Anda di halaman 1dari 3

Departemen Ilmu Teknologi Pangan - IPB

Mengenal Sifat Fungsional Protein


Contributed by Feri Kusnandar
Thursday, 08 July 2010
Last Updated Thursday, 08 July 2010

Pemanfaatan protein dalam industri pangan selain berfungsi sebagai zat gizi juga berkaitan dengan sifat-sifat
fungsionalnya yang dapat mempengaruhi karakteristik produk pangan. Di antara sifat fungsional tersebut adalah daya
ikat air, kelarutan, daya emulsi dan daya buih. Sifat fungsional yang dimiliki protein tersebut memperluas pemanfaatan
berbagai sumber protein sebagai ingredien dalam formulasi produk pangan (Arif Hartoyo dan Feri Kusnandar,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB).
Setiap sumber dan struktur protein memiliki sifat fungsional yang berbeda. Sifat-sifat fungsional protein dapat dianalisis
sehingga dapat diketahui bagaimana karakteristik protein yang pada akhirnya dapat menentukan arah pemanfaatannya
dalam proses pengolahan pangan (Tabel 1). Tabel 1. Beberapa sifat fungsional protein beserta mekanisme dan sumber
proteinnya di dalam sistem pangan
Sifat
Mekanisme
Sistem pangan
Sumber protein

Daya ikat air


Ikatan H, hidrasi
Sosis, cake, roti
Whey protein
Gelasi
Pemerangkapan air dan imobilisasi, pembentukan jaringan
Daging, gel, cake, keju

Protein otot, protein telur


Emulsifikasi
Adsorpsi pada permukaan, pembentukan film
Sosis, bologna, sup, cake, dressing
Protein otot, protein telur, protein susu
Daya busa
Adsorpsi interfasial, pem-bentukan film
Es krim, cake, dessert
Protein telur, protein susu
Sifat fungsional protein dibagi ke dalam 3 golongan, yaitu (1) sifat hidrasi (sifat yang
ditentukan oleh interaksi protein-air, misalnya absorpsi air, kelarutan, dan viskositas); (2) sifat yang berhubungan dengan
interaksi protein-protein, misalnya pengendapan, gelasi, dan pembentukan serat-serat protein; dan (3) sifat permukaan
yang terutama berhubungan dengan tegangan permukaan, misalnya pembentukan buih.
Daya Ikat Air Kebanyakan sifat fungsional protein berhubungan dengan interaksi protein ter-sebut dengan air. Interaksi
protein-air menentukan sifat fungsional protein tersebut dalam bahan pangan, seperti daya ikat air, kelarutan, daya
emulsi, viskositas, daya gel, dan sineresis. Protein berinteraksi dengan air dalam berbagai cara. Interaksi antara molekul
air dengan sisi hidrofilik protein terjadi melalui ikatan hidrogen. Daya ikat air sebagai sifat fisik dan kemampuan struktur
bahan pangan dalam mencegah terlepasnya air dari struktur tiga dimensi protein. Semakin besar jumlah air yang diikat,
semakin baik pula kualitas tekstur dan mouthfeel bahan pangan yang dihasilkan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi daya ikat air, yaitu :
- Konsentrasi protein: Semakin tinggi konsentrasi protein, jumlah air yang terikat juga semakin meningkat.
- Nilai pH: Perubahan pH akan menyebabkan perubahan kepolaran asam amino, bila kepolaran protein meningkat,
maka jumlah air yang terikat juga meningkat.
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id

Powered by Joomla!

Generated: 25 November, 2014, 12:22

Departemen Ilmu Teknologi Pangan - IPB

- Kekuatan ion: Penambahan garam akan mempengaruhi daya ikat air karena terjadinya interaksi elektrostatik.
- Pemanasan: Semakin tinggi suhu, maka jumlah air yang terikat semakin menurun.
Sifat Kelarutan Protein bersifat amfoter dimana kelarutannya akan ditentukan oleh muatannya. Protein mencapai titik
terendah pada saat mencapai titik isoelektriknya, karena pada titik ini interaksi protein dengan protein lebih kuat bila
dibandingkan dengan interaksi protein dengan air. Pada saat pH di atas atau dibawah titik isoelektrik, yang terjadi adalah
interaksi protein dengan air lebih kuat bila dibandingkan interaksi protein dengan protein, sehingga protein dapat larut.
Percobaan kelarutan protein dilakukan dengan cara melarutkan protein ke dalam akuades pada pH yang berbeda.
Setelah disentrifusi, akan terdapat dua fase, yaitu fase endapan dan fase supernatan. Kelarutan protein dapat diukur dari
kadar protein terlarutnya. Semakin banyak protein yang larut di bagian supernatan, maka menunjukkan peningkatan
kelarutan protein. Protein yang terlarut dapat diukur dengan metode penetapan protein, seperti metode Lowry. Metode
Lowry adalah salah satu metode untuk mengukur kadar protein contoh berdasarkan pada prinsip-nya reaksi antara ion
Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan
(merupakan residu protein) yang akan menghasilkan warna biru.
Kurva Kelarutan Protein Setiap protein mempunyai kelarutan tertentu yang ditentukan oleh komposisi larutannya.
Kelarutan protein secara nyata dipengaruhi oleh pH dan umumnya mempunyai nilai yang minimum pada pH isoelektrik.
Perubahan pH akan mempengaruhi ionisasi gugus fungsional protein sehingga muatan total protein berubah. Pada titik
isoelektrik total muatan protein sama dengan nol, sehingga interaksi antar molekul protein menjadi maksimum.
Kapasitas Emulsi Aktivitas emulsi protein adalah kemampuan protein mengambil bagian dalam pembentukan emulsi
dan dalam menstabilkan emulsi yang baru terbentuk. Kapasitas emulsi adalah kemampuan larutan atau suspensi protein
untuk mengemulsikan minyak. Sedangkan stabilitas emulsi adalah kemampuan droplet emulsi untuk tetap terdispersi
tanpa mengalami koalesens, flokulasi, dan creaming. Emulsi pangan dapat berupa oil in water (O/W) atau water in oil
(W/O). Protein merupakan surface active agents yang efektif karena memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan
interfasial antara komponen hidrofobik dan hidrofilik pada bahan pangan. Untuk memproduksi emulsi yang stabil, harus
dipilih protein yang larut, memiliki grup bermuatan, dan memiliki kemampuan untuk membentuk film kohesif yang kuat.
Berdasarkan mekanisme hidrofobisitas, protein ampifilik yang memiliki hidrofobisitas permukaan yang tinggi diadsorpsi
pada permukaan minyak/air. Protein yang diadsorpsi ini menurunkan tegangan interfasial yang membantu terbentuknya
emulsi. Protein dengan kandungan asam amino non polar yang tinggi (lebih dari 30% dari total asam amino)
menunjukkan aktivitas emulsi dan daya busa yang tinggi, namun memiliki daya gel yang rendah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat emulsi protein, yaitu:
- Konsentrasi protein: Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh jumlah protein dalam preparasi.
- Nilai pH: Beberapa protein memiliki daya emulsi yang optimal pada titik isoelektriknya seperti putih telur dan gelatin,
sementara beberapa memiliki daya emulsi yang optimal pada pH yang jauh dari titik isoelektrik seperti protein kacang
dan kedelai.
- Kekuatan ion: Adanya garam menurunkan potensial repulsi elektrostatik dan dapat menurunkan stabilitas emulsi.
- Perlakuan panas: Suhu merupakan faktor kritis dalam pembentukan emulsi. Pemanasan menyebabkan peningkatan
penampakan viskositas pada beberapa protein, yang mempengaruhi sifat emulsi dari protein ini.
Beberapa proses
dapat menyebabkan ketidakstabilan emulsi. Ketidakstabilan emulsi ini disebabkan oleh agregasi, koalesens, flokulasi,
dan creaming. Koalesen menyebabkan terjadinya peningkatan ukuran droplet dan volume fase serta perubahan
viskositas. Flokulasi dan koagulasi disebabkan oleh fenomena ukuran droplet lemak. Interaksi antara droplet lemak ini
menyebabkan terjadinya flokulasi. Creaming disebabkan karena adanya perbedaan densitas antara fase minyak dan air.
Droplet dengan ukuran lebih kecil dari 0,5 mm tidak menyebabkan creaming, karena itu reduksi ukuran droplet dapat
menurunkan kemungkinan terjadinya creaming.
Kekuatan Gel Kekuatan gel adalah kriteria yang sering digunakan untuk mengevaluasi protein pangan. Kualitas
beberapa bahan pangan terutama tekstur dan mouthfeel ditentukan oleh kapasitas gel protein. Sifat unik dari protein gel
adalah bentuknya yang padat tetapi memiliki karakteristik seperti cairan. Gel sebagai fenomena agregasi protein di mana
interaksi polimer-polimer dan polimer-pelarut setimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Gel terbentuk
ketika sebagian protein unfolded membentuk segmen polipeptida uncoiled yang berinteraksi pada titik tertentu
membentuk jaringan tiga dimensi. Formasi gel merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ion dan hidrofobik, ikatan
Van der Waals, dan ikatan kovalen disulfida dan kekuatan gel berhubungan dengan ukuran dan bentuk polipeptida
dalam matriks gel.
Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat gel protein, yaitu:
- Konsentrasi protein. Kekuatan gel meningkat dengan semakin tingginya konsen-trasi protein. Konsentrasi protein yang
dibutuhkan untuk pembentukan gel tergantung dari jenis protein. Gelatin dapat membentuk gel dengan konsentrasi yang
relatif rendah, sedangkan protein globular membutuhkan konsentrasi yang tinggi; dan
- Nilai pH dan kekuatan ion. Untuk protein dengan persentase asam amino hidro-fobik yang besar seperti albumin, pH
gel tergantung dari konsentrasi protein. Gel yang terbentuk pada kekuatan ion yang rendah (0.25 M KCl) menunjukkan
mikrostruktur yang baik, dan gel yang dibentuk pada kekuatan ion yang besar (0.6 M KCl) menunjukkan mikrostruktur
yang kasar.
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id

