Anda di halaman 1dari 14

Resume

Analisis Kebijakan Ekonomi Makro Moneter:


Inflasi dan Pengangguran

TUGAS INDIVIDU

SEMINAR EKONOMI MAKRO


Dosen: Dr. Marzuki, S.E., DEA

o le h :
Ridwan
P0500312414

UNIVERSITAS HASANUDDIN
PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI
Makassar
April
2013

RESUME
Analisis Kebijakan Ekonomi Makro Moneter: Inflasi dan Pengangguran

Ridwan
P0500312414
PENDAHULUAN

Kestabilan perekonomian suatu negara akan selalu menjadi priotitas yang ingin
dicapai, karena dengan stabilitas ekonomi akan menciptakan suasana kondusif
dalam kegiatan perekonomian. Kestabilan ekonomi ini dapat diukur dengan melihat
stabilitas makro ekonomi yang ada. Namun, stabilitas makro ekonomi ini sangat
rentan terhadap perubahan. Apabila terjadi guncangan dalam suatu variabel
ekonomi akan berdampak pada variabel yang lain dan keadaan ini menjadikan
fluktuasi dalam makro ekonomi. Bila fluktuasi yang terjadi relatif kecil dan waktu
mencapai keseimbangan jangka panjang relatif tidak lama, maka dapat dikatakan
kondisi makro ekonomi relatif stabil. Perkembangan perekonomian suatu negara
dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun dilihat dari beberapa indikator
dasar makro ekonominya, diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi,
nilai tukar dan pengangguran.
Tingkat inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap
barang dan jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah
ekspektasi terhadap inflasi di masa yang akan datang. Ekspektasi inflasi yang tinggi
akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya
menjadi asset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya.
Begitu juga sebaliknya ekspektasi inflasi yang rendah akan memberikan insentif
terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor
sektor produktif. Menurut beberapa penelitian di Amerika Serikat dan beberapa
negara maju lainnya juga telah menemukan hubungan yang dekat antara suku
bunga dengan proyeksi perubahan inflasi (Handa, 2009).
Ekspektasi inflasi dapat dibentuk diantaranya melalui pengumuman kepada
publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke
depan serta kebijakan yang diambil bank sentral dalam pencapaian target tersebut.
Jika Bank sentral sangat kredibel di mata agen ekonomi, maka agen ekonomi
sangat percaya bahwa bank sentral akan melakukan tindakan yang tepat dalam
mengendalikan inflasi ketika inflasi mulai bergerak menjauh dari sasaran inflasi
yang ditetapkan. Dalam situasi tersebut, ekspektasi inflasi mereka tidak akan
1

bergerak liar, namun terpatri pada tingkat yang sesuai dengan tujuan bank sentral
dalam menjaga stabilitas harga. Penetapan harga dan upah cenderung mengikuti
koridor target inflasi yang ditetapkan bank sentral dan kurang responsif terhadap
fluktuasi inflasi sesaat. Hal ini sangat membantu bank sentral, karena otoritas
moneter dapat mengabaikan volatilitas harga jangka pendek dan lebih cenderung
mengambil pendekatan jangka menengah-panjang dalam mengendalikan inflasi.
Keinginan bank sentral untuk menstabilkan harga seringkali bertumbukan
dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang cenderung tinggi dan tak bergeming
terhadap kebijakan moneter. Friedman, et.al (2011) menemukan bukti bahwa
variabel kredibilitas kebijakan disinflasi pemerintah merupakan determinan utama
dalam pembentukan ekspektasi inflasi. Dalam banyak situasi, ekspektasi inflasi
masyarakat yang tinggi ini dapat direfleksikan dalam bentuk permintaan upah dan
harga yang tinggi, dan bahkan pada suatu saat tertentu masyarakat cenderung
mempercepat keputusan belanja konsumsinya, sehingga pada akhirnya menambah
tekanan inflasi. Mengendalikan inflasi dalam situasi yang demikian mendorong bank
sentral untuk menelurkan kebijakan moneter yang lebih agresif untuk meyakinkan
para penentu harga dan upah yang skeptis bahwa tingkat harga akan stabil.
ANALISIS MAKROEKONOMI DALAM KEBIJAKAN MONETER

