Anda di halaman 1dari 41

TERJEMAH RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

KARYA HADRATUS SYEKH KH. HASYIM ASYARI



Alih Bahasa : Ust. Ahmad Zainul Hakim, S.EI


PONDOK PESANTREN
DARUS SHOLAH
Jl. M. Yamin 25 Tegal Besar Kaliwates Jember Phone (0331 334521)
Untuk kalangan sendiri
@2006
KARAKTERISTIK ASWAJA
YANG ADAPTIF MENGAWAL PERKEMBANGAN ZAMAN
Oleh : Zainul Hakim
I. PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti
yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72
Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk
nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai
rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi"
yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para
sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah
golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya.
Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut
berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau
Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus
Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman
Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali
(direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur
Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya
dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para
sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan
kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang
Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari
Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu
sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam

penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan
yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari
golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai
Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka
ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala".
Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan
diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul
jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara
serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran
Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil
Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana
pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam
kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERENGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah
terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri
dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para
sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk
segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab
Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi
kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan
apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini
bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar
Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian
menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifatsifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam
seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali
karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman.
Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber
pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah
(Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih
(jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala

bentuk penyerupaan (tasybih)


III. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua
kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan
konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama
senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya.
Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin
Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri,
Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok
orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka
marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan
dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah
Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah
antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan
tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang
dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya
kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang
terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini
memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka
tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang
diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan
menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan
"kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalildalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka
memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami
oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan
anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna.
Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan
apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari.
Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang
diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan
kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli
Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari
berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubahrubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara
tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut
Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat)
merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa
yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il
Muslimin wa Salafil Maadhin)
IV. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi

hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih
memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth,
I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang
mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak
mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis,
tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan
perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq,
sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh
mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan
NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi
dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa
paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan
pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian
disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari
merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan
usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak
filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan
dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang
memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga
merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah?
Simak dan telaahlah terjemahan kitab beliau RISALAH AHLI SUNNAH WAL JAMA'AH
berikut ini..


MUKADDIMAH / PENGANTAR

Segala Puji dan Keagungan senantiasa kita curahkan kepada Dzat yang telah berfirman di
dalam kitabnya Al - Qur'an yang berfungsi sebagai pemberi penjelasan, ialah Dzat yang
paling benar Qoulnya.
.
Dialah Dzat yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq,
agar dimenangkannya terhadap semua agama, sekalipun orang-orang musyrik membencinya
Rahmad tadzim dan keselamatan mudah-mudahan tetap terlimpah curahkan kepada
junjungan kita, nabi yang menjanjikan syafaat-nya kepada kita, Rasul yang menjadi wasilah
kita untuk menuju Tuhan, ialah Nabi Muhammad Saw yang telah bersabda :
, . ,
.
Sungguh sebenar-benarnya hadits / ucapan adalah kitabullah Al-Qur'an. Sebaik-baiknya
petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad Saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara baru yang tidak berdasar agama, setiap perkara yang baru adalah bidah, segala
bidah adalah penyimpangan, dan setiap penyimpangan adalah bermuara pada Neraka.

Risalah ini adalah merupakan karya besar yang memuat beberapa doktrin ajaran yang sangat
berfaidah, juga beberapa pembahasan yang sangat dibutuhkan oleh kaum Muslim dalam
rangka mengokohkan Aqidah agamanya, agar mereka masuk dalam bingkai Firqah alNajiyah, golongan yang selamat yakni Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah. Dalam kitab ini
penulis melakukan counter terhadap para ahli Dlolalah / para pembuat bidah yang
merupakan sumber dari segala sumber kebohongan.
Dari itulah kitab ini merupakan Hujjah, argumentasi dan dalil, serta penjelasan yang sangat
mendasar bagi kemuliaan kaum muslimin, untuk kemudian dapat mengantarkan keselamatan
dan kebahagiaan mereka, dengan ini pula penulis melakukan indoktrinasi melalui beberapa
aqidah yang benar Ala thariqati Ahli Sunnah Wal Jamaah.
Saat ini, kaum muslimin sangat membutuhkan doktrin-doktrin ajaran yang benar, karena
sungguh telah terjadi pencampuradukan ajaran dikalangan orang-orang yang mulia (para
pemegang otoritas keagamaan) dengan orang-orang awam yang merendahkan martabat
keagamaan, hingga tampak terjadi pembiasan, kesamaran antara yang Haq dan yang
Bathil. Banyak orang yang bodoh mulai berani maju berfatwa, padahal wawasan dan
pemahaman mereka terhadap kitabullah dan sunnah Rasulillah SAW. sangat cupet dan kerdil.
Al-Qur'an telah datang untuk memberi penjelasan segala permasalahan secara detail dan
terhindar dari segala pencampuradukan dan penyimpangan. Dengan demikian sangatlah
memungkinkan dan seharusnya kaum Muslimin dapat terselamatkan dari kebodohan dan
kesesatan, hingga apa yang mereka ucapkan Muwafiq/selaras dengan apa yang mereka
perbuat.
Penulis kitab ini Hadratus Syaikh al Allamah Muhammad Hasyim Asyari, adalah salah
seorang ulama terkemuka Indonesia dan termasuk pencetus berdirinya jamiyah Nahdlotul
Ulama yakni sebuah Organisasi kemasyarakatan yang telah dengan konsisten memegangi
Sunnata Khatamin Nabiyyiin, menjaga dan membentengi thariqah atau jalan hidup yang
telah dibangun oleh Salafuna al Sholih.
Mudah-mudahan Allah Swt. melimpahkan segala kebaikan dan ampunan-Nya kepada beliau,
semua orang tua beliau dan seluruh keturunan beliau. Engkaulah Dzat yang Maha
Pengampun. Mudah-mudahan Allah SWT. memberikan kemanfaatan atas kitab dan
keilmuwan beliau bagi seluruh kaum Muslimin dan menjadikannya sebagai cahaya yang
menghidupkan sunnah Rasulillah Saw.
Demikian, Rahmad Keagungan Allah Swt mudah-mudahan terlimpah curahkan pada baginda
nabi besar Muhammad Saw, seluruh keluarganya, dan Sahabat-Sahabatnya, wa
Alhamdulillah Alamin.
Tebuireng, 1 Rajab 1418 H
Pengantar dari cucu penulis
Muhammad Ishom Hadziq

MUKADDIMAH
Bismillahi al - Rahman al - Rahiem
Segala puji bagi Allah, Al Hamdulillah sebagai sebuah ungkapan rasa syukur atas segala
anugerah Nya, Rahmat tadzim dan keselamatan mudah-mudahan terlimpah curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh keluarganya. Apa yang akan hadir dalam kitab
ini, saya tuturkan beberapa hal antara lain : Hadits hadits tentang kematian dan tanda-tanda
hari Qiamat, penjelasan tentang Al Sunnah dan Al Bidah dan beberapa hadits yang

berisi nasehat-nasehat agama


Kepada Allah Dzat Yang Maha Mulia kutengadahkan jari jemari dengan penuh
kekhusyuan, kumohonkan agar kitab ini memberikan manfaat untuk diri kami dan orangorang bodoh semisal kami. Mudah-mudahan Allah menjadikan amal kami sebagai amal
shalihah Liwajhillah al Kariem, karena Ia-lah Dzat yang Maha dermawan penuh kasih
sayang. Dengan segala pertolongan Allah Dzat yang disembah, penyusunan kitab ini dimulai.
SEBUAH PASAL
PENJELASAN TENTANG AL SUNNAH DAN AL BIDAH
Lafadz Al Sunnah dengan dibaca dlammah sinnya dan diiringi dengan tasydid,
sebagaimana dituturkan oleh Imam Al Baqi dalam kitab Kulliyat-nya secara etimologi
adalah Al Thariqah, jalan, sekalipun yang tidak diridloi.
Menurut terminologi syara : Al Sunnah merupakan Al Thoriqoh, jalan atau cara
yang diridloi dalam menempuh agama sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rosulillah Saw
atau selain beliau, yakni mereka yang memiliki otoritas sebagai panutan di dalam masalah
agama seperti pada para sahabat R.A.
Hal ini didasarkan pada sabda nabi :

Tetaplah kalian untuk berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnahnya Al Khulafaur
Rasyidin, setelahku.
Sedangkan menurut terminologi Urf adalah pengetahuan yang menjadi jalan atau pandangan
hidup yang dipegangi secara konsisten oleh tokoh yang menjadi panutan, apakah ia sebagai
nabi ataupun wali. Adapun istilah Al Sunny merupakan bentuk penisbatan dari lafadz Al
Sunnah dengan membuang ta marbuthah.
Lafadz Al Bidah sebagaimana dikatakan oleh Al Syekh Zaruq di dilam kitab Iddati al
Murid menurut terminologi syara adalah : "Menciptakan hal perkara baru dalam agama
seolah-olah ia merupakan bagian dari urusan agama, padahal sebenarnya bukan, baik dalam
tataran wacana, penggambaran maupun dalam hakikatnya. Hal ini didasarkan pada sabda
nabi SAW :

Barang siapa menciptakan perkara baru didalam urusanku {yakni masalah agama}, padahal
bukan merupakan bagian daripadanya, maka hal itu ditolak
Dan sabda Rasul :

Dan segala bentuk perkara yang baru adalah bidah
Para ulama menjelaskan tentang esensi dari makna dua hadits tersebut di atas yakni, perkara
baru yang menjadi bidah adalah segala sesuatu yang dijadikan rujukan bagi perubahan suatu
hukum dengan mengukuhkan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan ibadah tetapi
diyakini sebagai konsepsi ibadah. Jadi bukanlah segala bentuk pembaharuan yang bersifat
umum karena kadang-kadang bisa jadi perkara baru itu berlandaskan dasar-dasar syariah
secara asal sehingga ia menjadi bagian dari syariat itu sendiri, atau berlandaskan Furu al
Syariah sehingga ia dapat dikiaskan atau dianalogkan kepada syariat.
Al Syekh Zaruq lantas membuat tiga ukuran (mizan) dalam hal ini yakni : pertama ; harus
dilihat keberadaan perkara baru tersebut, jika didalamnya didapati termasuk dalam koridor

hukum syariat dengan dukungan dalil atau dasar yang mengukuhkannya, maka bukanlah
dinamakan bidah. Namun bila didalamnya terdapat beberapa dalil yang tampaknya
kontradiktif sehingga terjadi kesamaran, dan muncul beberapa interpretasi dalam beberapa
pandangannya, maka beberapa pandangan itu harus ditelaah ulang, mana yang paling unggul
untuk dijadikan rujukan dasar.
Pertimbangan kedua adalah dengan melihat beberapa kaidah-kaidah perundangan yang telah
dibakukan oleh para imam mujtahid dan pengamalan para Salafuna al Sholih sebagai
tuntunan Thariqah al Sunnah, jika ternyata perkara itu bertentangan dengan dasar-dasar
di atas melalui beberapa pertimbangan, maka jelas tidak dapat diterima. Namun bila terjadi
kecocokan dalam pandangan kaidah-kaidah perundang-undangan maka dapatlah diterima,
sekalipun dikalangan para Imam Mujtahid sendiri terjadi perbedaan pendapat baik secara far
maupun asal. Segala sesuatu itu mengikuti pada asalnya berikut dalilnya, sehingga apapun
yang diamalkan oleh para Salafuna al Sholih dengan berlandaskan pada kaidah-kaidah para
Imam dan diikuti oleh kelompok Khalaf, maka tidaklah sah bila hal itu dianggap sebagai
bidah madzumah, dan segala bentuk prilaku yang tidak dilakukan atau ditinggalkan oleh
para Salafuna al Shalih dengan kerangka pandangan yang jelas maka tidaklah sah pula hal
itu dianggap sebagai tuntunan atau sunnah, dan bukan pula harus dianggap sebagai perkara
yang terpuji.
Berkaitan dengan suatu dasar yang telah ditetapkan oleh Salafuna al Shalih tetapi tidak
menjadi prilaku hidup mereka, maka Imam Malik berpendapat bahwa hal itu dianggap
sebagai bidah dengan dalih bahwa mereka tidak akan meninggalkan segala sesuatu
perbuatan apapun kecuali didalamnya ada perintah untuk meninggalkan perkara tersebut.
Imam Al Syafii berpandangan lain, bahwa hal itu tidaklah dianggap sebagai bidah,
walaupun Salafuna al Shalih tidak mengerjakannya, karena bisa jadi mereka meninggalkan
perbuatan tersebut dikarenakan ada udzur yang menimpa mereka untuk melakukan hal itu
pada suatu waktu, atau mereka meninggalkannya karena ia memilih untuk melakukan sesuatu
yang lebih utama dari ketetapan tersebut. Dan karena segala bentuk hukum itu bisa jadi
diambil atas dasar dzatiah persoalan terkait, atau dipengaruhi oleh kondisi psikologi dan sosio
historis orang yang mensyariatkannya.
Para ulama juga berbeda pendapat dalam menyikapi persoalan yang tidak termasuk dalam
kerangka sunnah, namun tidak ada dalil yang menentangnya bahkan juga tidak ada
kesamaran di dalamnya. Imam Malik menganggap hal itu sebagai bidah, dan Imam Syafii
menyatakan hal itu bukanlah bidah. Dalam hal ini Imam Syafii berlandaskan pada sebuah
hadits :

Segala sesuatu yang aku tinggalkan karena belas kasihan terhadap kalian semua adalah
diampuni
Syekh Zaruq berpandangan bahwa : berkaitan dengan mizan yang kedua ini, beliau
mencontohkannya dengan terjadinya perbedaan pandangan diantara para ulama tentang
hukumnya membuat kepengurusan jamiyyah, membaca dzikir dengan keras, dan
melangsungkan doa bersama. Karena didalam hadits ada semacam support atau al Targhib
di dalam hal ini, sekalipun Salafuna al Sholih tidak melakukannya sehingga dengan hal ini
tidaklah setiap orang yang menyepakati hal itu dianggap sebagai pembuat bidah dalam
pandangan orang yang berpendapat lain, jika ternyata pendapat tersebut bertolak belakang
dengan dalil-dalil hukum yang diambil sebagai hasil ijtihadnya, selagi tidak melampui batas
wilayah yang diperkenankan baginya. Dan tidaklah sah pula perkataan seseorang yang
memiliki pendapat berbeda itu dipergunakan untuk membatalkan pendapat lain yang bertolak
belakang karena adanya kesamaran dalam memproses kesimpulan hukumnya. Bila dalam
persoalan ini dilegalkan segala bentuk upaya pembatalan pendapat orang lain, maka yang

terjadi adalah klaim pembidahan terhadap seluruh prilaku umat.


Sebagaimana telah diketahui bahwa sesungguhnya hukum Allah Taala dalam kerangka yang
bersifat ijtihadiyah dan pada wilayah furuiyah, bagi seorang mujtahid akan sangat
memungkinkan untuk dimunculkan ijtihad baru, baik hasil ijtihad baru itu mendapatkan
pembenaran dari hanya seorang saja atau lebih.
Rasulullah Saw bersabda :
,
: .
Sungguh seseorang tidak akan dapat melaksanakan sholat fardu Ashar kecuali
diperkampungan Bani Quradloh, lantas para sahabat mendapati masuknya waktu sholat
Ashar ketika masih diperjalanan, sebagian dari mereka berkata : kita diperintahkan untuk
bergegas (dalam melakukan / mendirikan sholat) dan mereka melakukan sholat diperjalanan.
Sebagian dari sahabat yang lain berkata : kita diperintahkan untuk melakukan sholat di sana
(perkampungan Bani Quraidloh), lantas mereka mengakhirkan sholat, dan Rasulullah Saw.
tidak mencaci maki kepada salah seorangpun diantara mereka.
Sikap Rasululah yang sedemikian begitu menyejukkan, dan menunjukkan keabsahan untuk
melakukan sesuatu amal sesuai dengan apa yang dapat mereka pahami dari sabda Nabi
sebagai Al Syari, sumber persyariatan, karena pemahaman tersebut tidaklah dilandasi oleh
hawa nafsu.
Mizan yang ketiga adalah pertimbangan yang bersifat membedakan yang didasarkan pada
beberapa kriteria hukum yang otentik, hal ini akan bersifat tafsili, atau terperinci. Dengan
mizan ini sebuah persoalan akan dapat diklasifikasikan dalam enam bentuk hukum syariat
yakni : wajib, sunnah, haram, makruh, khilaful aula dan mubah. Segala bentuk persoalan itu
diilhaqkan dengan dalil tersebut, dan jika tidak memiliki dalil maka dapatlah dikatakan
sebagai bidah. Melalui mizan ini, banyak dari hukum yang kemudian mengistilahkan
identitas hukum dari sebuah persoalan tersebut dengan bidah wajibah, nadbiah, tahrimah,
karohah, khilafal aula dan bidah ibadah tetapi hanya dalam istilah kebahasaan saja untuk
memberikan kemudahan.

