnya
dilakukan
proses
fraksinasi
terhadap ekstrak kasar (ekstrak metanol) tersebut
berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut-pelarut
organik. Fraksinasi untuk masing-masing fraksi
dilakukan berulang kali, sampai warna pelarut pada
fraksi yang diinginkan bening. Caranya adalah
sebagai berikut; ekstrak kasar (ekstrak metanol)
dilarutkan dalam metanol:air dengan perbandingan
6:4. Dilakukan fraksinasi dengan pelarut n-heksana
dengan perbandingan 1:1 (v/v). Fraksinasi dilakukan
dengan corong pisah, sehingga diperoleh 2 fraksi,
yaitu fraksi n-heksana dan fraksi metanol-air. Fraksi
n-heksana dikeringkan dengan rotary evaporator dan

disebut sebagai fraksi n-heksana.


Fraksi metanol-air difraksinasi kembali dengan
etil asetat dengan perbandingan 1:1 (v/v). Dari fraksinasi
kedua ini akan diperoleh 2 fraksi, yaitu fraksi etil asetat
dan fraksi metanol-air. Kedua fraksi ini kemudian
dipekatkan dengan rotary evaporator dan hasilnya
disebut sebagai fraksi etil asetat dan fraksi metanol-air.
Pada fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi
metanol-air dilakukan uji skrining fitokimia untuk
mengetahui ada tidaknya senyawa fenolik dalam setiap
fraksi.
c. Pemisahan dan Pemurnian Fenolik
Pemeriksaan pendahuluan komponen fenolik
fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi metanol-air
dilakukan dengan kromatografi lapis tipis menggunakan
eluen etil asetat dan metanol. Dicari perbandingan eluen
yang baik dengan cara melihat hasil pemisahan noda
yang ada. Penampakan noda digunakan FeCl3 1%
(Harborne,1987).
Isolasi fenolik dilakukan dengan kolom
kromatografi menggunakan fase diam silika gel 60 (3570 mesh), dimana terlebih dahulu dielusi dengan pelarut
metanol : etil asetat dengan perbandingan 8 : 2 selama 24
jam sampai padat dan merata.
Ekstrak fenolik dari fraksi metanol-air
dimasukkan ke ujung kolom hingga meresap ke dalam
silika gel, selanjutnya dilakukan elusi dengan
menggunakan pelarut metanol-etil asetat dengan
perbandingan 8 : 2, hingga terjadi pemisahan fenolik
melalui kolom kromatografi.
Ditampung
fraksi
yang
keluar
dengan
menggunakan vial masing-masing 10 ml dan
dimonitoring dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi
yang mempunyai harga Rf sama digabung, dan Rf yang
berbeda dipisahkan.
Masing-masing hasil dari pemisahan dilakukan
rekristalisasi menggunakan metanol, sehingga diperoleh
kristal yang lebih murni. Hasil rekristalisasi diamati
dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan
berbagai eluen. Kemudian dilakukan karakterisasi
berdasarkan titik lebur, spektrum UV dan spektrum IR.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Penelitian
Sebanyak 250 gram Umbi tumbuhan sarang semut
(Myrmecodia tuberosa Jack) diekstraksi dengan cara
maserasi menggunakan metanol. Ekstrak kasar metanol
umbi tumbuhan sarang semut kering yang dimaserasi
diperoleh seberat
39,0664 gram. Ekstrak kasar
metanol difraksinasi menggunakan n-heksana, etil asetat
dan metanol. Hasil masing-masing fraksi disajikan
selengkapnya pada Tabel 1.

Kimia F-MIPA Unmul

Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 1, November 2010


Kimia F-MIPA Unmul

ISSN 1693-5616

Tabel 1. Rendemen isolat tiap fraksi dari umbi tumbuhan


sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack)
Rendemen/Kadar
Berat
Rendemen
Ekstrak
Tahapan proses
Ekstrak kasar metanol
39,0664 gram
15,63 %
Fraksi n-heksana

1,0425 gram

2,69 %

Fraksi Etil Asetat

1,0729 gram

2,75 %

Fraksi Metanol-air

4,7447 gram

12,15 %

Sebanyak 1 gram ekstrak umbi tumbuhan sarang


semut dari metanol- air dikromatografi kolom dengan
metode Isokratik dan diperoleh 156 vial. Vial-vial yang
diperoleh dimonitor dengan KLT menggunakan eluen
methanol : etil asetat dengan perbandingan :2 dengan

penampak noda adalah larutan FeCl3 1%. Vial-vial yang


memiliki Rf sama digabungkan ke dalam satu fraksi
gabungan. Setelah semua monitoring KLT dilakukan
diperoleh 10 fraksi gabungan seperti yang terlihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Fraksi hasil kromatografi kolom yang telah diuji KLT


Fraksi

Nomor
vial

A
B
C
D
E
F
G
H
I
J

1 - 15
16 - 23
24 - 30
31 - 40
40 - 66
71 - 86
87 - 98
99 - 121
122 - 140
141 - 156

Dari hasil kromatografi kolom, pada fraksi


metanol-air setelah dimonitoring dengan KLT terdapat
fraksi yang memberikan noda tunggal tanpa adanya
fluoronsensi warna. Fraksi itu adalah fraksi C; E; G; H
dan I. Tetapi fraksi yang diambil adalah fraksi C; E; G
dan H (fraksi gabungan), karena fraksi-fraksi tersebut
memberikan noda dengan harga Rf yang sama yaitu 0,54.
Setelah dimurnikan diperoleh kristal fenolik berwarna
kuning kecoklatan sebanyak 33,89 mg.
Pada uji KLT senyawa fenolik tersebut
memberikan nilai Rf 0,52 dengan eluen metanol : etil
asetat (8:2) sedangkan nilai Rf pada berbagai pelarut
pada metanol 0,82; etil asetat 0,33 dan n-heksana 0. Titik
lebur dari senyawa fenolik hasil isolasi adalah 224-228
o
C.
Spektrum UV-Vis fraksi gabungan memberikan
serapan pada panjang gelombang 263 dan 334 nm.
Sedangkan spektrum inframerah fraksi gabungan
memberikan serapan pada gelombang 3351,83; 2945,33;
2833,04; 1741,00; 1655,03; 1451,60; 1215,67 dan
1091,70 cm-1 .
Kimia F-MIPA Unmul

Jumlah Noda
Tidak
Fluorosensi
Fluorosensi
1
1
1
1
2
1
1
1
3.2. Pembahasan
a. Ekstraksi dan Fraksinasi Senyawa Fenolik
Sebanyak 250 gram umbi tumbuhan sarang
semut kering diekstraksi dengan pelarut metanol dengan
cara maserasi (direndam dengan pelarut organik) pada
suhu ruang selama 3x24 jam sambil sesekali dikocok
dengan shakerbath. Perendaman sampel tumbuhan akan
mengakibatkan pemecahan dinding dan membran sel
akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel
sehingga metabolit sekunder yang berada di dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan
ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur
perendaman yang dilakukan (Darwis, 2000).
Pelarut metanol merupakan pelarut yang paling
banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik
bahan alam karena dapat melarutkan hampir seluruh
golongan metabolit sekunder. Maserasi dilakukan
berulang kali hingga filtratnya tidak berwarna lagi dan
menunjukkan negatif adanya fenolik melalui uji
fitokimia. Penyaringan untuk memisahkan ekstrak dari
sampel dilakukan dengan menggunakan pompa vakum
melalui corong Buchner. Filtrat dikumpulkan kemudian

Daniel
Kimia F-MIPA Unmul

diuapkan pelarutnya secara vakum menggunakan


rotavapor pada suhu 40oC hingga diperoleh ekstrak kasar
metanol sebesar 39,0664 gram. Evaporasi dilakukan
pada suhu 35-40oC untuk menghindari kerusakan
senyawa metabolit sekunder karena beberapa senyawa
metabolit sekunder mudah rusak pada suhu tinggi
(Robinson, 1995).
Ekstrak metanol yang diperoleh difraksinasi
dengan pelarut n-heksana terlebih dahulu, lalu
dilanjutkan dengan pelarut etil asetat. Fraksinasi
bertujuan untuk memisahkan metabolit sekunder yang
terkandung dalam ekstrak metanol berdasarkan
kepolaran pelarut yang digunakan..
Ekstrak kasar metanol dilarutkan kembali dengan
metanol-air dengan perbandingan 6:4 (Lopes, 2004).
Setelah itu ekstrak difraksinasi dengan n-heksana
terlebih dahulu dengan tujuan agar seluruh metabolit
sekunder yang bersifat nonpolar akan terpisahkan.
Fraksinasi dengan n-heksana dilakukan berulang-ulang
hingga larutan hasil fraksinasi dengan n-heksana tidak
berwarna lagi. Fraksinasi dilanjutkan dengan etil asetat.
Fraksinasi dengan etil asetat juga dilakukan berulangulang hingga larutan hasil fraksinasi dengan etil asetat
tidak berwarna lagi. Dengan fraksinasi berulang-ulang
diharapkan metabolit sekunder yang terkandung benarbenar terpisah. Dari hasil fraksinasi diperoleh tiga fraksi
yaitu fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi
metanol-air.
Terhadap setiap fraksi dilakukan uji fitokimia
untuk mengetahui ada tidaknya senyawa fenolik. Uji
senyawa fenolik dilakukan dengan menambahkan sedikit
larutan FeCl3 1%. Terbentuknya warna hijau, merah,

ungu, kuning atau jingga, biru atau hitam yang kuat


menunjukkan adanya senyawa fenolik (Harborne, 1987).
Berdasarkan
hasil
uji
senyawa
fenolik
menunjukkan bahwa pada fraksi etil asetat dan fraksi
metanol-air positif terdapat senyawa metabolit sekunder
senyawa fenolik dengan terbentuknya warna hitam.
Sedangkan pada fraksi n-heksana memberikan hasil yang
negatif (tidak terjadi perubahan warna).
Masing-masing fraksi kemudian diuapkan
pelarutnya secara vakum menggunakan rotavapor pada
suhu 40oC sehingga seluruh pelarut benar-benar
teruapkan. Pada fraksi etil asetat diperoleh ekstrak kasar
sebesar 1,0729 gram dan pada fraksi metanol-air 4,7447
gram. Sedangkan pada fraksi n-heksana diperoleh
ekstrak kasar sebesar 1,0425 gram.
Sedikitnya jumlah ekstrak yang diperoleh dari
setiap fraksi kemungkinan disebabkan dari proses
evaporasi, karena rotavapor yang digunakan tidak
memiliki pengatur tekanan yang standar. Hal ini dapat
terlihat dari banyaknya pelarut yang hilang. Sehingga
kemungkinan senyawa metabolit sekunder tersebut ikut
tertarik bersama pelarut yang hilang pada proses
tersebut.
b. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Fenolik
Fraksi metanol-air diperiksa lebih lanjut dengan
kromatografi lapis tipis (KLT). Pada KLT ini digunakan
5 jenis perbandingan eluen yang tampak pada tabel 4.3.
Setelah itu semua plat KLT dilihat dibawah lampu UV
dengan panjang gelombang () 365 nm untuk
mengetahui apakah ada fluorisensi warna yang tampak
pada plat KLT (Markham, 1988). Setelah itu plat
disemprot dengan
FeCl3 1% (Harborne, 1987).

Tabel 3. Hasil Kromatografi Lapis Tipis fraksi Metanol-Air


Perbandingan Eluen
Jumlah
Nilai Rf
(Metanol : Etil Asetat)
Noda
9:1
4
0,23
0,33
0,45
0,59
8:2
6
0,14
0,21
0,32
0,41
0,49
0,59
5:5
2
0,26
0,54
3:7
1
0,23
1:9
-

Dari Tabel 3 terdapat perbedaan jumlah noda yang


terbentuk pada masing-masing eluen. Pada metanol : etil
asetat (9:1) terbentuk 4 noda. Noda pertama dan ketiga
tidak tampak, sedangkan noda kedua dan keempat
tampak (berwarna cokelat muda). Sedangkan pada

metanol : etil asetat (8 : 2) terbentuk 6 noda. Noda


pertama, kedua, keempat dan kelima tidak tampak,
sedangkan noda ketiga dan keenam tampak (berwarna
coklat muda).
Kimia F-MIPA Unmul

Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 1, November 2010


Kimia F-MIPA Unmul

ISSN 1693-5616

Pemisahan yang baik adalah pada metanol:etil


Hasil kromatografi kolom yang telah diperoleh
asetat (8:2), hal ini terlihat dari jumlah noda yang
ditampung di dalam vial mesing-masing 10 mL. Vialterbentuk. Sedangkan pada metanol:etil asetat (9:1)
vial yang diperoleh diangin-anginkan selama seminggu
kemungkinan ada noda yang tidak terpisah dengan baik,
agar pekat dan mudah terdeteksi waktu di KLT.
dan noda tersebut terpisah dengan baik pada metanol:etil
Hasil kromatografi kolom yang telah dipekatkan
asetat (8:2). Sehingga noda yang terbentuk lebih banyak
kemudian di KLT kembali dengan eluen metanol : etil
daripada noda yang terbentuk pada metanol:etil asetat
asetat (8:2) dan dengan penampak noda FeCl3 1%
(9:1).
(Harborne, 1987) dan diuapi dengan amonia (Markham,
Hasil KLT pada eluen metanol:etil asetat (8:2)
1988). Diperoleh hasil pada fraksi C; E; G dan H
terdiri dari noda tampak dan tak tampak. Noda tampak
terbentuk noda tunggal tanpa fluorisensi warna jika
merupakan noda yang langsung terlihat pada plat KLT,
dilihat di bawah lampu UV = 365 nm dan memberikan
biasanya berupa bercak warna yang nyata. Dalam hal ini
nilai Rf yang sama, yaitu 0,54. Kemudian fraksi-fraksi
terjadi pada noda ketiga dan keenam yang membentuk
tersebut digabung dan dimurnikan melalui proses
warna coklat muda sebelum disemprot dengan FeCl3 1%
rekristalisasi untuk mendapatkan kristal yang murni.
dan tidak ada fluorisensi warna. Setelah disemprot
Hasil rekristalisasi diperoleh padatan kristal berwarna
dengan FeCl3 1% noda yang terbentuk berubah menjadi
kuning kecoklatan seberat 33,89 mg. Pada uji KLT
abu-abu gelap. Hal ini menandakan noda ini positif
dengan eluen metanol : etil asetat (8:2) diperoleh Rf 0,54,
senyawa fenolik. Sedangkan noda tak tampak hanya bisa
sedangkan pada berbagai pelarut Rf yang diperoleh
dilihat dibawah lampu UV, hal ini terjadi pada noda
metanol 0,82; etil asetat 0,33 dan heksana 0.
pertama, kedua, keempat dan kelima. Noda-noda
tersebut hanya memberikan fluorisensi warna. Berkas
c. Karakterisasi Senyawa Fenolik
warna ini semakin jelas setelah diuapi amonia
Senyawa fenolik dikarakterisasi melalui titik
membentuk warna biru muda. Setelah disemprot FeCl3
lebur, spektrum UV-Vis dan spektrum IR. Titik lebur
1%, noda membentuk warna abu-abu terang. Hal ini
isolat adalah 224228 oC, dimana analisis dilakukan di
menandakan noda-noda tersebut termasuk golongan
Universitas Gajah Mada. Dari hasil analisa spektroskopi
flavonoid yang merupakan salah satu golongan fenolik.
inframerah senyawa hasil isolasi memperlihatkan
Dari hasil KLT ini dilanjutkan dengan
serapan kuat pada spektrum 3315,83 cm-1 yang
kromatografi kolom untuk memisahkan senyawa yang
menunjukkan adanya ulur O-H dan spektrum ini
ada pada fraksi metanol-air menjadi sebuah senyawa
mengindikasikan adanya inti aromatik yang didukung
yang tunggal dan murni. Berdasarkan hasil KLT, maka
munculnya serapan pada daerah 885,74 cm-1 dan 776,74
metode yang digunakan adalah metode Isokratik. Metode
cm-1 yang diperkirakan sebagai corak subtitusi pada inti
ini digunakan berdasarkan pemisahan noda yang baik
aromatik. Spektrum serapan pada 1655,03 cm-1
pada proses KLT, dalam hal ini yang dipakai adalah
menunjukkan adanya ulur C = C dari inti aromatik
metanol:etil asetat (8:2).
(Sudjadi, 1983 dan Mulja, 1995). Terdapat pula serapan
Kromatografi kolom dimulai dengan mengisi
pada spektrum 2945,33 cm-1 dan 2833,04 cm-1 yang
kolom kromatografi dengan serbuk penjerap silika gel
merupakan ulur C H alifatik. Hal ini diperjelas dengan
(35-70 mesh) sebagai fasa diamnya (Markham, 1988).
adanya serapan pada 1451,60 cm-1 yang menunjukkan
Silika gel disuspensikan lebih dahulu dengan
adanya CH3 (Sudjadi, 1983).
metanol:etil asetat (8:2) dimasukkan ke dalam kolom
Serapan kuat pada 1741,00 cm-1 menunjukkan
yang dasarnya telah diberi kapas dan didiamkan
adanya ulur C = O karbonil. Gugus karbonil ini berada
semalam untuk memadatkan kolom. Setelah itu 1 gram
dalam siklik yang membentuk cincin C pada kerangka
fraksi
metanol-air
dipreadsorbsi
dengan
cara
flavon (Sudjadi, 1983) dan lebih diperjelas dengan
melarutkannya dengan sedikit metanol dan ditambahkan
adanya spektrum pada serapan 1215,67 cm-1
dengan silika gel dengan perbandingan jumlah yang
menunjukkan adanya ulur C O dan juga adanya
sama. Hasil preadsorpsi dimasukkan ke dalam kolom.
spektrum pada serapan 1091,70 cm-1 menunjukkan
Kemudian proses elusi siap dimulai dengan eluen yang
adanya ulur COC (Sudjadi, 1983 dan Mulja, 1995).
sama.
Tabel 4. Tabel Spektrum Infra Merah Senyawa Isolat
No

Gugus

Keterangan

Ulur O H

Serapan pada spektrum 3351,83 cm-1

C H (alifatik)

Serapan pada spektrum 2945,33 dan 2833,04 cm-1

Ulur C = O (gugus karbonil)

Serapan kuat pada spektrum 1741,00 cm-1

Ulur C = C (aromatik)

Serapan medium pada 1655,03 cm-1

Ulur C O C

Serapan pada spektrum 1091,70 cm-1

Ulur C O

Serapan kuat pada spektrum 1215,67 cm-1

Kimia F-MIPA Unmul

Daniel
Kimia F-MIPA Unmul

Hasil analisa spektrum UV-Vis dengan pelarut


metanol senyawa isolat memberikan serapan pada
panjang gelombang 263 dan 334 nm. Berdasarkan
literatur, data spektrum UV-Vis senyawa isolat sesuai
dengan spektrum senyawa fenolik golongan flavonoid.
Spesifik spektrum golongan senyawa flavonoid adalah
terbentuk dua serapan pada daerah 250 270 nm dan
330 350 nm (Harborne, 1987). Jadi dari data hasil
spektroskpi UV-Vis dapat diperkirakan termasuk dalam
senyawa fenolik golongan flavonoid, dimana terdapat 2
buah spektrum yang termasuk dalam range spektrum
spesifik golongan flavonoid.
Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur
poliketida, yaitu kondensasi dari tiga unit asetat atau
malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari
rantai propana berasal dari jalur fenilpropanoida (jalur
shikimat). Pada golongan flavon ketiga atom karbon dari
rantai propana mengalami perubahan sehingga memiliki
gugus gugus karbonil dan membentuk siklik (Markham,
1988)
Panjang gelombang 263 nm diperkirakan berasal
dari senyawa inti aromatik benzene dari proses eksitasi
elektron -* dan juga pengaruh dari adanya substitusi
oleh OCH3 atau O alkil pada posisi orto atau meta.
Sedangkan pada panjang gelombang 334 nm
diperkirakan berasal dari adanya gugus aromatik benzene
dan pengaruh adanya gugus karbonil, sehingga eksitasi
elektron yang terjadi adalah -* yang berasal dari inti
aromatik benzena, selain itu adanya gugus karbonil
menyebabkan eksitasi elektron n-* yaitu eksitasi
elektron yang berasal dari elektron sunyi oksigen
karbonil ke orbital anti ikatan rangkap gugus karbonil itu
sendiri. Selain itu kepolaran pelarut yang digunakan
dapat mempengaruhi panjang gelombang absorpsi,
dimana kenaikan kepolaran pelarut untuk elektron yang
bertransisi n* akan memberikan pergeseran biru atau
hipokromik (penurunan panjang gelombang) yang
disebabkan ikatan hidrogen dengan keadaan dasar
elektron n yang lebih mantap dibandingkan keadaan *,
namun sebaliknya untuk transisi elektron * dengan

kenaikan polaritas pelarut akan menimbulkan pergeseran


merah (kenaikan panjang gelombang) yang disebabkan
oleh pelarut yang polar akan memantapkan keadaan *.
Jadi karena pelarut yang digunakan pada proses analisis
UV-Vis adalah metanol (kenaikan kepolaran) maka
untuk elektron yang bertransisi n* akan mengalami
penurunan panjang gelombang, sedangkan untuk
elektron yang mengalami transisi * akan mengalami
kenaikan panjang gelombang (Mulja dan Suharman,
1995).
D. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah :
1. Senyawa
fenolik
dapat
diisolasi
dengan
menggunakan kromatografi kolom dengan metode
elusi Isokratik, dimana hasil KLT senyawa isolat
dengan eluen metanol : etil asetat (8 : 2)
memberikan nilai Rf 0,52; pada metanol 0,82 dan
etil asetat 0,33
2. Golongan senyawa fenolik yang bersumber dari
umbi tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa
Jack) diduga adalah senyawa fenolik golongan flavonoid
yang berbentuk padatan kristal berwarna kuning
kecoklatan dengan titik lebur 224 228 oC. Sedangkan
pada spektrum UV-Vis memberikan spektrum serapan
pada panjang gelombang 263 dan 334 nm. Pada
spektrum IR senyawa isolat memberikan serapan pada
3315,93; 2945,33; 2833,04; 1741,00; 1655,03; 1451,60;
1215,67; 1091,70; 885,74 dan 776,74 cm-1.
4.2. Saran
1. Perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut seperti 1HNMR, 13C-NMR dan MS untuk mengetahui
kepastian struktur senyawa fenolik golongan
flavonoid yang bersumber dari umbi tumbuhan
sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack).
2. Perlu dilakukan pengujian dengan pereaksi geser
agar diketahui struktur spesifik dari isolat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Darwis, D. 2000. Uji Kandungan Fitokimia Metabolit Sekunder : Metode Lapangan dan Laboratorium. Workshop
Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. DITJEN DIKTI
DEPDIKNAS. Padang. 9-14 Oktober 2000.
2. Efdi, M. 1999. Isolasi Alkaloid dari Daun Tumbuhan Ophiorrhiza cf. kunstleri King. Makalah Seminar Hasil Program
Pasca Sarjana. Padang. Universitas Andalas.
3. Harborne, I.B., 1987. Metode Fitokimia (Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan). Terjemahan K.
Padmawinata dan I. Soediso. Bandung : ITB.
4. Mulja, H. M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Universitas Airlangga Press.
5. Robinson, T. 1995. Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.
6. Subroto, M. A. 2006. Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Jakarta : Penebar Swadaya.
7. Subroto, M. A. 2006. Sebuah Pedang Bermata Dua. http://www.trubus-online. com/argtj?id=p.
8. Sudjadi, M. S. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung: Ghali Indonesia.
9. Suriawiria, U. 2000. Obat Mujarab dari Pekarangan Rumah. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
10.Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. Terjemahan L. Setyono dan A.
Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : Kalman Media Pusaka.

Kimia F-MIPA Unmul

Anda mungkin juga menyukai