Penentuan Permintaan Agregat


Terdapat dua instrumen yang dapat dipergunakan oleh bank sentral dalam
mempengaruhi permintaan agregat yaitu: jumlah uang beredar (JUB) sebagai
variabel eksogen dengan pendekatan analisis IS-LM, dan tingkat suku bunga
sebagai variabel eksogen dengan model IS-IRT (interest rate targeting).
Dalam kedua analisis itu, ada empat variabel utama yang yang terlibat
dalam model yaitu: komoditas, uang, obligasi dan tenaga kerja. Disamping itu juga
variabel ekspor-impor dan nilai tukar (kurs) untuk analisis perekonomian terbuka.
Pilihan pendekatan yang akan ditempuh oleh bank sentral sangat tergantung pada
perlakuan bank sentral terhadap setiap variabel kebijakan moneter, apakah variabel
itu bersifat endogen atau eksogen. Disamping itu juga dipengaruhi oleh tujuan atau
target yang ingin dicapai oleh kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral.
Dalam bagian ini akan dibahas implikasi kebijakan moneter terhadap
permintaan agregat yang meliputi output, kesempatan kerja, tingkat suku bunga dan
harga dalam jangka pendek (short-run). Short-run diartikan sebagai periode analisis
dimana persediaan modal (capital stock), angkatan kerja dan teknologi diasumsikan

sebagai variabel eksogen. Model dasar ekonomi jangka pendek adalah model ISLM, dimana JUB dijadikan sebagai variabel eksogen oleh bank sentral. Apabila
suku bunga yang dijadikan sebagai variabel eksogen, maka pendekatan

yang

digunakan adalah analisis IS-IRT. Pilihan antara kedua pendekatan tersebut untuk
penentuan permintaan agregat tergantung pada jawaban dari pertanyaan: variabel
manakah yang menjadi variabel eksogen dalam kebijakan moneter, dan variabel
mana yang endogen? Oleh karena itu, sebelum memilih salah satu dari dua
pendekatan, maka bank sentral haruslah terlebih dahulu menentukan target yang
ingin dicapai dari kebijakan moneternya.
Asumsi Model Ekonomi Makro Jangka Pendek
- Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal berdampak terhadap output agregat dan
tingkat harga umum.
- Tenaga kerja adalah homogen.
- Besaran persediaan modal diketahui.
- Tambahan investasi tidak mempengaruhi persediaan modal.
- Hanya satu variabel input dalam proses produksi yaitu tenaga kerja.
- Pada perekonomian terbuka terdapat lima variabel dasar yang dianalisis, yaitu:
komoditas, uang, tenaga kerja, obligasi dan nilai mata uang (kurs).
Definisi short-run dan long-run dalam analisis ekonomi makro
Short-run adalah periode analisis dimana beberapa variabel dalam model telah

ditetapkan sebelumnya. Dalam model ekonomi makro secara spesifik variabel yang
bersifat tetap adalah persediaan modal fisik. Sebaliknya analisis jangka panjang
mengasumsikan bahwa investasi dalam jangka panjang akan mempengaruhi
persediaan modal.
Short-run memperbolehkan ekspektasi harga berbeda dengan tingkat harga

aktual. Sebaliknya dalam jangka panjang mengasumsikan bahwa harga yang


diharapkan identik atau sama dengan tingkat harga aktual.
Sektor Luar Negeri dan Penentuan Nilai Tukar (Kurs)

Semua transaksi perdagangan dan keuangan dengan pihak luar negeri


ditampilkan dalam neraca pembayaran internasional (balance of payment), yang
dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
B = (Xc - Zc) + (Zk - Xk) + NR + NT

dimana B adalah neraca pembayaran, Xc adalah ekspor komoditas, Xk adalah aliran


modal keluar (ekspor modal), Zc: impor komoditas, Zk: aliran modal masuk (impor
modal), NR: aliran masuk pendapatan bunga dan dividen, NT: bantuan/hibah dari
negara lain. Keseimbangan neraca pembayaran ditentukan oleh perubahan
cadangan devisa yang nilainya dipengharuhi oleh nilai tuka (kurs). Oleh karena itu,
keseimbangan neraca pembayaran dapat ditulis sebagai berikut:
B = AFR = 0

atau
B = AFR = (Xc - Zc) + (Zk - Xk) + NR + NT = 0

(1)

Ekspor dan impor tergantung pada nilai tukar riil:

dimana p = kurs nominal, pr adalah nilai tukar riil (pP/PF, yaitu harga komoditas
dalam negeri terhadap komoditas luar negeri), P adalah tingkat harga dalam negeri,
PF adalah tingkat harga luar negeri.