Lebih spesifik lagi Syekh Zaruq membagi bidah kedalam tiga kelompok yakni Bidah
Shorihah yaitu suatu persoalan yang ditetapkan tanpa berlandaskan dalil syari dan tidak
mencocoki pada sebuah masalah yang telah mendapatkan ketetapan hukum syara apakah
wajib, sunnah, mandub atau yang lainnya. Bidah ini pada akhirnya membunuh potensi
sunnah dan membatalkan perkara yang haq, bentuk ini adalah seburuk-buruknya bidah,
meskipun daripadanya dikemukakan sejumlah alasan pada kerangka usul maupun furu
tetaplah tidak dapat mempengaruhi keshorihan bidah-nya. Kedua Al bidah al
Idlofiyah yaitu bidah yang disandarkan pada sebuah perintah dimana bila perintah itu
diterima sebagai sandaran bidah tersebut maka tidaklah sah terjadinya saling
mempertentangkan keberadaan perkara tersebut, apakah sebagai sunnah ataupun bidah tanpa
perselisihan sebagaimana tersebut di muka.
Ketiga, Al Bidah al Khilafiyah, yaitu bidah yang dilandasi oleh dua dalil yang saling
tarik menarik diantara keduanya, disatu sisi dia berkata : ini didasarkan pada sumber ini, dan
pendapat yang lain menyatakan bidah, dan ia menyangkal dengan dalil yang bertolak
belakang, dan ia menyatakan sunnah, sebagaimana contoh kasus di atas yakni tentang
membuat kepengurusan jamiyyah atau majlis dzikir dan doa bersama.
Al Allamah Imam Muhammad Waliyuddin al Syibtsiri dalam Syarah Al Arbain al
Nawawiyah memberikan komentar atas sebuah hadits nabi :

Barang siapa membuat persoalan baru atau mengayomi atau setidaknya mendukung
seseorang yang membuat pembaharuan, maka ditimpakan kepadanya laknat Allah.
Masuk dalam kerangka interpretasi hadits ini yaitu berbagai bentuk transaksi/akad-akad
fasidah, menghukumi dengan kebodohan, berbagai bentuk penyimpangan terhadap ketentuan
syara dan lain-lain. Keluar dari bingkai pemahaman terhadap hadits ini yakni segala hal yang
tidak keluar dari dalil syara terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah ijtihadiyah
dimana tidak terdapat korelasi yang tegas antara masalah-masalah tersebut dengan dalildalilnya kecuali sebatas dhon, persangkaan mujtahid. Seperti menulis Mushaf, meluruskan
pendapat-pendapat Imam madzhab, menyusun kitab Nahwu, ilmu hisab dan lain-lain. Karena
itulah Imam Ibnu Abdi al - Salam membagi perkara-perkara yang baru itu ke dalam hukumhukum yang lima. Beliau lantas membuat batasan ; Bidah adalah melakukan sesuatu yang
tidak disaksikan dizaman Rasulullah Saw, apakah beridentitas wajib seperti mengajar ilmu
Nahwu, dan mempelajari lafadz-lafadz yang gharib (jarang ditemui dan maknanya sulit
dipahami), baik yang terdapat didalam Al-Qur'an ataupun Al- Sunnah dimana pemahaman
terhadap syariah menjadi tertangguhkan pada sejauhmana seseorang dapat memahami
maknanya,. ataupun berstatus haram seperti paham madzhab Qodariah, Jabariah dan
Majusiah, atau juga berstatus mandlubah seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok
pesantren dan madrasah-madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak disaksikan pada
zaman generasi pertama Islam. Dan bidah yang berstatus makruhah seperti menghiasi
Masjid dan memperindah Mushaf, bidah yang beridentitas Mubahah seperti bersalamsalaman atau mushofahah setelah sholat Shubuh dan Ashar, berlebih-lebihan dalam
menyajikan menu-menu makanan dan minuman yang serba nikmat, bernecis-necis dalam
berpakaian , dan lain-lain.
Setelah kita mengetahui apa yang telah dituturkan di muka kita tahu bahwa adanya klaim
bahwa ini adalah bidah, seperti memakai tasbih, melapatkan niat, tahlilan ketika kirim doa
dan sedeqah setelah kematian karena tidak ada larangan untuk bersedeqah, menziarahi
makam dan lainlain, maka kesemuanya bukanlah merupakan bidah. Dan sesungguhnya
perkara-perkara baru seperti penghasilan manusia yang diperoleh dari pasar pasar malam,
bermain undian pertunjukan tinju, gulat dan lain-lain adalah termasuk seburuk- buruknya
bidah.
PASAL
MENJELASKAN TENTANG :
BAGAIMANA MASYARAKAT JAWA BERPEGANG TEGUH PADA MADZHAB
AHLI AL SUNNAH WA AL JAMAAH
TENTANG KAPAN LAHIRNYA BIDAH DAN PENYEBARANNYA DITANAH
JAWA
TENTANG MACAM-MACAM PERILAKU AHLI BIDAH YANG TERJADI DI
ZAMAN INI.

Masyarakat Muslim di pulau Jawa tempo dulu memiliki pandangan dan madzhab yang sama,
memiliki satu reverensi dan kecenderungan yang sama. Semua masyarakat Jawa ketika itu
menganut dan mengidolakan satu madzhab yakni Imam Muhammad bin Idris Al- Syafii dan
didalam masalah teologi atau aqidahnya mengikuti madzhab Imam Abu Hasan al Asyari
dan di bidang Tasawuf mengikuti madzhab Imam al Ghazali dan Imam Abi al Hasan al
Syadili, Rodiallahu Anhum Ajmain.
Pada perkembangan selanjutnya di tahun 1330 H. muncul beberapa golongan yang
bermacam-macam, dan mulai timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang
bertebaran, dan pertikaian dikalangan para pemimpin. Diantara mereka ada yang beraviliasi

pada kelompok Salafiyyin, golongan Tradisional yang tetap eksis berpegang teguh pada
doktrin ajaran yang diinginkan Salafuna al Shalih , bermadzhab kepada satu madzhab
tertentu, berpegang kepada kitab-kitab mutabarah yang beredar, mencintai ahlul bait, para
wali dan orang-orang yang sholih, mengharap berkah mereka baik yang masih hidup maupun
yang telah wafat, melakukan ritus ibadah berupa ziarah kubur, mentalqin mayit, shadaqah
untuk mayit dan menyakini adanya syafaat atau pertolongan, kemanfaatan doa, mengerjakan
tawassul dan lain-lain.
Sebagian dari masyarakat kita terdapat kelompok yang mengikuti pendapat Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridlo, yang menyepakati pendapat yang menyatakan bidahnya beberapa
hal diatas sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab al Nadji dan Ahmad bin Taimiyah
dan dua muridnya yakni Ibnu al-Qoyyim dan Ibnu Abdi al Hadi, kelompok kedua ini secara
tegas mengharamkan apa yang telah menjadi kesepakatan kaum muslimin sebagai bentuk
ibadah sunnah, yakni pergi untuk menziarahi makam Rasulullah SAW. Firqoh ini secara terus
menerus melakukan penentangan keras terhadap kaum muslimin atas rutinitas yang mereka
jalankan.
Imam Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitab Fatawinya : Ketika seseorang itu bepergian
untuk ziarah, dan ia menyakini bahwasanya menziarahi makam Rasulillah Saw itu adalah
merupakan perbuatan taat, maka hal itu diharamkan menurut Ijma atau konsensus para
ulama'. Konsekwensi dari pengharaman ini diharapkan menjadi sesuatu yang mampu
memutuskan aktifitas tersebut. Al Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al Hanafi al
Muti di dalam kitab risalahnya yang berjudul Thahiru al Fuad min Danasi al I tiqod
mengatakan : Kehadiran firqoh atau sekte-sekte pemecah belah ini memberikan cobaan
tersendiri pada mayoritas kaum muslimin baik mereka yang salaf, kelompok tradisionalis
maupun generasi khalaf, atau kelompok modernis, sehingga kaum muslimin ketika itu
semacam tertimpa musibah keretakan dan perpecahan dikalangan mereka. Ibarat anggota
tubuh terkena penyakit yang menular, kemudian ia harus memotongnya agar tidak menjalar
atau menular pada anggota tubuh yang lain. Firqoh ini seolah-olah seperti penyakit lepra yang
harus kita hindari sejauh mungkin.
Sungguh sekte ini merupakan segolongan kaum Muslim yang mempermainkan agama
mereka sendiri, mereka mencaci maki para ulama salaf dan Khalaf, kelompok agama yang
mempermainkan agama ini berkata : "Mereka semua para ulama adalah bukanlah orangorang yang masum, tersucikan, terhindar dari kesalahan dan dosa, maka tidaklah selayaknya
untuk taqlid kepadanya, sama saja apakah mereka saat ini masih hidup ataukah sudah wafat".
Selalu saja mereka mencaci maki para ulama dan mengobarkan shubhat, mereka sebarluaskan
kesamaran tersebut dihadapan dhuafa, dan mereka berupaya untuk membutakan pandangan
orang-orang yang lemah agamanya tersebut atas diri mereka. Kesemuanya itu dimaksudkan
untuk mengobarkan permusuhan dan saling membenci, mereka berusaha mencari simpati dan
popularitas sehingga dengan leluasa mereka dapat berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka
berkata : Kebohongan harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT, padahal
mereka semua mengetahui, bahwa apa yang mereka katakan adalah untuk mengelabuhi
masyarakat awam, agar orang orang awam ini menyangka bahwa merekalah orang orang
yang mengemban tugas Amar Maruf Nahi Mungkar, merekalah orang orang yang
senantiasa memotivasi dan meyakinkan kepada manusia untuk tetap mengikuti syara dan
menjauhi bidah. Berkaitan dengan ini Allahlah Dzat yang menjadi saksi bahwa
sesungguhnya sekte inilah yang pada hakikatnya merupakan komplotan orang-orang yang
menempuh jalan bidah dan menuruti hawa nafsu.
Al-Qodli Iyad di dalam kitab Al Syifa berkata : Kerusakan yang terbesar akibat ulah
firqah ini adalah terjadinya distorsi pemahaman agama, dan kerusakan itupun merambah ke
dalam persoalan-persoalan dunia sebagai akibat dari provokasi mereka terhadap kaum
muslimin untuk bersengketa di dalam masalah agama yang kemudian merambat ke dalam

urusan-urusan dunia.
Imam AlAllamah MullauddinAly alQariy mengisyaratkan problematika ini di dalam
kitab syarahnya :
:

Sungguh Allah Taala mengharamkan khomer dan perjudian karena alasan ini, sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah : Sesungguhnya Syaitan bermaksud untuk mendatangkan
sikap permusuhan dan saling membenci diantara kalian semua melalui khomer dan
perjudian.
Termasuk dalam katagori gerakan baru yang muncul di pulau Jawa adalah sekte Syiah
Rafidloh, yakni golongan yang mencela sahabat Abu Bakar al Shiddiq dan Sayyidina Umar
Bin Khattab RA, golongan ini juga membenci para sabahat RA, dan berlebih-lebihan dalam
mencintai dan fanatik terhadap Sayyidina Ali RA dan Ahli bait. Sayyid Muhammad Di dalam
syarah Al Qomus al Munith berkata : sebagian dari mereka telah beridentitas sebagai
kafir Zindiq, mudah-mudahan Allah menjaga kita dan kaum Muslimin semuanya.
Al Qodli Iyad di dalam kitab Al Syifa juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah
bin Mughoffah RA ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda :
, ,
, ,
Takutlah kalian semua kepada Allah SWT, takutlah kalian semua kepada Allah SWT dan
berhati hatilah kalian semua dalam menyikapi para sahabatku, mudah-mudahan Allah
memberikan penjagaan kepada para sahabatku, janganlah kalian semua bermaksud buruk dan
menganiaya mereka setelah kematianku. Barang siapa mencintai mereka maka dengan
sepenuh hati aku mencintainya, Barang siapa membenci mereka maka dengan segala
kebencianku pula aku membencinya. Barang siapa membenci dan menyakiti mereka berarti
ia menyakitiku, barang siapa menyakitiku maka berarti menyakiti Allah, dan barang siapa
menyakiti Allah maka bersiaplah untuk menerima adzhab Allah".
Dan Rasulullah Saw bersabda :
.
,

Janganlah kalian semua mencaci maki para sahabatku, karena sesungguhnya akan datang di
akhir zaman nanti, sekelompok kaum yang mencela sahabat-sahabat ku, maka janganlah
kalian semua mensholati janazah mereka, janganlah kalian semua sholat bersama mereka,
janganlah kalian semua menjalin pernikahan dengan mereka. Jangan pula kalian berdiskusi
bersama mereka, jika mereka sakit, maka jangan jenguk mereka.
Dan dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda :

Barang siapa mencela sahabat-sahabatku maka bunuhlah dia
Pernyataan keras nabi ini menjelaskan kepada kita bahwa siapa saja yang menyakiti para
sahabatnya maka berarti ia menyakiti nabi, dan menyakiti nabi Saw adalah haram.
Rasulullah Saw bersabda :
, ,

Janganlah kalian semua menyakitiku melalui para sahabatku, barang siapa menyakiti
sahabat-sahabatku berarti ia menyakitiku, dan nabi juga bersabda, jangalah kalian

menyakitiku dengan cara menyakiti Aisyah dan nabi bersabda pula ; janganlah pula dengan
cara menyakiti diri Fatimah RA karena ia adalah keratan darah dagingku, menyakitiku segala
yang menyakitkan dirinya
Muncul juga sekelompok kaum yang lantas disebut sebagai sekte Abahiyyun yakni
golongan yang memperkenankan untuk melakukan apa saja yang disukai, mereka berkata :
Sesungguhnya seorang hamba, ketika ia telah sampai kepada puncak rasa cintanya, dan
hatinya telah suci dan terbersihkan dari sifat lupa, dan dia telah memilih iman daripada kufur
dan kekufuran, maka gugur dan terbebaskanlah ia dari tuntutan perintah dan larangan. Dan
tidaklah Allah akan memasukkannya ke neraka sebab melakukan dosa-dosa besar.
Sebagian dari mereka juga berkata : Bagi seorang hamba yang telah sampai pada puncak
posisi mahabbah, maka gugurlah baginya kewajiban untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang
dlohir, maka yang menjadi substansi ibadahnya adalah bertafakkur dan mempercantik akhlaq
batiniahnya. Syayid Muhammad di dalam syarah ihya nya berkata : Pernyataan ini adalah
kufur zindik dan kesesatan, tetapi golongan Abahiyyun ini memang sudah ada sejak zaman
dulu, penganutnya adalah orang-orang bodoh dan sesat mereka tidak memiliki pemimpin
yang mengerti tentang ilmu syariat sebaagimana layaknya.
Muncul pula aliran yang lantas memproklamirkan diri sebagai Tanasukhil al Arwah
kelompok yang mengaku sebagai titisan ruh-ruh yang selalu berpindah-pindah selamalamanya dari satu jasad seseorang ke jasad yang lain baik sejenis maupun berlainan jenis.
Mereka menyangka bahwa siksaan dan kenikmatan yang dirasakan oleh Arwah tersebut
didasarkan atas pertimbangan bersih dan kotornya arwah tersebut. Imam al-Syihab al-Khofaji
di dalam syarahnya kitab Al-Syifa berkata : Sungguh ahli syari telah mengkafirkan mereka
karena muatan pendapat-pendapatnya ternyata melakukan pembohongan terhadap Allah,
Rasul nya, dan kitab suci - Nya.
Sebagian lagi ada yang menganut ajaran Hulul dan Ittihad, mereka adalah orang-orang yang
menjalankan tasawufnya dengan kebodohan, mereka berkeyakinan bahwa Allah swt. adalah
wujud yang mutlak. Sesungguhnya selain dari pada Allah tidaklah ia memiliki sifat AlWujud sama sekali, sehingga bila dikatakan Al-Insanu Maujudun maka makna yang
dikehendaki adalah bahwa manusia itu memiliki hubungan dengan Al Wujud al Mutlaq
yakni Allah Taala. Al Allamah al Amir di dalam kitab Hasyiyah-nya Imam Abdi alSalam, beliau berkata : Ucapan dengan interpretasi di atas, merupakan kufur yang shorih,
karena tidaklah mungkin terjadi yang namanya hulul dan ittihad. Bila hal tersebut benar
terjadi pada diri para pembesar wali maka kejadian itu harus ditawili dengan sesuatu yang
cocok dengan kondisi dan derajat kewalian mereka. Sebagai mana faham Wahdati al Wujud
yang mereka anut. Seperti ucapan mereka
aynikadnehgnem akereM ( hallA ilaucek ini habuj malad id ada kadiT)
dengan makna bahwa apa saja yang ada di dalam jubah bahkan apapun yang wujud di dalam
seluruh alam ini, tidaklah ia terwujud kecuali atas kehendak Allah, Syaikh Muhammad al
Safarini berkata di dalam kitab Lawaaihu al Anwar : Sebagian dari tanda sempurnanya
kemarifatan adalah kemampuan seorang hamba untuk menyaksikan Tuhannya.
Setiap Arif (orang yang marifat) selama ia masih menafikan pengetahuan atas Tuhannya
pada waktu apapun maka bukanlah ia dinamakan sebagai Arif tetapi hanya disebut sebagai
Shohibul haali dimana Syuhudihi Robbahu- nya, (penyaksiannya terhadap realitas
tuhannya) hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu saja. Nah, keberadaan Shohibul haali ini
sama dengan orang yang mabuk, dimana pengetahuan spiritualnya belumlah cukup
mengukuhkan eksistensinya sebagai seorang Arif.
Menjadi jelaslah bahwa apa yang dimaksud dengan Wahdati al Wujud dan Al Ittihad
dalam madzhab tasawuf adalah bukanlah hanya sekedar menggunakan parameter apa yang
dhohir saja atau atas dasar persangkaan belaka. Dengan demikian pernyataan/statemen para
penyembah berhala yang mengatakan bahwa : Kita tidak menyembah berhala ini kecuali

hanya menjadikannya sebagai lantaran agar kita dapat mendekatkan diri kepada Dzat Allah.
Bagaimana mungkin pelaku sedemikian (Wahdati Al-Wujud) dianggap sebagai orang-orang
yang marifat (Arifin). Padahal makna yang subtansial dari ittihad itu sendiri adalah
sebagaimana dikatakan oleh Al-Aarif :

