Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Mangga

2.1.1. Morfologi Tumbuhan Mangga

Mangga adalah tanaman buah asli dari India. Kini, tanaman ini tersebar di berbagai
penjuru dunia termasuk Indonesia. Tanaman Mangga dapat tumbuh dengan baik di
dataran rendah dan berhawa panas. Akan tetapi, ada juga yang dapat tumbuh di daerah
yang memiliki ketinggian hingga 600 meter di atas permukaan laut. Batang pohon
Mangga tegak, bercabang agak kuat. Kulit tebal dan kasar dengan banyak celah-celah
kecil dan sisik-sisik bekas tangkai daun. Warna kulit batang yang sudah tua biasanya
coklat keabuan sampai hitam. Pohon Mangga yang berasal dari biji pada umumnya
tegak, kuat dan tinggi sedangkan yang berasal dari sambungan atau tempel lebih
pendek dan cabang membentang. Daun yang masih muda biasanya berwarna
kemerahan, keunguan, atau kekuningan yang kemudian hari akan berubah pada bagian
permukaan sebelah atas menjadi hijau mengkilat, sedangkan bagian permukaan bawah
berwara hijau muda. Bunga Mangga biasanya bertangkai pendek, jarang sekali yang
bertangkai panjang, dan berbau harum seperti bunga lili. Kelopak bunga biasanya
bertaju 5. Buah Mangga termasuk buah batu yang berdaging, dengan ukuran dan
bentuk yang sangat berubah-ubah bergantung pada macamnya, mulai dari bulat, bulat
telur, hingga lonjong memanjang. Panjang buah kira-kira 2.5 -3.0 cm. Kulit buah agak
tebal berbintik-bintik kelenjar, hijau kekuningan atau kemerahan bila masak. Daging
buah jika masak berwarna merah jingga, kuning, berserabut atau tidak, manis sampai
masam dengan banyak air dan berbau kuat sampai lemah. Biji berwarna putih, gepeng
memanjang tertutup endokrap yang tebal, mengayu dan berserat. Biji ini terdiri dari,
ada yang monoembrional dan ada pula yang poliembrional (Rukmana,1997).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Sistematika Tumbuhan Mangga

Sistematika Tumbuhan Mangga adalah sebagai berikut :


Kingdom

: Plantae

Devisi

: Spermatophyta

Class

: Dicotylendonae

Ordo

: Anarcardiales

Famili

: Anarcardiaceae

Genus

: Mangifera

Spesies

: Mangifera indica L

2.1.3. Manfaat Tumbuhan Mangga

Bagian tumbuhan Mangga yang paling penting dan berguna dalam kehidupan manusia
sehari-hari, terutama bagi kesehatan adalah getah, kulit batang, buah muda, dan buah
masak. Getah Mangga dari bagian batang atau ranting dapat dimanfaatkan sebagai
obat tradisional untuk penyakit luar, seperti eksim, kudis, dan gatal-gatal. Penyakit
rematik atau persendian nyeri dapat diobati dengan menggunakan kulit batang pohon
Mangga. Buah Mangga muda selain dapat digunakan sebagai manisan, juga berkhasiat
sebagai obat beberapa jenis penyakit. Di India Mangga yang masih hijau digunakan
sebagai obat gangguan darah, empedu, dan

saluran pencernaan. Memakan buah

Mangga muda secara teratur mempunyai daya penyembuh gangguan darah, karena
menambah kelenturan pembuluh darah, membantu pembentukan sel-sel baru,
mencegah pendarahan, dan menyembuhkan sariawan. Selain itu buah Mangga muda
dapat berkhasiat untuk mengatasi diare, disentri, wasir dan sembelit (Rukmana, 1997).