Powered by Joomla!

Generated: 25 November, 2014, 12:22

Departemen Ilmu Teknologi Pangan - IPB

Daya Busa Busa dapat didefinisikan sebagai sistem dua fase yang mengandung udara, yang dipisahkan dengan
lapisan kontinu yang tipis yang disebut fase lamellar. Busa protein pada permukaan merupakan sistem yang kompleks,
mengandung campuran gas, cairan, padatan, dan surfaktan. Distribusi ukuran busa mempengaruhi penampakan tekstur
produk. Protein yang banyak digunakan sebagai pembentuk busa adalah putih telur, gelatin, kasein, protein kedelai,
protein susu, dan gluten. Protein pembentuk busa harus memiliki sifat-sifat berikut: dapat membentuk busa secara padat
pada konsentrasi rendah, efektif pada kisaran pH yang luas, efektif pada media yang mengandung inhibitor busa seperti
lemak, alkohol, atau substansi flavor. Pembentukan busa terdiri dari 3 tahap yaitu: tahap protein globular berdifusi ke
dalam permukaan udara-air dan menurunkan tegangan permukaan; tahap terbuka-nya lipatan protein pada permukaan;
dan tahap interaksi polipeptida untuk membentuk film dengan denaturasi dan koagulasi parsial. Protein teradsorpsi pada
permukaan dan membentuk film yang stabil mengelilingi buih dan membentuk busa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya busa protein adalah sebagai berikut
- Nilai pH. Pada titik isoelektrik atraksi elektrostatik maksimum, viskositas dan rigiditas meningkat dan busa yang stabil
terbentuk.
- Konsentrasi protein. Busa yang dibentuk pada konsentrasi protein yang tinggi lebih tebal dan stabil karena adanya
peningkatan ketebalan film interfasial.
- Whipping aids. Whipping aids dapat ditambahkan pada protein untuk meningkatkan kapasitas busa menurunkan
kerusakan protein akibat pengeringan dan pemanasan. Whipping aids komersial yang biasa digunakan adalah trietil
sitrat dan gliseril triasetat. Etanol banyak digunakan sebagai whipping aids pada Industri bir. Sukrosa dengan
konsentrasi 20% digunakan untuk melindungi putih telur selama pasteurisasi dan pengeringan. Penambahan NaCl
mempengaruhi kapasitas busa protein karena garam mempengaruhi kelarutan, viskositas, unfolding, dan agregasi
protein.
- Inhibitor busa. Inhibitor busa merupakan substansi yang tidak larut air dan dapat menyebabkan rusaknya film protein.
Lemak dalam jumlah yang rendah (0,1%) dapat menyebabkan rusaknya daya busa protein.

http://itp.fateta.ipb.ac.id/id

Powered by Joomla!

Generated: 25 November, 2014, 12:22

Anda mungkin juga menyukai