Pengetahuan anda atas segala sesuatu adalah urusan saya, inilah makna yang sesungguhnya
dinamakan sebagai Al-Ittihad.
Untuk itu jelaslah bahwa setiap umat Islam memiliki kemampuan dan kesempatan untuk
meraih maqom ini walaupun pada tingkat yang berbeda-beda.
Sengaja saya membahas secara panjang lebar terhadap sekte/golongan ini, karena saya
menyaksikan bahwa golongan inilah yang sesungguhnya paling membahayakan terhadap
kaum Muslimin dibandingkan bahaya yang dimunculkan oleh kaum kafir dan mubtadiin,
para ahli bidah. Karena mayoritas manusia mengagungkan golongan ini dan begitu
antusiasnya ia mendengarkan fatwa-fatwa mereka dengan ketidak mengertiannya terhadap
uslub-uslub atau gramatika bahasa arab.
Imam Asmui meriwayatkan sebuah hadits dari Imam Kholil dari Abi Amrin bin Ala,
beliau berkata :

Kebanyakan orang yang kafir zindik dari penduduk Irak adalah disebabkan oleh
ketidakmengertian mereka terhadap literatur Arab mayoritas dari mereka menjadi kufur
karena keyakinan mereka yang salah terhadap pemahaman Hulul dan Ittihad.
Qodli Iyadh didalam kitabnya Al Syifa mewanti-wanti : Sesungguhnya setiap bentuk
perkataan yang secara sharih, terang-terangan menafikan atau menghilangkan sifat ketuhanan
dan ke Maha Esaannya, melakukan penyembahan terhadap selain Allah atau
mempersekutukan Allah pada sesembahannya adalah merupakan bentuk kekufuran yang
nyata. Seperti juga ucapan-ucapan yang dikeluarkan oleh Kaum Duhriyah, Nasrani, Majusi,
dan orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan menyembah berhala, Malaikat,
Syetan, Matahari, bintang-bintang, dan menyembah api ataupun selain daripada Allah.
Demikian juga kekufuran itu terjadi pada orang-orang yang menyakini adanya hulul
(menempatnya Dzat Allah pada diri makhluk) dan terjadinya Al - Tanasukh (Ruh Allah
SWT menitis pada diri seorang hamba).
Kekufuran itu dapat pula terjadi pada orang yang mengakui ketuhanan Allah dan ke-Maha
Esaannya tetapi ia menyakini bahwa Allah tidaklah hidup atau bukanlah Dzat yang Qadim
(terdahulu), atau sesungguhnya Allah adalah dzat yang hadits (baru datang) dan memiliki
bentuk, atau menyangka bahwa Allah memiliki anak istri, dan bahkan ia terlahirkan dari
sesuatu yang maujud sebelum-Nya, atau sesungguhnya ada sesuatu selain Allah yang
menyertai-Nya di zaman Azali, atau menyakini bahwa ada Dzat lain selain Allah yang
menciptakan dan mengatur alam ini. Semua keyakinan dan anggapan sebagaimana disebut di
atas merupakan bentuk kekufuran menurut ijma kaum muslimin.
Demikian juga kekufuran itu terjadi pada seseorang yang menganggap dirinya dapat duduk
bersama Allah, menyertai-Nya naik ke Arasy, berbincang-bincang dengan-Nya dan meyakini
dapat menyatunya Dzat Allah pada diri seseorang sebagaimana yang difahami oleh sebagian
kaum Tasawuf, aliran kebatinan dan orang-orang Nasrani.
Termasuk bentuk kekufuran yang lain adalah : seseorang yang menyakini sifat ketuhanan dan
ke Maha Esaan Allah tetapi ia menentang pokok-pokok kenabian secara umum atau
konsepsi-konsepsi kenabian kita Muhammad Saw secara khusus. Atau salah satu dari para
nabi, dimana hal itu terjadi setelah ia mengetahui konsepsi konsepsi nash Nya, maka
tanpa keraguan ia dihukumi kafir. Demikian pula menjadi kafir seseorang yang menyatakan
bahwa Nabi kita Muhammad Saw adalah bukanlah ia yang berdomisili di Makkah dan Hijaz.

Kekufuran itu juga akan terjadi sebab beberapa hal berikut ini, antara lain : Seseorang yang
mengakui terutusnya nabi yang lain bersamaan dengan kenabian nabi Muhammad SAW atau
masih akan ada nabi lagi setelah kenabian nabi Muhammad SAW juga seorang yang
mengklaim bahwa kenabian Muhammad Saw adalah hanya dikhususkan untuk kalangan atau
golongannya sendiri (bukan Nabi yang Rahmatan lil alamin). Demikian juga terjadi
kekufuran apa bila ada seorang yang kondang sebagai ahli tasawwuf, tetapi hingga
kebablasan ia menyatakan diri bahwa ia menerima wahyu dari Allah Taala walaupun ia tidak
sampai mengaku-aku menjadi Nabi. Imam Yusuf al Ardhabili di dalam kitab Al
Anwarnya memberikan pernyataan yang tegas bahwa : Dapatlah dipastikan kekafiran itu
terjadi pada setiap orang yang mengucapkan suatu perkataan yang sebab ucapan itu umat
menjadi terjerumus pada lembah kesesatan, apalagi bila sampai meng-kafirkan sahabat,
termasuk juga setiap orang yang melakukan perbuatan dimana pekerjaan itu tidaklah muncul
atau bersumber kecuali dari orang-orang kafir seperti sujud pada salib atau menyembah api,
atau pergi menuju ke gereja-gereja bersama pengikut-pengikut gereja dengan mengenakan
atribut-atribut yang juga dipakai oleh ahli-ahli gereja seperti memakai ikat pinggang atau
yang lainnya. Demikian juga ia yang mengingkari eksistensi Makkah, Kabah, ataupun
Masjidil Haram bilamana hal itu muncul dari seorang yang menurut pandangan kita ia
sebenarnya tau dan memahami bahwa kenyataannya pergaulan mereka adalah dengan orangorang Islam.

PASAL
MENJELASKAN TENTANG KHITTAH
Kembali pada ajaran Al Shalaf al - Shalih menjelaskan maksud dari kelompok yang
disebut dengan Sawad al Adham di era ini dan pentingnya berpegang teguh pada salah
satu madzhab yang empat.

Dengan memahami apa yang telah saya kemukakan di atas, kita menyadari bahwa
sesungguhnya kebenaran yang haqiqi itu berpihak pada kalangan Al Salafiyah generasi
terdahulu yang konsisten dan survive mengugemi nilai-nilai ajaran agama yang telah
dibangun oleh ulama Al - Salaf al Shalih merekalah yang oleh Rasulillah sendiri beliau
identifikasi sebagai Al - Sawadu al - Adham (golongan mayoritas) yakni mereka yang cocok
dan menyepakati konsepsi-konsepsi agama yang ditetapkan oleh ulama-ulama Makkah,
Madinah dan ulama-ulama Al Azhar yang mulia, kesemuanya adalah menjadi panutan
kelompok ahli al Haq, sayangnya sulit sekali atau bahkan hampir tidaklah mungkin
melakukan penelitian dan pelacakan secara seksama terhadap setiap persoalan dari sejumlah
ulama-ulama ini. Karena kemasyhuran dan menyebarnya tempat domisili mereka diberbagai
daerah. Dan tidak mungkin pula dapat menghitungnya karena keberadaan mereka
sebagaimana bintang gumintang di langit.
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah haditsnya :
.
) ( ,


, :
Sesungguhnya Allah Taala memberikan jaminan bahwa umatnya tidaklah akan
bersekongkol untuk menyepakati kesesatan, keberpihakan Allah adalah pada Al Jamaah,
barang siapa yang menyimpang dari konsensus mayoritas berarti bahwa ia mengasingkan diri
menuju neraka. (HR. Al Turmudzi) Imam Ibnu Majah menambahkan : Bila terjadi

perselisihan maka pegangilah keputusan yang diambil oleh Al Aswad al - Adham


(kelompok mayoritas) dengan segala komitmen atas kebenaran mereka
Didalam kitab Al Jami Al Shagir disebutkan :

Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan umatku dari segala bentuk persekongkolan atas
perbuatan sesat
Mayoritas dari mereka yang konsisten memegangi kebenaran (Ahli al - Haq) adalah mereka
yang menjadi pengikut Imam Madzhab yang empat Al-Madzzhab al-Arbaah, mengapa
demikian ? kita tahu bahwa Imam Bukhori adalah bermadzhab Syafiiy beliau meriwayatkan
hadits dari Imam Humaidiy, Al Zafaroniy, dan Imam Karobiisiy, demikian juga Imam
Ibnu Khuzaimah dan Imam Nasai. Demikian pula pada beberapa Imam/Muhaddits yang lain
yakni : Imam Al-Syibi adalah pengikut madzhab Malikiy, Imam Mahaasibi adalah
bermadzhab Syafiiy. Imam Al Jariry merupakan Penganut setia Imam Hanafiy. Syaikh
Abdul Qadir al Jailani bermadzhab Hambaliy, Imam Abu Hasan Al Syadhili pengikut
madzhab Malikiy, dan dengan mengikuti satu madzhab tertentu akan lebih dapat terfokus
pada satu nilai kebenaran yang haqiqi, lebih dapat memahami secara mendalam dan akan
lebih memudahkan dalam mengimplementasikan amalan. Dengan menentukan pada satu
pilihan madzhab inilah berarti ia telah pula melakukan jalan yang juga ditempuh oleh Al
Salaafuna al Shaalih, mudah-mudahan keridloan Allah terlimpah curahkan pada mereka
semua, Amin.
Kita sebagai kelompok awam dari mayoritas kaum muslimin harus membulatkan tekad untuk
senantiasa bertaqwa kepada Allah swt. Haqqo al - Taqwa, dan senantiasa berharap agar
nantinya kita semua tidak mati meninggalkan dunia yang fana ini kecuali tetap mengugemi
agama Islam, kita sepakat untuk senantiasa berdamai dan melakukan rekonsiliasi dengan
mereka atau siapa saja yang berselisih. Merekatkan tali persaudaraan, bersikap dan
berperilaku baik terhadap semua tetangga, kerabat dan seluruh teman, dapat memahami dan
melaksanakan hak-hak para pemimpin, bersikap santun dan belas kasihan terhadap kaum
dluafa dan kalangan wong cilik.
Kita berusaha mencegah mereka dari segala bentuk permusuhan, saling benci-membenci,
memutuskan hubungan, hasut-menghasut, sekterianisme dan memebentuk sekte-sekte baru
yang mengkotak-kotakkan Agama, kita menghimbau pada mereka semua untuk bersatu,
bersahabat, tolong menolong dalam kebaikan, berpegang teguh pada agama Allah yang
kokoh, dan menghindari perpecahan (Dis integrasi). Hendaknya kita tetap eksis berpedoman
pada Al Kitab , Al Sunnah , dan apa saja yang menjadi tuntunan para ulama, panutan
umat yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin
Hambal Ra. Merekalah ulama yang mujma alaih, Sah untuk diikuti dan dilarang keluar dari
madzhab-madzhab mereka. Hendaknya kita juga berpaling dari segenap bentuk organisasi
organisasi baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang dibangun oleh Al
Salaf al Sholihin.
Rasulullah Saw. bersabda :

Barang siapa yang menyimpang (keluar dari Al - Jamaah ) berarti ia mengungsikan dirinya
ke beraka.
Untuk itu hendaknya kita tetap konsisten memegangi Al Jamaah (organisasi Aswaja) alaa
thariqati Al Salaf Al Shalihin.
Rasulullah saw. bersabda :

. , , , , :

Aku perintahkan pada kalian semua untuk melaksanakan lima hal, dimana Allah telah
memerintahkan hal itu padaku, yakni bersedia untuk mendengarkan, taat dan siap untuk
berjihad, melakukan hijrah dan bergabung masuk dalam bingkai Al - Jamaah. Sesungguhnya
seseorang yang berpisah dari jamaah walaupun hanya sejengkal, berarti sungguh ia telah
melepaskan ikatan tali keislamannya dari lehernya.
Sayyidina Umar bin Al Khattab ra berkata :
,

Berpegang teguhlah kalian semua pada Al Jamaah, hindarkan diri kalian dari segala
bentuk perpecahan, karena sesungguhnya syetan ketika menyertai anda seorang diri saja,
maka dengan sangat mudah ia menaklukkannya dibanding ketika ia menyertai dua orang
yang bersekutu, barang siapa bermaksud dan ingin mendapat kenikmatan hidup di dalam
surga maka tetaplah bersama Al Jamaah".
PASAL
WAJIBNYA TAQLID BAGI SESEORANG YANG TIDAK MEMILIKI KEAHLIAN
UNTUK BERIJTIHAD
Menurut pandangan Jumhuril Ulama setiap orang yang tidak memiliki keahlian untuk sampai
pada tingkat kemampuan sebagai mujtahid mutlak, sekalipun ia telah mampu menguasai
beberapa cabang keilmuan yang dipersyaratkan di dalam melakukan ijtihad, maka wajib
baginya untuk mengikuti (taklid) pada satu qaul dari para Imam Mujtahid dan mengambil
fatwa mereka agar ia dapat keluar dan terbebaskan dari ikatan beban (Taklif) yang
mewajibkannya untuk mengikuti siapa saja yang ia kehendaki dari salah satu Imam Mujtahid,
sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt :


Maka bertanyalah kalian semua kepada ahli ilmu jika kalian semua tidak mengetahui
Dengan berdasar pada ayat ini, seseorang yang tidak mengetahui diwajibkan oleh Allah Swt.
untuk bertanya, Nah bertanya itu merupakan perwujudan sikap taqlid seseorang kepada orang
yang alim. Firman Allah ini berlaku secara umum untuk semua golongan yang dikhitobi.
Secara umum pula firman Allah ini, mewajibkan kita untuk bertanya dan mempertanyakan
segala sesuatu yang tidak kita ketahui, sesuai dengan kesepakatan / konsensus Jumhur al
Ulama. Karena sesungguhnya orang yang beridentitas awam itu pasti ada sejak zaman
generasi sahabat, tabiin dan hingga zaman setelahnya, mereka wajib meminta fatwa kepada
para mujtahid dan mengikuti fatwa fatwa mereka dalam hukum-hukum syariah dan
mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk Ulama. Pertanyaan esensial yang
kemudian muncul adalah, mengapa harus mempertanyakan suatu hukum dan tuntutan syariat
yang tidak diketahui ? Karena sesungguhnya para ulamapun ketika menerima pertanyaan,
mereka seringkali segera menjawab pertanyaan tersebut to the point tanpa memberi isyaroh
untuk menuturkan dalil, di satu sisi ketika seorang ulama melarang untuk melakukan sesuatu
kepada orang yang awam, merekapun (awam) langsung menerimanya tanpa mengingkarinya.
Kondisi yang sedemikianlah yang lantas disepakati adanya kewajiban bagi orang awam untuk

mengikuti pendapat seorang mujtahid, disadari pula bahwa sama sekali orang awam itu tidak
memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami Al Kitab dan Al Sunnah dan
tentunya pemahamannya tidaklah dapat diterima jika tidak cocok dengan pemahaman ulama
ahli Al Haq yang agung dan terpilih. Sesungguhnya orang yang ahli bidah dan berperilaku
menyimpang, mereka memahami hukum-hukum secara bathil dari Al Kitab dan Al
Sunnah, pada kenyataannya apapun yang diambil oleh ahli bidah tidaklah dapat dipegangi
sebagai kebenaran.
Bagi orang awam tidak diwajibkan untuk tetap eksis / konsisten mengikuti satu madzhab saja
dalam menyikapi setiap masalah baru yang muncul. Walaupun ia telah menetapkan untuk
mengikuti satu madzhab tertentu seperti madzhabnya Imam Al - Syafii ra., tidaklah
selamanya ia harus mengikuti madzhab ini, bahkan diperkenankan baginya untuk pindah
pada madzhab yang lain selain Al - Syafii. Seorang awam yang tidak memiliki kemampuan
untuk melakukan pengkajian masalah dan istidlal (melakukan pelacakan / pencarian sumber
dalil) atau ia juga tidak memiliki kemampuan membaca sebuah kitabpun yang ada sebagai
reverensi dalam sebuah madzhab, lantas ia mengatakan bahwa saya adalah bermadzhab AlSyafii, maka pernyataan yang sedemikian itu tidaklah absah sebagai pengakuan bilamana
hanya sekedar ucapan belaka.
Tetapi menurut sebuah pendapat yang lain menyatakan bahwa ; ketika seorang awam itu
konsisten mengikuti satu madzhab tertentu maka wajiblah baginya untuk menetapkan
madzhab pilihanya. Karena jelas seorang Awam itu meyakini bahwa madzhab yang ia pilih
adalah madzhab yang benar. Maka konsekwensi yang harus ia terima adalah wajib
menjalankan apa yang menjadi ketentuan madzhab yang ia yakini.
Bagi seseorang yang taqlid ( ) boleh mengikuti selain imamnya dalam sebuah masalah
yang timbul padanya. Misalnya saja ia taqlid pada satu imam dalam melaksanakan shalat
dhuhur, dan ia taqlid dan mengikuti imam lain dalam melaksanakan shalat ashar. Jadi taqlid
setelah selesainya melakukan sebuah amal/ ibadah adalah boleh. Untuk memahami hal ini
dapatlah digambarkan sebuah masalah : Bila seorang yang bermadzhab syafii melakukan
shalat dan ia menyangka ()atas keabsahan shalatnya menurut pandangan madzhabnya,
ternyata kemudian menjadi jelas bahwa shalatnya adalah batal menurut madzhab yang
dianutnya, dan sah bila menurut pendapat yang lain maka baginya boleh langsung taqlid pada
madzhab lain yang mengesahkan shalatnya. Dengan demikian cukup terpenuhilah kewajiban
shalatnya.
PASAL
SIKAP EKSTRA HATI-HATI DIDALAM MENGAMBIL AGAMA DAN
KEILMUAN, JUGA SIKAP ANTISIPATIF TERHADAP FITNAH YANG
DIMUNCULKAN OLEH PARA AHLI BIDAH, ORANG-ORANG MUNAFIQ DAN
PARA PEMIMPIN YANG MENJERUMUSKAN.