2.1.4. Khasiat Tumbuhan Mangga

Para ahli meyakini mangga adalah sumber karotenoid yang disebut beta crytoxanthin,
yaitu bahan penumpas kanker yang baik. Mangga juga kaya vitamin, antioksidan
seperti vitamin C dan E. Satu buah mangga mengandung tujuh gram serat yang dapat
membantu sistem pencernaan. Sebagian besar serat larut dalam air dan dapat menjaga

Universitas Sumatera Utara

kolesterol agar tetap normal. Mangga memiliki sifat kimia dan efek farmakologis
tertentu, yaitu bersifat pengelat (astringent), peluruh urine, penyegar, penambah nafsu
makan dan antioksidan. Kandungan asam galat pada Mangga sangat baik untuk
saluran pencernaan. Sedangkan kandungan riboflavinnya sangat baik untuk kesehatan
mata, mulut, dan tenggorokan. Buah Mangga juga mengandung senyawa flavonoida.
Kandungan flavonoida dalam buah Mangga yang mempunyai gugus hidroksi bebas
dapat menghambat aktivitas sitokrom.

2.2. Senyawa Flavonoida

Flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam
dan yang memiliki potensial sebagai antioksidan serta bioaktifitas sebagai obat.
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk
daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini
berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yang
terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah.
Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di
dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang
tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988).

Sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau kirakira 1 x 109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan
dengannya. Sebahagian besar tanin pun berasal dari flavonoida. Jadi flavonoida
merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.

Flavonoida merupakan senyawa 15 karbon yang umumnya tersebar di seluruh


dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoida yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga
terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu dapat menyerap
cahaya tampak, dan ini yang membuatnya berwarna.

Universitas Sumatera Utara

Sebagian besar flavonoida yang terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul
gula sebagai glikosida dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai berupa
senyawa tunggal. Disamping itu sering ditemukan campuran yang terdiri dari
flavonoida yang berbeda klas. Misalnya antosianin dalam mahkota bunga yang
berwarna merah, ungu dan biru. Piigmen ini juga terdapat di berbagai bagian
tumbuhan lain, misalnya buah tertentu batang, daun, dan bahkan akar. Sering
flavonoida terikat di sel epidermis. Flavonoida dalam tumbuhan mempunyai fungsi
sebagai pigmen warna, fungsi fisiologis dan patologi, aktivitas farmakologi dan
flavonoida dalam makanan.

Senyawa flavonoida dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan


sehingga baik untuk pencegahan kanker. Manfat lain dari flavonoida ini adalah untuk
melindungi sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, anti fertilasi,
antidiabetes, diuretik dan sebagai antibiotik (Ulya,2007).

2.2.1. Struktur dasar senyawa flavonoida

Senyawa flavonoida mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon, dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk
susunan C6 C3 C6.
Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai berikut:
A

Gambar 1. Kerangka dasar senyawa flavonoida

Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.

HO

HO

A
C3

OH

C6

C3

C6

Universitas Sumatera Utara

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

H3CO

HO
A
HO

C3

H3CO

C6

OH

OCH3
O
A
C3
OCH3

C6

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi


R
C6 (A)

C3

R'
R''

R = R = H, R = OH
R = H, R = R = OH
R = R = R = OH
(juga, R = R = R = H)

(Sastrohamidjojo, 1996)

2.2.2. Biosintesa dari Flavonoida

Pola biosintesa flavonoida pertama kali disarankan oleh Birch. Menurut Birch, pada
tahap-tahap pertama dari biosintesa flavonoida suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan
tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2 + C2 + C2).Kerangka C15 yang dihasilkan
dari kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi
yang diperlukan.
Adapun cincin A dari struktur flavonoida berasal dari jalur poliketida, yakni
kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom
karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shkimat). Dengan
demikian, kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua
jalur biosintesa yang utama untuk cincin aromatik, yakni jalur shkimat dan jalur asetat
malonat.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Hubungan jenis monomer Flavonoida

Universitas Sumatera Utara

Senyawa-senyawa flavonoida yang terdapat dalam semua bagian tumbuhan


tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit kayu, dan akar. Akan tetapi,
senyawa flavonoida tertentu seringkali terkonsentrasi dalam suatu jaringan tertentu,
misalnya antosianidin adalah zat warna dari bunga, buah dan daun.