Dengan asumsi elastisitas harga untuk ekspor dan impor lebih besar dari satu,
maka ekspor Xc nominal menurun pada saatnilai tukar riil naik (hal ini akan terjadi
jika tingkat harga domestik P naik, nilai tukar nominal p naik dan atau tingkat harga
luar negeri PF turun, sehingga harga komoditas dalam negeri relatif lebih mahal
dibandingkan harga barang-barang luar negeri.
Ekspor akan meningkat apabila terjadi kenaikan pendapatan penduduk luar
negeri (yF). Impor nominal (Zc) meningkat apabila nilai tukar riil (pr) meningkat. Hal
ini dikarenakan harga komoditas luar negeri lebih murah dibandinbgkan harga
komoditas dalam negeri. Hal ini juga dapat terjadi jika pendapatan penduduk dalam
negeri meningkat maka akan meningkatkan impor.
Untuk aliran modal sangat tergantung pada tingkat pengembalian modal baik
dalam negeri maupun luar negeri. Apabila aliran keluar modal turun, sementara
impor modal meningkat, hal ini mendorong tingkat suku bunga nominal dalam
negeri naik atau tingkat suku bunga luar negeri turun.
Dengan demikian kondisi keseimbangan neraca pembayaran dapat ditulis
sebagaimana persamaaan berikut:

(P\y)] + ( A ( * , R \p " e) - X k(R' R \ p "e)1 + NR + NT = 0

L W , / ) - Zc

(2)

dimana y adalah pendapatan nasional domestik, yF : pendapatan nasional negara


asing, R: suku bunga nominal dalam negeri, RF: suku bunga nominal luar negeri,
dan p e adalah ekspektasi terapresiasinya nilai tukar.
4

Karena ekonomi domestik hanyalah bagian kecil dari ekonomi dunia maka
variabel-variabel PF, y dan RF tidak dipengaruhi oleh perubahan ekspor dan impor
dalam negeri. Oleh karenanya, variabel-variabel tersebut bersifast eksogen dimana
nilai-nilainya

dapat

ditentukan

menghilangkan variabell PF, y

besarnya.

Dengan

demikiain

kita

dapat

dan RF dari persamaan (2) di atas dan

menghilangkan variabel ekspektasi kurs p e.


Persamaan baru dapat ditulis sebagai berikut:

l* c (p r -Z c{p \y )) + [Z kW - X k(R)] + N R + NT = 0

(3 )

dengan mensubstitusi p P /P untuk pr, maka diperoleh persamaan :


[Xc(pP/PF) - Z^(pP/PF,y)] + (2k(/?) - * k(/?)] +NR + NT = 0

(4)

Persamaan diatas menunjukkan keseimbangan umum neraca pembayaran


internasional pada perekonomian terbuka. Dari persamaan tersebut maka dapat
diperoleh kondisi keseimbangan nilai tukar (kurs) nominal sebagai berikut :
p * = f(P /P F,y,R: dan variabel eksogen lainnya dalam persamaan neraca pembayaran)

(5)

Dengan demikian pada sistem kurs yang fleksibel keseimbangan kurs (persamaan
5) bila disubstitusikan ke dalam persamaan IS maka akan diperoleh bentuk akhir
dari persamaan dan kurva IS.
Untuk analisis lebiih lanjut dari pasar komoditas, kita akan menghubungkan
variabel-variabel p, y dan R. Apabila R naik, dan RF dianggap konstan, maka akan
terjadi aliran masuk modal meningkat. Hal ini menyebabkan p terapresiaisi yang
pada giliriannya menurunkan ekspor. Merosotnya nilai ekspor akan menurunkan
pengeluaran untuk komoditas dalam negeri dan pada gilirannya mengurangi
pendapatan nasional y .
Oleh karena itu pada perekonomian terbuka, kenaikan suku bunga (R), dimana
tingkat inflasi diasumsikan konstan, akan mengakibatkan kenaikan tingkat suku
bunga riil dan menurunkan pendapatan nasional y, sehingga ey/er < 0, dengan kata
lain kenaikan suku bunga akan menurunkan investasi yang pada gilirannya
menurunkan pendapatan nasional y. Hal lain adalah kenaikan y akan mendorong
impor sehingga ekspor turun yang pada gilirannya menurunkan p (kurs). Ini berarti
bahwa ep/ey < 0. Ini sama halnya dengan R turun, aliran modal turun, yang pada
gilirannya p turun sehingga ep/eR > 0.

Analisis diatas hanya berlaku untuk sistem kurs mengambang (fleksibel) namun
tidak relevan untuk sistem kurs tetap.
Terakhir, penentuan permintaan agregat dalam konteks analisis diatas akan
mensyaratkan penyelesaian yang simultan dari tiga persamaan yaitu keseimbangan
di pasar komoditas, pasar uang dan pasar valuta asing.
Keseimbangan Pasar Barang pada Perekonomian Terbuka

Pengeluaran riil (e) atas produksi komoditas merupakan penerimaan penjualan


agregat dari semua perusahaan, dapat ditulis sebagai berikut:

.(6)
dimana e adalah pengeluaran riil atas komoditas dalam negeri, c merupakan total
pengeluaran konsumsi, (c - Z / pr) : pengeluaran konsumsi untuk barang-barang
dalam negeri, i adalah investasi, g adalah pengeluaran pemerintah, Z(/pr adalah
impor (yang disesuaikan dengan harga dalam negeri), Xc adalah impor.
Secara keseluruhan output perusahaan adalah sama besarnya dengan total
pembayaran kepada faktor-faktor produksi yang digunakan oleh perusahaan dalam
proses produksi. Pembayaran yang diterima oleh faktor produksi merupakan
pendapatan nasional y . Pendapatan nasional digunakan oleh masyarakat untuk
konsumsi (barang-barang domestik dan impor), untuk tabungan dan pembayaran
pajak. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
y =c+S+t

(7)

dimana s adalah tabungan swasta riil, t adalah pembayaran pajak riil.


Dengan demikian kondisi keseimbangan untuk perekonomian terbuka adalah :
e =y

(8)

Dari persamaan diatas, kondisi kesimbangan pasar barang dapat ditulis sebagai
berikut :

Tabungan (s) adalah sisa dari pendapatan setelah dikurangi konsumsi dan pajak.
Kondisi keseimbangan tidak selalu terjadi di sektor komoditas, karena pasar barang
dapat saja mengalami kelebihan permintaan atau penawaran dalam beberapa
waktu.

Perilaku Fungsi Pasar Barang


Pada analisis pasar barang lebih lanjut, perlu dilakukan spesifikasi fungsi untuk
setiap variabel. Persamaan sederhana dengan asumsi bentuk linear untuk masingmasing variabel adalah sebagai berikut :
c = c(yrf) = c o - f Cy{y-l)

0 < c,< l

( 10)

i = i(r) =

<r > 0

( 11)

0<ty < \

(12)

/0 -

irr

t - t o + tyy

(13)

8 =80

XC=

= JfcO -

Xcpp'

Zc = Xc(yd, PT)=Z C0 + Zcyyd + lcPp'

XcO,Xcf i > 0

( 14)

Zcy, ZCfi > 0

( 15)

dimana r adalah tingkat bunga riil dan y (= y - t) adalah pendapatan disposibel.


Dari persamaan diatas, suku bunga dianggap tidak berpengaruh terhadap besarnya
konsumsi. Dengan demikian juga tidak berpengaruh terhadap tabungan. Suku
bunga hanya berpengaruh terhadap investasi. Besarnya pajak dipengaruhi oleh
pendapatan (y). Ekspor (Xc) dipengaruhi oleh nilai tukar riil. Impor dipengaruhi oleh
pendapatan disposibel (Z') dan nilai kurs. Faktor-faktor dari luar negeri dikeluarkan
dari persamaan diatas, seperti:

PF dan RF.

Hubungan dalam Persamaan IS


(16)

Persamaan IS diatas adalah persamaan IS untuk perekonomian terbuka.


Pendapatan nasional y adalah fungsi dari suku bunga dan kurs, dimana pr = pP/PF.
Mengganti pr dengan pP/PF maka dapat dirumuskan bahwa y adalah fungsi dari r, p,
P dan PF.