Wajib bersikap ekstra hati-hati didalam mencari dan menghasilkan keilmuan, maka janganlah
anda mencari dan mendapatkannya dari selain ahli ilmu.
:
,
Diriwayatkan dari Imam Ibnu Asakir dari Imam Malik Ra : Janganlah engkau menerima
ilmu dari ahli bidah, jangan pula anda mencari dan menerima keilmuan (agama) dari
seseorang yang tidak diketahui kepada siapa ia belajar, dan tidaklah pula diperkenankan
menerimanya dari seseorang yang melakukan kebohongan publik didalam menceritakan
manusia, walaupun ia diyakini tidak akan melakukan kebohongan terhadap hadits Rasulullah
SAW.

, :
Diriwayatkan lagi dari Imam Ibnu Sirrin Ra : Ilmu ini adalah agama ;maka selektiflah kalian
semua dari siapa kalian mengambil agama. :
, , , ,

Diriwayatkan oleh Imam Al - Dailami dari Ibnu Umar ra. dalam sebuah periwayatan yang
marfu : "Ilmu adalah agama dan shalat adalah agama. Maka bersikap telitilah kalian semua
didalam mengambil/menerima ilmu itu. Bagaimana anda melakukan shalat seperti ini?
Sesungguhnya kalian semua akan ditanya nanti dihari kiamat, maka janganlah anda
meriwayatkan keilmuan itu kecuali dari seseorang yang benar-benar anda meyakini
keahliannya yakni ia yang memiliki sifat-sifat keadilan, dapat dipercaya dan muttaqien".
:


Imam muslim meriwayatkan didalam kitab shahih-nya bahwa Rasulullah SAW bersabda
:Akan ditemukan dizaman akhir dari umatku sekelompok manusia yang senantiasa
menceritakan kepada kalian segala sesuatu yang mereka tidak pernah mendengarkannya,
kamu dan juga orang-orang tua kalian, maka jagalah diri kalian semua, dan waspadailah
mereka.
:


Di dalam kitab Shahih Muslim juga disebutkan, sesungguhnya Abu Hurairah RA berkata :
Rasulillah Saw bersabda : "Akan didapati diakhir zaman nanti Dajjal-dajjal yang menebar
kebohongan-kebohongan, mereka datang membawa berita-berita yang, kalian dan orang tua
kalian semua tidak pernahmendengarkannya, jagalah diri kalian dan waspadailah mereka,
jangan sampai mereka menjerumuskan kalian semua, dan jangan pula kalian ter fitnah".
:
,
Juga di dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Umar bin al Ash Ra.
beliau berkata : Sungguh di dalam lautan terdapat syetan-syetan yang terpenjarakan dan
yang membelenggunya adalah Nabi Sulaiman bin Dawud, hampir saja mereka dapat keluar,
dan mereka hendak membacakan Al-Qur'an kepada seluruh manusia.
Imam Al Nawawi mengomentari hadits ini dengan pernyataannya; bahwa makna (syetansyetan) yang dikehendaki oleh hadist diatas adalah mereka yang membacakan sesuatu yang
sebenarnya bukanlah Al-Qur'an, tetapi ia mengatakannya bahwa ini adalah Al-Qur'an,
mereka mengecohkan manusia pada umumnya agar mereka menganggap aneh terhadap AlQur'an.
. :
:
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Abi Dardai RA, Sesungguhnya yang paling
menghawatirkan atas umatku adalah prilaku para pemimpin yang sesat, Imam Ahmad dalam
riwayatnya dari sahabat Umar Ra. Menyatakan : Sesungguhnya kekhawatiran terbesarku
atas umatku adalah orang munafik yang kepandaiannya hanya di lisan saja.
Imam Al Munawwir Ra. menginterpretasikan/ menafsiri hadits ini dengan pernyataannya :
Banyak sekali orang yang pandai beretorika tetapi bodoh hati dan perbuatannya, ia mencari
ilmu dengan orientasi mencari kerja dari sanalah ia akan mencari makan, dan mengorbankan
kesombongan demi meraih kemulyaan. Ia mengajak manusia semesta alam menuju

Tuhannya, tetapi ia sendiri lari dari pada-Nya.


: :
, , ,
Dari Ziyad bin Jabir RA ia berkata ; telah berkata kepadaku Sayyidina Umar bin Khattab RA
: "Tahukah kamu apakah yang dapat merobohkan Islam ?" Aku berkata tidak Ya Amirul
Mukminin; Berkatalah beliau : "Yang akan merobohkan Islam adalah tergelincirnya orang
awam (sebab mereka tidak bersikap hati-hati), orang munafiq yang menperdebatkan Al
Kitab, dan supermasi hukum yang dikendalikan oleh para pemimpin yang menyimpang".
PASAL :
BEBERAPA HADITS DAN QOULU ALSHOHABAH YANG MENJELASKAN
TENTANG HILANGNYA ILMU DAN TUMBUHNYA KEBODOHAN, SERTA
PERINGATAN NABI MUHAMMAD SAW DAN PEMBERITAHUANNYA BAHWA
ZAMAN AKHIR ADALAH ERA TERBURUK. DIMANA UMAT BELIAU AKAN
MENGIKUTI MODEL MODEL PEMBAHARUAN, BIDAH DAN HAWA NAFSU.
AGAMA HANYA AKAN DIANUTOLEH MANUSIA-MANUSIA TERTENTU SAJA.
Imam Ibnu Hajar al Asqolani Rahimahu Allohu Taala didalam kitab Fathul al Baari
berkata : Allah akan mencabut/ mewafatkan ulama dan besertaan dengan itu pula Allah
melenyapkan ilmu. Pada saat itulah kaum intelektual muda belia saling timpang tindih,
tunggang langgang dengan segala kontradiksinya, situasi ini ibarat onta menerjang dan
melompati onta-onta yang lain sehigga orang-orang tua yang melahirkan mereka dianggap
lemah tak berdaya.
Sebuah riwayat diceritakan oleh Abu Umamah RA : ketika berlangsung haji wada
Rasulullah Saw berdiri di atas ontanya yang coklat seraya berpidato menyampaikan
amanatnya :

,

,

:
: ,


Wahai segenap manusia segeralah kau gengam ilmu sebelum ia dicabut dan sebelum ia
lenyap dari permukaan bumi, Ingatlah bahwa sesungguhnya hilangnya ilmu itu bersamaan
dengan kewafatan pembawanya. Seorang Baduwi lantas bertanya kepada Nabi, Ya
Rasulullah, bagaimana ilmu itu dilenyapkan dari kita, sementara dihadapan kita terbentang
mushaf-mushaf, sungguh kita telah mempelajari apa yang ada didalamnya, dan kami
mengajarkannya kepada anak-anak kita, istri-istri kita dan pembantu-pembantu kita ?
Rasulillah memfokuskan pandangannya kepada orang Araby itu, beliau tampak marah dan
berkata : Kaum Yahudi dan Nasrani ini dihadapannya juga terpampang kitab-kitab mereka
tetapi mereka sedikitpun tidak berpegang teguh kepada apa-apa yang telah diajarkan oleh
para Nabinya kepada mereka.
Imam Ibnu Masud RA berkata :
,



Tidaklah akan sirna eksistensi kemanusiaan selama ia masih berselimutkan dengan segala
kebaikan (kemurnian) ilmu yang datang kepada mereka dari para sahabat Nabi Muhammad
Saw dan para pembesarnya. Tetapi ketika ilmu yang diterima oleh mereka itu bersumber dari
orang-orang rendahan diantara mereka dengan segala kepentingan hawa nafsu yang berbeda
maka rusaklah manusia seluruhnya.

Imam Bukhari dalam kitab shohinya meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Hurairah RA :
,
,

Tidaklah akan terjadi hari Qiamat sehingga umatku sedikit demi sedikit menjauh dalam
mengambil tutuntunan hidup sebagaimana yang diambil oleh generasi-generasi sebelumnya,
sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, lantas diucapkan Wahai Rasulillah !
sedemikian itu adalah sebagaimana yang terjadi pada kaum Persia dan Romawi ? Rasulillah
menjawab : Siapalagi manusia itu ? kalau bukan mereka ( kaum Persia dan Romawi) !
Dari Said al Khudri RA dari Nabi SAW beliau bersabda :
,

Sungguh kalian semua pada saatnya nanti akan mengikuti tuntunan-tuntunan orang-orang
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta-demi sehasta, sehingga kalau saja mereka
masuk ke dalam liang biawak, mereka tetap akan mengikutinya. Kemudian dikatakan :
Wahai Rasulillah, merekakah orang-orang Yahudi dan Nasrani? Rasul menjawab : Siapa
lagi kalau bukan mereka
Imam Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Masud RA dari Rasulillah Saw :
, ,

Sesungguhnya generasi pertama dari ummatku ini adalah sebaik-baiknya generasi, dan
periode akhirnya adalah seburuk-buruknya generasi umatku, mereka semua berselisih dan
berpecah belah. Barang siapa mengimani Allah dan hari akhir maka segeralah menjemput
kematiannya, sementara itu ia datang menghampiri manusia menyampaikan sesuatu yang ia
menyenanginya bila hal itu didatangkan kepadanya.
Sebuah kisah diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah RA suatu ketika ia mendengar ayahnya
bercerita :
,
, ,
Tidaklah pernah sirna perkara yang ada ditengah-tengah kaum Bani Israil, dan itu tetap
kokoh dipegangi sehingga datang ditengah-tengah mereka anak-anak yang terlahirkan dari
para tawanan umat mereka. Generasi baru itu melakukan pembaharuan ditengah-tengah
mereka dengan mengemukakan/ menyampaikan pendapat mereka sendiri. Di saat itulah
mereka menjerumuskan kaum Bani Israil, Hisyam berkata : Ayahku lantas
mewasiatkan:tetaplah kalian memegangi tuntunan, teguhkanlah dirimu untuk tetap
berpegang teguh pada al- Sunnah, karena tuntunan itu merupakan tiang agama.
Pada sebuah riwayat yang lain diceritakan dari Ibnu Wahbin dari Ibnu Shihab Al Zuhri RA
ia berkata :

Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani mulai melepaskan diri dari keilmuan
mereka yang selama ini ada pada genggaman mereka ,yakni pada saat mereka semua bebas
sebebas-bebasnya untuk melontarkan pendapat-pendapat mereka sendiri dan menjadikannya

sebagai pedoman hidupnya.


:
, :
,
Imam Bukhori di dalam kitab shohihnya meriwayatkan sebuah hadits dari Urwah Ra. Ia
berkata: Abdullah bin Umar Ra. menunaikan haji bersama kita, lantas aku mendengar Nabi
Muhammad SAW. Bersabda : Sesungguhnya Allah swt. tidak akan mencabut ilmu, setelah
ilmu itu ia berikan kepada suatu kaum dari dada mereka secara mendadak, tetapi Allah
mencabutnya besertaan dengan kewafatan para ulama sebaagi pemegangnya, sehingga yang
tersisa tinggallah manusia-manusia bodoh, kaumnya meminta fatwa pada mereka, dan
merekapun menyampaikan fatwa atas dasar pendapatnya sendiri, sehingga mereka sendiri
tersesat dan menyesatkan kaumnya, kesesatanpun merajalela.
Hadits ini lantas aku ceritakan kepada Dewi Aisyah Ra, istri Rasululah saw. Kemudian ketika
Sayyidina Abdullah bin Umar melaksanakan ibadah haji lagi pada tahun berikutnya. Dewi
Aiyah menghampiriku : Wahai putra saudara perempuanku, pergilah dan temuilah
Abdullah dan mintalah pengukuhan sebuah hadits yang telah ia sampaikan kepadaku. Maka
sayapun datang dan menanyakannya. Kemudian Abdullah bin Umar menyampaikan sebuah
hadits sebagaimana yang pernah ia tuturkan. Setibanya dari sana, saya datang kepada Dewi
Aisyah untuk menginformasikan hasil pertemuanku dengan Abdullah bin Umar. Dewi
Aisyah Ra. menyatakan pengukuhannya : Demi Allah, sungguh Abdullah bin Umar
menghafal hadits tersebut.
Di dalam kitab Fathu al Bahri juga diriwayatkan sebuah hadits dari Masruq dari Ibnu
Masud Ra. ia berkata :
,
,
,
.
Tidak akan datang sebuah zaman kepada kalian semua, kecuali zaman itu lebih buruk dari
era sebelumnya, ingatlah sesungguhnya aku tidak akan menentukan seorang pemimpin yang
lebih baik dari pemimpin yang lain juga tidak pada sebuah masyarakat yang lebih baik dari
masyarakat yang lain. Tetapi ulama-ulama dan ahli fiqih kalian telah wafat meninggalkan
kita, hingga tidak didapati lagi pengganti mereka. Kemudian datanglah sekelompok kaum
yang menyampaikan fatwa tanpa sadar tentang suatu masalah menurut pendapatnya sendiri,
mereka merusak Islam dan merobohkan sendi-sendi agama.
PASAL
TENTANG DOSANYA SESEORANG YANG MENGAJAK
PADA JALAN YANG SESAT DAN PERBUATAN YANG BURUK

Allah SWT. berfirman :



(Ucapan dan perbuatan mereka)-lah yang menyebabkan mereka harus memikul dosa-dosa
mereka dengan sepenuh-penuhnya pada hari Qiamat, dan juga dosa-dosa orang yang mereka
sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat
buruklah dosa yang mereka pikul itu. (Al-Nahl : 25)

Imam Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Ra. Ia
berkata : Rasulullah saw. Bersabda :
,


Barang siapa mengajak menuju hidayah Tuhan maka baginya pahala sebagaimana
pahalanya orang-orang yang mengikutinya tanpa sedikitpun berkurang. Namun senaliknya
barang siapa mengajak orang lain pada kesesatan jalan Tuhan maka baginya dosa
sebagaimana dosanya orang-orang yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun dari dosadosa mereka.
Dalam sebuah riwayat Imam Muslim menceritakan dari Abdur Rahman bin Hilal dari Jarir
bin Abdullah alBakhliy Ra. dalam sebuah haditsnya yang cukup panjang ia berkata :
Rasulullah saw. Bersabda :
,
.
Barang siapa merintis sebuah tuntunan yang baik di dalam Islam, maka baginya
mendapatkan pahala kebaikan tersebut dan juga pahalanya orang-orang setelahnya yang
mengamalkan tuntutan kebaikan tersebut, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala-pahala
mereka. Dan barang siapa membuat tuntutan pada jalan keburukan dalam agama Islam, maka
dilimpahkanlah dosa baginya, dan iapun harus mennaggung dosa-dosa orang-orang
setelahnya yang mengikuti jalan keburukan tersebut tanpa berkurang sedikitpun dari dosadosa mereka.
Imam Mujahid Ra. ketika menafsiri ayat yang dituturkan di muka menyebutkan : Mereka
(yang berkata dan berbuat keburukan) harus menanggung, dosa-dosa mereka sendiri dan dosa
orang-orang yang mengikuti dan mentaati mereka tanpa ada keringanan pembebasan
sedikitpun dari orang-orang yang mengikuti mereka.
Imam Al-Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits dari Amr bin Auf Ra. Rasulullah bersabda :

,
.
Barang siapa menghidupkan tuntunan dari sunnahku yang telah mati, setelah kewafatanku,
maka baginya mendapatkan pahala sebagaimana pahalanya orang-orang yang mengamalkan
tuntunan kebaikan itu tanpa berkurang sedikitpun dari pahala-pahala mereka, dan barang
siapa menciptakan bidah atau tuntunan menyesatkan yang tidak di ridloi oleh Allah swt. dan
Rasul Nya, maka dilimpahkan padanya dosa dan dosanya orang-orang yang mengamalkan
perbuatan bidah itu, tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka.
Sebuah riwayat juga menceritakan dari Imam Thabrani dan shahabat Abi Hurairoh Ra. Ia
berkata : Rasulullah saw. Bersabda :

Seseorang yang eksis berpegang teguh dalam menjalankan sunnahku pada saat carut
marutnya ummatku, maka baginya pahala sebagaimana pahalanya 100 orang yang mati
syahid.
PASAL
PERPECAHAN UMMAT RASULULLAH MUHAMMAD SAW.

MENJADI 32 SEKTE DAN PENJELASAN TENTANG DASAR-DASAR


KESESATAN YANG TERJADI PADA GOLONGAN-GOLONGAN TERSEBUT,
JUGA TENTANG GOLONGAN YANG SELAMAT YAKNI
AHLU SUNNAH WAL JAMAAH
Imam Abu Dawud, Al-Turmudzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan sebuah hadits
dari Abu Hurairoh Ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda :
, ,
: , ,
. :
Kaum Yahudi telah terpecah belah menjadi 71 golongan, dan kaum Nasrani terkotak-kotak
menjadi 72 kelompok, dan ummatkupun akan terpecah belah menjadi 32 sekte, semua
golongan tersebut masuk neraka kecuali hanya satu golongan saja. Para sahabat tercengang
dan lantas bertanya : Siapa (satu golongan yang selamat itu) Yaa Rasulullah Saw. ?
Rasulullah Saw. Menjawab : Golongan yang selamat itu adalah kelompok ahli sunnah wal
jamaah mereka adalah orang-orang yang eksis dan tetap punya komitmen dalam
mengikutiku dan para sahabatku.
Imam Al Syihabu al Din al Khofaji Ra. di dalam kitabnya Nasimu al Riyadz
menyebutkan : Golongan yang selamat itu adalah kelompok Ahli al Sunnah Wa al
Jamaah .
Dalam Hasyiyah (catatan pinggir )-nya Imam al Syanwani terhadap kitab ringkasan
(mukhtasor)-nya Imam Ibnu Jamroh dinyatakan bahwa : Kelompok yang selamat itu adalah
mereka yang berafiliasi kepada Imam Abu al Hasan al Asyary dan jamaahnya yaitu
Ahli al Sunnah dan Aimatu al Ulama .
Karena Allah swt. telah menjadikan Jamaah atau kelompok ini sebagai hujjah /
argumentasi bagi mahluknya, dan kepada Imam al Asyari dan jamaahnyalah, masyarakat
memiliki kecondongan dalam mengembalikan berbagai permasalahan agama mereka.
Kelompok inilah yang pada hakekatnya dimaksudkan oleh Rasulullah saw. Dalam sabdanya :

Sesungguhnya Allah taala tidak akan mengumpulkan ummatku untuk bersekongkol,
sepakat dalam berbuat kesesatan".
Imam Abu Mansyur bin Thohir al Tamimi dalam menjelaskan hadits ini mengemukakan :
Sungguh orang orang yang memiliki perbedaan perbedaan pendapat itu mengetahui
bahwa Rasul Allah swt. tidak bermaksud mengidentifisir kelompok yang tercela itu ditujukan
kepada golongan yang berselisih dalam menyikapi masalah-masalah fiqih yang bersifat
Furuiyyah (cabangan) yang berkaitan dengan hukum halal dan haram. Tetapi mereka
menyadari bahwa yang dikehendaki oleh Nabi adalah : mencela seseorang yang menentang
dan keluar dari Ahlu al Haq di dalam permasalahan dasar-dasar Tauhid / Teologi, di dalam
menetapkan perbuatan baik dan buruk, di dalam memberikan batasan-batasan/syarat-syarat
kenabian dan kerasulan, dan juga di dalam masalah bagaimana mencintai para sahabat, dan
hal apa saja yang berkaitan dengan masalah masalah tersebut di atas. Karena mereka yang
berselisih dan berbeda pendapat dalam masalah masalah ini telah saling mengkafirkan satu
sama lainnya.Berbeda dengan ikhtilaf yang terjadi pada kelompok pertama. Mereka berbeda
pendapat dalam masalah masalah fiqih tanpa mengkafirkan yang lain dan tanpa menfasiqkan kelompok lain yang berbeda pendapat. Oleh karena itulah interpretasi yang benar adalah
disandarkan pada perbedaan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah aqidah, bukan
pada masalah-masalah furuiyyah dalam fiqih.
Pada masa akhir kepemimpinan sahabat, terjadi pergolakan yang dipacu oleh perselisihan
yang terjadi di dalam tubuh golongan Qodariyyah antara Mabat Al-Juhain dan para

pengikutnya, dalam persengketaan ini sejumlah sahabat mutaakhirin mengambil posisi


independen, diantara mereka adalah : Sahabat Abdullah bin Umar, Sahabat Jabir, Sahabat
Anas bin Malik dan para pengikutnya, Radliyallahu Anhum.
Setelah itu, bermunculan perbedaan-perbedaan pendapat, dan sedikit demi sedikit meruncing
dan terjadi ketegangan hingga sempurnalah perpecahan diantara ummat Islam itu menjadi 72
golongan yang sesat, dan golongan yang ke 73 adalah Ahli al Sunnah wa al Jamaah
sebagai kelompok yang mendapat jaminan keselamatan dari Rasulullah saw.
Bila dikatakan apakah sekte-sekte itu kesemuanya diketahui dan populer di tengah tengah
kita ?, Maka jawaban yang dapat dikemukakan adalah : Kita mengetahui perpecahan sekte
sekte tersebut secara umum dan dasar dasar yang dianut oleh masing masing golongan
tersebut, dan kita mengetahui juga bahwa golongan golongan itu juga terbagi-bagi lagi
dalam beberapa kelompok, walaupun secara mendetil kita tidak mengetahui nama dari
masing masing firqoh itu sekaligus madzhab yang mereka anut masing masing.
Diantara beberapa sekte yang memiliki dasar-dasar teologi antara lain : golongan Haruriyah,
Qodariyah, Jahmiyah, Murjiah, Rofidloh dan Jabariyah berdasarkan penelitian sebagian dari
para intelektual ahli ilmu, Rahimakumullah Taalaa Anhu menegaskan bahwa konsepsikonsepsi dasar teologis yang dianut oleh enam sekte tersebut di muka adalah golongangolongan yang di klaim sebagai golongan yang sesat. Masing-masing dari 6 kelompok
sekterianisme di muka terpecah belah menjadi 12 firqoh hingga terhitunglah jumlah
komunalnya menjadi 72 firqoh.
Imam Ibnu Ruslan Ra. berkata : Sebuah pendapat mengemukakan bahwa secara rinci
golongan-golongan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi; 20 golongan. Diantara mereka
termasuk golongan Rowafid, 20 sekte yang lain masuk dalam golongan Khowarij, 20 sekte
berikutnya muncul dari firqoh Qodariyah. 7 golongan juga muncul dari sekte Murjiah dan
satu firqoh lagi adalah sekte Najjariyah. Masing-masing itupun tersekat-sekat kembali
menjadi lebih dari 10 golongan, tetapi perpecahan kelompok-kelompok itu hanya dihitung
sebagai satu firqoh saja misalnya firqoh Hururiyah saja, atau satu firqoh Jahmiyah, dan 3
firqoh dari golongan Karromiyah, dari rincian inilah secara keseluruhan terhitung jumlah
sekte yang muncul adalah 72 golongan.
PASAL
TENTANG TANDA-TANDA DEKATNYA HARI QIAMAT

Banyak sekali tanda-tanda akan terjadinya hari qiamat, antara lain tidak adanya orang yang
bersedia menolong dan mengamalkan agama. Tentang tanda-tanda akan terjadinya hari
qiamat ini beberapa hadits Nabi menyebutkan antara lain : Rasulillah Muhammad saw.
Bersabda :
(
(
Akan datang suatu zaman atas manusia seluruh alam, dimana orang yang bersabar dalam
mempertahankan agama itu bagaikan orang yang menggenggam bara api. (HR. Al
Turmudzi dari Anas bin Malik Ra.)
)
)
Pada zaman akhir akan dijumpai banyak hamba-hamba Allah yang bodoh dan orang-orang
yang ahli membaca Al-Qur'an tetapi berperilaku fasiq. (HR. Imam Abu Nuaim di dalam
kitab Hilyahnya, dan Imam al hakim di dalam kitab Mustadroknya, juga dari sahabat Anas
bin Malik Ra.)

) )
Tidak akan terjadi hari qiamat sehingga manusia bermegah-megahan dalam menbangun
masjid. (HR. Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya, dan Imam Abu Dawud di dalam
kitab sunnahnya dari sahabat Anas Ra.)
Termasuk tanda-tanda akan tibanya hari Qiamat adalah :
, ,
(

Terputusnya tali silaturrahim (persaudaraan), orang yang dapat dipercaya dianggap


menyimpang, dan orang yang menyimpang dan berdusta justeru dipercaya (HR.Al
Thabrani dari sahabat Anas bin Malik RA)
)
,
(
Naiknya kwalifikasi tanggal, sehingga pada suatu waktu peninggalan itu dapat muncul dan
diselesaikan pada awal mulanya, tetapi pada saat yang lain tidak disaksikan lagi, sehingga
dinyatakan bahwa tanggal itu adalah merupakan sebuah tanggal untuk dua malam.
(HR. Al Thabrani dari sahabat Anas bin Malik RA)
,
( )
Lenyapnya orang orang yang shaleh dari satu generasi ke generasi selanjutnya, dan yang
tersisa hanyalah orang-orang yang bodoh ibarat sampah gandum atau ampasnya kurma
(HR. Al Thabrani dari sahabat Ibnu Masud RA)

()
Tidak akan terjadi hari Qiamat sehingga orang zuhud hanyalah tinggal ceritanya, dan orang
yang berperilaku wara tidak lain hanyalah dibuat-buat. (HR. Abu Nuzim di dalam kitab Al
- Hilyah)
, ,
( )
Keberadaan anak yang terlahirkan hanyalah menjadi penyebab kemarahan/ keberingasan,
hujan yang justeru menambah panas, penyebab kepanikan, dan tampak merajalelanya orang
orang yang berperilaku tercela. (HR. Al Thabrani dari Ibnu Masud RA)
, ,
) ,
(
Tidaklah akan terjadi hari qiamat sehingga setiap suku bangsa menyimpan dan melindungi
orang-orang munafiknya, penghuni suatu kaum tinggallah orang-orang yang bodoh, dan
penduduk suku tersebut mengangkat orang-orang munafik sebagai pemimpin mereka (HR.
Al Thabrani dari abdullah bin Masud RA dan juga diriwayatkan oleh Imam Al Turmudzi
dari sahabat Abi Hurairah)
( )
Termasuk tanda-tanda segera terjadinya hari Qiamat adalah tempat-tempat ibadahdihiasi
sedemikian indah, tetapi hati-hati mereka kosong tanpa jiwa. (HR. Al Thabrani dari sahabat
Ibnu Masud RA)
, , ,

( )

Termasuk tanda-tanda terjadinya hari Qiamat adalah maraknya bisnis dan mengglobalnya
perdagangan (perdagangan bebas) sehingga seorang isteri terlibat langsung untuk membantu
suaminya untuk mengelola bisnis dan perdagangan, terputusnya tali silaturahim, maraknya
media cetak, dan banyaknya persaksian penuh dengan kebohongan.
(HR. Imam al Ahmadi dan al Bukhari dari sahabat Ibnu Masud RA)
Maraknya media cetak dan banyaknya kegiatan tulis menulis ini menunjukkan semakin
sedikitnya orang yang berperan sebagai ulama. Dan karena mudahnya mendapatkan fasilitas
ini, manusia menganggap cukup dengan belajar melalui media cetak, elektronika, dan lewat
tulisan itu. Bersamaan dengan itu pula seseorang terstimulir untuk aktif dalam kegiatan tulis
menulis, menyampaikan opini dan tanggapan. Mereka bermaksud untuk segera mendapatkan
popularitas dan bisa berkumpul dengan kelompok-kelompok elite.
Termasuk tanda tanda akan datangnya hari qiyamat adalah :
,
( )
Ketika amanat (kekuasaan) telah dijadikan sebagai kendaraan untuk menjarah kekayaan.
Zakat telah dirubah substansinya menjadi pengganti kerugian dan ilmu dipelajari bukan
karena tujuan keagamaan.
(HR. Imam Al Turmudzi dari Abi Hurairah RA)
) , ,
)
Min Asroothi Youmi al Qiamah, Ketika seorang suami telah kalah dan mentaati isterinya,
anak berani kepada ibunya, ia berusaha selalu dekat dengan teman/ sahabatnya dan menjauhi
ayahnya, sementara masjid-masjid hanya berlomba-lomba dalam memperkeras suara.
(HR. At Turmudzi dari Abu Hurairah RA)
) ,
(
Termasuk juga ketika banyak bermunculan para penyanyi dan selebritis dengan berbagai
alat musik, minum khomr menjadi kebanggaan dan generasi yang akhir dari umat ini secara
frontal dan berani melaknat generasi sebelumnya.
( HR. al-Tirmidzi dari Abi Hurairah Ra.)
, , ,
, ,
( )
Para pembesar berwatak Dajjal dan berperilaku membujuk, sebagai pembohong. Ia
menganggap orang yang benar dianggap bohong, Orang yang bohong ia benarkan. Ia
mengklaim orang yang dapat dipercaya sebagai penghianat. Tapi ia justeru mempercayai
orang yang berbuat khianat, pada saat orang-orang hina dan rendahan (Al Ruwaibidhoh)
memberikan komentar.
Ditanyakan kepada Rasulullah, siapakah Al Ruwaibidhoh itu, ya........Rasulullah ? Rasul
menjawab; Ia adalah seorang yang hina dan bodoh tetapi ia ikut campur dalam mengurus
masalah-masalah umat.
(HR. Al Imam Ahmad dan Al Bazzar dari Anas bin Malik RA)


( )
Tidaklah akan terjadi hari Qiamat itu sehingga mereka menyaksikan banyak persoalanpersoalan besar, tetapi mereka tidak memperbincangkan masalah-masalah besar itu untuk
memberi manfaat pada diri mereka sendiri. Keberadaan masalah-masalah itu menjadi tampak

gawat dan membahayakan diri mereka. Merekapun lantas bertanya apakah nabi kalian semua
telah menuturkan masalah itu secara gamblang. Carut marutnya masalah ini akan kalian
saksikan hingga gunung-gunung berpindah dari tempat-tempatnya. (HR. Imam Ahmad alTabrani dari Samroh bin Jundab RA)

( )
Ketika sebuah urusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggu dan
nantikanlah hari Qiamat (kehancurannya).
(HR. Al Bukhari dari Abu Hurairah RA)
:
( )
Dunia tidak akan sirna sehingga ada seorang yang melintasi kuburan, lantas ia bergulingguling, dan ia pun berkata dengan penuh harap ; seandainya aku menjadi penghuni kuburan
itu.
(HR. Bukhari dan Abu Hurairah RA)
)
(
Tidaklah akan terjadi hari Qiamat sehingga manusia melakukan perzinaan secara fulgar,
sebagaimana kawinnya binatang-binatang di tengah jalan. (HR. Al - Tabrani dari Ibnu Umar
RA).

, : ,
( (

Tidaklah umat ini sirna sehingga disaksikan seorang laki-laki datang menjumpai seorang
wanita, lantas mereka melakukan perzinaan ditengah jalan. Orang yang terbaik pada kondisi
zaman yang sudah sedemikian parah kerusakannya adalah ia yang berkata : Seandainya saja
kita dapat menyembunyikan diri /menyingkir sedikit dibalik tembok, niscaya kita tidak
menyaksika adegan panas itu. (HR. Abu Yala dari Abi Hurairah RA)
, ,
, :
( )
Tidaklah hari Qiamat itu akan terjadi sehingga dijumpai seorang wanita yang melakukan
perzinaan / hubungan seksual disiang bolong di tengah jalan, sementara itu tidak seorangpun
mengingkarinya, keberadaan orang yang hidup pada masa itu dan mau berkata : Hendaklah
menyingkir sedikit saja dari tengah jalan. Maka ia yang berkata demikian, dialah orang yang
berpredikat sama seperti Abu Bakar dan Umar RA diantara kalian semua. (HR. Al Hakim
Abu Abdillah dari Abu Hurairah RA)
Pada sebuah hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Al Tabrani dari Abi Umamah
beliau menyebutkan :
, :
, : ,
Pada sebuah hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Al Tabrani dari Abi Umamah
beliau menyebutkan :

Dan sehingga ditemukan seorang wanita yang lewat ditengah-tengah kaum, kemudian salah
seorang diantara mereka berdiri lantas menyingkap rok yang dikenakan wanita tersebut
seperti mengangkatnya ekor sapi pedet, kemudian sebagian kaum itu berujar : Seyogyanyalah
ia sedikit menyingkir bersama wanita itu dan bersembunyi di belakang tembok. Pada era
rusaknya zaman yang sudah sedemikian parah ia yang berani mengatakan hal itu adalah
memiliki derajat yang menyamai Sayyidina Abu Bakar dan Umar RA, diantara kalian
semua.

( ) ,

Tidaklah akan terjadi hari Qiamat itu sehingga terjadi perpecahan dan nurani yang saling
mengingkari, pendapat yang selalu bertentangan dan bertolak belakang, terpisahnya
persaudaraan dari jalur ayah dan ibu di dalam masalah agama. (HR. Al Dailami dari sahabat
Hudaifah RA)
, ,
) ,
,

, (
,
Tidaklah hari Qiamat itu akan tiba sehingga masjid-masjid berubah fungsinya menjadi
perkantoran, karena itu masjid tidak lagi digunakan sebagai tempat bersujud kepada Allah
Swt, sehingga anak kecil mengutus tukang pos untuk menyampaikan pesannya kepada orang
tua yang ada di desa sebelah, sehingga seorang pedagang sampai melalang buana diantara
dua kota sehingga ia tak mendapatkan keuntungan.
(HR. Tabrani dari Ibnu Masud RA)
Hadits di atas mengandung arti kinayah (kiasan) yang menggambarkan tentang tidak lagi ada
orang yang menyukai dan punya perhatian pada sholatnya, anak kecil tidak lagi mau
memuliakan orang tuanya, dan tidak adanya keberkahan dalam perdagangan karena
kentalnya kebohongan dan ketidakjujuran para pedagang.
, , ,
, ,

Akan datang suatu zaman dimana Himmah / perhatian manusia pada saat itu tertuju pada
perut-perut mereka adalah isteri dan wanita-wanita diantara mereka. Agama mereka adalah
uang. Merekalah seburuk-buruk ciptaan Allah dan tidaklah ada bagian dan tempat mereka di
sisi Allah S.
,
, , , ,
. :
Hari demi hari malam demi malam berlangsung sehingga Al-Qur'an menjadi rusak dan sirna
dari dada-dada masyarakat umat ini sebagaimana rusaknya baju, dan apapun selain Al-Qur'an
menjadi lebih menakjubkan bagi mereka. perkara atau persoalan yang mereka hadapi adalah
tinggal angan-angan saja, tidaklah kecemasan itu meliputi angan-angannya sekalipun ia
mengesampingkan dan sembrono dalam menjaga Haqqullah. Hatinya senantiasa diimingimingi oleh berbagai keinginan penuh lamunan. Bila ia melanggar apa yang menjadi larangan
Allah, maka dengan entengnya ia berkata : Aku berharap Tuhan mengampuniku

, ,
: ,
( ) .
Islam rusak seperti rusaknya hiasan batik baju, pada saat itulah orang tidak lagi mengenal
apa itu puasa, apa itu sholat, ibadah haji dan apa itu shodaqoh, yang tersisa hanyalah
segolongan generasi manusia-manusia tua renta yang berkata : Kami mendapati orang tua /
nenek moyang kami menetapi kalimat maka kamipun mengucapkannya.

Tidaklah datang hari Qiamat sehingga lafadz-lafadz tidak lagi dijumpai /
didzikirkan di muka bumi ini.
, , , ,
, : , : ,
.
( (
Tidaklah akan terjadi hari Qiamat itu, sehingga perbuatan keji dan kebakhilan tampak jelas
merajalela, orang yang dapat dipercaya dianggap menyimpang dan justeru orang yang
menyimpang dipercaya dan diberi kepercayaan. Orang-orang yang mulia berangsur-angsur
tiada dan yang tersisa hanyalah orang-orang yang rendahan !. para sahabat bertanya Wahai
Rasulullah ........... apa makna Al Tahutu Wa Al Waulu ? Rasulullah menjawab : Al
Waulu adalah para pemimpin dan semulia-mulianya manusia, sedangkan Al Tahutu adalah
mereka yang posisinya rendah dihadapan manusia.
(HR. Al Tabrani dari Abu Hurairah RA)
: , : ,
. , ,
( )
Tidaklah akan terjadi hari Qiamat itu, sehingga keluarnya 70 pembohong. Seorang sahabat
nabi berkata : Bagaimana tanda-tanda mereka itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab
mereka semua datang kepada kalian dengan membawa sunnah akan tetapi mereka tidak
melakukannya. Jika kalian semua telah menyaksikan mereka, maka jauhilah mereka !
(HR. Al Bukhari dari sahabat Amr Bin al-Asy RA)
, , , , ,
.
()
Termasuk min asrati al sa-ah adalah maraknya komentar namun jauh dari implementasi,
lisan-lisan mereka membuat satu kesepakatan tetapi hati-hati mereka berselisih, setiap yang
memiliki ikatan persaudaraan berusaha untuk di cerai beraikan, ketika kondisinya telah
sedemikian, maka Allah menurunkan laknatnya kepada manusia, Allah menulikan telingatelinga mereka dan membutakan penghianatan mereka.
(HR. AlImam Ahmad dan Abdun bin Humaid dari sahabat Salma Al Fansi RA)
, , , ,

) . ,
(
Ketika manusia telah hanya menampakkan kemampuan intelektualitas mereka dan
mengabaikan untuk mengamalkannya. Suara mereka mengikrarkan cinta dan kasih sayang,
tetapi hati-hati mereka mengobarkan permusuhan dan pemutusan tali persaudaraan. Pada saat
itulah Allah menimpakan laknat kepada mereka, mentulikan mereka dan membutakan mata
hati dan penglihatan mereka.

(HR. Ibnu Abi Al Dunya dari Al Hasan RA)


, :
.

Imam al Baihaqi dan ulama yang lain berkata : Tanda-tanda akan datangnya hari Qiamat
sebagaimana disebutkan dimuka kesemuanya adalah merupakan tanda-tanda yang kecil,
sebagian besar daripadanya telah terjadi dan berlalu. Dan akan saya tuturkan tanda-tandanya
yang agung. Untuk itulah saya (penulis, pen) mengakhiri hadits yang telah disebutkan
dimuka, dengan sebuah riwayat Imam Muslim di dalam kitab shohih-nya.
:
, : , : , : ,
, , , ,
, , , , ,
. ,
Dari Hudaifah bin Asid Al Ghifari RA ia berkata :
Suatu ketika nabi Muhammad Saw muncul ditengah-tengah kita, pada saat itu kita sedang
berdialog, lantas Rasulullah menyapa : Apa yang kalian perbincangkan ? Para sahabat
berkata ; kami membicarakan tentang hari Qiamat ! Nabi bersabda Hari Qiamat itu tidak akan
segera tiba sehingga kalian semua sebelumnya menyaksikan sepuluh tanda-tandanya yakni :
1) Terjadinya mendung, 2) Keluarnya Dajjal, 3) munculnya hayawan melata yang
berkeliaran, 4) Munculnya matahari dari Barat, 5) Turunnya nabi Isa bin Maryam AS, 6)
Munculnya Yajuz Majuz dan terjadinya tiga gempa bumi secara bersamaan, 7) Gempa
dibagian timur, 8) Amblesnya bumi dibagian barat, 9) Tanah longsor di Jazirah Arab, 10)
Sebagai akhir dari peristiwa-peristiwa itu keluarlah asap dari tanah Yaman untuk menggiring
manusia menuju tempat berkumpul.
: :

,( ) ,
, , ,

Berkaitan dengan terjadinya mendung Al Allamah al Khozin di dalam kitab Tafsirnya
beliau mengisahkan; sahabat Hudlaifah RA bertanya : Ya ..... Rasulullah Apakah gerangan
mendung itu ? lantas Rasulullah membacakan sebuah ayat :

Mendung menyelimuti seluruh belantara bumi bagian timur maupun barat selama 40 hari 40
malam, pada saat itu, orang yang beriman sepertinya tertimpa influenza sedangkan orangorang kafir ibarat orang yang mabuk. Asap keluar dari hidungnya dari kedua telinganya
hingga duburnyapun mengepulkan asap.
Adapun keterangan tentang Dajjal, maka dalam kitab shahih muslim kita dapati sebuah
Riwayat Hadits.
: :
,
Dari sahabat Hisyam bin Urwah R.A. dia berkata : Saya mendengar Rasululloh SAW
bersabda : Sejak diciptakannya Nabi Adam AS. hingga terjadinya hari qiyamat tidaklah
ditemukan makhluk yang besar menfitnahnya ketimbang Dajjal.
Didalam kitab Shohih Bukhori Muslim juga diriwayatkan sebuah hadits :

: :
, , , ,
.
Dari sahabat Anas R.A. ia berkata : Rasululloh SAW bersabda : Tidaklah luput setiap
seorang Nabi senantiasa memperingatkan umatnya untuk berhati-hati / antisipatif terhadap
makhluk yang kece matanya dan banyak bohongnya. Ingatlah bahwa Dajjal itu buta sebelah
(kece) dan sesungguhnya Tuhan kalian semua bukanlah Dzat yang buta; Diantara kedua
belah matanya tertulis lafadz kafir.
Imam Al Baghowi R.A mengisahkan sebuah riwayatnya :

:
, , : ,
, , :
, : ,
,
.
Dari Asma binti Yazid al-Anshoriyah R.A. Sesungguhnya fitnah yang paling besar muncul
dari Dajjal adalah : Suatu ketika Dajjal datang menghadap seorang Aroby, kemudian ia
berkata : Tidaklah anda tahu bahwa aku adalah Tuhanmu ? orang Arabi itupun berkata : Iya.
Kemudian syaitan merubah wujudnya sama persis seperti keberadaan onta milik Arabi baik
susunya, maupun besarnya punuk atau punggungnya, kemudian Dajjal mencoba untuk
mendatangi seorang Arabi yang lain, dimana saudara dari ayahnya telah meninggalkan
keduanya, lantas Dajjal berkata : Kusampaikan berita kepadamu, jika aku dapat
menghidupkan saudaramu dan ayahmu, tidakkah engkau yakin bahwa aku adalah Tuhanmu ?
Maka orang itupun berkata, IyaaSyaitanpun kemudian menjelmakan dirinya sama persis
seperti saudara dan orang tua seorang Arabi tersebut
:
, : , : ,
.
Dari sahabat Mughiroh bin Syubah R.A. ia berkata : Tidak seorangpun pernah mengajukan
sebuah pertanyaan seperti yang saya tanyakan kepada Rasululloh SAW tentang Dajjal. Dan
sesungguhnya Rasululloh berkata kepadaku: Tidakkah mungkin Dajjal dapat
memperdayakanmu, aku berkata : Manusia mengatakan bahwa Dajjal itu memiliki segunung
roti dan air sepanjang sungai. Rasul menimpali Dajjal itu sangat sepele menurut pandangan
Alloh atas semuanya itu".

, ,
Diriwayatkan dari Imam Al Turmudzi R.A. Ia berkata: Suatu waktu Rasululloh SAW
berceritakepdakita tentang Dajjal, bahwa dia keluar dari bumi kulon (sebelah barat) tepatnya
muncul dari tanah Khurasan. Dia diikuti oleh sejumlah kaumnya, seolah-olah wajah mereka
seperti topeng kepala dari besi yang dipukuli dengan palu.
: :

Dari sahabat Anas R.A Ia berkata: Rasululloh SAW bersabda : Kelompok Yahudi yang
mengikuti Dajjal adalah berasal dari tanah Asbihan, jumlah mereka mencapai 70.000, mereka
semua memakai jubah.
Imam Al Nawawi dan Al Qodli Iyad Rahimahullah Taala anhu berkata : Hadits-hadits
yang datang dan mengisahkan tentang Dajjal adalah hujjah / argumentasi bagi madzhabu al
Haqqi didalam keshahihan wujudnya Dajjal. Ia adalah sosok yang diciptakan oleh Allah
sebagai pencoba bagi hamba-hambanya, Allah juga memberikan kemampuan kepada Dajjal
untuk melakukan apa saja dari sebagian kekuasaan Tuhan seperti dia dapat menghidupkan

makhluk yang mati. Karena ia sengaja membunuhnya sendiri. Ia mampu menciptakan dan
menampakkan keindahan dunia, kesuburan buminya surga dan nerakanya, dan gudanggudang logistiknya ketika ia memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka terjadilah
hujan, demikian juga ketika ia memerintahkan kepada bumi untuk menumbuhkan tanaman,
maka bumipun menumbuhkannya. Semua kemampuan Dajjal itu terjadi atas qudrat dan
iradah Allah sebagai salah satu bentuk fitnah Allah kepada hambanya.
Lalu setelah peristiwa besar Dajjal itu terjadi, lantas Allah mencabut segala kemampuan yang
dimiliki oleh Dajjal, sehingga ia tidak lagi dapat mematikan seorangpun juga makhluk yang
lainnya, dengan ini pula batallah seluruh perkara dan aktivitas Dajjal. Kemudian Allah
mengutus kembali Nabi Isa bin Maryam A.S untuk membunuh Dajjal, sejak itulah Allah
kembali mengukuhkan eksistensi orang-orang yang beriman dengan ikatan Al Qouli Al
Tsabit inilah keabsahan informasi tentang wujudnya Dajjal yang dipegangi oleh Ahli al
Sunnah, seluruh Muhaditsiin dan para ahli fiqh (fuqoha) hal ini berbeda dengan pandangan
para pengingkar peristiwa besar ini termasuk di dalamnya adalah kelompok / sekte Khawarij,
Jahmiah dan sebagian pengikut Mutazilah.
Selanjutnya berkaitan dengan peristiwa munculnya Al Daabah hayawan melata dari
bumi, Imam Al Alamah Al Khozin di dalam kitab tafsirnya melalui transmisi
periwayatan sanat Al Tsalaby dari Hudzaifah bin Al Yaman RA menyebutkan :
: , , ,
, ,
, ,
, , ,
.
Suatu ketika rasulullah Saw. menuturkan munculnya Al Daabah Hayawan melata, saya
berkata : Wahai Rasulullah, darimana keluarnya Daabah itu ? Rasul menjawab : Dia muncul
dan keluar dari beberapa masjid kemuliaan Allah Taala. Suatu ketika nabi Isa As. melakukan
Thawaf di Baitullah dan bersamanya sejumlah kaum Muslimin, saat itulah terjadi gempa
bumi, bukit shofa yang bersebelahan dengan tempat pelaksanaan Sai terbelah, bersamaan
dengan itu seakan binatang melata muncul dari bukit Shofa yang terbelah itu. Kepala
binatang itu mengkilat, ia memiliki bulu-bulu yang halus dan bulu-bulu yang kasar, siapapun
yang hendak mengejarnya tidak seorangpun mampu mengejarnya dan tak seorangpun yang
mampu menemukannya, sebaliknya orang yang lari, karena ketakutan tidak akan mungkin
dapat lepas dari cengkramannya, binatang itu lantas menyengat. Semua manusia baik yang
Mumin maupun yang kafir, bedanya sengatan binatang itu kepada orang mukmin akan
membekaskan tanda diwajah orang mukmin itu seolah-olah wajahnya bagaikan bintang
gumintang yang mencorong, dan ia menuliskan stempel Mumin diantara kedua matanya.
Sedangkan terhadap orang yang kafir binatang itu lantas mematuk jidatnya hingga
menggoreskan titik hitam. Dan menuliskan identitas Kafir diantara kedua matanya.
, , :

Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Umar RA beliau berkata Binatang melata itu keluar
dari sela-sela gunung yang terbelah, kemudian segumpalan mega meraih kepalanya,
sementara kedua kaki tetap merangkak di bumi.
Termasuk tanda Qiamat kubra yang lain adalah munculnya matahari dari arah barat,
berkaitan dengain ini di dalam kitab Shohih Bukhari pada Kitabu Badi Al Kholqi
disebutkan :

: :
, : , : ,
, : ,
( , )
Dari Abi Dzarrin RA ia berkata : Nabi Muhammad Saw bersabda kepadaku : Ketika
matahari tenggelam; Tahukah kamu kemana matahari itu berkelana ? Aku menjawab : Allah
dan rasul Nya yang lebih tahu. Rasulillah Saw. lantas menjelaskan : Sesungguhnya
matahari itu pergi untuk bersujud di bawah Arsy. Ia meminta izin dan iapun mendapat izin.
Kemudian diperintahkan kepadanya kembalilah, darimana asalmu datang, maka muncullah ia
dari arah barat.
Peristiwa itulah yang merupakan interpretasi dari firman Allah Swt. dalam Al - Quran :