Sebagian besar dari flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida,


dimana unit flavonoida terikat pada suatu gula. Oleh karena itu, ada baiknya bila pada
kesempatan ini diingatkan kembali bahwa secara umum, suatu glikosida adalah
kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan
glikosida. Pada prinsipnya ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari
alkohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula.

Pada hidrolisa oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponenkomponennya menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding, dan alkohol yang
dihasilkan ini disebut agliko. Lazimnya, residu gula dari glikosida flavonoida alam
ialah glukosa, ramnosa, galaktosa, dan gentibiosa sehingga glikosida tersebut masingmasing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida.

Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono, di atau triglikosida, dimana satu,


dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoida terikat oleh gula.
Poliglikosida larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam pelarut-pelarut organik
seperti eter, benzen, klorofom, dan aseton.

Dari segi struktur, senyawa-senyawa flavonoida turunan flavon dapat dianggap


sebagai 2-arilkromon. Oleh sebab itu, sebagaimana kromon dan kumarin, flavonoid
dapat dideteksi berdasarkan warnanya dibawah sinar tampak atau sinar ultraviolet.oleh
karena itu, karakterisasi flavonoida akhir-akhir ini lazimnya dilakukan dengan
pengukuran-pengukuran spektrofotometri.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau
kecuali alga. Flavonoida yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O- glikosida, isoflavon Cdan O-glikosida dan dihidrokhalkon, proantosinidin dan antosianin. Golongan flavon,
flavonol, khalkon, flavanon, dan isoflavon juga sering ditemukan dalam bentuk
aglikonnya.

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari


kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam
tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana
posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin
heterosiklik yang baru (cincin C).

Senyawa-senyawa flavonoida terdiri dari beberapa jenis, tergantung pada


tingkat oksidasi dari rantai propan dari sistem 1,3 diaril propan. Dalam hal ini, flavan
mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini dianggap sebagai
senyawa induk dalam tatanama senyawa-senyawa turunan flavon.

Dari berbagai jenis flavonoid tersebut, flavon, flavonol, dan antosianin adalah
jenis yang banyak ditemukan di alam, sehingga seringkali dinyatakan sebagai
flavonoida utama. Sedangkan jenis-jenis flavonoida yang tersebar di alam dalam
jumlah yang terbatas ialah khalkon, flavanon dan leukoantosianidin.

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga


menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum
sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan
glikosida (Harborne, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Flavonoida O-Glikosida
Flavonoida biasanya terdapat sebagai flavonoida O-glikosida, pada senyawa tersebut
satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula engan ikatan
hemiasetal yang tidak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida
menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air (cairan). Sifat terakhir ini
memungkinkan penyimpanan flavonoida di dalam vakuol sel. Walaupun gugus
hidroksil pada setiap posisi dalam inti flavonoida dapat diglikosilasi.

Glukosa merupakan gula yang sangat penting umum terlibat, walaupun


galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa sering juga terdapat. Gula lain yang
kadang-kadang ditemukan ialah alosa, manosa, fruktosa, apiosa dan asam glukuronat
serta galakturonat.

Flavonoida C-glikosida

Gula juga terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat
langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tidak tahan asam.
Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang terikat pada atom C
hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida. Jenis gula yang
terlibat ternyata jauh lebih sedikit daripada jenis gula pada O-glikosida, biasanya dari
jenis glukosa yang paling umum (misalnya viteksin, orientin), dan juga galaktosa
(misalnya apigenin 8-C galaktosida), ramnosa (misalnya violantin), xilosa (misalnya
visenin -1) dan arabinosa. Jenis aglikon flavonoida yang terlibat juga sangat terbatas.
Walaupun isoflavon, flavanon, dan flavonol kadang-kadang terdapat dalam bentuk
C-glikosida, sebegitu jauh hanya flavon C- glikosida yang paling lazim ditemukan.