Dengan mengganti (.) dengan simbol a maka persamaan IS dapat ditulis sebagai
berikut :

y=

a[{co -

Cylo+10 - irr +go+*C0 - xCppr) + ( l/p rH

- Zc0 + Zcyfo -

zcpp'W

(17)

dimana simbol a mempunyai arti :


(18)

Persamaan diatas

mengimplikasikan

bahwa

pendapatan

riil

pada kondisi

keseimbangan adalah merupakan fungsi dari suku bunga dan tingkat harga,
sehingga bentuk umum dari persamaan IS untuk perekonomian terbuka adalah :
y = y(r, P)

Persamaan ini ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut ini yang merupakan kurva IS.
Gambar 1

lm

Pada Gambar 1 kurva IS mempunyai slope yang


ngatif. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
kenaikan pendapatan nasional y akan meningkatkan
konsumsi dan tabungan, demikian juga dengan
penerimaan

pajak.

Untuk

menjaga

kondisi

keseimbangan maka investasi juga harus meningkat


sejalan dengan meningkatnya jumlah tabungan dan
penerimaan pajak. Hal ini hanya dapat terjadi jika
suku bunga berada pada tingkat yang rendah. Dengan demikian peningkatan
konsumsi haruslah dapat menurunkan tingkat suku bunga apabila kita ingin
mepertahankan kondisi keseimbangan dalam pasar komoditi.
Kurva IS pada perekonomian terbuka juga tergantung pada nilai kurs riil dan tingkat
harga barang-barang impor. Apabila kurs nominal p jatuh maka kurva IS akan
bergerak turun. Kenaikan harga dalam negeri membuat barang-barang domestik
relatif lebih mahal daripada harga barang luar negeri, akibatnya ekspor turun dan
pengeluaran untuk komoditas dalam negeri jatuh. Hal ini membuat kurva IS
bergeser ke kiri pada berbagai tingkat bunga.
Sektor Moneter: Menentukan Target Kebijakan Moneter

Pada bagian ini akan dibahas dua model dalam pasar uang yang dapat
digunakan sebagai instrumen kebijakan moneter guna mempengaruhi permintaan
agregat. Model pertama menyajikan jumlah uang beredar (JUB) sebagai variabel
eksogen

dengan

menggunakan

analisis

IS-LM.

Sedangkan

model

kedua

menggunakan suku bunga sebagai variabel eksogen dengan menggunakan


pendekatan IS-IRT.
Persamaan LM: Permintaan Uang
Permintaan akan uang adalah fungsi dari pendapatan riil y dan suku bunga
nominal r.

md = mA(y, R, F W o) = myy + (FW o m*/?)

(19)

dimana m adalah permintaan uang riil, myy adalah permintaan uang riil untuk
transaksi, (FW0 - mRR) adalah permintaan uang riil untuk tujuan spekulasi, mRR
adalah permintaan portofolio untuk obligasi, R: suku bunga nomiinal, FW0:
kekayaan riil.
Sedangkan jumlah uang beredar adalah variabel eksogen, secara sederhana dapat
ditulis sebagai berikut :
(20)

Ms = M

dimana M adalah faktor eksogen yang ditentukan oleh persediaan uang.


Keseimbangan sektor moneter mensyaratkan :
(21)

M = Pmd

Oleh karena itu kondisi keseimbangan riil di sektor moneter (pasar barang) dapat
ditulis sebagai berikut:
M/P = myy + (FtV0 - mRR)

(22)

Persamaan diatas menunjukkan kombinasi dari y dan R yang mempertahankan


kondisi keseimbangan di pasar ruang. Ini disebut hubungan LM.
Hubungan LM dapat juga ditulis sebagai berikut :
nty L P J

my

(23)

my

Sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1, slope kurva LM adalah positif. Hal ini
dikarenakan ey/eR > 0.
Hubungan antara IS - LM: Persamaan Fisher

Persamaan Fisher menyatakan bahwa dalam pasar modal yang sempurna, suku
bunga nominal maupun riil berhubungan dengan persamaan berikut:
(!+/?) = ( ! + rX 1+Jre)

(24)

dimana R adalah suku bunga nominal dan r adalah suku bunga riil, n adalah
ekspektasi laju inflasi.
Dengan asumsi r3 mempunyai nilai yang rendah dan n 3, f n

0 maka persamaan

sebelumnya dapat ditulis sebagai berikut :


r 1= r - n

(25)

Ini berarti bahwa suku bunga yang diharapkan adalah suku bunga nominal dikurangi
ekspektasi kerugian yang diakibatkan oleh daya beli dari permintaan uang, yaitu
ekspektasi inflasi.

Kita dapat menggunakan bentuk sederhana persamaan Fisher yaitu R = r + n5,


sehingga dapat ditulis fungsi permintaan uang sebagai berikut:
md = mA(y, R) = myy + (FfV0 - ni*(r + jz*))

(26)

Pada kasus ini, maka persamaan fungsi LM akan menjadi :


1 + ( r u.
m
>=
+ 71e,)-----mu L r J

my

my

(27)

Permintaan Agregat untuk Komoditas dalam Model IS-LM

Penentuan permintaan agregat untuk komoditas sebagai suatu fungsi dari


tingkat harga, kita akan mengkombinasikan persamaan IS dan LM. Prosedurnya
adalah untuk menyelesaikan persamaan LM untuk r (atau R) ke adlam y dan P yaitu
dengan mensubstitusikan nilai r ke persamaan IS, maka diperoleh persamaan
sebagai berikut :
Co Cyto+0 --- FW q
m

rt , l I

ir M

+ -p +0+*c0 -XcpP j + I -ZcO +*cyt0 -ZcpP1^

Persamaan diatas menunjukkan fungsi

(28)
permintaan

agregat yag mempunyai hubungan terbalik dengan


tingkat harga P.

Persamaan tersebut merupakan

kombinasi antara y dan P yang secara simultan


mempertahankan tingkat keseimbangan dalam sektor
moneter dan pengeluaran. Gambar 2 juga menunjukkan
kurva AD yang mempunya slope negatif.
Gambar 2

Efek Multiplier Investasi dan Fiskal

Persamaan multiplier investasi dan pengeluaran pemerintah adalah sebagai


berikut :

8/ _ 3/ _ /___________ 1___________
a'0

3g0

y I - Cy + Cyty +

jf Z c y (\ ~ ty) +

/r ^

______________________________m _______________

mR

~ m R Cy

m R Cy

+ ^

m R Zcy{ 1-

ty) + irmy

(29)

10

Kenaikan investasi autonomus i0 akan mendorong kenaikan pendapatan y melalui


besaran angka pengganda yang pada gilirannya mendorong permintaan uang untuk
tujuan transaksi meningkat. Menurunnya permintaam uang untuk tujuan spekulasi
mendorong suku bunga bergerak naik yang mengakibatkan tingkat investasi turun.
Total investasi meningkat kurang dari kenaikan investasi awal. Pada akhirnya angka
pengganda akan menjadi nol ketika tidak ada penambahan jumlah uang beredar
yang dapat memenuhi permintaan uang untuk tujuan transaksi. Pada kondisi ini
kebijakan fiskal tidak mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat.
Efek Multiplier Uang

Efek multiplier dari money supply adalah peningkatan dalam permintaan agregat
sebagai akibat meningkatnya jumlah uang yang beredar, persamaannya adalah :

I_mRP -

mRPcy

+ mRPcyty + pmRPzCy{\ -

ty)

+ Pirmyj

Efek multiplier dari jumlah uang beredar tergantung pada sensitivitas tingkat suku
bunga investasi dan sensitivitas suku bunga dari permintaan uang mR. Jika mR = 0,
maka angka pengganda uang adalah 1/my dan jika ir = 0 maka jumlah uang beredar
riil adalah sebesar nol. Hal ini berarti perubahan jumlah uang beredar tidak dapat
mempengaruhi permintaan agregat jika investasi tidak sensitif terhadap tingkat suku
bunga. Jika suku bunga tidak dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter maka yang
terjadi adalah liquidity trap.
Suku bunga sebagai instrument kebijakan moneter: Taylor rule

Banyak bank sentral menggunakan suku bunga sebagai instrumen utama


kebijakakn moneter. Dengan mengendalikan suku bunga dalam jangka pendek
maka dapat mengurangi laju inflasi dengan cara menaikkan tingkat suku bunga
jangka pendek.
Melalui pendekatan Taylor rule, tingkat suku bunga dapat didefiniskan sebagai
beriklut :

rrt = ro + a ( y , -y {) + P(it,-nT)

a,p> 0

(31)

11

dimana rT adalah target suku bunga riil, y adalah output riil, / adalah output pada
tingkat full-employement, n adalah tingkat bunga aktual, n T target tingkat inflasi, t
adalah periode waktu.
Taylor rule menunjukkan pengaruh timbal-balik antara inflasi dan output ketika bank
sentral merubah target tingkat suku bunga riil. Dalam hal ini bank sentral akan
menaikkan suku bunga jika output terlalu tinggi dan demikian juga dengan laju
inflasi yang tinggi. Karena bank sentral menggunakan suku bunga nominal daripada
suku bunga riil, maka Taylor rule dapat dirumuskan sebagai berikut :
F F i ^ K t + r o + c t i y t - y ^ + f H j t t - n 1)

a,>0

(32)

Dari persamaan diatas jika inflasi naik melebihi target inflasi maka bank sentral akan
menaikkan tingkat suku bunga nominal lebih tingggi daripada tingkat inflasi. Jika
inflasi riil lebih rendah daripada target inflasi, bank sentral akan menurunkan tingkat
suku bunga nominal dibawah tingkat inflasi.
Secara singkat, Taylor rule dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Meningkatnya suku bunga riil akan mengurangi permintaan agregat yang pada
gilirannya menurunkan

laju inflasi, dengan demikian suku bunga dan inflasi

berhubungan negatif atau berlawanan arah.


- Terdapat hubungan positif antara output dan inflasi. Ketika output berada pada
tingkat full-employement maka laju inflasi juga akan meningkat, demikian
sebaliknya.
KESIMPULAN

Pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat bersifat langsung.


Artinya, penambahan jumlah uang lebih dipergunakan untuk membeli barang
daripada membeli surat berharga. Kondisi ini menyebabkan harga surat berharga
naik, dan sebaliknya tingkat bunga turun. Hal ini mendorong pengeluaran investasi
swasta meningkat dan pada gilirannya mendorong permintaan agregat naik.
Disamping itu juga pengaruh kenaikan jumlah uang terhadap kegiatan ekonomi
dapat bersifat tidak langsung. Kebijakan moneter yang ekspansif (penambahan
jumlah uang) akan menyebabkan penurunan tingkat bunga sehingga dapat
mendorong investasi naik. Kenaikan harga surat berharga (diikuti pula penurunan
tingkat bunga) menyebabkan individu memperoleh tambahan/kenaikan kekayaan
(capitalgain), hal ini akan mendorong konsumsi naik sehingga permintaan agregate

12

juga naik. Jadi efek penambahan jumlah uang terhadap permintaan agregat bersifat
tidak langsung dan kadangkala tidak pasti.
Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa perubahan jumlah uang beredar (money
supply) pertama-tama akan mempengruhi suku bunga (r) dan kemudian pergerakan

suku bunga akan mempengaruhi investasi (/), dan akhirnya investasi akan
mempengaruhi output (y). Dengan demikian, transmisi pergerakan money supply
untuk mempengaruhi output adalah suku bunga dan investasi, hal ini dapat
diilustrasikan oleh gambar, dibawah ini.

r ----- i ----------

M adalah m oney supply, (r) adalah suku bunga, i adalah investasi, dan Y adalah output

Referensi

Text book:
Handa, Jegdish, 2009. Monetary Economics, 2nd Edition, Routledge (Chapter 13,
14, 15 and 17)
Friedman, Benjamin M. and Michael Woodford, 2011. Handbook of Monetary
Economics,Vol 3A, North-Holland (Chapter 7, 8 and 10)
Blanchard, Oliver et all.,2012. In the Wake of the Crisis, The MIT Press (Part 1)
Jurnal:
Diego, Cerdeiro, 2010. Measuring Monetary Policy in Open Economies, World
Bank. MPRA Paper No. 21071, posted 02. March 2010 / 19:45
Melecky, Martin, et all.2008. Inflation Target Transparency and the Macroeconomy,
World Bank, European Central Bank, Bocconi University,IGIER, and CEPR
Taguchi , Hiroyuki and Chizuru Kato, 2011. Assessing The Performance Of Inflation
Targeting In East Asian Economies, Journal compilation, Crawford School
of Economics and Government,The Australian National University and
Blackwell Publishing Asia Pty Ltd)
Naqvi, Bushra and Rizvi, Syed KumailAbbas, 2009 Inflation Targeting Framework :
Is the story different for Asian Economies? Universite de Paris 1, PantheonSorbonne01. June 2009. MPRA Paper No. 19546, posted 23. December
2009).

13

Anda mungkin juga menyukai