Dan matahari itu beredar pada porosnya, demikianlah ketetapan Tuhan Yang Maha Luhur
lagi Maha Mengetahui,
Di dalam kitab Fathul Al Bari, Imam Ibnu Hajar menjelaskan : Patutlah sekiranya apa
yang dimaksud dengan makna Sujud pada riwayat di muka adalah sujudnya para Malaikat
yang diserahi tugas untuk mengurus matahari atau dapat pula diinterpretasikan dengan
sujudnya matahari itu sendiri dengan cara dan bentuk yang sesuai dengan keadaannya,
sehingga sujudnya matahari itu kepada Allah merupakannya kinayah atau isyarat
ketundukan / kekhusuan dan penghambaannya pada saat tersebut.
Imam Al Nawawi Rahimahullahu Taala Anhu menjeneralisir bahwa sesungguhnya
sejudnya matahari menunjukkan kemampuan Allah Swt untuk membedakan dan memberikan
pengetahuan tentang penciptaan Allah terhadap matahari, Wallahu Alam.
Sedangkan berkaitan dengan Asroti al Saah al kubra yang lain yakni turunnya nabi Isa
dan keluarnya Yajuz majuz. Maka dalam kitab Shohih Muslim didapati sebuah keterangan
sebagai berikut; yang artinya :
Diriwayatkan dari Nawas bin Samaan RA ia berkata : pada sebuah pagi Rasulullah Saw
menuturkan sebuah berita tentang Dajjal. Tiba-tiba Rasulullah melirihkan suaranya, dan
lantas mengeraskan suaranya kembali, sehingga kita menyangka bahwa seolah-olah Dajjal
berada di dalam serumpun pohon kurma. Ketika kami bergegas menuju Rasulullah, beliaupun
kemudian tahu kegundahan yang ada dibenak kami, nabi lantas bertanya apa yang kalian
risaukan ? kamipun menjawab : Wahai Rasulullah Saw di saat pagi seperti ini engkau
menuturkan tentang Dajjal itu keluar, Engkau melirihkan suara dan lantas mengeraskannya
sehingga kami menyangka bahwa dajjal berada di serumpunan pohon kurma. Nabi berkata :
Bukanlah terhadap dajjal aku menghawatirkan kalian semua, apalagi aku berada di tengahtengah kalian semua, maka akulah yang ada pada bagian terdepan untuk menghadapinya,
tetapi jika ia keluar dan aku tidak sedang berada di tengah-tengah kalian semua, maka secara
individual ia harus menghadapinya. Pada saat seperti itu hanya Allahlah yang menjadi
tumpuan atas keselamatan kaum Muslimin.
Sesungguhnya Dajjal adalah seorang pemuda yang berambut keriting, kedua matanya seperti
anggur yang menjorok keluar, seolah-olah aku mempersamakannya dengan Abdi Al Azzy
bin Qattan. Jika diantara kalian semua ada yang menemuinya. Maka bacakanlah untuknya
beberapa ayat pembuka dalam surat Al Kahfi, ia keluar melalui jalan tembus yang
menghubungkan negeri Syam dan Irak, dia membuat kerusakan terhadap apa saja yang ada
disamping kanan dan sisi kirinya. Wahai seluruh hamba Allah tetapkanlah pada eksistensi
kalian semua.

Selanjutnya kita bertanya : Wahai Rasulullah ? Seberapa lama ia akan tinggal di bumi ? Rasul
menjawab sampai empat puluh hari, satu hari ada yang sama dengan setahun, ada yang
seperti sebulan, ada yang sama dengan satu jumat dan sebagian dari harinya yang lain
sebagaimana ukuran hari-hari kalian. Kami kembali bertanya : Wahai Rasulillah ! pada
sebuah harinya yang seperti setahun, apakah cukup bagi kami untuk melakukan sholat sehari
saja ? rasul menjawab : tidak cukup ! lantas ? kalian semua akan memperkirakan waktuwaktu yang ada di dalam hari-harinya sebagai hari-harimu. Kami terus mengejar dengan
pertanyaan ; Wahai Rasulillah, seperti apakah kecepatan Dajjal dalam menjelajah bumi ini ?
Rasul menjawab : seperti hujan yang dihempaskan oleh angin.
Ia akan mendatangi kamu dan mengajak kamu untuk mengikutinya. Maka banyak diantara
mereka yang mengimaninya dan mengikuti jejak langkahnya. Dajjalpun kemudian
memerintahkan kepada langit untuk menurunkan hujan, dan kepada bumi agar menumbuhkan
rerumputan yang hijau dan pepohonan, maka manusiapun menggembalakan ternak-ternaknya
hingga pulang petang. Dengan demikian ternak-ternak mereka menjadi gemuk badannya,
lebih montok susu perahannya dan lebih panjang lambungnya. Kemudian suatu ketika akan
datang sekelompok kaum untuk menghadap Dajjal dan menolak segala apa yang dikatakan
Dajjal, merekapun kemudian pulang, namun keesokan harinya mereka semuanya menemui
kelaparan, tidak sedikitpun mereka memiliki sesuatu dari harta bendanya, ketika itu pula
Dajjal kembali menelusuri bumi yang telah rusak dan porak poranda, iapun lantas berujar,
wahai bumi yang telah rusak keluarkanlah apa saja yang menjadi simpanan kekayaanmu !
bumi mematuhinya dan segala macam kekayaan yang dikandung bumipun mengikutinya,
sebagaimana lebah mengikuti rajanya. Kemudian Dajjal memanggil seorang pemuda yang
sangat pemberani dan gagah, tetapi tragis kejadiannya ia bertandang memenggal pemuda itu
menjadi dua potongan, dia kemudian melemparkannya ke arah yang bertolak belakang sejauh
anak panah yang meluncur dari busurnya. Lantas ia memanggilnya kembali, kedua potongan
jasad itu datang dan menyatu kembali, wajahnya tampak berseri-seri dan tertawa terbahakbahak. Pada saat Dajjal melakukan hal yang sama secara terus menerus, Allah kemudian
mengutus nabi Isa Al Masih bin Maryam AS. ia turun tepat di atas menara putih yang terletak
di sebelah timur kota Damaskus, dia diapit oleh dua kain berwarna kuning dalam posisi
meletakkan kedua telapak tangannya pada sayap dua Malaikat.
Setibanya di bumi, nabi Isa Al Masih lantas menundukkan kepalanya tampak dari wajahnya
hendak meneteskan sesuatu, ketika ia mengangkat kepalanya, runtuhlah tetesan air bening
yang mengkristal bagaikan butiran-butiran intan permata itu. Tidaklah halal bagi orang kafir
menghirup nafas yang dihembuskan oleh nabi Isa, padahal hembusan nafas beliau memenuhi
cakrawala hingga sejauh pandangan matanya. Nabi Isa Al Masih pun kemudian bertandang
mencari Bromo Corah Dajjal, hingga ia menemukannya di suatu tempat yang kemudian
disebut sebagai Babu Luddin pintu sebuah lembah, lantas ia membunuhnya.
Nabi Isa bin Maryam lalu mendatangi seluruh kaum yang telah dijaga dan diselamatkan oleh
Allah Swt dari sergapan Dajjal. Beliau mengusap wajah-wajah mereka sambil menghibur
dengan cerita-cerita tentang derajat keluruhan tempat-tempat mereka di surga. Pada saat
itulah Allah Swt menurunkan wahyu-Nya kepada nabi Isa AS.
, .
Sesungguhnya aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku. Tidak ada satu kekuasaanpun
yang aku berikan kepada seorangpun untuk dapat membunuh mereka, maka ungsikanlah
hamba-hamba-Ku itu ke Gunung Tursina.
Setelah semua peristiwa di atas berlangsung, Allah Swt kemudian mengutus Yajuz Majuz,
mereka berjalan dengan cepat menelusuri setiap penjuru bumi. Dia memulai langkah
pengembaraannya yang pertama pada sebuah samudera kecil yang ada di daerah
Thobariyyah mereka lantas meminum air samudera itu hingga habis, mereka tergenangi air.

Nabi Musa AS dan seluruh sahabatnya mulai terkepung oleh sekawanan Yajuz Majuz,
hingga pada hari itu, kepala seekor sapi menjadi lebih berharga dari pada seratus dinar. Pada
saat embargo itulah Nabi Musa dan para sahabatnya memohon kepada Allah Swt agar
meraka diselamatkan dari cengkraman Yajuz Majuz, Allah Swt mengabulkan permohonan
itu, kemudian Allah mengutus ulat-ulat kecil yang ada dihidung onta untuk menyiksa dan
masuk ke leher-leher Yajuz Majuz sehingga mereka terbunuh semuanya.
Sejak itulah nabi Isa dan sahabat-sahabatnya kembali turun ke bumi. Satu hal yang sangat
meresahkan mereka adalah bahwa mereka tidak menemukan sejengkalpun tempat di muka
bumi ini kecuali dipenuhi oleh lemak yang berceceran dari serat-serat daging Yajuz Majuz
sehingga menebarkan bau busuk yang menyesakkan. Karena itulah nabi Isa dengan kaumnya
kembali memohon kepada Allah agar Allah menyirnakan bau yang menjijikkan itu, Allah
kemudian menolong mereka dengan mengutus burung sebesar onta untuk mengangkut
serpihan-serpihan daging Yajuz Majuz dan membuangnya ke suatu tempat dimana Allah
menghendaki, lantas Allah Swt menurunkan hujan untuk kembali menetralisir bumi sehingga
bumi menjadi bersih dan bening bagaikan kaca.
Setelah bumi telah benar-benar menjadi bersih lantas dikatakan kepada bumi. Wahai bumi :
Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikanlah keberkahanmu!, maka sejak itulah
segolongan manusia mulai memakan dan merasakan kembali buah delima, merekapun lantas
menjadikan pelepah-pelepah dan kelopok-kelopak pepohonan sebagai tempat berteduh.
Demikian pula barokah itu nampak pada susu yang dikandung oleh hayawan, bahkan ketika
hayawan ternak itu hendak melahirkan pun air susunya tampak melimpah ruah sehingga
dapat memenuhi kebutuhan manusia seluruhnya. Pada suatu waktu keberkahan yang kesekian
kalinya juga dapat dirasakan oleh segolongan manusia yakni : ketika Allah mengutus angin
yang semerbak wangi menghampiri manusia dan menyelinap di ketiak mereka, untuk
selanjutnya angin itu dengan kelembutan dan kemesraannya mencabut ruh setiap individu
yang beridentitas muslim dan mukmin, hingga yang tersisa di muka bumi adalah mereka
manusia-manusia bejat yang selingkuh dan melakukan hubungan seks bebas seperti khimarkhimar yang tak sedikitpun punya rasa malu dan hati nurani, dan kepada mereka
semuanyalah ditimpakan dasyatnya hari Qiamat.
Adapun Asyrati Al Syaah (tanda-tanda hari Qiamat) yang lain yakni nyala api yang keluar
dari negara Yaman, yakni kobaran api yang akan menggiring manusia. Sebagaimana hal ini
dijelaskan dalam sebuah hadits. Berkaitan dengan peristiwa ini sejumlah ulama menjelaskan :
Peristiwa penggiringan manusia ini terbagi di dalam empat kategori dalam dua periode. Dua
peristiwa yang pertama terjadi di dunia dan yang pertama dimulai dengan penghardikan yang
dilakukan oleh nabi Isa AS terhadap kaum Yahudi dari kota Madinah menuju daerah Syam,
sedangkan yang kedua adalah penggiringan manusia melalui kobaran api menjelang hari
Qiamat untuk menuju Padang Makhsyar, penggiringan ini juga menimpa pada seluruh
makhluk hidup sebelum terjadinya tiupan sangkala yang pertama. Manusia yang tergiring itu
seluruhnya adalah orang-orang kafir yang masih hidup. Sedangkan kaum Muslimin telah
wafat sebelumnya oleh kelembutan tiupan yang mempesonakan mereka. Sedangkan dua
peristiwa pada periode yang kedua adalah terjadi di akherat yakni berkumpulnya manusia
pada saat setelah kebangkitan mereka dari alam kuburnya dan bubarnya manusia dari padang
makhsyar menuju tempat abadi mereka masing-masing yaitu surga dan atau neraka.
SEBUAH PASAL
TENTANG CERITA ORANGORANG YANG TELAH MENINGGAL DUNIA
DIMANA MEREKA TETAP MAMPU DIAJAK DIALOG, MEREKA TAHU SIAPA
YANG MEMANDIKANNYA, SIAPA PULA YANG MEMIKUL DAN
MENGKAFANINYA, JUGA SIAPA YANG MEMASUKKANNYA KELIANG
KUBUR, DAN JUGA CERITA-CERITA TENTANG BAGAIMANA ORANG YANG

TELAH WAFAT ITU KEMBALI MENJALANI KEHIDUPAN BARUNYA SETELAH


KEMBALINYA RUH PADA JASAD.

Keterangan mengenai kemampuan orang-orang yang telah wafat bahwa ia dapat mendengar
dan berdialog dapatlah dikemukakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al
Bukhari di dalam kitab shohinya dari sahabat Anas bin Malik AS dari nabi Muhammad Saw
beliau bersabda :

, : , :
.
,

Seorang hamba Allah ketika ia disemayamkan di dalam kuburnya dan sahabat-sahabat yang
mengantarkan jenazahnya berpaling dan kembali pulang hingga ia masih dapat mendengar
suara detak sandal mereka, tiba-tibalah datanglah dua Malaikat menghampirinya. Keduanya
lantas bertanya (kepadanya) : Apa komentar anda tentang seorang laki-laki yang bernama
Muhammad. Dia menjawab : Sesungguhnya beliau adalah hamba Allah yang menjadi
utusan-Nya, selanjutnya dikatakan kepadanya : Lihatlah tempat-tempat (tempat tinggalmu) di
neraka, Allah telah menggantikan tempat itu dengan suatu tempat yang bernama surga.
Rasulillah Saw bersabda : Seorang yang telah mati itu dapat menyaksikan dan tempat
tinggal yang diperuntukkan kepadanya (tempat dineraka dan tempat surga) sekaligus.
Sedangkan orang kafir atau munafiq ia hanya berkata : saya tidak tahu, bagaimana saya
harus mengatakan apa yang dikatakan oleh manusia ? kemudian dikatakan kepadanya : Tidak
mungkin kamu tahu, karena kamu tidak membacanya. Kemudian mereka (orang-orang kafir
atau munafik) itu dipukul dengan palu dari besi tepat pada bagian anggota yang ada diantara
kedua telinganya dan menjeritlah ia dengan suara keras, sehingga apa saja yang ada
disekelilingnya dapat mendengar suara jeritan tersebut kecuali dua makhluk penghuni bumi
yakni manusia dan jin.
:
, : ,
. , ,
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Said Al Khudri RA sesungguhnya
rasulullah Saw bersabda : Ketika jenazah diletakkan dalam keranda dan beberapa orang
memikulnya di atas pundak mereka, maka ketika jenazah itu termasuk hamba yang shalih,
maka ia akan berkata percepatlah perjalanan kalian semua, tetepi sebaliknya bila jenazah itu
bukan hamba yang shalih, maka ia merintih ............. aduh ! sungguh kecelakaan menimpa
diriku, kemanakah kalian pergi membawa jenazahku ? Pada saat itu segala apapun yang ada
dapat mendengar suara itu kecuali manusia, seandainya manusia dapat mendengar suara itu
niscaya ia akan pingsan.
Demikian juga diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dari sahabat Al Laist bin Said,
sebagaimana esensi makna verbal hadits di muka. Beliau berkata : Jenazah itu mengeluh
kepada keluarganya : Aduuh ........ bencana menimpa diriku. Sahabat Al Lais dalam
riwayatnya melanjutkan : Seandainya manusia dapat mendengarkan rintihan itu niscaya ia
akan pingsan seketika.
Sebuah riwayat dikisahkan oleh Imam Al Tabrani di dalam kitab Al Ausad dari sahabat
Abi Said Al Khudri RA. Sesungguhnya nabi Muhammad Saw bersabda : Sesungguhnya
mayit mengetahui siapa saja yang memandikannya, orang yang menggendongnya atau
memikulnya, mengkafaninya, dan orang yang memasukkannya ke liang kubur.
Sahabat Said bin Jubair RA berkata : Apa saja yang diceritakan oleh orang yang hidup,
informasi itu juga akan sampai kepada orang-orang yang telah mati, maka tidaklah
seorangpun yang memiliki ikatan tali cinta kasih kepada kerabatnya kecuali berita tentang

keadaannya akan sampai juga kepada mayit. Apabila kabar kerabat itu berupa kebaikan,
maka mayit ikut merasakan kesenangan dan berbahagia. Namun bila yang terjadi dalam
keluarga kerabatnya adalah keprihatinan atau ketidakharmonisan, maka mayit itupun tampak
tak ceria dan bersedih hati.
Imam Ibnu Munabbih RA berkata : Sesungguhnya Allah Swt membangun sebuah rumah di
langit yang ketujuh dan Dia memberinya nama Al Baidho. Di rumah itulah ruh-ruh orang
Mukmin yang telah meninggal dunia berkumpul, ketika salah seorang Mukmin dari
penduduk ahli dunia wafat, maka arwah-arwah itu menjemputnya dan merekapun lantas
menanyakan bagaimana cerita, khabar dan informasi tentang kondisi dunia dan penghuninya
sebagaimana pertanyaan yang seringkali terjadi dan dipertanyakan oleh seorang musaffir
yang pergi meninggalkan sanak saudaranya dan kerabatnya, ketika ia datang dari
bepergiannya.
(HR. Abu Nuaim di dalam kitab Al Hilyah )
Berkaitan dengan munculnya kehidupan baru dengan kembalinya ruh kepada jasadnya
sebuah riwayat datang dari sahabat Al Barra bin Azib RA. berupa hadits panjang yang
menerangkan kewajiban-kewajiban yang muncul pada orang-orang yang telah meninggal
dunia termasuk sebuah hadits yang menjelaskan tentang kembalinya ruh pada jasad, Imam Al
Barra menjelaskan : Pada suatu waktu saya keluar bersama Rasulillah Saw untuk hadir
memberikan penghormatan pada jenazahnya seorang laki-laki dari sahabat Anshor, lantas
kami mendatangi kuburan, pada saat itu liang kubur belum digali, kemudian Rasulillah Saw
duduk, kami bersama sahabat yang lain juga duduk dengan tenang penuh hikmah di sekitar
rasulillah seolah ada seekor burung di atas kepala kami hingga tak berani menengadah. Tibatiba nabi mengangkat pandangannya, sorot matanya lepas memandangi langit, kemudian
beliau menundukkan kembali pandangannya dan menyaksikan bumi, kemudian nabi berdoa
: Aku mohon perlindungan-Mu Ya ...... Allah dari siksa alam kubur. Rasulillah
melafadzkan doa ini berulang-ulang, lantas beliau bersabda : Sesungguhnya seorang hamba
yang Mukmin ketika ia memasuki pintu menuju akhirat dan berpisah dengan alam dunia
maka datanglah seorang Malaikat menghampirinya. Ia duduk tepat di sisi kepalanya dan
berkata :