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan


keragaman pada rantai C3 yaitu :

1. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai

Universitas Sumatera Utara

antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O
OH
O
Struktur flavonol

2. Flavon

Flavon berbeda dengan

flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan

3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon stabil terhadap asam kuat dan eternya yang mudah
didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium klorida dalam
pelarut inert. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin.
Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling
umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui
ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida.

Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa


flavonoid.
8
7
6
5

2'

9 O

4'

2
1'
4

10

3'

6'

5'

Struktur flavon

Universitas Sumatera Utara

3. Isoflavon

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia
berubah menjadi coklat.

O
Struktur Isoflavon

4. Flavanon

Flavanon (biasanya sebagai glikosida) terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di


dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari
tanaman genus prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah
neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

Struktur Flavanon

5. Flavanonol

Universitas Sumatera Utara

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O
OH
O
Struktur Flavanonol

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.

OH
OH
HO

OH

OH

Struktur Katekin

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan


berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.

Universitas Sumatera Utara

O
OH
OH

HO

Struktur Leukoantosianidin

8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan
buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau
glikosilasi. Antosianin ini umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan
tumbuhan tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di
lumut tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae
mengandung jenis lain dari flavonoida.

O
OH
Struktur Antosianin

9. Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air. (Harborne, 1996)

Universitas Sumatera Utara

Struktur Khalkon
10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)

O
HC
O
Struktur Auron

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana


semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
Golongan flavonoida
Antosianin

Penyebaran
pigmen

bunga

Ciri khas
merah larut dalam air, maks 515-545 nm,

marak,dan biru juga dalam bergerak dengan BAA pada kertas.


daun dan jaringan lain.
Proantosianidin

terutama tan warna, dalam Menghasilkan


daun

tumbuhan berkayu.

antosianidin

(warna

dapat diekstraksi dengan amil alkohol)


bila jaringan dipanaskan dalam HCl
2M selama setengah jam.

Flavonol

Terutama

ko-pigmen Setelah

tanwarna dalam bunga

hidrolisis,

berupa

bercak

kuning murup pada kromatogram

sianik dan asianik; tersebar Forestal bila disinari dengan sinar UV;
luas dalam daun.

maksimal spektrum pada 330 350

Universitas Sumatera Utara

Flavon

Seperti flavonol

setelah hidrolisis, berupa bercak coklat


redup pada kromatogram Forestal;
maksimal spektrum pada 330-350 nm.

Glikoflavon

Seperti flavonol

Mengandung gula yang terikat melalui


ikatan

C-C;

bergerak

dengan

pengembang air, tidak seperti flavon


biasa.
Biflavonil

tanwarna;

hampir Pada kromatogram BAA beupa bercak

seluruhnya terbatas pada redup dengan RF tinggi .


gimnospermae.
Khalkon dan auron

Pigmen

bunga

kadang-kadang

kuning, Dengan amonia

terdapat maksimal spektrum 370-410 nm.

juga dalam jaringan lain


Flavanon

berwarna merah

Berwarna merah kuat dengan Mg /

tanwarna; dalam daun dan HCl; kadang kadang sangat pahit .


buah

terutama

dalam

Citrus )
Isoflavon

tanwarna; sering kali dalam Bergerak

pada

kertas

dengan

akar; hanya terdapat dalam pengembang air; tak ada uji warna
satu suku,Leguminosae

yang khas.

2.2.4. Metoda isolasi senyawa flavonoida

a. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Chowdhurry

Pada metoda ini, daun tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu sebanyak 100 gram.
Lalu diekstraksi dengan Petroleum Eter (60-80 oC) dalam alat soklet selama 10 jam.
Selanjutnya diekstraksi dengan Benzena selama 10 jam. Ekstrak Benzena diuapkan
pelarutnya, menghasilkan semipadat berwarna coklat. Lalu dilarutkan dalam Eter dan
dipisahkan dalam suasana asam, basa dan netral. Fraksi pertama (ada empat macam)
masing-masing 50 ml dielusi dengan Benzena memberikan residu padat dengan titik
lebur 151-152 oC.