Wahai Nafsu Al Mutmainnah keluarlah kalian menuju ampunan dari Tuhanmu dan
menerima Keridloan-Nya. Maka ruh itupun keluar, ia mengalir bagai tetesan hujan. Pada
saat itulah para Malaikat penghuni surga turun mengerumuni orang yang hendak wafat itu.
Dengan wajah-wajah mereka yang putih bersih dan berseri-seri seolah-olah wajah mereka
begitu ceria bagaikan cerah mentari dipagi hari, mereka datang dengan membawa kain-kain
kafan dari surga dan minyak-minyak wangi dari pengharum surga, mereka semuanya duduk
dengan rapinya, sepanjang sorot mata mereka memandang lepas, dan ketika ruh Nafsu al
Mutmainnah itu dicabut oleh seorang Malaikat, maka para Malaikat itu menyambut ruh
tersebut dengan menghimpunnya dalam genggaman dan tidaklah mereka melepaskannya
sekejap matapun. Hal ini sebagaimana terungkap dalam firman Allah Swt :

Para Malaikat-Ku mewafatkan seorang hamba, dimana sedikitpun mereka tidak berbuat
kasar".
Rasulillah Saw berkata : Maka keluarlah nafas / ruh seorang hamba itu seperti bau
semerbaknya minyak wangi, lantas Malaikat membawa naik ruh seorang hamba itu, dan
Malaikat itupun tidak datang pada sekumpulan manusia. Pada sebuah riwayat dikisahkan;
bahwa ruh yang dibawa oleh Malaikat itu senantiasa melintasi ruh-ruh umat terdahulu dan
generasi-generasi yang telah mandahuluinya bagaikan kumpulan belalang yang berhambur
diantara langit dan bumi. Segerombol belalang itu seraya berkata : Ini ruh siapa ?, maka
dikatakanlah bahwa ruh itu adalah ruh si Fulan dengan menyebut nama terbaiknya hingga

para Malaikat itu sampai di pintu langit terendah, maka pintu itupun dibuka mempersilahkan
ruh seorang hamba yang Mukmin itu. Para Malaikat penjaga langit itupun lantas
mengantarkan ruh itu menembus langit demi langit hingga sampai ke langit ke tujuh.
Kemudian Allah berfirman :
, , ,
Tuliskanlah (wahai para Malaikat) catatan amalnya (seorang hamba Mukmin) itu pada buku
catatan amal kebaikannya yang tinggi ! Apakah yang anda ketahui tentang apa arti Illiyyun ?
Ia adalah kitab catatan amal yang diukir dengan segala keindahan dan yang akan
menyaksikannya adalah para Malaikat Al - Muqarrabin disalinlah amal kebaikan seorang
hamba untuk di bukukan .
Kemudian ia berkata : Kembalikanlah ruh seorang Mukmin itu ke bumi. Sesungguhnya Aku,
Tuhanmu telah menjanjikan kepada manusia bahwa Aku (Allah Swt) telah menciptakan
manusia dari bumi dan kepadanya Aku mengembalikannya, dan daripadanya pula Aku
mengeluarkannya di kesempatan yang lain. Maka dikembalikanlah ruh itu ke bumi dan
masuk kembali ke jasadnya.
Sekembalinya ruh itu ke jasadnya datang dua Malaikat yang dengan kasar dan lantang
menghampirinya dan mendudukkan hamba tersebut. Pada saat itulah dua Malaikat itu
melontarkan berbagai pertanyaan kepadanya :
.
Siapa Tuhanmu ? dan apa agamamu, ia pun menjawab : Allah adalah Tuhanku dan Islam
adalah agamaku".
Dua Malaikat itu kembali melontarkan pertanyaan :
:
.
"Apa komentarmu kepada seorang laki-laki yang telah diutus kepada kalian semua ? Hamba
itu menjawab : Ia adalah Rasulullah ! apa yang kamu ketahui tentang dia ? Hamba Mumin
itu menjawab : Dia datang kepada kita dengan membawa bukti yang jelas dari Tuhanku maka
aku mengimaninya dan membenarkannya".
Kisah ini merupakan esensi makna dari sebuah firman Allah :

Allah telah mengokohkan (keyakinan) orang-orang yang beriman dengan qoul al - Tsabit /
ucapan yang tetap di dalam kehidupan dunia dan akhirat
Rasulullah Saw bersabda : Pada saat itu muncullah sebuah seruan menggema dari langit :
Sungguh kebenaran telah ada pada hambaku. Maka ialah yang berhak atas surga, saat itulah
surga dibentangkan dan dalam bentuk seorang laki-laki yang cakep wajahnya, wangi baunya
dan bajunya indah menawan, seorang laki-laki jelmaan itu lantas berkata ; bersenang
senanglah kalian semua atas apa yang telah Allah Azza Wajalla janjikan kepadamu,
berbahagialah atas keridlaan dari Allah dan surga-surga yang didalamnya terhimpun beberapa
kenikmatan yang ditetapkan. Seorang hamba mukmin itu menimpalinya dengan doa mudahmudahan Allah menyenangkan kamu dengan segala kebaikan ! siapakah kalian ? wajahmu
hadir kepadaku dengan segala kebaikan ! maka lelaki jelmaan amal itupun menjawab hari ini
adalah hari-harimu, dimana engkau menerima balasan yang dijanjikan, dan ini adalah
ketentuan sebagaimana yang dijanjikan, aku adalah amalmu yang baik, demi Allah sungguh
aku tidak menyaksikan engkau kecuali engkau senantiasa bergegas dengan penuh semangat
di dalam taat kepada Allah Swt, dan engkau begitu lamban dan nyaris takmelakukan
maksiatillah, maka mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepada-Mu. Dan
hamba Mukmin itupun berdoa : Wahai Tuhanku datangkanlah hari Qiamat agar aku dapat
kembali berkumpul dengan sanak keluarga dan hartaku.
Rasulullah Saw bersabda : Apabila seorang hamba berperilaku dosa dan penyelewengan,
maka ketika seorang hamba itu tiba di hari akhirat dan terputus dari kehidupan dunia,

datanglah seorang Malaikat, lantas ia duduk di dekat kepalanya dan berkata : Keluarlah
wahai nyawa yang buruk, bersenang-senanglah kalian atas kebencian dan kemarahan Allah.
maka turunlah Malaikat itu dengan wajah hitam nan garang dan pakaian kasar yang
semerawut, ketika Malaikat itu mencabut ruhnya maka Malaikat yang lainpun berdiri dan
mereka tidak menahan ruhnya digenggamannya sekejab matapun.
Nabi Muhammad Saw bersabda : Jasad hamba yang berdosa itu menjadi terpisah-pisah lantas
malaikat mengeluarkan ruh itu dengan tersendat-sendat hingga uratnya terputus-putus ibarat
tusuk-tusuk sate yang besar dan tajam ditancap-tancapkan pada kain basah yang terbuat dari
bulu-bulu domba, betapa pedihnya ! Ruh itu sengaja diambil oleh Malaikat sehingga ruh itu
keluar dalam keadaan busuk dan betapa menjjikkan baunya, seandainya bau ruh itu
ditebarkan di permukaan antara langit dan bumi niscaya penduduk bumi itu berujar Hiiih
........... bau ruh siapa ini ? begitu menjijikkan ! para Malaikatpun menyahut : Ini adalah ruh
Fulan seraya menyebutkan nama yang begitu buruk, suara / informasi itupun menyeru ke
seantero jagat langit dan bumi. Untuk itu Malaikat tidak bersedia membukakan pintu langit
untuk hamba pendosa itu.
Allahpun lantas berfirman :
. , , ,
Kembalikanlah ruh busuk itu ke bumi wahai para Malaikat, sesungguhnya Aku telah
menyampaikan janji-Ku kepada mereka (manusia) bahwa Aku telah menciptakan mereka dari
bumi, kepada bumi itu juga aku akan mengembalikan mereka dan nantinya Aku akan
mengeluarkan kembali mereka dari bumi itu; maka ruh itupun lantas dicampakka ke bumi.
Imam Barrok berkata : selepas rasul mengisahkan riwayat ini, beliau lantas membacakan
sebuah ayat :
:
Barang siapa mempersekutukan Allah Swt, maka seolah-olah orang itu terjun terjungkal (ke
bumi) dari langit.
Dan hamba pendosa itu dikembalikan ke bumi beserta ruhnya. Kemudian dua sosok malaikat
yang kasar mendatanginya dengan bentakan yang begitu keras, hingga hamba pendosa itu
terduduk; dan Malaikat itupun mulai menanyainya: Siapa Tuhanmu ? dan apa agamamu !
Hamba itu memberanikan diri menjawabnya dengan tanpa jawaban, sambil gemetar ia
berkata: Aku tidak tahu, tetapi sebenarnya aku pernah mendengar bahwa semua manusia
mengucapkan / mengikrarkannya; Malaikat kembali membentaknya: Kok kamu ndak tahu !
pada saat itulah liang kubur menyempit dan menghimpit hamba fajir tersebut hingga tulangtulang rusuknya mblesat bercerai berai.
Selanjutnya segala amal buruk hamba itu menjelma menjadi seorang laki-laki yang jelek
rupanya, baunya busuk dengan pakaian yang begitu kumal, dan iapun menyapanya :
Berbahagialah kamu dengan adzab dan kebencian dari Allah Swt ! dengan segala
kebengongan hamba itu berkata : siapa kamu ? kau datang dengan wajah dan pakaian yang
begitu menjijikkan. Lelaki itu menjawab ; aku adalah amal keburukanmu ! Demi Allah aku
tidak menyaksikan kamu kecuali malas dalam mengerjakan taat kepada Allah Swt dan
engkau begitu antusias dan semangat dalam melakukan kemaksiatan kepada Allah Swt.
Pada saat itulah lantas datang kepadanya seorang Malaikat yang tuli dan buta dengan
membawa tongkat besi yang begitu besar, seandainya saja sebuah gunung dipukul dengan
tongkat itu niscaya ia akan hancur lulur menjadi abu dan remukan-remukan batu. Malaikat
itupun bertandang menghajar seorang hamba itu dengan kerasnya sehingga semua makhluk
yang dibumi mampu mendengarnya kecuali jin dan manusia. Kemudia ruh dan jasad seorang
hamba itu kembali menyatu setelah hancur lebur dan Malaikat kembali menghajarnya. Hadits
ini merupakan riwayat yang mashur dan telah diriwayatkan oleh sejumlah para Imam yang

menjadi sanadnya, termasuk didalamnya adalah Imam Ahmad.


Imam Al Haramaini, Al Faqih Abu Bakar bin al Araby dan Al-Imam Syaifuddin
berkata: Ulama Salaf al Shalih sebelum munculnya para penentang konsepsi dasar agama,
secara bulat menyepakati atas ketetapan hidupnya kembali orang-orang yang telah meninggal
dunia didalam kuburnya, adanya pertanyaan dari dua orang malaikat kepada manusia dan
ketetapan tentang wujudnya adzab kubur bagi orang-orang yang berdosa dan orang-orang
kafir. Hal ini menjadi keyakinan yang kokoh dengan landasan firman Allah SWT :

Dan aku menjadikan dua kehidupan yang lain (setelah kematian )
Ayat ini ditafsiri dengan hidupnya kembali orang yang telah mati, karena hendak menghadapi
pertanyaan dua malaikat dialam kubur. Dan hidupnya kembali orang yang mati dihari
penggiringan mereka kealam makhsyar. Oleh karena itulah dua kehidupan itu telah Allah
Swt. informasikan kepada segenap manusia. Sedangkan kehidupan yang pertama yakni
kehidupan didunia, Allah Swt. telah menginformasikannya kepada manusia. Namun paska
munculnya rang-orang yang kontra terhadap masalah ini beberapa ulama tidak
menyepakatinya, tetapi mayoritas dari ulama Salafuna al Shalih tetap menyepakatinya.
Selanjutnya ketahuilah bahwa apa saja yang terkandung dalam hadist ini yakni keberadaan
malikat maut, malaikat Mungkar Nakir, dan malaikat-malaikat yang lain, termasuk juga
tempat-tempat yang yang ada dihari qiyamat nanti adalah merupakan hal-hal yang memiliki
kesamaran didalam sifatnya, dan hampir saja tidak ada jalan yang cukup rasional didalam
mengungkap sifat-sifat itu secara mendetil, kalau bukan karena keimanan. Oleh karenaitu
seorang hamba sengaja diuji oleh Allah Swt sejauh mana kekokohan keimanannya dalam
menyikapi hal-hal yang ghaib.
Ulama Ahli al Sunnah wa al- Jamaah menyepakati bahwa orang-orang yang telah
meninggal dunia dapat mengambil dua kemanfaatan yang dapat memberikan pertolongan
kepadanya yakni; segala bentuk usaha (ibadah) yang ia lakukan sendiri semasa hidupnya.
Yang kedua adalah doa dari orang-orang mukmin, permohonan ampun mereka untuk
simayyit, pahalanya shadaqah dan ganjaran ibadah haji yang dilakukan oleh ahli waris untuk
mayit. Sedangkan tentang berbagai bentuk ibadah-ibadah yang bersifat badaniah termasuk
puasa, shalat, menbaca Al Quran, dan berzikir, dikalangan ulama Ahli al Sunnah wa al
Jamaah sendiri masih dipertentangkan.
Dalam kontroversi ini Jumhuri al Salaf al Shaleh menyatakan sampainya pahala
pahala yang bersifat badaniyyah yang dilakukan oleh orang yang masih hidup untuk mayit.
Tetapi sebagian dari ahli al bidah itu dapatlah kita bantah dengan landasan Al Kitab dan
Al Sunnah. Berkaitan dengan istidlal (pencarian dalil) yang menjadi alasan bagi ahli bidah
yakni Firman Allah Swt :

Dan tidaklah tetap bagi manusia kecuali apa yang ia usahakan.
Dapat lah kita tolak, bahwa sesungguhnya Allah Swt. tidaklah menangghkan pengambilan
kemanfaatan seseorang atas usaha orang lain. Dan yang Allah Swt nafikan adalah orang lain
tidak dapat ikut memiliki hasil usaha (ibadah) dari orang yang selainnya. Adapun apa saja
yang diusahakan oleh orang lain adalah menjadi miliknya sendiri sehingga ia memiliki
kebebasan , apakah ia menghendaki untuk menyerahkan pahala amal ibadahnya kepada orang
lain, atau ia menetapkan pahala dari apa yang ia usahakan itu untuk dirinya sendiri. Dalam
hal ini jelaslah bahwa Allah Swt tidak menyatakan bahwa sesungguhnya seseorang itu tidak
boleh mengambil kemanfaatan sama sekali kecuali terhadap apa yang ia usahakan sendiri.
Keterangan ini adalah merupakan akhir dari isi kitab yang saya karang Wallahu Alam bi al
Shawab, dan hanya kepada Allahlah tempat kembali, dan Dia-lah Dzat Yang memberikan
kecukupan kepadaku. Dan sebaik-baiknya Dzat yang diserahi segala urusan. Laa Haula
walaa Quwwata illa billahi al - Aliyyi al adzimi Tidaklah ada kekuatan untuk dapat

menghindari segala bentuk kemaksiatan dan kesanggupan dalam memenuhi segala bentuk
ketaatan dalam beribadah kecuali hanya dengan pertolongan Allah Swt Dzat yang Maha
Luhur dan Maha Agung.
Mudah-mudahan shalawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Agung Muhammad Saw. segenap keluarganya dan pengikut-pengikutnya yang tetap
berpegang teguh kepada kebaikan hingga hari qiamat nanti.
Wa al Hamdulillahi Rabbi al Alamiin
Jember, 7 Syawwal 1426 H

Ahmad Zainul Hakim,S.EI


Penerjemah

Anda mungkin juga menyukai