Universitas Sumatera Utara

Kristalisasi dengan Metanol menghasilkan senyawa flavonoida (I), kristal


tidak berwarna dengan titik lebur 156 oC. Penelitian ini juga dilakukan oleh Dreyer,
L., D.,dengan melakukan pengukuran titik lebur, kromatografi lapis tipis dengan
Spektrum Infra Merah. Dari fraksi lima sampai delapan masing-masing dilarutkan
dengan Benzena lalu menghasilkan zat padat berwarna kuning terang dengan titik
lebur 191-193 oC. Kristalisasi dilakukan dengan Metanol menghasilkan Hibiscetin
Hepta Metil Eter, titik lebur 196-197 oC, kristal berwarna kuning sebanyak 50 gram
(Chowdhurry, 1971).

b. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Joshi

Daun tumbuhan yang telah dikeringkan diekstraksi dengan n-heksana, lalu ekstrak nheksana dikromatografi kolom dengan fasa diam alumina, menghasilkan kristal
dengan titik lebur 125-126 oC sebanyak 0,1%. Diidentifikasi, ekotin C23H26O10.
(Joshi, 1969).

c. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Dreyer, L.D

Dalam metoda ini, daun diekstraksi dengan Aseton, kemudian pelarut dievaporasi dan
diperoleh ekstrak pekat. Ektrak pekat yang diperoleh dikromatografi kolom dengan
menggunakan alumina sebagai fasa diam dan Benzena sebagai fasa gerak hingga
dihasilkan residu. Lalu direkristalisasi dengan campuran etil asetat : n-heksana dan
dilanjutkan dengan Metanol. Diperoleh kristal kuning terang, diidentifikasi sebagai
3,3`,4`,5,5`,6,7-hepta metoksi flavon dengan titik lebur 156-157oC (Dreyer, 1968).

d. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Harborne

Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak
MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan,
diasamkan dengan H2SO4 2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan
Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar pertengahan
(Terpenoida atau senyawa Fenol) (Harborne, 1996).

Universitas Sumatera Utara

2.2.5. Sifat kelarutan flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang
akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar
seperti Etanol (EtOH), Metanol (MeOH), Butanol (BuOH), Aseton, Dimetilsulfoksida
(DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada
flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih
mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas
dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon
yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform
(Markham, 1988).

2.3. Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponenkomponen lainnya.
Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam suatu golongan (Muldja, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Kromatografi

Kromatografi melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan perbedaan


tertentu yang dimiliki oleh senyawanya. Perbedaan yang dapat dimanfaatkan meliputi
kelarutan dalam berbagai pelarut serta sifat polar. Kromatografi biasanya terdiri dari
fasa diam (fasa stationer) dan fasa gerak (fasa mobil).

Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang
bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood, 1981).

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat sifat dari fasa diam,
yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut
kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa
gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi
yaitu:
1. Fasa gerak cairfasa diam padat (kromatografi serapan):
a.kromatografi lapis tipis
b.kromatografi penukar ion
2. Fasa gerak gasfasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3. Fasa gerak cairfasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi
kertas.
4. Fasa gerak gasfasa diam zat cair, yakni :
a. kromatografi gascair
b. kromatografi kolom kapiler

2.3.1.1. Kromatografi lapis tipis

Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan untuk
mengenali komponen tertentu.

Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar,
biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu
pengembangan 30 menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase

Universitas Sumatera Utara

yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang.
Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap
atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam
pelarut atau campuran pelarut. Umumnya, fase diam bersifat polar, dan senyawa polar
akan melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa tak polar akibat interaksi
tarik-menarik dipol. Senyawa polar cenderung berdekatan dengan tempat semula
dibandingkan senyawa tak polar. Senyawa tak polar kurang melekat erat pada fase
diam polar sehingga bergerak maju lebih jauh ke atas lempeng. Jadi, jarak tempuh ke
atas lempengan merupakan cerminan polaritas senyawa. Peningkatan polaritas pelarut
akan menurunkan interaksi senyawa dengan fase diam sehingga memungkinkan
senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada lempeng.

Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik


alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat
yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau
sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah
pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan
salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat
kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu (Gritter,1991).

Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida


ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut
Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.
4. Isolasi flavonoida murni skala kecil
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap
dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas
(Markham, 1988).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.2. Kromatografi kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode


kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada
kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan
tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena
aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan
berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan


hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran
flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti
selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen
memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi
dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988).

2.3.1.3. Harga Rf (Reterdation Factor)

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang


diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan
jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang
ditempuh oleh tiap bercak

dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk

mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan


dengan harga Rf senyawa pembanding.

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan


Rf =
Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan
(Sastrohamidjojo, 1991).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Kristalisasi
Pengkristalan kembali (rekristalisasi) melibatkan pemurnian suatu zat padat dengan
jalan melarutkan zat padat tersebut, mengurangi volume larutannya dengan
pemanasan, dan kemudian mendinginkan larutan. Dengan memanaskan larutan,
pelarut akan menguap hingga larutan mencapai titik lewat jenuh. Saat larutan
mendingin, kelarutan akan berkurang secara cepat dan senyawa mulai mengendap.

Agar rekristalisasi berjalan dengan baik, kotoran setidak-tidaknya harus dapat


larut dalam pelarut untuk rekristalisasi atau mempunyai kelarutan lebih besar daripada
senyawa yang diinginkan. Jika hal ini tidak dipenuhi, kotoran akan ikut mengkristal
bersama senyawa yang diinginkan (Stephen,2003).

2.3.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan
bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan
suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap
komponen lain dalam campuran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:


1. Tipe persiapan sampel
2. Waktu Ekstraksi
3. Kuantitas pelarut
4. uhu pelarut
5. Tipe pelarut

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi.


Maserasi merupakan cara penyaringan sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut selama beberapa hari dengan temperatur kamar yang
terlindungi dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyaring serbuk halus
yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam pelarut.

Universitas Sumatera Utara

Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya yang sederhana. Sedangkan


kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup
lama, pelarut yang digunakan lebih banyak.

Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan


berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, Eter, Benzena,
Kloroform, Etil asetat, Etanol, Metanol, dan Air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif


terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotarievaporator
(Harborne, 1996).

2.4. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimiafisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.

Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan
spektrofotometer dan data yang keluar dari instrumen ini disebut spektrum atau
spektra. Spektra dapat diartikan berupa rentangan (range) panjang gelombang atau
frekuensi. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus
disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan
detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe tipe dari adanya gugus


fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi
yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.

Universitas Sumatera Utara

Walaupun spektrum Inframerah merupakan kekhasan sebuah molekul secara


menyeluruh gugus atom tertentu memberikan penambahan pita-pita pada kerapatan
tertentu, ataupun bangun molekul selebihnya. Keberlakuan seperti itulah yang
memungkinkan kimiawan memperoleh informasi tentang struktur yang berguna serta
mendapatkan acuan bagi peta umum frekuensi gugus khas (Silverstein,1986).

2.4.1. Spektrometri ultra violet

Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung
pada struktur ultra elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet dan terlihat dari
senyawa-senyawa organik yang berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara
tingkatan-tingkatan tenaga elektronok. Disebabkan karena hal ini, maka serapan
radiasi ultraviolet/terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Transisitransisi tersebut biasanya antara orbital ikatan dan orbital ikatan atau orbital pasangan
bebas dengan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang
serapan adalah merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari
orbital-orbital yang bersangkutan (Sastrohamidjojo,1991)

Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut


Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada
rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan
kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat
flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi
yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta
kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada
panjang gelombang yang tinggi.

Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut:


(Markham,1988)

Universitas Sumatera Utara

maksimum

utama (nm)

maksimum

(nm)

(dengan

tambahan Jenis flavonoida


intensitas

nisbi)
475-560

275 (55%)

Antosianin

390-430

240-270 (32%)

Auron

365-390

240-260 (30%)

Kalkol

350-390

300 (40%)

Flavonol

250-270

300 (40%)

Flavonol

330-350

tidak ada

Flavon dan biflavonil

300-350

tidak ada

Flavon dan biflavonil

275-295

310-330 (30%)

Flavanon dan flavononol

225

310-330 (30%)

Flavonon dan flavononon

310-330

310-330 (25%)

Isoflavon

2.4.2. Spektrofotometri infra merah (FT-IR)

Spektrofotometri inframerah sangat penting dalam kimia modren, terutama dalam


daerah organik. Spektrofotometri jenis ini biasanya digunakan untuk menetapkan
gugus fungsional yang terdapat pada sampel. Namun demikian, spektroskopi
inframerah ini tidak dapat memberikan informasi mengenai struktur sebanyak yang
diberikan spektroskopi resonansi magnetik inti proton (1H-NMR).

Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai untuk
mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan. Dalam bidang fisika bahan,
seperti bahan bahan polimer, inframerah juga dipakai untuk mengkarakterisasi
sampel. Suatu kendala yang menyulitkan dalam mengidentifikasi senyawa dengan
inframerah adalah tidak adanya aturan yang baku untuk melakukan interpretasi
spektrum. Karena kompleksnya interaksi dalam vibrasi molekul dalam suatu senyawa
dan efek-efek eksternal yang sulit dikontrol seringkali diprediksi teoretik tidak lagi
sesuai. Pengetahuan dalam hal ini sebahagian besar diperoleh secara empiris dan
pengalaman.

Universitas Sumatera Utara

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi
getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1
(panjang gelombang lebih daripada 100 m) diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi putaran energi molekul.

Penyerapan energi elektromagnetik dari berbagai panjang gelombang


menghasilkan berbagai eksitasi dalam molekul. Radiasi Inframerah misalnya
bersesuaian dengan energi yang berkaitan dengan getaran molekul. Sebuah cuplikan
yang ditempatkan di dalam spektrofotometer Inframerah dan dikenal radiasi IR yang
berubah panjang gelombang secara berkesinambungan menyerap cahaya jika radiasi
yang masuk bersesuaian dengan energi getaran molekul tertentu. Spektrofotometer
Inframerah memayar daerah rentangan dan lenturan daerah molekul. Penyerapan
radiasi dicatat dan menghasilkan sebuah spektrum Inframerah. Satuan yang ada
kaitannya dengan frekuensi dikenal dengan bilangan gelombang yang dinyatakan
(cm-1) (Stanley, 1988).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk
menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut
dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis
jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali,
karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat pusat vibrasi, melainkan
karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (interaksi) beberapa
pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan vibrasi
lentur.
Vibrasi regang
Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak
simetri.
2.Vibrasi lentur
Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau

Universitas Sumatera Utara

vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa
twisting (Noerdin, 1985)

2.4.3. Spektrofotometri resonansi magnetik inti proton (1H-NMR)

Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton merupakan alat yang berguna pada
penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai
berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi
mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap
lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen
(Cresswell, 1982).

Spektroskopi resonansi magnetik nuklir yang paling umum dikenal sebagai


spektroskopi

H-NMR, adalah nama yang diberikan kepada teknik yang

mengeksploitasi sifat magnetik inti tertentu. Frekuensi resonansi, penyerapan energi


dan intensitas sinyal sebanding dengan kekuatan medan magnet.

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti pada umumnya digunakan untuk :


1. Menentukan jumlah proton yang dimiliki lingkungan kimia yang sama
pada suatu senyawa organik.
2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik.

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua


proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa
memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tungal dalam spektrum NMR. Di
dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan
medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton
dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya
perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin
besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang
dihasilkan yang melawan medan yang digunakan (Bernasconi, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah
tetrametilsilan (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban seacara
kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS
memberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi
daripada hampir semua proton organik (Silverstein, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai